Oleh :
Kelompok 6
Universitas Jember
Tahun 2019/2020
i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah berjudul “Hakikat Ekonomi dan Bisnis” sebagai tugas mata
kuliah Etika Bisnis dan Profesi.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Harapan kami semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Judul ................................................................................................................... i
Kata Pengantar……………………………………………………..……………....... ii
BAB I. PENDAHULUAN...................................................................................... 1
A. Hakikat Ekonomi............................…………………………………………....... 2
G. Kasus…………………………………………………………………………......... 19
A. KESIMPULAN…………………………………………………………….............. 21
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………............. 22
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Ekonomi berarti pengelolaan rumah. Dari arti tersebut, maka, kita dapat
mengartikan ekonomi sebagai cara rumah tangga memperoleh dan menghasilkan
barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ilmu ekonomi berkembang
berdasar adanya kebutuhan (needs) manusia yang tidak terbatas dihadapkan pada
sumber daya yang terbatas (scarce resources) sehingga menimbulkan persoalaan
bagaimana mengeksploitasi sumber daya terbatas tersebut secara efektif dan efisien
guna memenuhi kebutuhan manusia yang tak terbatas. Sehingga ilmu ekonomi yang
berkepentingan dalam mengembangkan konsep, teori, hukum, sistem, dan kebijakan
ekonomi tujuannya untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat.
Makalah ini akan membahas mengenai hakikat ekonomi, etika dan sistem
ekonomi yang berisikan tentang perkembangan sistem ekonomi, dimensi bisnis dan
pendekatan stakeholder.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Ekonomi
Ekonomi berasal dari kata Yunani oikonomia yang berarti pengelolaan rumah
dimana bagaimana cara rumah tangga memperoleh dan menghasilkan barang dan
jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup (Capra, 2002).
Ilmu ekonomi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang berhubungan dengan
produksi, distribusi, dan konsumsi. Pada tingkat ekonomi makro, para ekonom dan
pejabat birokrasi pemerintah sudah mengenal konsep-konsep ekonomi, seperti
pendapatan nasional bruto (Gross National Product—GNP), konsumsi, tabungan,
investasi, jumlah uang beredar, suku bunga, inflasi, neraca perdagangan, neraca
pembayaran, kurs valuta, APBN, dan sebagainya. Sedangkan pada tingkat ekonomi
mikro, membahas tentang pengelolaan manajemen bisnis, antara lain hukum
permintaan dan penawaran, titik pulang pokok (break even point—BEP), efisiensi
biaya, laba optimal, pendapatan dan biaya marjinal, serta hal lain yang orientasinya
pada pencapaian laba optimal melalui peningkatan produktifitas efisiensi biaya
operasi.
Ilmu ekonomi berkembang berdasar asumsi dasar yang masih dipegang
sehingga saat ini yaitu adanya kebutuhan (needs) manusia yang tidak terbatas
dihadapkan pada sumber daya yang terbatas (scarce resources) sehingga
menimbulkan persoalaan bagaimana mengeksploitasi sumber daya terbatas
tersebut secara efektif dan efisien guna memenuhi kebutuhan manusia yang tak
terbatas. Sehingga ilmu ekonomi yang berkepentingan dalam mengembangkan
konsep, teori, hukum, sistem, dan kebijakan ekonomi tujuannya untuk meningkatkan
kemakmuran masyarakat.
Ilmu Ekonomi modern telah menanamkan paradigma tentang hakikat manusia
sebagai berikut :
a) Manusia adalah makhluk ekonomi.
b) Manusia mempunyai kebutuhan tak terbatas.
c) Dalam upaya merealisasikan kebutuhannya, manusia bertindak rasional.
2
Dampak dari paradigma tersebut adalah :
a) Tujuan hidup manusia hanya mengejar kekayaan materi dan melupakan tujuan
spiritual.
b) Manusia cenderung hanya mempercayai pikiran rasionalnya saja dan
mengabaikan adanya potensi kesadaran transendental (kesadaran spiritual,
kekuatan tak terbatas, Tuhan) yang dimiliki manusia.
c) Mengajarkan bahwa sifat manusia itu serakah.
3
sistem ekonomi kapitalis, Tujuan pemerataan kemakmuran tidak tercapai; yang
terjadi adala pemerataan kemiskinan. Terjadi kesenjangan kekayaan yang
mencolok anatara oknum pejabat pemerintahan dengan rakyatnya. Sebab itu,
pengaruh ajaran komunis mulai surut di abad ke-20.
Walaupun Cina masih menganut paham komunis, tetapi para pemimpin
Cina mulai mengadakan penyesuaian-penyesuaian terhadap ajaran murni
komunisme. Mereka mulai membuka diri terhadap perdagangan internasional
dan penanaman modal asing di negaranya. Ini berarti para pemimpin Cina
mulai mengakui adanya kepemilikan pribadi.
Berikut merupakan faktor mengapa sistem ekonomi komunis mengalami
kegagalan.
a) Sistem ekonomi komunis didasarkan atas hakikat manusia tidak utuh, yaitu
tidak mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa sebagai sumber kekuatan tak
terbatas dan hanya mengandalkan kekuatan pikiran dalam memecahkan
persoalan hidup di dunia.
b) Alat-alat produksi dan kekayaan individu tidak diakui, dan sebagai gantinya
aparat pemerintah dan pemimpin partai sebagai pemegang wewenang
penuh. Akibatnya, kesenjangan golongan kaya dengan golongan miskin
muncul anta relit pemerintah/pemimpin partai dengan rakyat.
c) Produktivitas tenaga kerja sangat rendah karena rakyat yang bekerja untuk
negara tidak termotivasi untuk bekerja lebih giat.
d) Keadaan perekonomian negara-negara Blok Komunis semakin memburuk
karena terjadi pemborosan kekayaan negara, terutama untuk memproduksi
senjata yang dipaksakan dalam rangka perang dingin menghadapi negara-
negara Blok Barat.
4
Selanjutnya, Adam Smith dalam pemikirannya tentang pasar bebas juga
mendukung tumbuhnya sistem ekonomi kapitalis. Dua ciri pokok sistem ini yaitu
liberalisme kepemilikan serta dukungan ekonomi pasar bebas.
Menurut paham ini, kebebasan individu akan memicu motivasi setiap orang
untuk melakukan kegiatan bisnis dan ekonomi dalam rangka memakmurkan
dirinya masing-masing. Kebebasan kepemilikan saja belum cukup; harus
didukung pula oleh sistem pasar bebas. Sehingga bisa disimpulkan, sistem
ekonomi kapitalis dilandasi oleh teori etika egoisme dan etika hak, serta
mendapat pembenaran dari kedua teori tersebut.
Seperti halnya paham/sistem ekonomi komunis, paham ekonomi liberal
juga berkembang berdasarkan asumsi yang sama tentang hakikat manusia
tidak utuh. Dalam paham ini, tujuan manusia direndahkan hanya untuk
mengejar kemakmuran ekonomi (fisik) semata dan mengabaikan kekuatan
Tuhan. Sistem ekonomi ini juga melupakan tujuan tertinggi hakikat manusia,
sehingga tidak heran bila disana tidak dilandasi oleh asa moralitas dan
ketuhanan.
Sistem ekonomi kapitalis yang berkembang di negara Barat telah
melahirkan perusahaan-perusahaan multinasional dengan ciri-ciri sebagai
berikut :
a) Kekayaan mereka sudah demikian besar, bahkan sudah melewati
pendapatan negara-negara yang sedang berkembang.
b) Kekuasaan para pemiliknya telah melewati batas-batas wilayah suatu
negara. Bahkan mereka mampu mengendalikan kebijakan aparat
pemerintah dan legislative di negara-negara mana perusahaan ini berada
demi keuntungan perusahaan-perusahaan tersebut,
Akibat dari sistem ekonomi kapitalis saat ini, antara lain :
a) Terjadi pemanasan global dan kerusakan lingkungan di bumi akibat
kerakusan para pemilik modal yang didukung oleh aparat pemerintah.
b) Terjadi ketidakadilan distribusi kekayaan yang mengakibatkan timbulnya
kesenjangan kemakmuran yang makin tajam antara negara-negara yang
kaya dengan mayoritas negara-negara miskin.
c) Ancaman kekerasan, konflik antar negara, kemiskinan, dan pengangguran
makin meluas.
5
d) Korupsi, kejahatan kerah putih, dan penyalahgunaan kekuasaan untuk
mengejar kekayaan pribadi dengan mengorbankan kepentingan orang
banyak telah meluas.
e) Penyalahgunaan obat-obat terlarang, perjudian, kebebasan seks,
pembunuhan, perampokan, pencurian, dan tindakan-tindakan amoral lainnya
makin meluas.
f) Gaya hidup modern yang boros dan terlalu konsumtif, penumpukan arta
kekayaan yang jauh melampaui ukuran kebutuhan yang normal, serta pamer
kemewahan dan kekayaan telah menjadi ciri yang sangat menonjol.
g) Munculnya tanda-tanda tekanan mental dan psikologis, seperti stres, kasus
bunuh diri, tindakan anarkis massal, pembunuhan karena masalah sepele,
percekcokan dan penceraian rumah tangga, dan kasus sejenisnya makin
meluas.
h) Penyakit akibat gaya hidup modern, seperti penyakit jantung, tekanan darah
tinggi, HIV/AIDS, dan penyakit sejenisnya makin mengancam umat manusia.
6
diambil dari sistem komunis; ciri hak dan kebebasan individu diambil dari sistem
kapitalis; ditambah dengan ciri ketiga yang tidak ada pada dua sistem diatas,
yaitu kepercayaan kepada Tuhan YME dengan memberikan kebebasan
rakyatnya memeluk agama sesuai dengan keyakinan masing-masing.
Beberapa periode Indonesia telah berganti presiden, akan tetapi dalam
penerapan sistem ekonomi Pancasila masih jauh dari harapan, rakyat masih
tetap miskin. Hal ini disebabkan karena perekonomian bangsa Indonesia
realitanya dibangun berlandasakan “Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN)”.
Hal ini menyimpang jauh dari konsep Ekonomi Pancasila. Korupsi sendiri
merupakan tindakan menyalahgunakan wewenang, fasilitas, dan kekayaan
negara untuk memperkaya diri sendiri. Kolusi adalah kerja sama oknum pejabat
negara dengan oknum pimpinan perusahaan milik negara maupun swasta
dalam menyalahgunakan kekayaan negara demi kepentingan perusahaan.
Nepotisme adalah model perekrutan karyawan yang dilakukan baik oleh
perusahaan maupun negara, yang lebih memilih anggota keluarga, kerabat,
suku, kelompok, dan sejenisnya dari oknum pejabat negara atau oknum
pimpinan perusahaan tersebut dan tidak memberikan peluang yang adil bagi
semua calon yang mempunyai kemampuan.
Jelas sekali bahwa praktik KKN dalam pembangunan ekonomi sangat
bertentangan dengan etika dan ajaran agama mana pun. Oleh karena itu, dapat
dimengerti bahwa walaupun pemerintah berganti dari Orde Baru ke era
Reformasi, namun ekonomi rakyat sampai saat ini belum mampu ditingkatkan
karena praktik KKN belum mampu diberantas.
7
Namun sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa pengimplementasian
ketiga sistem ekonomi memunculkan dampak yang serupa. Mulai dari
kerusakan lingkungan hidup, kesenjangan dan ketidakadilan sosial yang makin
meluas, ditambah lagi munculnya berbagai kecenderungan yang makin
meningkat seperti berbagai jenis korupsi, kolusi, dan manipulasi.
Kesimpulannya adalah bahwa sistem ekonomi apa pun dapat saja
memunculkan banyak persoalan yang bersifat tidak etis. Etis tidaknya suatu
tindakan lebih disebabkan tingkat kesadaran individual para pelaku dalam
aktivitas ekonomi, bukan pada sistem ekonomi yang dipilih oleh suatu negara.
Yang harus berperan adalah tingkat kesadaran dalam memaknai hakikat
dirinya—hakikat manusia sebagai manusia utuh dan manusia tidak utuh.
8
Terdapat dua pandangan tentang bisnis yang diungkapkan oleh Sonny Keraf
(1998), yaitu pandangan praktis-realistis dan pandangan idealis. Pandangan
praktis-realistis melihat tujuan bisnis adalah untuk mencari keuntungan (profit) bagi
pelaku bisnis, sedangkan aktivitas memproduksi dan mendistribusikan barang
merupakan sarana/alat untuk merealisasikan keuntungan tersebut. Pandangan
idealis adalah suatu pandangan di mana tujuan bisnis yang terutama adalah
menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat, sedangkan keuntungan yang diperoleh merupakan konsekuensi logis
dari kegiatan bisnis tersebut. Inti dari pandangan idealis adalah bahwa tujuan pokok
dari bisnis adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, sedangkan
keuntungannya hanyalah akibat dari kegiatan bisnis.
Dalam kaitannya dengan etika, dua sudut pandang yang berbeda tentang bisnis
ini mempunyai konsekuensi yang berbeda. Pandangan praktis-realistis atas bisnis
muncul dari individu yang paham morallitasnya didominasi oleh teori etika egoisme
atau teori hak, sedangkan pandangan idealisme dalam bisnis muncul dari individu
yang paham moralitasnya didominasi oleh teori deontologi, teori keutamaan, atau
teori teonom.
Penjelasan isu pro dan kontra dalam aktivitas bisnis jika dilihat dari sudut
pandang etika, dijelaskan melalui pemikiran Lawrence, Weber, dan Post (2005)
tentang budaya etis (ethical climates). Budaya etis adalah pemahaman tak terucap
dari semua karyawan (pelaku bisnis) tentang perilaku yang dapat dan tidak dapat
diterima (the unspoken understanding among employees of what is and is not
acceptable behavior). Yang menentukan derajat keetisan atau budaya etis dari
suatu kegiatan/tindakan bisnis adalah orang kunci dibelakang kegiatan bisnis itu
sendiri, atau yang popular dengan istilah the man behind the gun, bukan bisnis itu
sendiri.
Komponen-komponen budaya etis
Fokus
Kriteria Etis
Individu Perusahaan Masyarakat
9
kepentingan diri) (company interst)
10
tanah memperoleh sewa tananh; tenaga kerja memperoleh upah dan gaji;
pemilik modal memperoleh pendapatan bunga, dan wirausahawan memperoleh
keuntungan .
Ilmu manajemen dan akuntansi mengajarkan berbagai teknik untuk
meningkatkan penjualan dan beban-beban (expenses) pada tingkat minimum.
Keuntungan merupakan ukuran tingkat efisiensi perusahaan karena
keuntungan menggambarkan hasil yang diperoleh (sales) setelah dikurangi
harta yang dikorbankan (expired cost of assets).
2) Dimensi Etis
Berbagai teori etika muncul dengan penalaran yang berbeda-beda. Berikut
dua acuan pokok yang dipakai, yaitu :
a) Definisi etika adalah tinjauan kritis tentang baik-tidaknya suatu perilaku atau
tindakan.
b) Ukuran penilaian menggunakan tiga tingkat kesadaran, yaitu kesadaran
hewani (teori egoisme); kesadaran manusiawi (teori utilitarianisme); dan
kesadaran spiritual/transendental (teori teonom).
11
agama, baik itu ditinjau dari tingkat kesadaran hewani, manusiawi, maupun
spiritual. Oleh karena itu, tindakan bisnis bersifat etis.
b) Bila dilihat dari pihak yang memperoleh manfaat dari keuntungan suatu
kegiatan bisnis dan tindakan bisnis dalam merealisasikan keuntungan itu, isu
etika muncul untuk memberikan penilaian atas dampak negatif yang
ditimbulkan bagi masyarakat dan lingkungan alam (merugikan orang lain
atau menimbulkan kerusakan lingkungan). Memang tidak mudah untuk
mengukur atau menilai etis tidaknya suatu tindakan bisnis karena tidak ada
ukuran yang objektif untuk menilai ketidakadilan. Selain itu juga tidak mudah
untuk menghitung nilai kerugian masyarakat atau dampak kerusakan
lingkungan.
3) Dimensi Hukum
Dalam kaitannya dengan tinjauan dari aspek hukum ini, De George (dalam
Sonny Keraf, 1998) membedakan dua macam pandangan tentang status
perusahaan, yaitu legal creator dan legal recognition. Dari sudut pandang legal
creator, perusahaan diciptakan secara legal oleh negara sehingga perusahaan
adalah sebuah badan hukum. Hukum diciptakan oleh negara, sementara
negara dan hukum ada karena ada masyarakat. Ini berarti bila negara
menciptakan perusahaan dari sudut pandang hukum, perusahaan diperlukan
karena menghasilkan barang dan jasa yang dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat.
Pada sudut pandang legal recognition perusahaan bukan diciptakan atau
didirikan oleh negara, melainkan oleh orang atau sekelompok orang yang
mempunyai kepentingan untuk memperoleh keuntungan. Jadi, produk yang
diciptakan oleh perusahaan tersebut merupakan sarana untuk memperoleh
keuntungan, bukan untuk melayani kebutuhan masyarakat. Peranan negara
dalam hal ini hanya mendaftarkan, mengesahkan, dan memberi izin secara
hukum atas keberadaan perusahaan tersebut.
Perusahaan yang telah mengikuti peraturan perundangan yang berlaku
tidak dengan sendirinya berarti bahwa perusahaan itu telah bertindak etis.
hukum memang seharusnya mencerminkan moralitas, misalnya : hukum
persaingan usaha (Undang-Undang Anti Monopoli), Undang-Undang tentang
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Undang-Undang tentang Hak Asasi
Manusia (HAM), Undang-Undang atau Peraturan tentang Perizinan Kantor
12
Akuntan Publik, Undang-Undang Pasar Modal, Undang-Undang tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), Undang-Undang Tenaga
Kerja, dan masih banyak lagi jenis peraturan/hukum lainnya.
Ada juga hukum/peraturan perundang-undangan yang dianggap tidak etis.
Hukum/peraturan perundang-undangan yang menimbulkan kontroversi bila
dilihat dari aspek etika, antara lain Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala
Daerah (Pilkada) yang berlaku sekarang ini. Undang-undang tersebut tidak
mengakomodasi calon perorangan sehingga semua calon harus melalui partai
politik.
Dalam bisnis, cukup banyak kasus-kasus yang merebak selama ini, antara
lain kasus Buyat (kasus pencemaran air oleh perusahaan pertambangan yang
mencemari air laut sehingga merugikan nelayan) dan kasus PT Lapindo
Brantas (dengan lumpur panasnya yang jelas-jelas menimbulkan pencemaran;
menggenangi wilayah desa-desa yang sangat luas di Sidoarjo, Jawa Timur;
menenggelamkan banyak pabrik dan ruas jalan tol). Kasus-kasus tersebut tidak
memperoleh perhatian serius dalam proses penegakan hukum.
4) Dimensi Sosial
Perusahaan saat ini sudah berkembang menjadi suatu sistem terbuka yang
kompleks. Sebagai suatu sistem, artinya di dalam organisasi perusahaan
terdapat berbagai elemen, unsur, orang, dan jaringan yang saling terhubung
(interconnected), saling berinteraksi (interacted), saling bergantung
(interdepended), dan saling berkepentingan. Sebagai sistem terbuka, suatu
perusahan ditentukan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal seperti :
sumber daya manusia (tenaga kerja, manajer, eksekutif) dan sumber daya
non manusia (uang, peralatan, bangunan, dan sebagainya). Sedangkan faktor
eksternal seperti : faktor manusia (pemasok, pelanggan, penanam modal, dan
pemerintah) dan non manusia (alam/bumi itu sendiri).
Keberadaan suatu perusahaan sebenarnya ditentukan oleh manusia atau
orang, baik yang ada di dalam perusahaan (karyawan, manajer, eksekutif)
maupun di luar perusahaan (pemasok, pelanggan, pemodal, pejabat
pemerintah, dan masyarakat luas), yang ke semuanya memiliki kepentingan
(interest) dan kekuatan atau kekuasaan (force/power) untuk mendukung atau
menghambat keberadaan dan pertumbuhan perusahaan. Oleh karena itu, bila
perusahaan dilihat dari dimensi sosial, tujuan pokok keberadaan perusahaan
13
adalah untuk menciptakan barang dan jasa yang diperlukan oleh masyarakat,
sedangkan keuntungan akan datang dengan sendirinya bila perusahaan
mampu melayani kebutuhan masyarakat. Pandangan ini selanjutnya akan
melahirkan paradigma dan konsep stakeholder dalam mengelola perusahaan.
5) Dimensi Spiritual
Kegiatan bisnis dalam pandangan barat tidak pernah dikaitkan dengan
agama. Padahal kalau ditelusuri dalam ajaran agama-agama besar, dan
ketentuan yang sangat jelas tentang kegiatan binis ini. Dalam agama Islam
dijumpai suatu ajaran bahwa menjalankan kegiatan bisnis itu merupakan
bagian dari ibadah, asalkan kegiatan bisnis (ekonomi) diatur berdasarkan
wahyu yag tercantum dalam Al Qur’an dan Sunnah Rasul (Dawam
Rahardjo,1990).
Dawam Rahardjo mengatakan bahwa ada tiga doktrin dalam islam, yaitu :
ibadah, akhirat, dan amal saleh. Ibadah tidak hanya diartikan dalam arti sempit-
hanya menyangkut aspek ritual seperti sholat dan puasa-tetapi juga terkait
urusan mencari rezeki dan menuntut ilmu. Dalam doktrin akhirat, kegiatan
manusia tidak semata-mata hanya memburu surga dengan mengabaikan atau
menjauhi kewajiabn-kewajiban hidup di dunia. Begitu pula interpretasi luas
mengenai amal saleh tidak hanya dalam bentuk charity, seperti sumbangan
untuk membangun masjid, tetapi juga termasuk kegiatan jual-beli dan sewa-
menyewa (Dawam Rahardjo,1990).
Nyoman S. Pendit (2002) mengemukakan bahwa dalam Bhagavadgita-
yang merupakan salah satu dari lima kitab suci Hindu-dikemukakan empat cara
untuk berhubungan dangan Tuhan, dan keempatnya merupakan 1 kesatuan
yang tak terpisahkan, yaitu: bakti yoga (jalan kebaktian, sembahyang dan kasih
sayang), karma yoga (jalan tindakan/kerja), jnana yoga (jalan ilmu
pengetahuan), dan raja yoga (jalan meditasi, zikir).
Menurut Peschke S.V.D. (2003), dalam agama Kristen dijumpai suatu
pandangan bahwa hakikat tujuan hidup tertinggi umat manusia adalah untuk
memuliakan Allah di Surga. Selanjutnya, Peschke S.V.D. mengatakan bahwa
manusia dipanggil untuk menguasai dunia dan segenap isinya serta mengelola
dan merawatnya. Pandangan ini menjadi dasar pembenaran bahwa kegiatan
14
bisnis itu bukan saja tidak bertentangan dengan ajaran agama, tetapi justru
manusia diberi wewenang untuk mengelola dunia asalkan dilakukan dengan
penuh tanggung jawab.
Kegiatan bisnis yang baik dapat disebut juga sebagai kegiatan bisnis yang
religius, kegiatan bisnis yang spiritual, atau kegiatan bisnis tercerahkan.
Kegiatan bisnis yang spiritual tumbuh berdasarkan paradigma sebagai berikut :
a) Pengelola dan pemangku kepentingan (stakeholders) menyadari bahwa
kegiatan bisnis adalah bagian dari ibadah (God devotion).
b) Tujuan bisnis adalah untuk memajukan kesejahteraan semua pemangku
kepentingan atau masyarakat (prosperous society).
Bisnis
(Profit)
15
E. Pendekatan Pemangku Kepentingan (Stakeholders)
1) Tanggung Jawab Manajemen dan Teori Pemangku Kepentingan
Dari sudut pandang manajemen, dijumpai beberapa paradigma berkaitan
dengan peran dan tanggung jawab manajemen dalam mengelola perusahaan.
Menurut Schroeder (1998) ada enam teori pemangku kepentingan yaitu :
a) Teori Kepemilikan (proprietary theory)
b) Teori Entitas (entity theory)
c) Teori Dana (fund theory)
d) Teori Komando (command theory)
e) Teori Perusahaan (enterprise theory)
f) Teori Ekuitas Sisa (residual equity theory)
Belakangan ini muncul pandangan baru tentang pengelolaan perusahaan
yang menggunakan beberapa istilah berbeda tapi mempunyai makna yang
sama yaitu perusahaan yang tercerahkan yang diperkenalkan oleh Hansen dan
Allen dalam buku yang berjudul Cracking the Millionare Code dan perusahaan
dengan modal spiritual yang diperkenalkan oleh Zohar dan Marshall dalam
buku yang berjudul Spirirtual Capital.
Pada umumnya, dulu perusahaan didirikan oleh pemilik yang sekaligus
sebagai pengelola perusahaan. Tujuan pengelolaan perusahaan adalah untuk
meningkatkan laba dan kekayaan pemilik perusahaan. Seiring berkembangnya
perusahaan dan dikenalnya bentuk hukum perusahaan yang berstatus PT serta
kepemilikan yang dimiliki oleh masyarakat umum, maka mulai terdapat
pemisahan antara pengelola dengan pemilik perusahaan. Walau sudah ada
pemisahan, namun orientasi dan paradigma pengelolaan ini masih belum
berubah. Kepentingan para pemangku kepentingan selain pemegang saham
belum mendapat perhatian yang seimbang. Oleh karena itu, paradigma
pengelolaan masih menganut teori kepemilikan.
Pada hakikatnya, pandangan pengelola perusahaan dalam teori ekuitas
sisa masih sama dengan pandangan pengelola dalam teori kepemilikan. Hanya
saja dalam teori ini orientasi pengelola lebih ditujukan kepada para pemegang
saham biasa, sedangkan pemegang saham preferen tidak mendapat perhatian
yang sama.
Dalam teori dana, manajemen dalam mengelola suatu lembaga/organisasi
lebih berorientasi kepada restriksi legal atas penggunaan dana yang
16
dipercayakan kepadanya. Paradigma teori dana lebih banyak dianut oleh para
pengelola dan publik nirlaba, seperti pemerintah atau lembaga
sosial/keagamaan.
Dalam teori komando, manajemen tidak lagi berorientasi kepada para
pemangku kepentingan diluar perusahaan, tetapi lebih melihat fungsi dirinya
dalam mengendalikan perusahaan. Sejalan dengan paradigma ini, peranan
fungsi akuntansi adalah memberikan bantuan untuk menyusun laporan
pertanggungjawaban atas sumber daya dan dana yang dikelola oleh setiap unit
untuk dilaporkan kepada atasan secara berjenjang.
Peran dan paradigma pengelolaan perusahaan mulai berubah lagi seiring
dengan makin besar dan kompleksnya perusahaan. Muncul teori baru yang
dikenal sebagai teori perusahaan. Dalam teori ini, peranan bisnis tidak lagi
hanya dilihat secara terbatas dari satu atau beberapa pemangku kepentingan
saja. Perusahaan sudah dianggap sebagai lembaga sosial, yaitu lembaga yang
menciptakan manfaat dan kesejahteraan kepada semua pemangku
kepentingan. Teori ini lebih dikenal lagi dengan istilah teori pemangku
kepentingan.
Pemangku kepentingan adalah semua pihak yang memengaruhi
keberadaan perusahaan dan/atau dipengaruhi oleh tindakan perusahaan
(Lawrence, Weber, dan Post, 2005). Menurut beberapa pakar, stakeholders
dibagi menjadi dua golongan, antara lain :
a) Menurut Lawrence, Weber, dan Post (2005) yaitu pemangku kepentingan
pasar (market stakeholders) dan pemangku kepentingan nonpasar
(nonmarket stakeholders).
b) Menurut Baron (2006) yaitu lingkungan pasar (market environment) dan
lingkungan nonpasar (non market environment).
c) Sonny Keraf (1998) menggunakan istilah kelompok primer (orang yang
melakukan transaksi langsung dengan perusahaan seperti : pelanggan,
pemasok, pemodal, pemberi pinjaman, serta karyawan perusahaan) dan
kelompok sekunder (pemangku yang tidak masuk dalam kelompok primer).
Dengan maraknya skandal bsinis dalam berbagai manipulasi laporan
keuangan yang melibatkan para eksekutif puncak perusahaan-perusahaan
besar yang merugikan banyak pihak yang berkepentingan, sehingga muncul
peraturan baru dari pemerintah untuk mempertegas pengawasan, wewenang,
dan tanggung jawab para eksekutif dalam perusahaan.
17
Perilaku para eksekutif inilah yang sebenarnya sangat menentukan
keberlangsungan perusahaan sehingga mereka dituntut untuk bersifat etis dan
punya tingkat kesadaran transendental atau tingkat kesadaran spiritual. Dalam
tingkat kesadaran spiritual inilah para pengusaha yang ada di dalam
perusahaan memaknai pengelolaan perusahaan sebagai bagian dari ibadah
kepada Tuhan, menjadikan perusahaan yang dikelola dengan tulus menjadi
sejahtera, sekaligus menjaga dan memelihara kelestarian alam. Perusahaan
yang dikelola akan menjadi perusahaan yang tercerahkan.
Sasaran perusahaan
adalah memperoleh
kekayaan dan
keuntungan optimal bagi
para pemegang saham.
18
Theory) investor (pemegang
c. Teori saham dan kreditur).
Kewajiban b. Sasaran pengelolaan
b. Paradigma
(Deontologi) perusahaan adalah
Perusahaan
d. Teori untuk kesejahteraan
(Enterprise
Keutamaan seluruh masyarakat
Paradigm)
(semua pemangku
kepentingan/stakeholder
s)
19
a) Pemangku kepentingan adalah pihak yang menerima manfaat paling besar
dari keputusan itu; atau
b) Kalaupun ada pihak yang dirugikan, dampak kerugiannya hanya menimpa
sesedikit mungkin pemangku kepentingan; atau
c) Keputusan yang diambil tidak membentur kepentingan dan kekuasaan
kelompok pemangku kepentingan yang dominan.
Kelompok Primer :
3. Pemodal
Pemegang Saham Memperoleh dividen dan Tidak mau membeli
capital gain dari saham saham perusahaan;
yang dimiliki
Memberhentikan para
eksekutif perusahaan
20
kelangsungan pekerjaan rasa/mogok kerja;
Memaksakan kehendak
melalui organisasi buruh
yang ada
Kelompok Sekunder :
21
lingkungan hidup atau
melanggar HAM
22
kepentingan primer maupun sekunder. Perusahaan berperan menjaga
keadilan dalam membagi manfaat dan menanggung beban yang
ditimbulkan dari aktivitas perusahaan.
c) Fungsi alamiah. Perusahaan berperan dalam menjaga kelestarian alam.
23
pemangku kepentingan
yang dipengaruhi oleh
keputusan dan kebijakan
perusahaan
24
dan sepakat bahwa pemanasan global yang terjadi disebabkan oleh kelalaian
umat manusia pada umumnya dan masyarakat bisnis pada khususnya dalam
menjaga kelestarian alam. Hal ini menimbulkan banyak perdebatan karena bila
membicarakan program CSR, berarti membawa konsekuensi biaya yang harus
dipikul dalam menanggulangi kerusakan lingkungan. Akhirnya muncul kembali
egoisme negara atau egoisme kelompok usahawan besar yang kurang
menyadari pentingnya tindakan bersama dalam menyelamatkan lingkungan
hidup.
Sonny Keraf (1998) menginventarisasi alasan bagi yang mendukung dan
menentang perlunya perusahaan menjalankan program CSR. Alasan yang
menentang CSR ini antara lain :
a) Perusahaan adalah lembaga ekonomi yang tujuan pokoknya mencari
keuntungan, bukan merupakan lembaga sosial.
b) Perhatian manajemen perusahaan akan terprecah dan akan
membingungkan mereka bila perusahaan dibebani banyak tujuan.
c) Biaya kegiatan sosial akan meningkatkan biaya produk yang akan
ditambahkan pada harga produk sehingga pada gilirannya akan merugikan
masyarkat/konsumen itu sendiri.
d) Tidak semua perusahaan mempunyai tenaga yang terampil dalam
menjalankan kegiatan sosial.
Sementara itu, alasan yang mendukung CSR ini adalah :
a) Kesadaran yang meningkat dan masyarakat yang makin kritis terhadap
dampal negatif dari tindakan perusahaan yang merusak alam serta
merugikan masyarakat sekitarnya.
b) Sumber daya alam yang makin terbatas.
c) Menciptakan lingkungan sosial yang lebih baik.
d) Perimbangan yang lebih adil dalam memikul tanggung jawab dan
kekuasaan dalam memikul beban sosial dan lingkungan antara pemerintah,
perusahan, dan masyarakat.
e) Bisnis sebenarnya mempunyai sumber daya yang berguna.
f) Menciptakan keuntungan jangka panjang.
G. Kasus
Bulog-Implementasi Ekonomi Pancasila
25
1. Apakah awal pembentukan Bulog merupakan salah satu wujud implementasi
sistem ekonomi Pancasila?
Dari kasus Bulog, dapat diketahui adanya beberapa pelanggaran etika bisnis
yang tidak sesuai dengan implementasi Pancasila, yaitu :
a) Implementasi sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”
Korupsi salah satu kasus yang terjadi di Bulog merupakan hal yang
bertentangan dengan ajaran semua agama yang mempunyai ajaran moral
yang bersumber dari kitab suci masing-masing. Sehingga sila pertama
tidak diimplementasikan pada praktik etika bisnis dan profesi Bulog.
b) Implementasi sila kedua “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”
Suatu tindakan atau perbuatan baik yang sesuai dengan HAM merupakan
contoh implementasi dari sila kedua. Teori ini didasarkan atas asumsi
bahwa manusia mempunyai martabat yang sama. Bulog telah melanggar
implementasi dari sila kedua, terbukti dengan korupsi Subsidi Pangan
Rakyat Miskin yang dilakukan oleh Akbar Tandjung pada tahun 2004 lalu.
c) Implementasi sila ketiga “Persatuan Indonesia”
Apabila Bulog terus melakukan pelanggaran etika dan tidak dapat
memperbaikinya, maka dapat menimbulkan perpecahan antara pejabat
Bulog dengan rakyat kecil. Sila ketiga dapat terwujud apabila Bulog
mengutamakan kepentingan rakyat kecil.
d) Implementasi sila keempat “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan”
Dalam hidup bermasyarakat diperlukan landasan kepercayaan dan untuk
menanamkan kepercayaan tersebut diperlukan kejujuran. Maka dari itu,
Bulog dalam menjalankan tugasnya diwajibkan dengan penuh rasa
tanggung jawab dan kejujuran. Untuk mendapatkan kepercayaan rakyat,
Bulog harus bekerja secara bersih tanpa ada korupsi dan pelanggaran
lainnya.
e) Implementasi sila kelima “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”
Implementasi dari sila kelima yaitu tindakan yang dapat dikatakan baik
apabila dapat membawa manfaat bagi anggota masyarakat. Meski Bulog
melakukan ketidak adilan kepada sebagian rakyat kecil, namun sejauh ini
Bulog juga memberikan manfaat bagi rakyat secara keseluruhan. Hal ini
tercermin dari tugas Bulog dalam penyaluran raskin di seluruh daerah di
Indoensia.
26
2. Mengapa peran Bulog saat ini tidak lagi dirasakan manfaatnya oleh sebagian
besar rakyat Indonesia jika dikaitkan dengan berbagai konsep sistem ekonomi,
konsep kesadaran, dan konsep etika?
Berdasarkan visi dan misi Bulog mendasari fungsi Bulog sebagai
perusahaan umum yang mengemban tugas sebagai pengendali ketahanan
pangan nasioanal yang berlanjutan. Namun kenyataannya, Bulog tidak
menjalankan fungsinya sesuai dengan visi dan misi yang telah ditetapkan. Hal
ini dikarenakan Bulog tidak menjalankan etika bisnis dan profesi sesuai
fungsinya, berikut contoh kasus pelanggaran yang dilakukan oleh Bulog :
a) Korupsi Impor Sapi Fiktif
b) Korupsi Subsidi Pangan Rakyat Miskin
c) Keterlambatan Penyaluran Raskin
27
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
28
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Sukrisno dan I Cenik Ardana. 2009. Etika Bisnis dan Profesi: Tantangan
Membangun Manusia Seutuhnya. Jakarta: Salemba Empat.
29