Anda di halaman 1dari 12

PROFESIONALISME

Pengertian Profesionalisme (Novanda Friska Bayu Aji Kusuma. 2012.


Pengaruh Profesionalisme Auditor Etika Profesi Dan Pengalaman Auditor
Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas)

Menurut pengertian umum, seseorang dikatakan profesional jika


memenuhi tiga kriteria, yaitu mempunyai keahlian untuk melaksanakan tugas
sesuai dengan bidangnya, melaksanakan suatu tugas atau profesi dengan
menetapkan standard baku di bidang profesi yang bersangkutan dan menjalankan
tugas profesinya dengan mematuhi Etika Profesi yang telah ditetapkan. Profesi
dan profesionalisme dapat dibedakan secara konseptual. Profesi merupakan jenis
pekerjaan yang memenuhi beberapa kriteria, sedangkan profesionalisme adalah
suatu atribut individul yang penting tanpa melihat suatu pekerjaan merupakan
suatu profesi atau tidak (Lekatompessy, 2003 dalam Herawati dan Susanto,
2009:3).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia: Profesi adalah pekerjaan dimana


dari pekerjaan tersebut diperoleh nafkah untuk hidup, sedangkan profesionalisme
dapat diartikan bersifat profesi atau memiliki keahlian dan keterampilan karena
pendidikan dan latihan (Badudu dan Sutan, 2002:848). Secara sederhana,
profesionalisme berarti bahwa auditor wajib melaksanakan tugas-tugasnya dengan
kesungguhan dan kecermatan. Sebagai seorang yang professional, auditor harus
menghindari kelalaian dan ketidakjujuran. Arens et al. (2003) dalam Noveria
(2006:3) mendefinisikan profesionalisme sebagai tanggung jawab individu untuk
berperilaku yang lebih baik dari sekedar mematuhi undang-undang dan peraturan
masyarakat yang ada. Profesionalisme juga merupakan elemen dari motivasi yang
memberikan sumbangan pada seseorang agar mempunyai kinerja tugas yang
tinggi (Guntur dkk, 2002 dalam Ifada dan M. Ja’far, 2005:13). Sebagai
profesional, auditor mengakui tanggung jawabnya terhadap masyarakat, terhadap
klien, dan terhadap rekan seprofesi, termasuk untuk berperilaku yang terhormat,
sekalipun ini merupakanpengorbanan pribadi. Seorang auditor dapat dikatakan
profesional apabila telah memenuhi dan mematuhi standar-standar kode etik yang
telah ditetapkan oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia), antara lain (Wahyudi dan
Aida, 2006:28):
1) Prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh IAI yaitu standar ideal dari perilaku
etis yang telah ditetapkan oleh IAI seperti dalam terminologi filosofi.
2) Peraturan perilaku seperti standar minimum perilaku etis yang ditetapkan
sebagai peraturan khusus yang merupakan suatu keharusan.
3) Inteprestasi peraturan perilaku tidak merupakan keharusan, tetapi para
praktisi harus memahaminya.
4) Ketetapan etika seperti seorang akuntan publik wajib untuk harus tetap
memegang teguh prinsip kebebasan dalam menjalankan proses auditnya,
walaupun auditor dibayar oleh kliennya.
b. Konsep Profesionalisme
1) Konsep profesionalisme yang dikembangkan oleh Hall (1968) dalam
Lestari dan Dwi (2003: 11) banyak digunakan oleh para peneliti untuk
mengukur profesionalisme dari profesi auditor yang tercermin dari sikap
dan perilaku. Menurut Hall (1968) dalam Herawati dan Susanto (2009:4)
terdapat lima dimensi profesionalisme, yaitu:
1) Pengabdian pada profesi
Pengabdian pada profesi dicerminkan dari dedikasi profesionalisme
dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki.
Keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan meskipun imbalam
ekstrinsik kurang. Sikap ini adalah ekspresi dari pencurahan diri yang total
terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan, bukan hanya
alat untuk mencapai tujuan. Totalitas ini sudah menjadi komitmen pribadi,
sehingga kompensasi utama yang diharapkan dari pekerjaan adalah
kepuasan rohani, baru kemudian materi.
2) Kewajiban sosial
Kewajiban sosial adalah pandangan tentang pentingnya peranan profesi
dan manfaat yang diperoleh baik masyarakat maupun profesional karena
adanya pekerjaan tersebut.
3) Kemandirian
Kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan seseorang yang
profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari
pihak lain (pemerintah, klien, dan bukan anggota profesi). Setiap ada
campur tangan dari luar dianggap sebagai hambatan kemandirian secara
profesional.
4) Keyakinan terhadap peraturan profesi Keyakinan terhadap profesi adalah
suatu keyakinan bahwa yang paling berwenang menilai pekerjaan
profesional adalah rekan sesama profesi, bukan orang luar yang tidak
mempunyai kompetensi dalm bidang ilmu dan pekerjaan mereka.
5) Hubungan dengan sesama profesi
Hubungan dengan sesama profesi adalah menggunakan ikatan profesi
sebagai acuan, termasuk didalamnya organisasi formal dan kelompok
kolega informal sebagai ide utama dalam pekerjaan. Melalui ikatan profesi
ini para profesional membangun kesadaran profesional.
Profesionalisme (Restu Agusti Dan Nastia Putri Pertiwi.2013. Pengaruh
Kompetensi, Independensi Dan Profesionalisme Terhadap Kualitas Audit (Studi
Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Se Sumatera)

Profesionalisme merupakan sikap bertanggungjawab terhadap apa yang


telah ditugaskan kepadanya. Sikap profesionalisme akan mengambil keputusan
berdasarkan pertimbangan yang dimilikinya yaitu berdasarkan yang petama
pengabdian pada profesi, auditor yang mengabdi kepada profesinya akan
melakukan totalitas kerja dimana dengan totalitas ini dia akan lebih hati-hati dan
bijaksana dalam melakukan audit sehingga dapat menhasilkan audit yang
berkualitas. Jadi apabila semakin tinggi pengabdian pada profesi akan semakin
tinggi profesionalisme auditor.
Yang kedua kewajiban sosial, auditor harus mempunyai pandangan bahwa
tugas yang dilaksanakannya untuk kepentingan publik karena dengan pendapat
auditnya terhadap suatu laporan keuangan akan mempengaruhi pengambilan
keputusan oleh pemakai laporan auditan. Oleh karena itu auditor mempunyai
kontribusi yang sangat besar bagi masyarakat serta profesinya. Jadi apabila
semakin tinggi kewajiban sosial akan semakin tinggi profesionalisme auditor.
Yang ketiga kemandirian, dimana seorang auditor dituntut harus mampu
mengambil keputusan sendiri tanpa adanya dari pihak lain sesuai dengan
pertimbangan-pertimbangan yang dibuat berdasarkan kondisi dan keadaan yang
dihadapinya. Jadi apabila semakin tinggi kemandirian akan semakin tinggi
profesionalisme auditor.
Yang keempat keyakinan terhadap profesi, dimana seorang auditor akan
lebih yakin terhadap rekan seprofesinya, hal ini dapat dilakukan dengan meminta
rekan seprofesi untuk menilai kinerjanya. Jadi apabila semakin tinggi kemandirian
akan semakin tinggi profesionalisme auditor. Yang terakhir hubungan dengan
sesama profesi, auditor mempunyai ikatan profesi sebagai acuan, dengan adanya
ikatan ini akan membangun kesadaran profesional auditor. Jadi apabila semakin
tinggi hubungan sesama profesi semakin tinggi profesionalisme auditor.
Berdasarkan uraian di atas, profesionalisme mempunyai lima faktor
penting, yaitu pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan
terhadap profesi dan hubungan dengan sesama profesi. Dengan tingkat
profesionalisme yang tinggi akan menghasilkan audit yang berkualitas tinggi. Hal
ini diperkuat lagi dengan hasil penelitian oleh Irwansyah, 2010; Martiyani, 2010;
Nisfusa, 2010; Rosnidah dkk, 2010; Setiawan, 2012 yang menyatakan bahwa
profesionalisme mempengaruhi kualitas audit. Berdasarkan penelitian tersebut
telah membuktikan bahwa profesionalisme mempunyai pengaruh terhadap
kualitas audit.
Pengertian Profesionalisme (Hendro Wahyudi. 2006. Pengaruh Profesionalisme
Auditor Terhadap Tingkat Materialitas Dalam Pemeriksaan Laporan
Keuangan)

Profesi dan profesionalisme dapat dibedakan secara konseptual. “Profesi


merupakan jenis pekerjaan yang memenuhi beberapa kriteria, sedangkan
profesionalisme merupakan suatu atribut individual yang penting tanpa melihat
suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak” (Kalbers dan Fogarty, 1995:
72). Sebagai profesional, akuntan publik mengakui tanggung jawabnya terhadap
masyarakat, terhadap klien, dan terhadap rekan seprofesi, termasuk untuk
berperilaku yang terhormat, sekalipun ini merupakan pengorbanan pribadi.
Seorang auditor bisa dikatakan profesional apabila telah memenuhi dan
mematuhi standar-standar kode etik yang telah ditetapkan oleh IAI, antara lain: a).
prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh IAI yaitu standar ideal dari perilaku etis yang
telah ditetapkan oleh IAI seperti dalam terminologi filosofi, b). peraturan perilaku
seperti standar minimum perilaku etis yang ditetapkan sebagai peraturan khusus
yang merupakan suatu keharusan, c). inteprestasi peraturan perilaku tidak
merupakan keharusan, tetapi para praktisi harus memahaminya, dan d). ketetapan
etika seperti seorang akuntan publik wajib untuk harus tetap memegang teguh
prinsip kebebasan dalam menjalankan proses auditnya, walaupun auditor dibayar
oleh kliennya.
Analisis Individual dan Pekerjaan (Gunawan Cahyasumirat.2006. Pengaruh
Profesionalisme Dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Internal
Auditor, Dengan Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Intervening (Studi
Empiris Pada Internal Auditor Pt. Bank Abc)

Profesionalisme suatu pekerjaan mendapat perhatian para cendekiawan


dan praktisi seperti Abbott (1988) yang menyediakan cara perlakuan berlebihan
dari penggunaan, negoisasi dan kadang-kadang penurunan pernyataan profesional.
Organisasi berkeahlian khusus seperti sebuah profesi memiliki konsekuensi
berbeda untuk anggota pekerjaan, klien, kompetitornya. Apa yang membuat
profesi yang melibatkan partisipasi banyak pihak termasuk negara (Richardson,
1988) dan menyajikan banyak masalah tingkat makro yang kompleks berkaitan
dengan kekuasaan dan kognitif (Johnson, 1972; Abbott,1988; Kalbers dan
Fogarty, 1995).
Masalah normatif dan politis yang dimunculkan oleh perbedaan ini
cenderung berkaitan dengan karakteristik kelompok dan gengsi kelompok. Atribut
profesional pada tingkat individu dapat dianggap penting, meskipun tidak cukup
syarat untuk mengembangkan profesi pada tingkat kelompok (Burrage, 1990).
Dengan kata lain, karena individu membentuk kelompok, status kelompok
mungkin diperkirakan pada tendensi keseluruhan dari anggota individu.
Profesionalisme, pada tingkat analisis individu dapat dianggap sebuah kelanjutan
yang nilainya mungkin menunjukkan perbedaan kelompok (Ritzer, 1972).

Perspektif Teoritis Tentang Profesionalisme


Meskipun profesionalisme dan apa yang membentuk profesi dapat
dipisahkan secara konseptual, penelitian tentang profesionalisme lebih dikaitkan
dengan perspektif konvensional tentang profesi. Menurut pendekatan
fungsionalis, profesionalisme dikaitkan dengan pandangan bahwa pekerjaan yang
menunjukkan sejumlah karakteristik yang diperlukan profesi (Green Wood, 1957;
Goode, 1957; Kalbers dan Fogarty, 1995). Analisis tradisional ini sering dikritik
oleh para cendekiawan dewasa ini yang menentang kedefinitifan sejumlah
karakteristik, mempertanyakan generalitas model yang diambil dari satu atau dua
kasus sejarah (misalnya hukum dan kedokteran) dan secara sistematik
meremehkan peran kekuatan dan konflik sosial (Johnson, 1972; Kalbers dan
Fogarty 1995). Pandangan alternatif tentang kemunculan dan keberhasilan
profesionalisme didasarkan pada sosiologi maksimal Weber dan Karl Marx.
Untuk tujuan ini, tujuan profesionalisme bagi akuntan dapat dianggap sebagai
alternatif kontrol pasar bermotivasi pribadi atau sebagai sarana untuk
mempertahankan struktur sosialis kapitalis (Roslender, 1990)
Pandangan alternatif tentang profesi gagal mengembangkan bukti empiris
sistematis apapun. Selain itu, ketidakkonsistenan pengharapan bagi analis tingkat
individu telah dikembangkan (Roslender, 1990) yang mempelajari peran akuntan
dalam perspektif ini menyimpulkan bahwa kebanyakan praktisi tidak memiliki
kesadaran politik dan implikasi distribusional dari profesional akuntan. Karena
profesionalisme sebagai atribut individu yang penting sulit untuk menerapkan
diluar tradisi fungsionalis konvensional.
Sedangkan Hall (1968, dalam Kalbers dan Fogarty, 1995) menteorikan lima
elemen profesionalisme individual. Hall menyatakan bahwa profesional (1).
Meyakini pekerjaan mereka mempunyai kepentingan, (2). Berkomitmen ke jasa
barang publik, (3). Kebutuhan otonomi pada persyaratan pekerjaan, (4).
Mendukung regulasi mandiri untuk pekerjaan mereka, (5). Afiliasi dengan
anggota profesinya.
Konsep profesionalisme yang dikembangkan oleh Hall (1968) banyak
digunakan oleh para peneliti untuk mengukur profesionalisme dari profesi auditor
internal yang tercermin dari sikap dan perilaku. Hall (1968) menjelaskan bahwa
ada hubungan timbal balik antara sikap dan perilaku, yaitu perilaku
profesionalisme adalah refleksi dari sikap profesionalisme dan demikian
sebaliknya. Konsep profesionalisme Hall banyak digunakan oleh para peneliti,
diantaranya Morrow dan Goetz (1988) menguji profesionalisme para akuntan
publik, Goetz, Morrow dan Mc Elroy (1991) untuk mengukur profesionalisme
para akuntan publik yang ditambah dengan variabel yang dikembangkan, serta
Kalbers dan Fogarty (1995) yang menggunakan pandangan profesionalisme yang
lebih kompleks daripada ketiga penelitian tersebut menunjukkan bukti empiris
hubungan variabel anteseden (pengalaman) auditor internal dengan
profesionalisme, juga dengan variabel konsekuensinya. Sedangkan di Indonesia
penelitian Kalbers dan Fogarty direplikasi oleh Winowo (1996) dan Rahmawati
(1997) serta Yohanes Sri Guntur (2001) yang menggunakan sampel auditor
internal dengan menggunakan instrumen profesionalisme di lingkungan
perusahaan manufaktur dari Hall (1968) sedangkan Sumardi (2001) menggunakan
sampel BPKP di Jawa Tengah.
Adapun lima konsep profesionalisme dari Hall (1968) secara keseluruhan
adalah sebagai berikut:
1. Afiliasi Komunitas (community affiliation) yaitu menggunakan ikatan profesi
sebagai acuan, termasuk didalamnya organisasi formal dan kelompok-
kelompok kolega informal sumber ide utama pekerjaan. Melalui ikatan profesi
ini para profesional membangun kesadaran profesi.
2. Kebutuhan untuk mandiri (Autonomy demand) merupakan suatu pandangan
bahwa seseorang yang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri
tanpa tekanan dari pihak lain (Pemerintah, klien, mereka yang bukan anggota
profesi). Setiap adanya campur tangan (intervensi) yang datang dari luar,
dianggap sebagai hambatan terhadap kemandirian secara profesional. Banyak
yang menginginkan pekerjaan yang memberikan hak-hak istimewa untuk
membuat keputusan dan bekerja tanpa diawasi secara ketat. Rasa kemandirian
dapat berasal dari kebebasan melakukan apa yang terbaik menurut karyawan
yang bersangkutan dalam situasi khusus. Dalam pekerjaan yang terstruktur
dan dikendalikan oleh manajemen secara ketat, akan sulit menciptakan tugas
yang menimbulkan rasa kemandirian dalam tugas.
3. Keyakinan terhadap peraturan sendiri/profesi (belief self regulation) dimaksud
bahwa yang paling berwenang dalam menilai pekerjaan profesional adalah
rekan sesama profesi, bukan ”orang luar” yang tidak mempunyai kompetensi
dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka.
4. Dedikasi pada profesi (dedication) dicerminkan dari dedikasi profesional
dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Keteguhan
untuk tetap melaksanakan pekerjaan meskipun imbalan ekstrinsik berkurang.
Sikap ini merupakan ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap
pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan. Totalitas ini sudah menjadi
komitmen pribadi, sehingga kompensasi utama yang diharapkan dari
pekerjaan adalah kepuasan rohani dan setelah itu baru materi.
5. Kewajiban sosial (social obligation) merupakan pandangan tentang pentingnya
profesi serta manfaat yang diperoleh baik oleh masyarakat maupun profesional
karena adanya pekerjaan tersebut.
Profesionalisme (M. TAUFIK HIDAYAT. 2011. Pengaruh Faktor-Faktor
Akuntabilitas Auditor Dan Profesionalisme Auditor Terhadap)

Dalam pengertian umum, seseorang dikatakan profesional jika memenuhi tiga


kriteria, yaitu mempunyai keahlian untuk melaksanakan tugas sesuai dengan
bidangnya, melaksanakan suatu tugas atau profesi dengan menetapkan standar
baku di bidang profesi yang bersangkutan dan menjalankan tugas profesinya
dengan mematuhi etika profesi yang telah ditetapkan. Profesi dan profesionalisme
dapat dibedakan secara konseptual (Lekatompessy, 2003). Profesi merupakan
jenis pekerjaan yang memenuhi beberapa kriteria, sedangkan profesionalisme
merupakan atribut individual yang penting tanpa melihat apakah suatu pekerjaan
itu merupakan suatu profesi atau tidak. Seorang akuntan publik yang profesional
harus memenuhi tanggung jawabnya terhadap masyarakat, klien termasuk rekan
sesama akuntan publik untuk berperilaku semestinya.

Anda mungkin juga menyukai