Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Etika bisnis dan profesi meliputi beberapa hal sebagai dasar
pengenaan dari penjelasan atau pengertian etika dalam menjalankan
bisnis. Bisnis yang dijalankan meliputi hakikat alam yang menjadi bagian
dari proses berjalannya usaha kegiatan bisnis, kemudian etika juga
terdapat dalam kegiatan seorang profesional yang meliputi hakikat
manusia. Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan terknologi
bisnis semakin mudah dijalankan tetapi tidak akan lepas dari hakikat
kecerdasan dari pemikiran manusia akan ide-ide dan wawasan. Setiap
bisnis dan kegian usaha yang dijalankan tidak boleh lepas dari makna dan
nilai kehidupan agar tidak lepas dari aturan dan apabila seorang
profesional maka tidak boleh keluar dari kode etik.

1.2. Rumusan Masalah


a) Apa yang di maksud dengan Hakikat alam ?
b) Apa yang di maksud dengan Hakikat manusia ?
c) Apa yang di maksud dengan hakikat Kecerdasan Pikiran ?
d) Definisi, makna dan nilai kehidupan ?

1.3. Tujuan
Setelah mempelajari bab ini,anda diharapkan memperoleh
pencernahan tentang:
 Hakikat keberadaan alam semesta.
 Hakikat manusia dan tujuan umat manusia hidup di dunia.
 Hakikat kecerdasan dan kesadaran diri yang dimiliki oleh manusia.
 Keterkaitan antara perilaku etis dengan tingkat kesadaran spiritual
.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Hakikat Kebenaran


Untuk Memahami mengapa berbagai disiplin ilmu dan teknologi tidak
sepenuhnya mampu memahami misteri keberadaan alam semesta dan
tidak lagi sepenuhnya dapat menjelaskan dan memcahkan berbagai
permasalahan dunia saat ini, maka perlu kita renungkan terlebih dahulu
apa yang dinyatakan oleh E.F. Schumacher (dalam Eko Wijayanto dkk,
2002) Sebagai empat kebenaran besar, yaitu:
a. Kebenaran (hakikat) tentang eksistensi (dunia/alam semesta)
b. Kebenaran tentang alat (tools) yang dipakai untuk memahami dunia
c. Kebenaran tentang cara belajar tentang dunia
d. Yang dimaksud dengan hidup di dunia

Kebenaran tentang eksistensi menyangkut tentang kebenaran tentang


adanya empat tingkat eksistensi dunia, yaitu benda, tumbuh-tumbuhan,
hewan dan manusia. Yang membedakannya adalah unsrur kesadaran
yang dimiliki oleh keempat kelompok eksistensi tersebut. Kebenaran
tentang alat maksudnya adalah ketepatan penggunaan alat (tools) yang
dipakai untuk memahami keempat tingkat eksistensi tersebut. Disini
hendaknya diterapkan asas kepastian (adaequatio). Ada kecenderungan
bahwa ilmuwan hanya mengakui pendekatan ilmiah (pendekatan rasional)
sebagai pendekatan tunggal untuk memahami eksistansi alam semesta,
padahal kebenaran ilmiah hanya berlandaskan pada fakta objektif (fakta
yang dibutuhkan melalui pancaindra). Misalnya pendekatan rasio
(Pendekatan Ilmiah) paling tepat dipakai untuk memahami pola kerja
biologis, etika, kesadaran spiritual, hakikat manusia, apalagi untuk
memahami Tuhan (potensi murni). Kebenaran tentang cara belajar yang
menyangkut dunia akan berbeda untuk empat bidang pengetahuan: (1)
saya-batin, (2) saya-lahiriah, (3) dunia-batin dan (4) dunia-
lahiriah/material. Dalam kebenaran tentang hidup di dunia, dijumpai dua
corak masalah, yaitu: (1) masalah konvergen (bertitik temu), yaitu sesuatu
yang dapat dipecahkan secara menyeluruh dan (2) masalah divergen
(bertitik pisah) yaitu sesuatu yang selalu berlawanan. Kedua masalah ini
tentu tidak dapat dipecahkan dengan cara yang sama.

Intinya adalah bahwa ada berbagai tingkat eksistensi alam dan tingkat
eksistensi kesadaran. Oleh karena itu, untuk menemukan hakikat
kebenaran tidak cukup dengan mengandalkan penekatan ilmiah. Contoh
sederhana, untuk memahami tiga dimensi berbeda atas objek yang sama-
yaitu dimensi fisik (hubungan sebab akibat berbagai elemen fisik),
dimensi etik (prilaku baik-buruk) dan dimensi estetik (sesuat yang
indah/tidak indah) tentu tidak bisa hanya menggunakan satu alat yaitu
pendekatan rasional. Pendekatan rasinal mungkin efektif untuk
memahami dimensi fisik, tetapi akan menjadi alat yang tidak sepenuhnya
memadai untuk memahami prilaku.

2.2. Hakikat Eksistensi (Dunia/Alam Semesta)

Alam semesta dianggap sebagai mesin raksasa yang bekerja scara


mekanistik. Alam semesta hanya dilihat sebagai materi/substansi yang
terbentang luas dan tak bernyawa, yang misterinya mampu dipecahkan
dengan pendekatan ilmiah dan rasional. Namun, Schuniacer telah
mengingatkan para ilmuwan tentang adanya tingkatan-tingkatan
eksistensi dalam semesta sebagai berikut:

1. Benda dapat dituliskan P


2. Tumbuhan dapat dituliskan P+X
3. Hewan, dapat dituliskan P+X+Y
4. Manusia, dapat dituliskan P+X+Y+Z
Dengan memberikan symbol P untuk benda mati, X untuk unsure
hidup, Y untuk kesadaran, dan Z untuk kesadaran diri, maka dapat
dikatakan bahwa eksistensi alam semesta memiliki jenjang yang terbagi
kedalam empat tingkat yaitu:

a. Tingkat pertama adalah benda mati yaitu hanya mempunyai unsur


P (substansi materi)
b. Tingkat kedua adalah tumbuh-tumbuhan, yaitu mempunyai unsur P
dan unsure X (Kehidupan)
c. Tingkat Ketiga adalah golongan hewan, yaitu memiliki unsure P, X
dan Y (kesadaran)
d. Tingkat keempat adalah golongan manuia, yaitu memiliki unur P, X,
Y dan Z (unsure kesadaran/spiritual)
e.
2.3. Hakikat Manusia

Stevenson dan Haberman (2001) mengatakan bahwa meski ada


begitu banyak hal yang sangat bergantung pada konsep tentang hakikat
manusia, namun tedapat begitu banyak ketidaksepakatan mengenai apa
itu hakikat manusia. Adanya ketidaksepakatan ini karna banya pihak
hanya melihat hakikat manusia secara sepotong-potong tanpa
mendudukkannya kedalam konteks keseluruhan yang utuh. Karl Marx
misalnya mengatakan bahwa hakikat riil manusia adalah keseluruhan
hubungan sosial dengan menolak adanya Tuhan dan menganggap bahwa
tiap pribadi adalah produk dari tahapan ekonomis tertentu dari masyarakat
manusia tempat manusia itu hidup.

Kecenderungan memahami hakikat manusia secara sepotong-


sepotong ini sangat jelas terasa bila melihat perkembangan dan aliran
dalam psikologi, khususnya menyangkut konsepsi-konsepsi psikologis
tentang manusia. McDavid dan Harari (dalam jalaludin rakhmat, 2001)
mengelompokkan empat teori psikologi dikaitkan dengan konsepsinya
tentang manusia sebagai berikut:

1) Psikoanalis, yang melukiskan manusia sebagai makhluk yang


digerakkan oleh keinginan-keinginan terpendam (homo valensi) .
tokoh-tokoh aliran ini yaitu: Freud, Jung, Abraham, Horney dan
Bion.
2) Behaviorisme, yang menganggap manusia sebagai makhluk yang
digerakkan semuanya oleh lingkungan (homo mechanius). Teori ini
menyebut manusia sebagai manusia mesin karena prilaku manusia
sepenuhnya ditentukan oleh lingkungan. Tokoh-tokoh aliran ini
yaitu: Hull, Miller dan Dollard, Rotter, Sklinner, serta Bandura.
3) Kognitif, yang menganggap manusia sebagai makhluk berpikir yang
aktif mengorganisasikan dan mengolah stimulasi yang diterimanya
(homo sapiens). Tokoh-tokoh aliran ini yaitu: Lewin, Heider,
Festinger dan Kohlberg.
4) Humanisme, yang melukiskan manusia sebagai pelaku aktif dalam
merumuskan strategi transaksional dengan lingkungannya (Homo
Iudens). Tokoh-tokoh aliran ini yaitu: Rogers, Combs dan Snygg,
Maslow, May, Satir, serta Peris.

Untuk memahami hakikat manusia secara utuh, ada baiknya kembali


memahami pendapat schmacher tentang empat tingkat eksistensi
kehidupan. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang menduduki
tinkat eksistensi tertnggi karena memiliki semua unsure.

Steiner (1999) melihat hakikat manusia berdasarkan lapisan-lapisan


energy yang melekat pada tubuh manusia sebagai satu kesatuan, yaitu:

 Badan fisik (physical body)


 Badan eterik (etheric body)
 Badan astral (astral body)

2.4. Hakikat Otak (Brain) dan Kecerdasan (Intelligence)


Otak merupakan organ tubuh yang paling kompleks. Otak memiliki
kemampuan sangat luar biasa. Menurut Agus Ngermanto ( 2001 ), paling
tidak ada 9 subkomponen di dalam otak manusia yaitu:
1) Neocortex
2) Corpus Callasum
3) Cerebellum
4) Otak Reptile
5) Hippocampus
6) Amigdala
7) Pituitary Gland
8) Hypothalamus
9) Thalamus
Sebagaimana dikatakan oleh A.M. Rukky Santoso ( 2001 ), pada
otak terdapat tiga puluh miliar sel, dan membentuk kerjasama yang rumit
melalui bagian-bagian kecil lainnya yang disebut neuron. Ilmuwan yang
pertama kali meneliti tentang otak kiri ( left hemisphere ) dan belahan otak
kanan ( right hemisphere ) adalah Roger Wolkott Sperry ( dalam Taugada,
2003 ).
Humphery ( 2000 ) mmbedakan kerja otak berdasarkan gelombang
elektro, yaitu gelombang alpha, beta, delta, dan theta.
Bila dikaitkan dengan kecerdasan, berkat otaknya manusia
mempunyai banyak kecerdasan ( multiple intelligent ). Gardner ( 1999 )
mendefinisikan kecerdasan sebagai potensi biopsikologis untuk
memproses informasi yang dapat diaktifkan dalam suatu latar ( setting )
kebudayaan.
Walaupun masig ragu. Gardner pada awalnya mengidentifikasi ke
tujuh kecerdasan manusia, yaitu linguistic logical-mathematical, musicial,
bodilykinesthetical, spatial, interpersonal, dan interpersonal intelligence,
dan walau masih ragu Gardner menambahkan kemungkinan tiga potensi
kecerdesan, yaitu naturalist, spiritual, dan existencial intelligence.
Zohar dan marshal ( 2002 ) melihat fungsi otak dari tiga cara berfikir
atau tiga ragam kecerdasan yaitu :
1. Proses berfikir seri ( Intellectual Quotient – IQ )
2. Berfikir Asosiatif ( Emotional Quotient - EQ )
3. Befikir Menyatukan ( Spiritual Quotient – SQ )
Zohar dan Marshall mengungkapkan bahwa kecerdasan intelektual ( IQ )
merupakan alat yang efektif untuk mengeksplorasi dunia materi serta
mengumpulkan modal materiil ( uang dan segala sesuatu yang dapat
dibeli dengan uang )
Kecerdasan Emosional ( EQ ) pertama kali dicetuskan oleh Peter
Salovey, psikolog dari Harvad University dan John mayer dari Unoversity
of New Hampshire pada Tahun 1990 ( dalam Shapiro, 2001 )
Istilah kecerdasan Spiritual ( SQ ) pertama kali diperkenalkan oleh
Danar Zohar dan Ian Marshall pada Tahun 200 dalam bukunya yang
berjudul SQ Spiritual Intellegence – The Unlimited Intellegence. Akan
tetapi tidak mudah mendefinisikan tentang SQ.

2.5. Hakikat Pikiran (Mind) dan Kesadaran (Conscionusness)


Pikiran memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan
manusia sehingga Blaise Pascal ( dalam Hart, 1997 ) sampai mengatakan
“Manusia jelas sekali dibuat untuk berfikir. Di dalamnya terletak semua
martabat dan kebajikannya dan seluruh kewajibannya adalah berfikir
sebagaimana seharusnya” .
Drever ( dalam Sudibyo, 2001 ) memberikan batasan mengenai
pikiran atau mental sebagai keseluruhan struktur dan proses-proses
kejiwaan ( baik yang disadari maupun tidak disadari). Jalaluddin Rakhmat
( 2001 ) melihat proses berfikir sebagai komunikasi intrapersonal yang
meliputi : sensasi, persepsi, memori, dan berfikir.
Hal ini juga secara jelas disebutkan dalam buku Bhagawad Gita,
sloka 6.5 yang terjemahannya sebagai berikut : “Seseorang harus
menyelamatkan diri dengan bantuan pikirannya, dan tidak menyebabkan
dirinya merosot. Pikiran adalah kawan bagi roh yang terikat, dan pikiran
juga musuhnya. Sifat pikiran adalah liar, tidak ubahnya seperti kuda liar,
atau kera, namun manusia juga mempunyai kemampuan untuk
mengendalikan pikiran agar menjadi jinak, tenang. Hanya melalui
ketenangan pikiran manusia baru dapat menembus kesadaran yang lebih
tinggi.”
Erbe Sentanu ( 2007 ) mengatakan bahwa pikiran rasional
bukanlah kemampuan tertinggi yang dimiliki umat manusia. Di atas pikiran
rasional masih ada kesadaran murni ( sering juga disebut kesadaran
transcendental, kesadaran tak terbatas, atau kesadaran roh/atma). Dalam
kaitannya dengan kesadaran, Sigmund Freud (dalam Hjlee dan Ziegler,
1992) membedakan tiga lapisan kesadaran, yaitu: (1) Lapisan Sadar
(conscious level), (2) Lapisan Prasadar (Preconscious level), dan (3)
Lapisan tidak sadar (unconscious level).
Lapisan sadar berhubungan dengan dunia luar dalam wujud sensai
dan berbagai pengalaman yang disadari setiap saat. Krishna ( 1999 )
membagi kesadaran manusia ke dalam lima tingkat kesadaran/lapisan
utama, sebagai berikut :
1. Lapisan kesadaran fisik
2. Lapisan kesadaran psikis
3. Lapisan kesadaran pikiran
4. Lapisan intelegensia
5. Lapisan kesadaran murni

2.6. Tujuan dan Makna Kehidupan


Siapapun pasti sependapat dan tidak ada yang membantah bahwa
tujuan umat manusia adalah memperoleh kebahagiaan. Namun dalam
kehidupan sehari-hari, apalagi dalam era dewasa ini yang dipenuhi oleh
filsafat matrealisme, semakin banyak orang yang tidak merasa bahagia.
Kebahagiaan seolah-olah menjadi langka yang sulit dijangkau.

2.7. Alam Semesta sebagai satu kesatuan sistem


Alam semesta beserta seluruh isinya sebenarnya merupakan satu
kesatuan sistem. Pengertian sistem menurut kamus Bahasa Indonesia
karangan Poerwardarminta (1976) adalah:
a. Sekelompok bagian (alat dan sebagainya) yang bekerja bersama
untuk mlakukan suatu maksud, misalnya urat syaraf dalam tubuh
b. Sekelompok Pendapat, peristiwa, kepercayaan, dan sebagainya
yang disusun dan diatur baik-baik, misalnya filsafat.
c. Cara (metode) yang teratur untuk melakukan sesuatu, misalnya
pengajaran bahasa.
Jogiyanto (1988), menyebutkan bahwa setiap sistem mempunyai
karakteristik/cirri-ciri sebagai berikut:
1. Mempunyai komponen-komponen
2. Ada batas suatu sistem (boundaries)
3. Ada lingkungan luar sistem (environment)
4. Ada penghubung (interface)
5. Ada masukan (input), proses (process), dan keluaran (output)
6. Ada sasaran (objective) atau tujuan (goal)
Inti dari pemahaman konsep sistem adalah bahwa setiap elemen
(bagian, unsure, subsistem) saling bekerja sama, saling mendukung,
saling memerlukan, dan saling mmpengarui satu dengan lainnya dalam
kerangka mencapai tujuan sistem secara keseluruhan. Oleh karena itu,
adanya ganggua pada satu elemen sekecil apapun gangguan tersebut,
akan berpengaru pada pola interaksi dengan elemen-elemen lainnya.

2.8. Spiritualitas dan Etika


Banyak pakar etika yang masih membedakan antara etika dengan
spiritualitas, padahal keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat
dan tidak dapat dipilah-pilah. Pemahaman tentang etika yang terpisah dari
spiritualitas ini sangat keliru. Dengan pemisahan pemahaman seperti ini,
bisa saja seseorang yang telah mempelajari teori-teori etika dan telah
berkali-kali mengikuti kode etik, tetapi belum menjamin bahwa perilakunya
bersifat etis selama kecerdasan spiritual ( SQ )-nya masih rendah.
Sebaliknya orang yang mempunyai SQ tinggi sudah pasti mempunyai
perilaku etis yang tinggi pula.
Sejatinya, setiap manusia harus menyadari bahwa kesempatan
hidup didunia ini hendaknua dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mencapai
tingkat kesadaran Tuhan (kesadaran transedental/kesadaran spiritual).
Bila kesadaran spiritual telah tercapai, maka kesadarn etis pun akan
tercapai. Namun harus diingat bahwa dalam perjalanan mendaki puncak
kesadaran spiritual ini, syarat mutlak yang harus dipenuhi adalah orang
yang bersangkutan harus menjalani prilaku hidup yang etis dan hidup
sesuai dengan norma-norma moral yang telah diajarkan oleh semua
agama.

KASUS:

EKSPLORASI MINYAK DAN GAS (MIGAS) DI JAWA

Demi mengejar pendapatan Negara, kegiatan eksplorasi migas terus


dipacu, termasuk di Jawa. Di Pulau yang memiliki kepadatan penduduk
paling tinggi di Indonesia itu, sedikitnya terdapat Sembilan perusahaan
yang telah mendapat konsesi untuk mengeksplorasi minyak bumi.
Berbagai kecelakaan juga terjadi di wilayah kegiatan pengembangan
minyak ini. Dalam kurun waktu 36 tahun terakhir, paling tidak ada delapan
kejadian kecelakaan, yaitu:

 Pada 20 Mei 1971, sumur pengeboran minyak pertama di Kedokan


Bunder Unit III, Cirebon meledak dan menyemburkan minyak bercamur
lumpur sehingga menggenangi daerah sekitar dan sekitar 550 warga
diungsikan.
 Pada 1 September 1984, sumur eksplorasi Pertamina di Pasirjadi,
Subang terbakar akibat kebocoran gas.
 Pada 24 Oktober 1995, terjadi kebakaran di Unit Pengolahan IV, Cilacp
yang mengakibatkan sekitar 590 rumah rusak, 738 sumur tercemar,
debu tersebar di kelurahan Lomanis, Donan dan Tambakreja.
 Pada 26 Februari 2002, kebakaran menimpa sumur eksplorasi
Randublatung, Blora. Akibatnya sekitar 1096 warga terpaksa
mengungsi.
 Pada 16 Maret 2004, Sumur eksplorasi Pertamina I Pondok Tengah,
desa Bunibakti, Bekasi menyemburkan gas. Ratusan warga terpaksa
mengungsi untuk menghindari kebakaran.
 Pada 15 Februari 2005, terjadi ledakan pipa gas nitrogen di unit
pengolahan VI, Balongan, Indramayu yang mengakibatkan enam
pekerja terluka dan dilarikan ke Rumah Sakit.
 Pada 7 Desember 2005, sumur tua Pertamina di Ledok, Blora meledak
dan terbakar. Akibatnya dua orang terluka dan satu orang meninggal
dunia.
 Pada 29 Mei 2006, sumur eksplorasi PT Lapindo Brantas di desa
Renokenongo mengalami kebocoran sehingga gas dan lumpur panas
keluar dari sumur tersebut.
 Pada 29 Juli 2006, sumur 5 di desa Campurejo, Bojonegoro
menyemburkan gas.

Dampak kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan ledakan sumur PT


Lapindo Brantas pada 29 Mei 2006 ternyata sangat parah, bahkan yang
terparah dai peristiwa yang pernah terjadi. Sampai hari ke-110 sejak
lumpur panas tersebut menyembur tanggal 29 mei 2006, genangan
lumpur telah mencapai wilayah seluas 436 Hektare. Genangan lumpur
tersebut telah menenggelamkan enam desa yaitu; Desa Mindi, Pejarakan,
Jatirejo, Ronokenongo, Kedung Bendo dan Desa Siring, serta merendam
2.467 rumah, 24 pabrik, 18 sekolah dan 360 areal pertanian. Selain itu,
sebanyak 9789 penduduk harus mengungsi dan sekitar 1776 buruh
kehilangan pekerjaan. PT Lapindo sendiri dalam upaya untuk mencoba
menghentikan semburan lumpur panas tersebut telah mengeluarkan biaya
sekitar Rp 800 miliar. PT Lapindo juga beberapa kali berjanji untuk
mmbayarkan ganti rugi kepada penduduk, tetapi penduduk beberapa kali
dibuat jengkel karena proses pemberian ganti rugi ini dilakukan secara
bertahap dan berlarut-larut. Akibat kejengkelan ini, penduduk sempat
menduduki ruas jalan tol Gempol-Porong dan meletakkan barang-
barangnya di sekitar jalan tol tersebut yang mengakibatkan terjadinya
kemacetan total dan banyak mobil terjebak didalamnya. Di beberapa
bagian jalan tol tersebut juga sudah mulai digenangi lumpur sehingga
beberapa kali jalan tol Gempol-Porong ini ditutup..

Ada beberapa isu yang berkembang tentang factor-faktor penyebab


terjadinya ledakan lumpur panas tersebut. PT Lapindo Brantas pada
awalnya mencoba menjelaskan terjadinya ledakan lumpur tersebut ada
kaitannya dengan gempa yang menimpa wilayah Yogyakarta, namun
banyak pakar membantah keras sinyalemen ini, pada akhirnya diakui
bahwa terjadinya semburan lumpur tersbut sebagai akibat dari pecahnya
formasi sumur pengeboran karena dalam proses pengeboran minyak,
pihak PT Lapindo Brantas tidak memasang casing sesuai dengan
spesifikasi standar teknis pengeboran. PT Lapindo mungkin beranggapan
bahwa dengan tidak memasang casing, maka akan terjad penghematan
biaya eksplorasi yang sangat signifikan. Apalagi dengan harga minyak
dan gas yang membubung hingga mendekati harga US$100/barrel, maka
diharapkan akan diperoleh keuntungan yang besar dari penghematan
tersebut. Akan tetapi karena ingin berhemat, akibatnya justru sangat fatal
dimana perusahaan harus mengeluarkan biaya ekstra di luar perkiraannya
untuk membayar ganti rugi.

Pemerintah sendiri tampaknya tidak lepas tangan dari tanggung jab


karena pemerintah yang member izin konsesi eksplorasi tersebut. Dalam
kasus ini tampaknya pemerintah belum memberikan informasi yang
transparan apakah pihak PT Lapindo Brantas telah mengikuti peraturan
dan persyaratan yang berkaitan dengan analisis mengenai dampak
lingkungan (amdal) atau belum. Selain itu juga tidak ada uaya tegas untuk
menegakkan peraturan yang ada. Terbukti sampai menjelang akhir tahun
2007 belum ada tanda-tanda untuk membawa kasus ini ke pengadilan
untuk mrencari kebenaran.

Pertanyaan:

a) Apakah kegiatan eksplorasi minyak di pulau jawa yang padat


penduduk ini masih dapat dibenarkan bila dilihat dari sudut manusia
dan alam sebagai satu kesatuan sistem ?
b) Bagaimana kaitan proses keputusan pemberian izin konsesi
eksplorasi migas oleh pemerintah tersebut dengan tingkat kesadaran
pejabat pemerintah ?
c) Bagaimana menilai tindakan PT. Lapindo Brantas yang tidak
memasang casing dalam proses pengeboran sumur eksplorasi
tersebut bila dilihat dari hakekat manusia secara utuh ?

Jawaban:

a) Kegiatan eksplorasi minyak dan gas di pulau jawa yang padat


penduduk bila dilihat dari sudut pandang manusia dan alam menurut
kelompok kami adalah sebagai berikut: Untuk wilayah yang memiliki
tingkat kepadatan penduduk yang tinggi sudah seharusnya kegiatan
eksplorasi tidak dilakukan lagi.Karena hal ini dapat berakibat fatal
dikemudian hari.Tingginya tingkat kepadatan penduduk di pulau jawa
sudah tidak relevan lagi bila dilakukan kegiatan penambangan.Dampak
negatifnya lebih banyak bila dibandingkan dengan dampak positif yang
diperoleh. Kemungkinan terjadinya bencana kemanusiaan akan lebih
besar. Contoh yang paling nyata bisa dilihat pada kasus semburan
lumpur lapindo.Ada ratusan ribu orang yang harus kehilangan tempat
tinggal, kehilangan mata pencaharian, dan tentu tak bisa
dikesampingkan juga dampak psikologis yang dialami oleh warga
korban lumpur lapindo. Walaupun dampak positif eksplorasi minyak dan
gas juga ada seperti pemasukan pendapatan Negara dari proses bagi
hasil, dan keuntungan pinansial tapi hanya untuk segelintir orang. Hal
ini tidak sebanding dengan kerugian yang dialami oleh masyarakat
sekitar.
Dari segi dampak lingkungan, tingginya tingkat penduduk utamanya
di pulau jawa menyebabkan kapasitas daya tampung lahan baik untuk
pemukiman dan pertanian semakin kecil.Dan bila ditambah lagi dengan
kegiatan eksplorasi migas tentu takkan seimbang lagi. Belum lagi
dampak lain dari kegiatan eksplorasi, seperti dampak pencemaran
lingkungan yang ditimbulkan, berkurangnya resapan air sampai pada
rusaknya ekosistem dan habitat mahluk hidup yang ada di sekitar
daerah eksplorasi. Rusaknya ekosisitem adalah bom waktu yang setiap
saat bisa menjadi bencana seperti timbulnya wabah penyakit, bencana
kekeringan dan lain-lain. Kaitan proses keputusan pemberian izin
konsesi eksplorasi migas oleh pemerintah dengan tingkat kesadaran
pejabat pemerintah.
Pemberian izin konsesi eksplorasi migas oleh pemerintah,
utamanya eksplorasi pada daerah yang memiliki tingkat kepadatan
penduduk yang tinggi adalah sebuah kesalahan besar.Sadar atau tidak
pemerintah telah mendorong rakyatnya kedalam jurang bencana yang
besar. Untuk tahap awal masyarakat sekitar akan memperoleh dampak
positif dengan terbukanya lapangan pekerjaan dan bergeliatnya roda
ekonomi. Tapi hal ini tak akan berlangsung lama hal ini sesuai dengan
sifat migas yang tidak dapat diparbaharui yang tentunya pasti akan
habis. Dampak negatifnya mungkin tidak instan akan dirasakan tapi
kedepannya tak bisa dipungkiri hal itu kemungkinan besar akan terjadi.
Seperti yang dicontohkan pada semburan lumpur lapindo.
Apa yang dilakukan oleh pemerintah (pemberian izin konsesi
eksplorasi) bila dilihat dari segi lapisan kesadaran masih berada pada
level kesadaran paling rendah yaitu level kesadaran fisik. Karena
pemerintah mengambil keputusan itu hanya berfikir untuk saat ini saja
tanpa berfikir lebih jauh kedepan tentang hal yang cakupannya lebih
luas tidan hnya pada oriantasi semata.Pemerintah mengambil
keputusan itu tidak menggunakan kesadaran jiwa yang dimilikinya
apalagi kesadaran roh yang lebih tinggi.
b) Kaitan proses keputusan pemberian izin konsesi eksplorasi migas oleh
pemerintah dengan tingkat kesadaran pejabat pemerintah: Pemberian
izin konsesi eksplorasi migas oleh pemerintah, utamanya eksplorasi
pada daerah yang memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi
adalah sebuah kesalahan besar.Sadar atau tidak pemerintah telah
mendorong rakyatnya kedalam jurang bencana yang besar. Untuk
tahap awal masyarakat sekitar akan memperoleh dampak positif
dengan terbukanya lapangan pekerjaan dan bergeliatnya roda
ekonomi. Tapi hal ini tak akan berlangsung lama hal ini sesuai dengan
sifat migas yang tidak dapat diparbaharui yang tentunya pasti akan
habis. Dampak negatifnya mungkin tidak instan akan dirasakan tapi
kedepannya tak bisa dipungkiri hal itu kemungkinan besar akan terjadi.
Seperti yang dicontohkan pada semburan lumpur lapindo.
Apa yang dilakukan oleh pemerintah (pemberian izin konsesi
eksplorasi) bila dilihat dari segi lapisan kesadaran masih berada pada
level kesadaran paling rendah yaitu level kesadaran fisik. Karena
pemerintah mengambil keputusan itu hanya berfikir untuk saat ini saja
tanpa berfikir lebih jauh kedepan tentang hal yang cakupannya lebih
luas tidan hnya pada oriantasi semata.Pemerintah mengambil
keputusan itu tidak menggunakan kesadaran jiwa yang dimilikinya
apalagi kesadaran roh yang lebih tinggi.
c) PT. Lapindo Brantas yang tidak memasang casing dalam proses
pengeboran sumur eksplorasi bila dilihat dari hakekat manusia secara
utuh: Apa yang dilakukan oleh PT. Lapindo Brantas menujukkan bahwa
manusia adalah mahluk yang tidak sempurna, walaupun pengerjaan
pengeboran telah memakai tenaga ahli yang berpengalaman. Tindakan
PT.Lapindo brantas yang memasang casing yang tidak sesuai dengan
spesifikasi, menunjukkan bahwa didalam diri manusia juga terdapat
unsur sifat ketamakan.Karena keinginan untuk memperoleh
kauntungan yang besar dengan menggunakan peralatan yang lebih
murah tanpa memikirkan resiko yang bisa ditimbulkan oleh tindakannya
tersebut.

PENGUSAHA YANG SPIRITUAL

Awalnya Hery Syaefudin (38 Tahun), penasaran melihat situ (danau) di


seputar Depok, Jawa Barat yang dibiarkan menganggur dan ditumbuhi
semak belukar. Ia berpikir, mengapa tidak dimanfaatkan menjadi kawasan
agrowisata berbasis tanaman hias saja? Hery memulainya dari situ
Pengasinngan di kecamatan Sawangan. Dia melihat situ tersebut nyaris
lenyap, bahkan nyaris diuruk menjadi perumahan oleh suatu perusahaan
pengembang. Perusahaan lingkungan dapat dihindari ketika pada tahun
2003 walikota Depok saat itu, Badrul Kamal meminnta Dinas Pertamanan
menggeruk situ/danau seluas 6,5 ha itu sehingga situ pengasingan
tersebut kembali berfungsi. Tahun 2005, Hery membeli tanah seluas
3000 m2 di sekitar situ tersebut dan mengubah serta menata situ
pengasingan menjadi tempat yang sedap dipandang.

Di situ ada kolam ikan, penuh tanaman hias, dan rerumpuan hijau.
Hery kemudian mengajak warga setempat untuk mengembangkan
tanaman hias, memelihara ikan, dan mengelola situ tersebut menjadi
daerah wisata sekaligus daerah yang produktif. Sekarang ada sekitar 500
warga menjadi petani tanaman hias dan sekitar 100 pedagang yang
memiliki kios di sepanjang jalan Bojongsari-Ciputat. Kini, Hery merasa
bangga karena cita-citanya memberdayakan masyarakat sawangan ada
hasilnya. Penghasilan seorang petani tanaman hias di Sawangan
sekarang ini sekitar Rp 15 juta per Bulan.

Pertanyaan:

Bagaimana anda menilai seorang Hery dalam mengelola bisnis tanaman


hias wisata situ diatas bila dilihat dari tingkat kesadaran sebagai manusia,
makna, dan tujuan hidup?

Jawaban:

Bila dilihat dari tingkat kesadaran, Hery berada dalam lapisan


kesadaran Intelegensia (bukan inteleg). Dengan mengambil keputusan
untuk mengelola situ sehingga dapat memberdayakan manusia, membuka
lapangan pekerjaan, mengajarkan kekreatifitas mengelola lingkungan,
menjaga dan merawat lingkungan, dan memunculkan nilai manfaat dari
sebuah lahan. Hal itu menunjukan bahwa Hery adalah orang yang bijak.
Makna dan tujuan hidup Hery terdapat keseimbangan antara kenikmatan
duniawi dan rohani. Kenikmatan duniawi yang didapat oleh Hery dengan
mengelola bisnis wisata Situ adalah dia mendapat keuntungan material,
dia memiliki pekerjaan. Sedangkan kenikmatan rohaninya adalah dia
bangga karena dapat mencapai cita-citanya untuk menciptakan lapangan
kerja untuk warga, khususnya warga Sawangan dan mampu menciptakan
nilai kehidupan lahan. Yang awalnya lahan tersebut terbengkalai, kini
menjadi tempat yang sedap dipandang.

Anda mungkin juga menyukai