Anda di halaman 1dari 32

Hakikat Ekonomi dan Bisnis

Tugas Mata Kuliah

Etika Bisnis dan Profesi

Oleh :

Kelompok 6

1. Nabila Nur Aisyah 180810301031

2. Cindy Ayu Prima Habsari 180810301032

3. Siti Zulaikah 180810301068

Program Studi Akuntansi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Jember

Tahun 2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah berjudul “Hakikat Ekonomi dan Bisnis” sebagai tugas mata
kuliah Etika Bisnis dan Profesi.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Harapan kami semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Jember, 21 September 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Judul ................................................................................................................... i

Kata Pengantar……………………………………………………..……………....... ii

Daftar Isi.............................................................................................................. iii

BAB I. PENDAHULUAN...................................................................................... 1

BAB II. PEMBAHASAN....................................................................................... 2

A. Hakikat Ekonomi............................…………………………………………....... 2

B. Etika dan Sistem Ekonomi........……………………………………………......... 2

C. Pengertian dan Peranan Bisnis………………………………………………...... 4

D. Lima Dimensi Bisnis…………………………………………………………........ 14

E. Pendekatan Pemangku Kepentingan (Stakeholders)…………………............ 16

F. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility)........

G. Kasus…………………………………………………………………………......... 19

BAB III. PENUTUP………………………………………………………………........ 21

A. KESIMPULAN…………………………………………………………….............. 21

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………............. 22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Ekonomi berarti pengelolaan rumah. Dari arti tersebut, maka, kita dapat
mengartikan ekonomi sebagai cara rumah tangga memperoleh dan menghasilkan
barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ilmu ekonomi berkembang
berdasar adanya kebutuhan (needs) manusia yang tidak terbatas dihadapkan pada
sumber daya yang terbatas (scarce resources) sehingga menimbulkan persoalaan
bagaimana mengeksploitasi sumber daya terbatas tersebut secara efektif dan efisien
guna memenuhi kebutuhan manusia yang tak terbatas. Sehingga ilmu ekonomi yang
berkepentingan dalam mengembangkan konsep, teori, hukum, sistem, dan kebijakan
ekonomi tujuannya untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat.

Menarik bagi kita untuk mempelajarinya karena dapat mengetahui dan


memahami perkembangan sistem ekonomi yang ada untuk meningkatan
kesejahteraan masyarakat.

Makalah ini akan membahas mengenai hakikat ekonomi, etika dan sistem
ekonomi yang berisikan tentang perkembangan sistem ekonomi, dimensi bisnis dan
pendekatan stakeholder.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Ekonomi
Ekonomi berasal dari kata Yunani oikonomia yang berarti pengelolaan rumah
dimana bagaimana cara rumah tangga memperoleh dan menghasilkan barang dan
jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup (Capra, 2002).
Ilmu ekonomi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang berhubungan dengan
produksi, distribusi, dan konsumsi. Pada tingkat ekonomi makro, para ekonom dan
pejabat birokrasi pemerintah sudah mengenal konsep-konsep ekonomi, seperti
pendapatan nasional bruto (Gross National Product—GNP), konsumsi, tabungan,
investasi, jumlah uang beredar, suku bunga, inflasi, neraca perdagangan, neraca
pembayaran, kurs valuta, APBN, dan sebagainya. Sedangkan pada tingkat ekonomi
mikro, membahas tentang pengelolaan manajemen bisnis, antara lain hukum
permintaan dan penawaran, titik pulang pokok (break even point—BEP), efisiensi
biaya, laba optimal, pendapatan dan biaya marjinal, serta hal lain yang orientasinya
pada pencapaian laba optimal melalui peningkatan produktifitas efisiensi biaya
operasi.
Ilmu ekonomi berkembang berdasar asumsi dasar yang masih dipegang
sehingga saat ini yaitu adanya kebutuhan (needs) manusia yang tidak terbatas
dihadapkan pada sumber daya yang terbatas (scarce resources) sehingga
menimbulkan persoalaan bagaimana mengeksploitasi sumber daya terbatas
tersebut secara efektif dan efisien guna memenuhi kebutuhan manusia yang tak
terbatas. Sehingga ilmu ekonomi yang berkepentingan dalam mengembangkan
konsep, teori, hukum, sistem, dan kebijakan ekonomi tujuannya untuk meningkatkan
kemakmuran masyarakat.
Ilmu Ekonomi modern telah menanamkan paradigma tentang hakikat manusia
sebagai berikut :
a) Manusia adalah makhluk ekonomi.
b) Manusia mempunyai kebutuhan tak terbatas.
c) Dalam upaya merealisasikan kebutuhannya, manusia bertindak rasional.

2
Dampak dari paradigma tersebut adalah :
a) Tujuan hidup manusia hanya mengejar kekayaan materi dan melupakan tujuan
spiritual.
b) Manusia cenderung hanya mempercayai pikiran rasionalnya saja dan
mengabaikan adanya potensi kesadaran transendental (kesadaran spiritual,
kekuatan tak terbatas, Tuhan) yang dimiliki manusia.
c) Mengajarkan bahwa sifat manusia itu serakah.

B. Etika dan Sistem Ekonomi


Sistem ekonomi adalah jaringan berbagai unsur yang terdiri atas pola pikir,
konsep, teori, asumsi dasar, kebijakan, infrastruktur, institusi, seperangkat hukum,
pemerintahan, negara, rakyat, dan unsur terkait lainnya yang semuanya ditujukan
untuk meningkatkan produksi dan pendapatan masyarakat.
Dengan mempelajari sejarah ekonomi, kita dapat mengetahui adanya beberapa
sistem ekonomi yang berkembang, diantaranya yaitu :
1) Etika dan Sistem Ekonomi Komunis (Sistem Ekonomi Sosialis)
Paham ini berkembang di bekas negara Uni Soviet beserta sekutu-
sekutunya—seperti Jerman Timur dan negara Eropa Timur lainnya—Republik
Rakyat Cina (RRC) di Asia serta Kuba di benua Amerika. Paham ini terinspirasi
dari pimikiran Karl Max dan sifatnya menentang sistem ekonomi kapitalis.
Menurut sistem ini, setiap individu dilarang menguasai modal dan alat-alat
produksi, dan hal tersebut harus dikuasai oleh masyarakat (melalui negara)
sehingga tidak ada lagi eksploitasi oleh sekelompok kecil majikan terhadap
masyarakat mayoritas (kaum buruh). Dalam sistem ini, alat-alat produksi
beserta kegiatan produksi, pekerjaan, dan distribusi pendapatan setiap warga
negara diatur oleh negara sehingga perhatian utama dari sistem ini adalah
kemakmuran masyarakat secara keseluruhan. Sistem komunis ini berhubungan
erat dengan etika altruism (utilitarianisme dan deontologi).

Tujuan sistem ini adalah untuk memeratakan kemakmuran masyarakat dan


menghilangkan eksploitasi oleh manusia (majikan, pemilik modal) pada
manusia lain (kaum buruh).
Namun, sejarah mencatat bahwa rakyat di negara-negara yang menganut
sistem ekonomi komunis tetap saja miskin dan perekonomiannya jauh
tertinggal bila dibandingkan dengan negara-negara Barat yang menganut

3
sistem ekonomi kapitalis, Tujuan pemerataan kemakmuran tidak tercapai; yang
terjadi adala pemerataan kemiskinan. Terjadi kesenjangan kekayaan yang
mencolok anatara oknum pejabat pemerintahan dengan rakyatnya. Sebab itu,
pengaruh ajaran komunis mulai surut di abad ke-20.
Walaupun Cina masih menganut paham komunis, tetapi para pemimpin
Cina mulai mengadakan penyesuaian-penyesuaian terhadap ajaran murni
komunisme. Mereka mulai membuka diri terhadap perdagangan internasional
dan penanaman modal asing di negaranya. Ini berarti para pemimpin Cina
mulai mengakui adanya kepemilikan pribadi.
Berikut merupakan faktor mengapa sistem ekonomi komunis mengalami
kegagalan.
a) Sistem ekonomi komunis didasarkan atas hakikat manusia tidak utuh, yaitu
tidak mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa sebagai sumber kekuatan tak
terbatas dan hanya mengandalkan kekuatan pikiran dalam memecahkan
persoalan hidup di dunia.
b) Alat-alat produksi dan kekayaan individu tidak diakui, dan sebagai gantinya
aparat pemerintah dan pemimpin partai sebagai pemegang wewenang
penuh. Akibatnya, kesenjangan golongan kaya dengan golongan miskin
muncul anta relit pemerintah/pemimpin partai dengan rakyat.
c) Produktivitas tenaga kerja sangat rendah karena rakyat yang bekerja untuk
negara tidak termotivasi untuk bekerja lebih giat.
d) Keadaan perekonomian negara-negara Blok Komunis semakin memburuk
karena terjadi pemborosan kekayaan negara, terutama untuk memproduksi
senjata yang dipaksakan dalam rangka perang dingin menghadapi negara-
negara Blok Barat.

2) Etika dan Sistem Ekonomi Kapitalis (Ekonomi Liberal)


Dikembangkan oleh negara-negara Barat yang dipelopori oleh Amerika
Serikat dan Inggris serta sekutu-sekutunya. Inti dari paham ekonomi ini adalah
adanya kebebasan individu untuk memiliki, mengumpulkan, dan
mengusahakan kekayaan secara individu. John Locke (1723 – 1790), seorang
filsuf Inggris orang pertama pencetus teori kebebasan (liberalisme). Ia
mengatakan bahwa manusia mempunyai tiga kodrat dasar yaitu life, freedom,
dan property (Bertens, 2000).

4
Selanjutnya, Adam Smith dalam pemikirannya tentang pasar bebas juga
mendukung tumbuhnya sistem ekonomi kapitalis. Dua ciri pokok sistem ini yaitu
liberalisme kepemilikan serta dukungan ekonomi pasar bebas.
Menurut paham ini, kebebasan individu akan memicu motivasi setiap orang
untuk melakukan kegiatan bisnis dan ekonomi dalam rangka memakmurkan
dirinya masing-masing. Kebebasan kepemilikan saja belum cukup; harus
didukung pula oleh sistem pasar bebas. Sehingga bisa disimpulkan, sistem
ekonomi kapitalis dilandasi oleh teori etika egoisme dan etika hak, serta
mendapat pembenaran dari kedua teori tersebut.
Seperti halnya paham/sistem ekonomi komunis, paham ekonomi liberal
juga berkembang berdasarkan asumsi yang sama tentang hakikat manusia
tidak utuh. Dalam paham ini, tujuan manusia direndahkan hanya untuk
mengejar kemakmuran ekonomi (fisik) semata dan mengabaikan kekuatan
Tuhan. Sistem ekonomi ini juga melupakan tujuan tertinggi hakikat manusia,
sehingga tidak heran bila disana tidak dilandasi oleh asa moralitas dan
ketuhanan.
Sistem ekonomi kapitalis yang berkembang di negara Barat telah
melahirkan perusahaan-perusahaan multinasional dengan ciri-ciri sebagai
berikut :
a) Kekayaan mereka sudah demikian besar, bahkan sudah melewati
pendapatan negara-negara yang sedang berkembang.
b) Kekuasaan para pemiliknya telah melewati batas-batas wilayah suatu
negara. Bahkan mereka mampu mengendalikan kebijakan aparat
pemerintah dan legislative di negara-negara mana perusahaan ini berada
demi keuntungan perusahaan-perusahaan tersebut,
Akibat dari sistem ekonomi kapitalis saat ini, antara lain :
a) Terjadi pemanasan global dan kerusakan lingkungan di bumi akibat
kerakusan para pemilik modal yang didukung oleh aparat pemerintah.
b) Terjadi ketidakadilan distribusi kekayaan yang mengakibatkan timbulnya
kesenjangan kemakmuran yang makin tajam antara negara-negara yang
kaya dengan mayoritas negara-negara miskin.
c) Ancaman kekerasan, konflik antar negara, kemiskinan, dan pengangguran
makin meluas.

5
d) Korupsi, kejahatan kerah putih, dan penyalahgunaan kekuasaan untuk
mengejar kekayaan pribadi dengan mengorbankan kepentingan orang
banyak telah meluas.
e) Penyalahgunaan obat-obat terlarang, perjudian, kebebasan seks,
pembunuhan, perampokan, pencurian, dan tindakan-tindakan amoral lainnya
makin meluas.
f) Gaya hidup modern yang boros dan terlalu konsumtif, penumpukan arta
kekayaan yang jauh melampaui ukuran kebutuhan yang normal, serta pamer
kemewahan dan kekayaan telah menjadi ciri yang sangat menonjol.
g) Munculnya tanda-tanda tekanan mental dan psikologis, seperti stres, kasus
bunuh diri, tindakan anarkis massal, pembunuhan karena masalah sepele,
percekcokan dan penceraian rumah tangga, dan kasus sejenisnya makin
meluas.
h) Penyakit akibat gaya hidup modern, seperti penyakit jantung, tekanan darah
tinggi, HIV/AIDS, dan penyakit sejenisnya makin mengancam umat manusia.

3) Etika dan Sistem Ekonomi Pancasila


Soekarno sebagai pemimpin bangsa Indonesia dengan Mohammad Hatta
memperkenalkan koperasi sebagai salah satu wadah ekonomi rakyat yang
paling sesuai dengan falsafah Pancasila. Pokok-pokok pikiran dalam falsafah
Pancasila antara lain :
a) Tujuan : mewujudkan masyarakat adil dan sejahtera (sila ke-5);
b) Landasan operasional: kepercayaan kepada Tuhan YME sebagai landan
spiritual (sila ke-1), asasi manusia (sila ke-2), persatuan/kebersamaan rakyat
dalam wilayah Indonesia (sila ke-3), dan kearifan demokrasi (sila ke-4).
Kalau diperhatikan, falsafah Pancasila sebenarnya dilandasi oleh semua
teori etika yaitu :
a) Teori teonom (sila ke-1)
b) Teori egoime/teori hak (sila ke-2)
c) Teori deontologi, teori kewajiban (sila ke-3 dan ke-4)
d) Teori utilitarianisme (sila ke-5)
Pada tahap teoretis, sebenarnya pokok-pokok pikiran falsafah Pancasila
merupakan yang paling sesuai dengan hakikat manusia secara utuh. Sistem ini
mencoba memadukan hal-hal positif yang ada pada sistem ekonomi komunis
dan sistem ekonomi kapitalis. Ciri keadilan dan kebersamaan pada sistem ini

6
diambil dari sistem komunis; ciri hak dan kebebasan individu diambil dari sistem
kapitalis; ditambah dengan ciri ketiga yang tidak ada pada dua sistem diatas,
yaitu kepercayaan kepada Tuhan YME dengan memberikan kebebasan
rakyatnya memeluk agama sesuai dengan keyakinan masing-masing.
Beberapa periode Indonesia telah berganti presiden, akan tetapi dalam
penerapan sistem ekonomi Pancasila masih jauh dari harapan, rakyat masih
tetap miskin. Hal ini disebabkan karena perekonomian bangsa Indonesia
realitanya dibangun berlandasakan “Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN)”.
Hal ini menyimpang jauh dari konsep Ekonomi Pancasila. Korupsi sendiri
merupakan tindakan menyalahgunakan wewenang, fasilitas, dan kekayaan
negara untuk memperkaya diri sendiri. Kolusi adalah kerja sama oknum pejabat
negara dengan oknum pimpinan perusahaan milik negara maupun swasta
dalam menyalahgunakan kekayaan negara demi kepentingan perusahaan.
Nepotisme adalah model perekrutan karyawan yang dilakukan baik oleh
perusahaan maupun negara, yang lebih memilih anggota keluarga, kerabat,
suku, kelompok, dan sejenisnya dari oknum pejabat negara atau oknum
pimpinan perusahaan tersebut dan tidak memberikan peluang yang adil bagi
semua calon yang mempunyai kemampuan.
Jelas sekali bahwa praktik KKN dalam pembangunan ekonomi sangat
bertentangan dengan etika dan ajaran agama mana pun. Oleh karena itu, dapat
dimengerti bahwa walaupun pemerintah berganti dari Orde Baru ke era
Reformasi, namun ekonomi rakyat sampai saat ini belum mampu ditingkatkan
karena praktik KKN belum mampu diberantas.

4) Etika dan Sistem Ekonomi


Etika pada intinya mempelajari perilaku/tindakan seseorang dan kelompok
atau lembaga yang dianggap baik atau tidak baik. Ukuran untuk menilai baik
atau tidaknya suatu tindakan dari hakikat manusia utuh.
Sistem ekonomi adalah seperangkat umur (manusia, lembaga, wilayah,
sumber daya yang terkoordinasi untuk mendukung peningkatan produksi serta
pendapatan untuk menciptakan kemakmuran masyarakat. Bila berpegang pada
pemahaman ini, maka pada tatanan konsep, semua sistem ekonomi
seharusnya bersifat etis karena semua sistem ekonomi bertujuan untuk
meningkatkan produksi dan pendapatan untuk memakmurkan masyarakat.

7
Namun sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa pengimplementasian
ketiga sistem ekonomi memunculkan dampak yang serupa. Mulai dari
kerusakan lingkungan hidup, kesenjangan dan ketidakadilan sosial yang makin
meluas, ditambah lagi munculnya berbagai kecenderungan yang makin
meningkat seperti berbagai jenis korupsi, kolusi, dan manipulasi.
Kesimpulannya adalah bahwa sistem ekonomi apa pun dapat saja
memunculkan banyak persoalan yang bersifat tidak etis. Etis tidaknya suatu
tindakan lebih disebabkan tingkat kesadaran individual para pelaku dalam
aktivitas ekonomi, bukan pada sistem ekonomi yang dipilih oleh suatu negara.
Yang harus berperan adalah tingkat kesadaran dalam memaknai hakikat
dirinya—hakikat manusia sebagai manusia utuh dan manusia tidak utuh.

C. Pengertian dan Peranan Bisnis


Pada zaman duhulu, kegiatan bisnis umat manusia adalah berburu dan
mengumpulkan barang-barang yang sudah disediakan oleh alam. Seiring dengan
pertumbuhan peradaban dan perkembangan zaman, pada fase berikutnya mulai
timbul pertukaran barang antar kelompok yang sering disebut dengan barter.
Dengan diperkenalkannya uang sebagai alat tukar, dan ditunjang oleh
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, saat ini tidak ada satu orang atau satu
negara pun yang mampu memenuhi seluruh kebutuhan barang dan jasanya sendiri;
dan memang tidak seharusnya sesorang atau suatu negara menghasilkan sendiri
seluruh barang/jasa yang menjadi kebutuhannya. Kegiatan pertukaran atau
perdagangan baik antar orang dalam satu negara maupun antar negara sudah
menjadi bagian kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan produksi
karena kegiatan perdagangan berfungsi untuk mendistribusikan barang/jasa dari
pihak produsen (pihak yang menghasilkan) ke pihak konsumen (pihak yang
menggunkan atau memerlukan).
Aktivitas bisnis bukan saja kegiatan dalam rangka menghasilkan barang dan
jasa, tetapi juga termasuk kegiatan mendistribusikan barang jasa tersebut ke pihak-
pihak yang memerlukan serta aktivitas lain yang mendukung kegiatan produksi dan
distribusi tersebut. Kegiatan bisnis sangat bermanfaat bagi kehidupan umat
manusia dan bisa dikatakan bahwa aktivitas bisnis bersifat etis. Namun dalam
realitanya, masih banyak dijumpai pandangan pro dan kontra mengenai etis
tidaknya suatu aktivitas bisnis.

8
Terdapat dua pandangan tentang bisnis yang diungkapkan oleh Sonny Keraf
(1998), yaitu pandangan praktis-realistis dan pandangan idealis. Pandangan
praktis-realistis melihat tujuan bisnis adalah untuk mencari keuntungan (profit) bagi
pelaku bisnis, sedangkan aktivitas memproduksi dan mendistribusikan barang
merupakan sarana/alat untuk merealisasikan keuntungan tersebut. Pandangan
idealis adalah suatu pandangan di mana tujuan bisnis yang terutama adalah
menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat, sedangkan keuntungan yang diperoleh merupakan konsekuensi logis
dari kegiatan bisnis tersebut. Inti dari pandangan idealis adalah bahwa tujuan pokok
dari bisnis adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, sedangkan
keuntungannya hanyalah akibat dari kegiatan bisnis.
Dalam kaitannya dengan etika, dua sudut pandang yang berbeda tentang bisnis
ini mempunyai konsekuensi yang berbeda. Pandangan praktis-realistis atas bisnis
muncul dari individu yang paham morallitasnya didominasi oleh teori etika egoisme
atau teori hak, sedangkan pandangan idealisme dalam bisnis muncul dari individu
yang paham moralitasnya didominasi oleh teori deontologi, teori keutamaan, atau
teori teonom.

Penjelasan isu pro dan kontra dalam aktivitas bisnis jika dilihat dari sudut
pandang etika, dijelaskan melalui pemikiran Lawrence, Weber, dan Post (2005)
tentang budaya etis (ethical climates). Budaya etis adalah pemahaman tak terucap
dari semua karyawan (pelaku bisnis) tentang perilaku yang dapat dan tidak dapat
diterima (the unspoken understanding among employees of what is and is not
acceptable behavior). Yang menentukan derajat keetisan atau budaya etis dari
suatu kegiatan/tindakan bisnis adalah orang kunci dibelakang kegiatan bisnis itu
sendiri, atau yang popular dengan istilah the man behind the gun, bukan bisnis itu
sendiri.
Komponen-komponen budaya etis

Fokus
Kriteria Etis
Individu Perusahaan Masyarakat

Egoisme (pendekatan Kepentingan diri Kepentingan Efisiensi ekonomi


berpusat pada (self interest) perusahaan

9
kepentingan diri) (company interst)

Benevolence Kepentingan Kepentingan tim Tanggung jawab


(pendekatan bersama (team interest) sosisal (social
berpusat pada (friendship) responsibility)
kepentingan orang
lain)

Principles Moralitas pribadi Prosedur dan Kode etik dan


(pendekatan (personal peraturan hukum
berpusat pada morality) perusahaan
prinsip integritas)

D. Lima Dimensi Bisnis


Bertens (2000) menjelaskan kegiatan bisnis dilihat dari tiga dimensi, yaitu :
ekonomi, etika, dan hukum. Namun dalam pembahasan di bawah ini, bisnis akan
akan dilihat dari lima dimensi, yaitu : ekonomi, etika, hukum, sosial, dan spiritual.
1) Dimensi Ekonomi
Dari sudut pandang dimensi ekonomi, bisnis adalah kegiatan produktif
dengan tujuan memperoleh keuntungan. Bisnis merupakan tulang punggung
kegiatan ekonomi; tanpa bisnis tidak ada kegiatan ekonomi. Keuntungan
diperoleh berdasarkan rumus yang sudah jamak dikembangkan oleh para
akuntan, yaitu penjualan (revenues, sales) dikurangi harga pokok penjualan
dan beban beban (cost of goods sold and expenses). Bagi akuntan, harga
pokok penjualan dan beban merupakan harta yang telah
dikorbankan/dimanfaatkan untuk meciptakan penjualan untuk periode ini
sehingga sering disebut sebagai expired cost of assets.
Harta adalah sumber daya ekonomis yang masih mempunyai manfaat
untuk menciptakan penjualan pada periode mendatang. Harta sering disebut
sebagai unexpired cost. Para ekonom lebih suka menggunakan istilah faktor-
faktor produksi daripada menggunakan istilah harta yang biasa dipakai dalam
dunia bisnis dan akuntansi. Faktor-faktor produksi dari sudut ekonomi terdiri
atas tanah (land), tenaga kerja (labor), modal (capital), dan wirausahawan
(entrepreneur). Masing-masing pemilik faktor-faktor produksi ini memperoleh
pendapatan atas kepemilikannya pada faktor-faktor produksi tersebut. Pemilik

10
tanah memperoleh sewa tananh; tenaga kerja memperoleh upah dan gaji;
pemilik modal memperoleh pendapatan bunga, dan wirausahawan memperoleh
keuntungan .
Ilmu manajemen dan akuntansi mengajarkan berbagai teknik untuk
meningkatkan penjualan dan beban-beban (expenses) pada tingkat minimum.
Keuntungan merupakan ukuran tingkat efisiensi perusahaan karena
keuntungan menggambarkan hasil yang diperoleh (sales) setelah dikurangi
harta yang dikorbankan (expired cost of assets).

2) Dimensi Etis
Berbagai teori etika muncul dengan penalaran yang berbeda-beda. Berikut
dua acuan pokok yang dipakai, yaitu :
a) Definisi etika adalah tinjauan kritis tentang baik-tidaknya suatu perilaku atau
tindakan.
b) Ukuran penilaian menggunakan tiga tingkat kesadaran, yaitu kesadaran
hewani (teori egoisme); kesadaran manusiawi (teori utilitarianisme); dan
kesadaran spiritual/transendental (teori teonom).

Sudut pandang kesadaran hewani (egoisme) menilai bahwa suatu tindakan


dianggap etis bila tindakan itu bermanfaat/menguntungkan bagi diri
individu/seseorang, dan suatu tindakan dianggap tidak etis bila merugikan bagi
diri individu yang bersangkutan. Sudut pandang kesadaran manusiawi
(utilitarianisme) menilai semua tindakan yang bermanfaat bagi diri individu dan
masyarakat bersifat etis. Namun bila tindakan itu merugikan masyarakat dan
menimbulkan kerusakan alam, maka tindakan itu dinilai tidak etis walaupun
tindakan itu menguntungkan diri individu. Dari sudut pandang kesadaran
spiritual suatu tindakan dinilai etis jika tindakan tersebut bermanfaat bagi diri
individu, masyarakat dan alam serta sesuai dengan ajaran/perintah agama.
Akan tetapi bila tindakan tersebut menyalahi ajaran agama, tetap saja tindakan
itu dianggap tidak etis.
Bisnis dilihat dari sudut pandang dimensi etis sebagai berikut :
a) Kegiatan bisnis adalah kegiatan produktif, artinya kegiatan menghasilkan
dan mendistribuksikan barang dan jasa untuk kebutuhan seluruh umat
manusia. Tindakan bisnis itu sejalan dan tidak bertentangan dengan ajaran

11
agama, baik itu ditinjau dari tingkat kesadaran hewani, manusiawi, maupun
spiritual. Oleh karena itu, tindakan bisnis bersifat etis.
b) Bila dilihat dari pihak yang memperoleh manfaat dari keuntungan suatu
kegiatan bisnis dan tindakan bisnis dalam merealisasikan keuntungan itu, isu
etika muncul untuk memberikan penilaian atas dampak negatif yang
ditimbulkan bagi masyarakat dan lingkungan alam (merugikan orang lain
atau menimbulkan kerusakan lingkungan). Memang tidak mudah untuk
mengukur atau menilai etis tidaknya suatu tindakan bisnis karena tidak ada
ukuran yang objektif untuk menilai ketidakadilan. Selain itu juga tidak mudah
untuk menghitung nilai kerugian masyarakat atau dampak kerusakan
lingkungan.

3) Dimensi Hukum
Dalam kaitannya dengan tinjauan dari aspek hukum ini, De George (dalam
Sonny Keraf, 1998) membedakan dua macam pandangan tentang status
perusahaan, yaitu legal creator dan legal recognition. Dari sudut pandang legal
creator, perusahaan diciptakan secara legal oleh negara sehingga perusahaan
adalah sebuah badan hukum. Hukum diciptakan oleh negara, sementara
negara dan hukum ada karena ada masyarakat. Ini berarti bila negara
menciptakan perusahaan dari sudut pandang hukum, perusahaan diperlukan
karena menghasilkan barang dan jasa yang dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat.
Pada sudut pandang legal recognition perusahaan bukan diciptakan atau
didirikan oleh negara, melainkan oleh orang atau sekelompok orang yang
mempunyai kepentingan untuk memperoleh keuntungan. Jadi, produk yang
diciptakan oleh perusahaan tersebut merupakan sarana untuk memperoleh
keuntungan, bukan untuk melayani kebutuhan masyarakat. Peranan negara
dalam hal ini hanya mendaftarkan, mengesahkan, dan memberi izin secara
hukum atas keberadaan perusahaan tersebut.
Perusahaan yang telah mengikuti peraturan perundangan yang berlaku
tidak dengan sendirinya berarti bahwa perusahaan itu telah bertindak etis.
hukum memang seharusnya mencerminkan moralitas, misalnya : hukum
persaingan usaha (Undang-Undang Anti Monopoli), Undang-Undang tentang
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Undang-Undang tentang Hak Asasi
Manusia (HAM), Undang-Undang atau Peraturan tentang Perizinan Kantor

12
Akuntan Publik, Undang-Undang Pasar Modal, Undang-Undang tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), Undang-Undang Tenaga
Kerja, dan masih banyak lagi jenis peraturan/hukum lainnya.
Ada juga hukum/peraturan perundang-undangan yang dianggap tidak etis.
Hukum/peraturan perundang-undangan yang menimbulkan kontroversi bila
dilihat dari aspek etika, antara lain Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala
Daerah (Pilkada) yang berlaku sekarang ini. Undang-undang tersebut tidak
mengakomodasi calon perorangan sehingga semua calon harus melalui partai
politik.
Dalam bisnis, cukup banyak kasus-kasus yang merebak selama ini, antara
lain kasus Buyat (kasus pencemaran air oleh perusahaan pertambangan yang
mencemari air laut sehingga merugikan nelayan) dan kasus PT Lapindo
Brantas (dengan lumpur panasnya yang jelas-jelas menimbulkan pencemaran;
menggenangi wilayah desa-desa yang sangat luas di Sidoarjo, Jawa Timur;
menenggelamkan banyak pabrik dan ruas jalan tol). Kasus-kasus tersebut tidak
memperoleh perhatian serius dalam proses penegakan hukum.

4) Dimensi Sosial
Perusahaan saat ini sudah berkembang menjadi suatu sistem terbuka yang
kompleks. Sebagai suatu sistem, artinya di dalam organisasi perusahaan
terdapat berbagai elemen, unsur, orang, dan jaringan yang saling terhubung
(interconnected), saling berinteraksi (interacted), saling bergantung
(interdepended), dan saling berkepentingan. Sebagai sistem terbuka, suatu
perusahan ditentukan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal seperti :
sumber daya manusia (tenaga kerja, manajer, eksekutif) dan sumber daya
non manusia (uang, peralatan, bangunan, dan sebagainya). Sedangkan faktor
eksternal seperti : faktor manusia (pemasok, pelanggan, penanam modal, dan
pemerintah) dan non manusia (alam/bumi itu sendiri).
Keberadaan suatu perusahaan sebenarnya ditentukan oleh manusia atau
orang, baik yang ada di dalam perusahaan (karyawan, manajer, eksekutif)
maupun di luar perusahaan (pemasok, pelanggan, pemodal, pejabat
pemerintah, dan masyarakat luas), yang ke semuanya memiliki kepentingan
(interest) dan kekuatan atau kekuasaan (force/power) untuk mendukung atau
menghambat keberadaan dan pertumbuhan perusahaan. Oleh karena itu, bila
perusahaan dilihat dari dimensi sosial, tujuan pokok keberadaan perusahaan

13
adalah untuk menciptakan barang dan jasa yang diperlukan oleh masyarakat,
sedangkan keuntungan akan datang dengan sendirinya bila perusahaan
mampu melayani kebutuhan masyarakat. Pandangan ini selanjutnya akan
melahirkan paradigma dan konsep stakeholder dalam mengelola perusahaan.

5) Dimensi Spiritual
Kegiatan bisnis dalam pandangan barat tidak pernah dikaitkan dengan
agama. Padahal kalau ditelusuri dalam ajaran agama-agama besar, dan
ketentuan yang sangat jelas tentang kegiatan binis ini. Dalam agama Islam
dijumpai suatu ajaran bahwa menjalankan kegiatan bisnis itu merupakan
bagian dari ibadah, asalkan kegiatan bisnis (ekonomi) diatur berdasarkan
wahyu yag tercantum dalam Al Qur’an dan Sunnah Rasul (Dawam
Rahardjo,1990).

Dawam Rahardjo mengatakan bahwa ada tiga doktrin dalam islam, yaitu :
ibadah, akhirat, dan amal saleh. Ibadah tidak hanya diartikan dalam arti sempit-
hanya menyangkut aspek ritual seperti sholat dan puasa-tetapi juga terkait
urusan mencari rezeki dan menuntut ilmu. Dalam doktrin akhirat, kegiatan
manusia tidak semata-mata hanya memburu surga dengan mengabaikan atau
menjauhi kewajiabn-kewajiban hidup di dunia. Begitu pula interpretasi luas
mengenai amal saleh tidak hanya dalam bentuk charity, seperti sumbangan
untuk membangun masjid, tetapi juga termasuk kegiatan jual-beli dan sewa-
menyewa (Dawam Rahardjo,1990).
Nyoman S. Pendit (2002) mengemukakan bahwa dalam Bhagavadgita-
yang merupakan salah satu dari lima kitab suci Hindu-dikemukakan empat cara
untuk berhubungan dangan Tuhan, dan keempatnya merupakan 1 kesatuan
yang tak terpisahkan, yaitu: bakti yoga (jalan kebaktian, sembahyang dan kasih
sayang), karma yoga (jalan tindakan/kerja), jnana yoga (jalan ilmu
pengetahuan), dan raja yoga (jalan meditasi, zikir).
Menurut Peschke S.V.D. (2003), dalam agama Kristen dijumpai suatu
pandangan bahwa hakikat tujuan hidup tertinggi umat manusia adalah untuk
memuliakan Allah di Surga. Selanjutnya, Peschke S.V.D. mengatakan bahwa
manusia dipanggil untuk menguasai dunia dan segenap isinya serta mengelola
dan merawatnya. Pandangan ini menjadi dasar pembenaran bahwa kegiatan

14
bisnis itu bukan saja tidak bertentangan dengan ajaran agama, tetapi justru
manusia diberi wewenang untuk mengelola dunia asalkan dilakukan dengan
penuh tanggung jawab.
Kegiatan bisnis yang baik dapat disebut juga sebagai kegiatan bisnis yang
religius, kegiatan bisnis yang spiritual, atau kegiatan bisnis tercerahkan.
Kegiatan bisnis yang spiritual tumbuh berdasarkan paradigma sebagai berikut :
a) Pengelola dan pemangku kepentingan (stakeholders) menyadari bahwa
kegiatan bisnis adalah bagian dari ibadah (God devotion).
b) Tujuan bisnis adalah untuk memajukan kesejahteraan semua pemangku
kepentingan atau masyarakat (prosperous society).

Dalam menjalankan aktivitas bisnis, pengelola mampu menjamin


kelestarian alam (planet conservation). Peranan bisnis yang spiritual dapat
digambarkan pada gambar di bawah ini.

Kegiatan bisnis Spiritual

Ibadah (God devotion)

Bisnis
(Profit)

Alam Lestari Masyarakat Sejahtera

(Planet Conservation) (Prosperous Society)

Meskipun saat ini perekonomian dunia telah mencapai mencapai tingkat


yang sangat maju, tak urung juga menimbulkan dampak negatif. Semua ini
membuktikan bahwa masih banyak pelaku bisnis dan oknum pemangku
kepentingan (stakeholders) terkait yang belum sepenuhnya mengikuti ajaran
agama dalam menjalankan praktik bisnis mereka.

15
E. Pendekatan Pemangku Kepentingan (Stakeholders)
1) Tanggung Jawab Manajemen dan Teori Pemangku Kepentingan
Dari sudut pandang manajemen, dijumpai beberapa paradigma berkaitan
dengan peran dan tanggung jawab manajemen dalam mengelola perusahaan.
Menurut Schroeder (1998) ada enam teori pemangku kepentingan yaitu :
a) Teori Kepemilikan (proprietary theory)
b) Teori Entitas (entity theory)
c) Teori Dana (fund theory)
d) Teori Komando (command theory)
e) Teori Perusahaan (enterprise theory)
f) Teori Ekuitas Sisa (residual equity theory)
Belakangan ini muncul pandangan baru tentang pengelolaan perusahaan
yang menggunakan beberapa istilah berbeda tapi mempunyai makna yang
sama yaitu perusahaan yang tercerahkan yang diperkenalkan oleh Hansen dan
Allen dalam buku yang berjudul Cracking the Millionare Code dan perusahaan
dengan modal spiritual yang diperkenalkan oleh Zohar dan Marshall dalam
buku yang berjudul Spirirtual Capital.
Pada umumnya, dulu perusahaan didirikan oleh pemilik yang sekaligus
sebagai pengelola perusahaan. Tujuan pengelolaan perusahaan adalah untuk
meningkatkan laba dan kekayaan pemilik perusahaan. Seiring berkembangnya
perusahaan dan dikenalnya bentuk hukum perusahaan yang berstatus PT serta
kepemilikan yang dimiliki oleh masyarakat umum, maka mulai terdapat
pemisahan antara pengelola dengan pemilik perusahaan. Walau sudah ada
pemisahan, namun orientasi dan paradigma pengelolaan ini masih belum
berubah. Kepentingan para pemangku kepentingan selain pemegang saham
belum mendapat perhatian yang seimbang. Oleh karena itu, paradigma
pengelolaan masih menganut teori kepemilikan.
Pada hakikatnya, pandangan pengelola perusahaan dalam teori ekuitas
sisa masih sama dengan pandangan pengelola dalam teori kepemilikan. Hanya
saja dalam teori ini orientasi pengelola lebih ditujukan kepada para pemegang
saham biasa, sedangkan pemegang saham preferen tidak mendapat perhatian
yang sama.
Dalam teori dana, manajemen dalam mengelola suatu lembaga/organisasi
lebih berorientasi kepada restriksi legal atas penggunaan dana yang

16
dipercayakan kepadanya. Paradigma teori dana lebih banyak dianut oleh para
pengelola dan publik nirlaba, seperti pemerintah atau lembaga
sosial/keagamaan.
Dalam teori komando, manajemen tidak lagi berorientasi kepada para
pemangku kepentingan diluar perusahaan, tetapi lebih melihat fungsi dirinya
dalam mengendalikan perusahaan. Sejalan dengan paradigma ini, peranan
fungsi akuntansi adalah memberikan bantuan untuk menyusun laporan
pertanggungjawaban atas sumber daya dan dana yang dikelola oleh setiap unit
untuk dilaporkan kepada atasan secara berjenjang.
Peran dan paradigma pengelolaan perusahaan mulai berubah lagi seiring
dengan makin besar dan kompleksnya perusahaan. Muncul teori baru yang
dikenal sebagai teori perusahaan. Dalam teori ini, peranan bisnis tidak lagi
hanya dilihat secara terbatas dari satu atau beberapa pemangku kepentingan
saja. Perusahaan sudah dianggap sebagai lembaga sosial, yaitu lembaga yang
menciptakan manfaat dan kesejahteraan kepada semua pemangku
kepentingan. Teori ini lebih dikenal lagi dengan istilah teori pemangku
kepentingan.
Pemangku kepentingan adalah semua pihak yang memengaruhi
keberadaan perusahaan dan/atau dipengaruhi oleh tindakan perusahaan
(Lawrence, Weber, dan Post, 2005). Menurut beberapa pakar, stakeholders
dibagi menjadi dua golongan, antara lain :
a) Menurut Lawrence, Weber, dan Post (2005) yaitu pemangku kepentingan
pasar (market stakeholders) dan pemangku kepentingan nonpasar
(nonmarket stakeholders).
b) Menurut Baron (2006) yaitu lingkungan pasar (market environment) dan
lingkungan nonpasar (non market environment).
c) Sonny Keraf (1998) menggunakan istilah kelompok primer (orang yang
melakukan transaksi langsung dengan perusahaan seperti : pelanggan,
pemasok, pemodal, pemberi pinjaman, serta karyawan perusahaan) dan
kelompok sekunder (pemangku yang tidak masuk dalam kelompok primer).
Dengan maraknya skandal bsinis dalam berbagai manipulasi laporan
keuangan yang melibatkan para eksekutif puncak perusahaan-perusahaan
besar yang merugikan banyak pihak yang berkepentingan, sehingga muncul
peraturan baru dari pemerintah untuk mempertegas pengawasan, wewenang,
dan tanggung jawab para eksekutif dalam perusahaan.

17
Perilaku para eksekutif inilah yang sebenarnya sangat menentukan
keberlangsungan perusahaan sehingga mereka dituntut untuk bersifat etis dan
punya tingkat kesadaran transendental atau tingkat kesadaran spiritual. Dalam
tingkat kesadaran spiritual inilah para pengusaha yang ada di dalam
perusahaan memaknai pengelolaan perusahaan sebagai bagian dari ibadah
kepada Tuhan, menjadikan perusahaan yang dikelola dengan tulus menjadi
sejahtera, sekaligus menjaga dan memelihara kelestarian alam. Perusahaan
yang dikelola akan menjadi perusahaan yang tercerahkan.

2) Hubungan Tingkat Kesadaran, Teori Etika, dan Paradigma Pengelolaan


Perusahaan
Tingkat Paradigma
Teori Etika Sasaran Perusahaan
Kesadaran Pengelolaan
Kesadaran a. Teori Egoisme a. Paradigma a. Memperoleh kekayaan
Hewani b. Teori Hak Kepemilikan dan keuntungan optimal
(Proprietorsh bagi pengelola yang
ip Paradigm) sekaligus merangkap
sebagai pemilik
perusahaan.
b. Paradigma
b. Pengelola (manajemen)
Pemegang
sudah terpisah dari para
Saham
pemegang saham
(Stockholder
selaku pemilik
s Paradigm)
perusahaan.

Sasaran perusahaan
adalah memperoleh
kekayaan dan
keuntungan optimal bagi
para pemegang saham.

Kesadaran a. Teori a. Paradigma a. Sasaran pengelolaan


Manusiawi Utilitarianisme Ekuitas perusahaan untuk
b. Teori Keadilan (Equity meningkatkan kekayaan
(Fairness Paradigm) dan keuntungan para

18
Theory) investor (pemegang
c. Teori saham dan kreditur).
Kewajiban b. Sasaran pengelolaan
b. Paradigma
(Deontologi) perusahaan adalah
Perusahaan
d. Teori untuk kesejahteraan
(Enterprise
Keutamaan seluruh masyarakat
Paradigm)
(semua pemangku
kepentingan/stakeholder
s)

Kesadaran a. Teori Otonom a. Paradigma a. Tujuan pengelolaan


Transendental Perusahaan perusahaan adalah
Tercerahkan sebagai bagian dari
(Enlightened ibadah kepada Tuhan
Company) melalui pengabdian tulus
untuk kemakmuran
bersama dan menjaga
kelestarian alam.

3) Analisis Pemangku Kepentingan (Stakeholder Analysis)


Keberadaan perusahaan sangat ditentukan oleh para pemangku
kepentingan, sehingga para eksekutif perusahaan mulai menyadari pentingnya
melakukan proses pengambilan keputusan berdasarkan pendekatan dan
analisis pemangku kepentingan. Hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam
proses pengambilan keputusan berdasarkan pendekatan pemangku
kepentingan, antara lain :
a) Lakukan identifikasi semua pemangku kepentingan, baik yang nyata
maupun yang masih bersifat potensial.
b) Cari tahu kepentingan dan kekuasaan setiap golongan pemangku
kepentingan.
c) Cari tahu apakah ada koalisi kepentingan dan kekuasaan antar golongan
pemangku kepentingan tersebut.

Keputusan diambil berdasarkan pertimbangan :

19
a) Pemangku kepentingan adalah pihak yang menerima manfaat paling besar
dari keputusan itu; atau
b) Kalaupun ada pihak yang dirugikan, dampak kerugiannya hanya menimpa
sesedikit mungkin pemangku kepentingan; atau
c) Keputusan yang diambil tidak membentur kepentingan dan kekuasaan
kelompok pemangku kepentingan yang dominan.

Kepentingan dan Kekuasaan Pemangku Kepentingan Kelompok Primer

Pemangku Kepentingan Kepentingan (Interest) Kekuasaan (Power)

Kelompok Primer :

1. Pelanggan Memperoleh produk yang Membatalkan pesanan


aman dan berkualitas dan membeli dari pesaing;
sesuai dengan yang
Melakukan kampanye
dijanjikan serta memperoleh
negatif tentang
pelayanan yang
perusahaan
memuaskan

2. Pemasok Menerima pembayaran Membatalkan atau


tepat waktu; memboikot order dan
menjual kepada pesaing
Memperoleh order secara
teratur

3. Pemodal
 Pemegang Saham Memperoleh dividen dan Tidak mau membeli
capital gain dari saham saham perusahaan;
yang dimiliki
Memberhentikan para
eksekutif perusahaan

Memperoleh penerimaan Tidak memberikan kredit;


 Kreditur
bunga dan pengembalian
Membatalkan/menarik
pokok pinjaman sesuai
kembali pinjaman yang
jadwal yang telah ditetapkan
telah diberikan

4. Karyawan Memperoleh gaji/upah yang Melakukan aksi unjuk


wajar dan ada kepastian

20
kelangsungan pekerjaan rasa/mogok kerja;

Memaksakan kehendak
melalui organisasi buruh
yang ada

Kepentingan dan Kekuasaan Pemangku Kepentingan Kelompok Sekunder

Pemangku Kepentingan Kepentingan (Interest) Kekuasaan (Power)

Kelompok Sekunder :

1. Pemerintah Mengharapkan Menutup/menyegel


pertumbuhan ekonomi dan perusahaan;
lapangan kerja;
Mengeluarkan berbagai
Memperoleh pajak peraturan

2. Masyarakat Mengharapkan peran serta Menekan pemerintah


perusahaan dalam program melalui unjuk rasa
kesejahteraan masyarakat; massal;

Menjaga kesehatan Melakukan aksi


lingkungan kekerasan

3. Media Massa Menginformasikan semua Memublikasikan berita


kegiatan perusahaan yang negatif yang merusak citra
berkaitan dengan isu etika, perusahaan
nilai-nilai, kesehatan,
keamaan, dan
kesejahteraan

4. Aktivis Lingkungan Kepedulian terhadap Mengampanyekan aksi


pengaruh positif dan negatif boikot dengan
dari tindakan perusahaan memengaruhi pemerintah,
terhadap lingkungan hidup, media massa, dan
HAM, dan sebagainya masyarakat;

Melobi pemerintah untuk


membatasi/melarang
impor produk perusahan
tersebut bila merusak

21
lingkungan hidup atau
melanggar HAM

F. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility – CSR)


Munculnya konsep CSR, analisis stakeholders, dan sejenisnya merupakan
respon atas tindakan perusahaan yang telah merugikan masyarakat dan bumi.
1) Pengertian CSR
a) The World Business Council of Sustainable Development mendefinisikan
CSR sebagai “Continuing commitment by business to behave ethically and
contribute to economic development while improving the quality of life of the
workforce and their families as well as of the local community and society at
large. [“Komitmen bisnis untuk secara terus menerus berperilaku etis dan
berkontribusi dalam pembangunan ekonomi serta meningkatkan kualitas
hidup karyawan dan keluarganya, masyarakat lokal, serta masyarakat luas
pada umumnya.”]
b) A. B. Susanto mendefinisikan CSR sebagai tanggung jawab perusahaan
baik ke dalam maupun ke luar perusahaan. Tanggung jawab ke dalam
diarahkan kepada pemegang saham dan karyawan dalam wujud
probabilitas dan pertumbuhan perusahaan, sedangkan tanggung jawab ke
luar dikaitkan dengan peran perusahaan sebagai pembayar pajak dan
penyedia lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kompetensi
masyarakat, serta memelihara lingkungan bagi generasi mendatang.
c) Elkington mengemukakan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan
mencakup tiga dimensi, yang lebih populer dengan singkatan 3P, yaitu :
mencapai keuntungan (profit) bagi perusahaan, memberdayakan
masyarakat (people), dan memelihara kelestarian alam/bumi (planet).
Dari konsep 3P yang dikemukakan oleh Elkington, konsep CSR sebenarnya
ingin memadukan tiga funsi perusahaan secara seimbang, yaitu :
a) Fungsi ekonomis. Fungsi ini merupakan fungsi tradisional perusahaan,
yaitu untuk memperoleh keuntungan (profit) bagi perusahaan.
b) Fungsi sosial. Perusahaan menjalankan fungsi ini melalui pemberdayaan
manusianya, yaitu para pemangku kepentingan, baik pemangku

22
kepentingan primer maupun sekunder. Perusahaan berperan menjaga
keadilan dalam membagi manfaat dan menanggung beban yang
ditimbulkan dari aktivitas perusahaan.
c) Fungsi alamiah. Perusahaan berperan dalam menjaga kelestarian alam.

2) Tingkah/Lingkup Keterlibatan dalam CSR


Keberhasilan CSR dan cakupan program CSR yang dijalankan akan
ditentukan oleh tingkat kesadaran para pelaku bisnis dan para pemangku
kepentingan terkait lainnya. Mereka yang masih berkeberatan dengan program
CSR ini dapat dikatakan mempunyai tingkat kesadaran hewani dan menganut
teori etika egoisme. Program CSR akan berjalan efektif apabila mempunyai
tingkat kesadaran manusiawi atau transendental, serta menganut teori-teori
etika dalam koridor utilitarianisme, deontologi, keutamaan, dan teonom.
Lawrence, Weber dan Post (2005) melukiskan tingkat kesadaran dalam
bentuk tingkat keterlibatan bisnis dengan para pemangku kepentingan dalam
beberapa tingkatan hubungan. Perusahaan yang inactive sama sekali
mengabaikan apa yang menjadi perhatian para pemnagku kepentingan.
Perusahaan yang reactive hanya bereaksi bila ada ancaman atau tekanan yang
diperkirakan akan mengganggu perusahaan dari pihak pemnagku kepentingan
tetrtentu. Perusahaan yang proactive akan selalu mengantisipasi apa saja yang
menjadi kepedulian para pemangku kepentingan, sedangkan perusahaaan
yang interactive selalu membuka diri dan mengajak para pemnagku
kepentingan untuk berdialog setiap saat atas dasar saling menghormati, saling
mempercayai, dan saling menguntungkan.
Lawrence, Webe, dan Post (2005) membedakan dua prinsip CSR, yaitu :
prinsip amal dan prinsip pelayanan. Perbedaan kedua prinsip ini terletak pada
perbedaan kesadaran dan lingkup keterlibatan.

Fondasi Prinsip CSR

Ciri-ciri Prinsip Amal Prinsip Pelayanan

Definsi Bisnis seharusnya memberikan bantuan Sebagai agen publik,


sukarela kepada orang atau kelompok tindakan bisnis
yang memerlukan seharusnya
mempertimbangkan
semua kelompok

23
pemangku kepentingan
yang dipengaruhi oleh
keputusan dan kebijakan
perusahaan

Tipe Aktivitas Filantropi korporasi; Mengakui adanya saling


Tindakan sukarela untuk menunjang citra ketergantungan
perusahaan perusahaan dengan
masyarakat;
Menyeimbangkan
kepentingan dan
kebutuhan semua ragam
kelompok di masyarakat

Contoh Mendirikan yayasan amal, berinisiatif Pribadi yang


untuk menanggulangi masalah sosial, tercerahkan, memenuhi
bekerja sama dengan kelompok ketentuan hukum,
masyarakat yang memerlukan menggunakan
pendekatan
stakeholders dalam
perencanaan strategis
perusahaan

Sumber : Lawrence, Weber, Post. Business Society. Singapore: McGraw-Hill. 2005.

3) Pro dan Kontra terhadap CSR


Proses lahirnya Undang-Undang PT di Indonesia yang dalam salah satu
pasalnya (Pasal 74) mewajibkan perusahaan untuk menjalankan tanggung
jawab soisal dan lingkungan telah menimbulkan kontroversi perdebatan pro dan
kontra. Ini menunjukkan bahwa para pelaku bisnis khususnya di Indonesia
belum banyak yang mendukung program CSR. Contoh kasus Lumpur Lapindo
Brantas di Sidoarjo, kasus Freeport di Papua, kerusakan hutan, lumpuhnya
bandara internasioanl Soekarno-Hatta dan akses jalan tol ke bandara akibat
banjir, dan sebagainya. Semua ini ada hubungannya dengan aktivitas bisnis
yang tidak peduli terhadap lingkungan sosial dan lama sekitar.
Pada konferensi tentang pemanasan global yang dihadiri oleh hampir
semua negara di dunia pada akhir tahun 2007 di Bali, semua negara menyadari

24
dan sepakat bahwa pemanasan global yang terjadi disebabkan oleh kelalaian
umat manusia pada umumnya dan masyarakat bisnis pada khususnya dalam
menjaga kelestarian alam. Hal ini menimbulkan banyak perdebatan karena bila
membicarakan program CSR, berarti membawa konsekuensi biaya yang harus
dipikul dalam menanggulangi kerusakan lingkungan. Akhirnya muncul kembali
egoisme negara atau egoisme kelompok usahawan besar yang kurang
menyadari pentingnya tindakan bersama dalam menyelamatkan lingkungan
hidup.
Sonny Keraf (1998) menginventarisasi alasan bagi yang mendukung dan
menentang perlunya perusahaan menjalankan program CSR. Alasan yang
menentang CSR ini antara lain :
a) Perusahaan adalah lembaga ekonomi yang tujuan pokoknya mencari
keuntungan, bukan merupakan lembaga sosial.
b) Perhatian manajemen perusahaan akan terprecah dan akan
membingungkan mereka bila perusahaan dibebani banyak tujuan.
c) Biaya kegiatan sosial akan meningkatkan biaya produk yang akan
ditambahkan pada harga produk sehingga pada gilirannya akan merugikan
masyarkat/konsumen itu sendiri.
d) Tidak semua perusahaan mempunyai tenaga yang terampil dalam
menjalankan kegiatan sosial.
Sementara itu, alasan yang mendukung CSR ini adalah :
a) Kesadaran yang meningkat dan masyarakat yang makin kritis terhadap
dampal negatif dari tindakan perusahaan yang merusak alam serta
merugikan masyarakat sekitarnya.
b) Sumber daya alam yang makin terbatas.
c) Menciptakan lingkungan sosial yang lebih baik.
d) Perimbangan yang lebih adil dalam memikul tanggung jawab dan
kekuasaan dalam memikul beban sosial dan lingkungan antara pemerintah,
perusahan, dan masyarakat.
e) Bisnis sebenarnya mempunyai sumber daya yang berguna.
f) Menciptakan keuntungan jangka panjang.

G. Kasus
Bulog-Implementasi Ekonomi Pancasila

25
1. Apakah awal pembentukan Bulog merupakan salah satu wujud implementasi
sistem ekonomi Pancasila?
Dari kasus Bulog, dapat diketahui adanya beberapa pelanggaran etika bisnis
yang tidak sesuai dengan implementasi Pancasila, yaitu :
a) Implementasi sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”
Korupsi salah satu kasus yang terjadi di Bulog merupakan hal yang
bertentangan dengan ajaran semua agama yang mempunyai ajaran moral
yang bersumber dari kitab suci masing-masing. Sehingga sila pertama
tidak diimplementasikan pada praktik etika bisnis dan profesi Bulog.
b) Implementasi sila kedua “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”
Suatu tindakan atau perbuatan baik yang sesuai dengan HAM merupakan
contoh implementasi dari sila kedua. Teori ini didasarkan atas asumsi
bahwa manusia mempunyai martabat yang sama. Bulog telah melanggar
implementasi dari sila kedua, terbukti dengan korupsi Subsidi Pangan
Rakyat Miskin yang dilakukan oleh Akbar Tandjung pada tahun 2004 lalu.
c) Implementasi sila ketiga “Persatuan Indonesia”
Apabila Bulog terus melakukan pelanggaran etika dan tidak dapat
memperbaikinya, maka dapat menimbulkan perpecahan antara pejabat
Bulog dengan rakyat kecil. Sila ketiga dapat terwujud apabila Bulog
mengutamakan kepentingan rakyat kecil.
d) Implementasi sila keempat “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan”
Dalam hidup bermasyarakat diperlukan landasan kepercayaan dan untuk
menanamkan kepercayaan tersebut diperlukan kejujuran. Maka dari itu,
Bulog dalam menjalankan tugasnya diwajibkan dengan penuh rasa
tanggung jawab dan kejujuran. Untuk mendapatkan kepercayaan rakyat,
Bulog harus bekerja secara bersih tanpa ada korupsi dan pelanggaran
lainnya.
e) Implementasi sila kelima “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”
Implementasi dari sila kelima yaitu tindakan yang dapat dikatakan baik
apabila dapat membawa manfaat bagi anggota masyarakat. Meski Bulog
melakukan ketidak adilan kepada sebagian rakyat kecil, namun sejauh ini
Bulog juga memberikan manfaat bagi rakyat secara keseluruhan. Hal ini
tercermin dari tugas Bulog dalam penyaluran raskin di seluruh daerah di
Indoensia.

26
2. Mengapa peran Bulog saat ini tidak lagi dirasakan manfaatnya oleh sebagian
besar rakyat Indonesia jika dikaitkan dengan berbagai konsep sistem ekonomi,
konsep kesadaran, dan konsep etika?
Berdasarkan visi dan misi Bulog mendasari fungsi Bulog sebagai
perusahaan umum yang mengemban tugas sebagai pengendali ketahanan
pangan nasioanal yang berlanjutan. Namun kenyataannya, Bulog tidak
menjalankan fungsinya sesuai dengan visi dan misi yang telah ditetapkan. Hal
ini dikarenakan Bulog tidak menjalankan etika bisnis dan profesi sesuai
fungsinya, berikut contoh kasus pelanggaran yang dilakukan oleh Bulog :
a) Korupsi Impor Sapi Fiktif
b) Korupsi Subsidi Pangan Rakyat Miskin
c) Keterlambatan Penyaluran Raskin

3. Apakah keberadaan Bulog saat ini masih diperlukan?


Pengamat ekonomi Didik J. Rachbini menyatakan dengan tegas, Bulog
masih dibutuhkan. Namun harus dilakukan perubahan paradigma terhadap
lembaga tersebut. Jika pada masa lalu Bulog bertugas sebagai regulator dan
pedagang sekaligus, maka di masa mendatang Bulog hanya sebagai regulator,
yaitu menjadi semacam lembaga otoritas pangan nasional, khususnya untuk
beras sebagai komoditi pangan pokok.
Sebagai regulator, Bulog harus dilengkapi instrumen yang bersifat legal,
yaitu kewenanagan menetapkan harga dasar dan tarif impor. Kedua,
tersedianya anggaran yang cukup, tidak hanya tergantung pada kredit
komersial murni. Selain itu, adanya instrumen yang sampai ke daerah-daerah
seperti KUD, gudang dan aparat yang berada di tingkat pelaksanaan di daerah-
daerah.

27
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada hakikatnya, aktivitas bisnis sangat berhubungan erat dengan kegiatan


ekonomi. Kegiatan bisnis sangat bermanfaat bagi kehidupan umat manusia dan bisa
dikatakan bahwa aktivitas bisnis bersifat etis. Tetapi dalam realitanya, masih banyak
dijumpai pandangan pro dan kontra mengenai etis tidaknya suatu aktivitas bisnis.
Bisnis dapat dilihat dari lima dimensi yang saling berhubungan yaitu : ekonomi, etika,
hukum, sosial, dan spiritual. Pemangku kepentingan juga mempengaruhi kegiatan
bisnis dan ekonomi.

28
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno dan I Cenik Ardana. 2009. Etika Bisnis dan Profesi: Tantangan
Membangun Manusia Seutuhnya. Jakarta: Salemba Empat.

29

Anda mungkin juga menyukai