Anda di halaman 1dari 6

Paradigma Manusia Utuh

Dalam pengertian beberapa konsep dan/atau hubungan antar berbagai konsep


yang terkait dengan pembangunan manusia seutuhnya, antara lain: karakter,
kepribadian, kecerdasan, etika, gelombang otak, tujuan hidup, agama dan
meditasi/dzikir.
A. Karakter dan Kepribadian
Soedarsono (2002) mendefinisikan kepribadian sebagai totalitas kejiwaan
seseorang yang menampilkan sisi yang didapat dari keturunan (orang tua, leluhur)
dan sisi yang didapat dari pendidikan, pengalaman hidup, serta lingkungannya.
Sedangkan karakter adalah sisi kepribadian yang didapat dari pengalaman,
pendidikan, dan lingkungan sehingga bisa dikatakan bahwa karakter adalah bagian
dari kepribadian. Sisi yang didapat dari faktor keturunan (seperti: bakat,
kecerdasan, dan temperamen) sulit untuk diubah, namun sisi yang dibentuk
berdasarkan pendidikan, pengalaman, dan lingkungannya (disebut karakter) dapat
diubah.
Cloud (2007) mendefinisikan karakter sebagai kemampuan untuk memenuhi
tuntutan kenyataan. Beliau menegaskan bahwa karakter seseorang akan sangat
menentukan apakah ia akan berhasil dalam menghadapi tuntutan kenyataan yang
banyak dan beragam dalam situasi tertentu.
Ezra (2006) mengatakan bahwa karakter adalah culture untuk sebuah
kesuksesan yang langgeng dan tahan uji.
Lilik Agung (2007) juga mendefinisikan karakter sebagai kompetensi yang
harus dimiliki oleh seseorang yang berkaitan dengan kinerja terbaik agar ia mampu
menghadapi tantangan realita/kenyataan yang selalu berubah dan mampu meraih
kesuksesan yang bersifat langgeng.
Dapat ditarik kesimpulan, bahwa:
a) Karakter adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang mencakup
pengembangan secara seimbang dan utuh ketiga lapisan, yaitu: fisik (body),
pikiran (mind), dan jiwa/roh (spiritual).
b) Karakter menentukan keberhasilan seseorang.
c) Karakter dapat diubah, dibentuk, dipelajari melalui pendidikan dan pelatihan
serta pengalaman hidup.
d) Tingkat keberhasilan seseorang ditentukan ole tingkat kecocokan karakter
yang dimilikinya dengan tuntutan realita.
Chopra (2005) mengatakan bahwa karakter yang dimiliki oleh mereka yang
telah mencapai tingkat kesadaran Tuhan sebenarnya sama persis dengan karakter
yang dimiliki oleh sel tubuh manusia. Chopra menyebutkan 10 karakter sel (10C)
yang seharusnya dapat dijadikan sebagai karakter umat manusia.
1) Ada maksud yang lebih tinggi. Setiap sel dalam tubuh menyadari bahwa
masing-masing sel bekerja bukan untuk kepentingan sendiri-sendiri,
melainkan demi kesejahteraan tubuh secara keseluruhan. Sehingga, sikap
mementingkan diri sendiri bukanlah pilihan.
2) Kesatuan (keutuhan). Semua sel saling berhubungan dan berkomunikasi
dengan segala jenis sel lainnya. Menarik diri atau tidak mau berkomunikasi
bukanlah pilihan.
3) Kesadaran. Sel-sel beradaptasi dari saat ke saat. Mereka cerdas dan tetap
fleksibel terhadap situasi yang ada. Terperangkap dalam kebiasan kaku
bukanlah pilihan.
4) Penerimaan. Sel-sel saling mengenal dan ada rasa saling ketergantungan
satu sama lain. Berfungsi sendirian bukanlah pilihan.
5) Kreatifitas. Sel mampu menggabungkan atau menemukan cara-cara baru
yang kreatif. Berpegang kepada perilaku lama bukanlah pilihan.
6) Keberadaan. Sel-sel patuh pada siklus universal dengan adanya saat
istirahat dan saat aktif dalam kegiatannya. Sehingga, terlalu aktif atau
agresif bukanlah pilihan.
7) Efisiensi. Sel-sel mengeluarkan energy mungkin dalam menjalankan
fungsinya. Memupuk/menimbun makanan, udara, atau air berlebihan
bukanlah pilihan.
8) Pembentukan Ikatan. Karena kesamaan genetika, sel-sel pada dasarnya
tahu bahwa mereka sama. Mereka sadar akan saling ketergantungan dan
saling memerlukan. Bagi mereka, menjadi sel buangan bukanlah pilihan.
9) Memberi. Kegiatan sel utama adalah memberi dan memelihara integritas
sel-sel lainnya. Hanya menerima bukanlah pilihan.
10) Keabadian. Sel-sel bereproduksi untuk meneruskan pengetahuan,
pengalaman dan talenta mereka tanpa menahan apa pun untuk generasi
sel selanjutnya. Jurang atar generasi bukanla pilihan.

B. Kecerdasan, Karakter, dan Etika


Wahyuni Nafis (2006) menyebut tiga jenis kecerdasan dengan tiga golongan
etika. Masing-masing golongan etika ini ditandai oleh karakter. Konsep etika Nafis
berdasarkan paradigm manusia utuh. Berikut tiga golongan etika tersebut.
1) Psiko Etika merupakan masalah aku dan aku;
2) Sosio Etika menyangkut masalah aku dan orang lain;
3) Teo Etika merupakan masalah aku dengan Tuhan.
Tabel B.1
Etika dan Karakter

Tiga Golongan Etika Karakter Utama


1. Teo Etika 9. Takwa (pasrah diri)
Saling ketergantungan 8. Ikhlas (tulus)
Masalah aku dengan Tuhan 7. Tawakal (tahan uji)
2. Sosio Etika 6. Silaturahmi (tali kasih)
Ketergantungan 5. Amanah (integritas)
Masalah aku dengan orang lain 4. Husnuzan (baik sangka)
3. Psiko Etika 3. Tawaduk (berilmu)
Kemandirian 2. Syukur
Masalah aku dan aku 1. Sabar
Sumber: Wahyuni Nafis. 9 Jalan untuk Cerdas Emosi dan Cerdas Spiritualis.
Hubungan antara pemikiran kecerdasan Covey, karakter/sifat-sifat sel Chopra,
dan golongan etika menurut Nafis ditunjukkan pada tabel B.2.
Empat
Kecerdasan Sepuluh Sifat/Karakter Sel Chopra Etika Nafis
Covey
PQ  Efisiensi (Tiap sel menerima energi  Psiko Etika
dengan tidak berlebihan untuk
mempertahankan hidup, tidak menimbun
energi)
IQ  Kesadaran (kemampuan beradaptasi)  Psiko Etika
 Keabadian (meneruskan pengetahuan
dan talenta kepada sel-sel generasi
berikutnya)
EQ  Penerimaan (menerima kehadiran dan  Sosio Etika
ketergantungan dengan sel-sel lainnya)
 Memberi (memberi atau membantu
integritas sel-sel lainnya)
 Pembentukan ikatan (kesadaran bahwa
perbedaan fungsi setiap sel tidaklah
meniadakan kesamaan identitas mereka)
SQ  Maksud yang lebih tinggi (mengabdi pada  Teo Etika
kepentingan tubuh serta tidak
mementingkan diri sendiri)
 Kesatuan (semua sel menyadari
kebersamaan mereka)
 Kreatifitas (menemukan cara-cara baru,
tidak berpegang pada perilaku lama)
 Keberadaan (semua sel patuh pada
siklus hidup universal)

C. Karakter dan Paradigma Pribadi Utuh


Semakin majunya tingkat pertumbuhan ekonomi dan kemajuan pembangunan
fisik kemunculan berbagai masalah pun juga berkembang, diantaranya: makin
banyak manusia yang miskin, berkurangnya pemimpin yang berkarakter, teror,
korupsi yang makin menjadi, dan sebagainya. Covey (2005) telah memberikan
jawaban atas semua itu, yaitu bermula dari paradigm yang tidak komplet mengenai
siapa sesungguhnya diri seseorang. Orang tidak lagi mampu memahami kodrat
atau hakikatnya sebagai manusia utuh.
Covey telah mengingatkan bahwa untuk membangun manusia berkarakter,
diperlukan pengembangan kompetensi secara utuh dan seimbang terhadap empat
kemampuan manusia, yaitu tubuh (PQ), intelektual (IQ), hati (EQ), dan jiwa atau
roh (SQ).
Cloud (2007) mengatakan bahwa kunci pembangunan karakter adalah
integritas yang terkadung pengertian: utuh dan tidak terbagi, menyatu, berkontruksi
kukuh, serta mempunyai konsistensi.

D. Karakter dan Proses Transformasi Kesadaran Spiritual


Merumuskan karakter memang diperlukan, tetapi tidak berhenti pada tahap
perumusan saja. Langkah konkret yang paling penting yaitu bagaimana cara
melakukan proses transformasi diri untuk mencapai atau bergerak menuju idealism
karakter.
Masalahnya, sampai sekarang belum banyak ilmu pengetahuan dan teknologi
yang mampu mengkali ranah spiritual melakukan pendekatan rasional/ilmiah. Ilmu
psikologi mencoba masuk ke ranah kejiwaan, namun dalam perkembangannya
ilmu ini cenderung membatasi kejiannya hanya pada lapisan pikiran
(emosional/mental) dan tidak ada upaya untuk masuk lebih dalam ke ranah roh
(kesadaran spiritual/transsendental). Sementara itu, ajaran agama yang
seharusnya dapat dijadikan paduan dalam pengembangan/olah batin, hanya
sekedar menjalankan praktik berbagai ritual, serta kurang mengedepankan
pendekatan melalui proses nalar, pengalaman, dan pengalaman langsung melalui
refleksi diri. Akibatnya, ajaran agama kurang memberikan pencerahan pada
umatnya. Contohnya pada kehidupan sehari-hari, walau sebagian besar umat
manusia di dunia—khususnya masyarakat Indonesia—mengaku telah mengaku
menganut suatu agama tertentu, namun masih banyak berbagai bentuk kejahatan
yang terjadi seperti korupsi, kekerasan, konflik, dan lain-lain.
Meskipun terlambat, akhir-akhir ini ini sudah mulai banyak pakar dari berbagai
latar keilmuan mulai berani dan tertarik untuk menyelami ranah spiritual ini dari
pendekatan yang lebih rasional. Mereka menulis ulang dengan kemasan baru dari
berbagai buku/literatur kuno yang telah ada sejak zaman dulu. Dengan cara ini
jurstru masyarakat Barat makin banyak yang mulai berminat untuk menyelami dan
menjalani praktik-praktik spiritual.

E. Pikiran, Meditasi, dan Gelombang Otak


Olah pikir (brainware management) adalah suatu konsep dan keterampilan
untuk mengatur gelombang otak manusia yang paling sesuai dengan aktivitasnya
sehingga bisa mencapai hasil optimal (Sentanu, 2007). Otak akan memancarkan
gelombang sesuai dengan tingkat keadaan pikiran/kejiwaan seseorang. Berikut
merupakan penggolongan gelombang otak.
Tabel E.1
Empat Kategori Gelombang Otak

Nama Ciri-ciri
Beta (14 – 100 Hz) Kognitif, analisis, logika, otak kiri, konsentrasi, prasangka,
pikiran sadar, aktif, cemas, was-was, khawatir, stres, fight or
flight, disease, cortisol, norepinephrin.
Alpha (8 – 13,9 Hz) Khusyuk, relaksasi, meditatif, focus-alertness, superlearning,
akses nurani bawah sadar, ikhlas, nyaman, tenang, santai,
istirahat, puas segar, bahagia, endorphine, serotonin.
Theta (4 – 7,9 Hz) Sangat khusyuk, deep-meditation, problem solving, mimpi,
intuisi, nurani bawah sadar, ikhlas, kreatif, integratif, hening,
imajinatif, catecholamines, AVP.
Delta (0,1 – 3,9 Hz) Tidur lelap, non physical state, nurani bawah sadar kolektif,
tidak ada pikiran dan perasaan, cellular regeneration, HGH.
Sumber: Sentanu. Quantum Ikhlas: Teknologi Kekuatan Hati.
Ketika pikiran berada dalam keadaan sadar (aktif), maka pikiran sedang dalam
gelombang beta, dimana akan memaksa otak untuk mengeluarkan hormon kortisol
dan norepinephrin yang menyebabkan timbul rasa cemas, khawatir, gelisah, dan
sejenisnya. Oleh karena itu, pikiran harus selalu dilatih untuk memasuki gelombang
alpha untuk membangun karakter positif, seperti tenang, sabar, nyaman, ikhlas,
bahagia, dan sejenisnya.
Banyak penelitian ilmiah yang telah berhasil membuktikan bahwa praktik
meditasi dan sejenisnya mampu membantu melakukan transformasi diri menuju
kea rah pengembangan karakter-karakter positif secara efektif. Meditasi (termasuk
dzikir dan sejenisnya) merupakan upaya untuk mendiamkan suara percakapan
dalam pikiran dan menentukan ruang yang tenang (Rodenbeck, 2007).

F. Model Pembangunan Manusia Utuh


Terdapat dua model tentang hakikat keberadaan manusia.
Gambar F.1
Model Hakikat Manusia Tidak Utuh
(Paradigma Manusia Tidak Utuh)

KARAKTER
KAYA/TIDAK BAHAGIA
NEGATIF

MAKANAN PQ SEHAT
ENAK OLAHRAGA (FISIK)

IPTEK IQ TINGGI EGO TINGGI

SOMBONG,
EQ RENDAH GELISAH, BENCI

EQ DAN SQ TIDAK
DIKEMBANGKAN

SQ RENDAH TIDAK PERCAYA TUHAN

Gambar F.1 menjelaskan suatu model hakikat manusia yang dilandasi


paradigma tidak utuh (paradigm materialism) sehingga menimbulkan berbagai
permasalahan yang memunculkan ketidakbahagiaan. Tujuan manusia hanya
mengejar kekayaan, kesenangan, dan kekuasaan duniawi. Kecerdasan yang
dikembangkan hanya IQ dan kesehatan fisik.
Gambar F.2
Model Hakikat Manusia Utuh
(Paradigma Manusia Utuh)
Gambar F.2 merupakan model yang dikembangkan untuk kembali kepada
paradigma tentang hakikat manusia seutuhnya. Karakter positif (karakter seperti
sifat sel) hanya dapat dikembangkan melalui pengembangan hakikat manusia
secara utuh. Dalam pengembangannya, perlu dikembangkan juga kecerdasan
emosional dan spiritual disamping kecerdasan intelektual dan kesehatan fisik.
Meditasi, dzikir, retret, dan sejenisnya sangat efektif untuk melengkapi agama guna
mengembangkan kecerdasan emosional dan spiritual. Bila keseimbangan ini dapat
dicapai, maka manusia akan mempunyai karakter positif—karakter yang
menyerupai sifat-sifat sel.
Pola hidup masyarakat modern dewasa dilandasi oleh paradigm hakikat
manusia yang tidak utuh. Manusia lebih berorientasi mengejar kekayaan materi,
kesenangan duniawi, dan kekuasaan sehingga kurang atau bahkan lupa untuk
mengembangkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Walapun
kemajuan iptek manusia telah berhasil meningkatkan produksi barang dan jasa,
namun berbagai persoalan muncul sebagai akibat dari tindakan tidak etis atau
kealpaan mengembangkan EQ dan SQ, antara lain: meluasnya korupsi dan
kejahatan, melebarnya kesenjangan, meningkatkan berbagai konflik, kegelisahan,
ketakutan, kemarahan, depresi, anarkisme, dan sebagainya.
Untuk itu, perlu mengembangkan paradigm hakikat manusia seutunya dengan
mengembangkan sikap dan perilaku hidup etis dalam arti luas, yaitu memadukan
dan menyeimbangkan kualitas kesehatan fisik, pengetahuan intelektual (psiko
etika), kematangan emosional, dan kerukunan sosial (sosio etika, serta kesadaran
spiritual (teo etika).Pelatihan dan praktik meditasi, dzikir, dan retret akan
mengembangkan lapisan emosional dan spiritual serta melengkapi pengembangan
intelektual melalui iptek dan kesehatan fisik yang diperoleh melalui olahraga dan
makanan sehat.
Dengan menyeimbangkan pengembangan pada lapisan fisik, intelektual,
emosional dan spiritual ini akan memunculkan karakter positif (karakter yang
menyerupai sifat-sifat sel). Pada gilirannya, kualitas karakter ini akan memengaruhi
kualitas kebahagiaan seseorang.

Anda mungkin juga menyukai