KELOMPOK 1 :
ANDIKA MICHAEL KUSUMA (A031191136)
FRANSISCO VALDINO (A031191002)
RECKY REINHARD REYNANTO (A031191175)
RESKY RAMADHAN RUSDI(A031191052)
WANDY SITO ANDILOLO (A031191080)
YUNITA PANGALA (A031191177)
Mari kita panjatkan puji dan syukur kita ke atas hadirat Tuhan Yang Maha
Esa karena izin-Nya, makalah ini dapat terselesaikan. Kami ucapkan terima kasih
kepada orang tua yang telah memberikan semangat dalam mengerjakan makalah
ini.Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen karena telah
membimbing kami untuk menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa
dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu, Kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua yang membacanya.
A. Latar belakang
Akuntan publik dalam melaksanakan pemeriksaan akuntan, memperoleh
kepercayaan dari klien dan para pemakai laporan keuangan untuk membuktikan
kewajaran laporan keuangan yang disusun dan disajikan oleh klien. Profesi akuntan
publik akan selalu berhadapan dengan dilema yang mengakibatkan seorang akuntan
publik berada pada dua pilihan yang bertentangan. Seorang akuntan publik akan
mengalami suatu dilema ketika tidak terjadi kesepakatan dengan klien mengenai beberapa
aspek dan tujuan pemeriksaan. Apabila akuntan publik memenuhi tuntutan klien berarti
akan melanggar standar pemeriksaan, etika profesi dan komitmen akuntan publik tersebut
terhadap profesinya, tetapi apabila tidak memenuhi tuntutan klien maka dikhawatirkan
akan berakibat pada penghentian penugasan oleh klien. Kode etik akuntan indonesia
dalam pasal 1 ayat (2) adalah berisi tentang setiap anggota harus mempertahankan
integritas dan objektifitas dalam melaksanakan tugasnya tentang kualitas atau mutu jasa
yang diberikan.
Pelanggaran-pelanggaran seakan menjadi titik tolak bagi masyarakat pemakai
jasa profesi akuntan publik untuk menuntut mereka bekerja secara lebih profesional
dengan mengedepankan integritas diri dan profesinya sehingga hasil laporannya benar-
benar adil dan transparan. Hal ini semakin mempengaruhi kepercayaan terhadap profesi
akuntan dan masyarakat semakin menyangsikan komitmen akuntan terhadap kode etik
profesinya. Hal ini seharusnya tidak perlu terjadi atau dapat diatasi apabila setiap akuntan
mempunyai pemahaman, pengetahuan dan menerapkan etika secara memadai dalam
pekerjaan profesionalnya.
Seorang auditor dalam melaksanakan tugasnya memperoleh kepercayaan
dari klien dan para pemakai laporan keuangan untuk membuktikan kewajaran laporan
keuangan yang disusun dan disajikan oleh klien. Klien dapat mempunyai kepentingan
yang berbeda, dan mungkin saja bertentangan dengan kepentingan para pemakai laporan
keuangan. Demikian pula, kepentingan pemakai laporan keuangan yang satu mungkin
berbeda dengan pemakai lainnya. Oleh karena itu, dalam memberikan pendapat mengenai
kewajaran laporan keuangan yang diperiksa, auditor harus bersikap independen terhadap
kepentingan klien, pemakai laporan keuangan, maupun kepentingan akuntan publik itu
sendiri.
Independensi merupakan sikap mental, yang berarti adanya kejujuran di dalam
diri akuntan dalam mempertimbangkan fakta-fakta dan adanya pertimbangan yang
obyektif tidak memihak di dalam diri akuntan dalam menyatakan pendapatnya. Serta
Independensi penampilan berhubungan dengan persepsi masyarakat terhadap
independensi akuntan publik, serta berpengaruh terhadap loyalitas seorang auditor dalam
menjalankan tugas profesinya.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Etika Profesi Akuntan?
2. Apa saja Teori Etika?
3. Apa sajakah prinsip-prinsip Etika Profesi Akuntan?
1. Pengertian Etika
Etika berasal dari kata Yunani ethos,yang dalam bentuk jamaknya (ta etha) berarti
‘adat istiadat’ atau ‘kebiasaan’. Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, pada
diri seseorang maupun pada suatu masyarakat atau kelompok masyarakat. Ini berarti etika
berkaitan dengan nilai – nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik, dan
segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang yang lain atau dari
satu generasi ke generasi yang lain. Pengertian etika ini persis sama dengan pengertian
moralitas. Moralitas berasal dari kata Latin mos, yang dalam bentuk jamaknya (mores)
berarti ‘adat istiadat’ atau ‘kebiasaan’. Jadi, dalam pengertian ini secara harfiah, etika dan
moralitas sama – sama berarti sistem nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik
sebagai manusia yang telah diinstitusionalisasikan dalam sebuah adat kebiasaan yang
kemudian terwujud dalam pola perilaku yang ajek dan terulang dalam kurun waktu yang
lama sebagaimana laiknya sebuah kebiasaan.
Kata-kata etika dan moral memiliki beberapa makna. Kamus Webster colliagate
memberikan empat dasar makna kata etika :
Disiplin yang berurusan dengan apa baik dan buruk dan moral tugas serta kewajiban.
Seperangkat prinsip-prinsip atau nilai-nilai moral.
Sebuah teori atau sistem nilai-nilai moral.
Prinsip-prinsip perilaku yang mengatur seorang individu atau kelompok.
Etika Profesi Akuntansi yaitu suatu ilmu yang membahas perilaku perbuatan baik
dan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia terhadap pekerjaan
yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus sebagai
Akuntan. Etika (Yunani Kuno: “ethikos“, berarti “timbul dari kebiasaan”) adalah sebuah
sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas
yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan
penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Secara
metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika
memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah
etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku
manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku
manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut
baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.
B. Teori Etika
Berdasarkan buku Ronald Duska dan Brenda Shay teori etika dibagi atas beberapa bagian
yaitu :
Egoisme
Egoisme adalah cara untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang
menguntungkan bagi dirinya sendiri, dan umumnya memiliki pendapat untuk
meningkatkan citra pribadi seseorang dan pentingnya - intelektual, fisik, sosial dan
lainnya. Egoisme ini tidak memandang kepedulian terhadap orang lain maupun orang
banyak pada umunya dan hanya memikirkan diri sendiri. Egois ini memiliki rasa yang
luar biasa dari sentralitas dari 'Aku adalah':. Kualitas pribadi mereka Egotisme berarti
menempatkan diri pada inti dunia seseorang tanpa kepedulian terhadap orang lain,
termasuk yang dicintai atau dianggap sebagai "dekat," dalam lain hal kecuali yang
ditetapkan oleh egois itu.
Utilitarianisme
Berasal dari bahasa latin utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu
perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan
saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Dalam rangka pemikiran
utilitarianisme, kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan
adalah “the greatest happiness of the greatest number”, kebahagiaan terbesar dari jumlah
orang yang terbesar.
Kant dan Deontologi
Ross termasuk dalam kelompok ahli teori etika yang berpendapat bahwa ada masalah
etika dengan tindakan itu sendiri yang melarang tindakan tersebut, terlepas dari
konsekuensinya. Para ahli teori ini disebut deontologis. Deontologist berasal dari kata
Yunani “deontos,” yang berarti “apa yang harus dilakukan. “Kadang-kadang
diterjemahkan sebagai "kewajiban" atau "tugas. Ahli deontologi terkemuka adalah filsuf
abad ke-18 Immanuel Kant. Kant mendahului Bentham dan Mill utilitarianis, jadi dia
tidak langsung mengonfrontasi teori mereka. Namun, jika kita menerapkan prinsip-
prinsipnya pada utilitarianisme, mereka akan menunjukkannya sebagai teori yang salah
arah karena gagal mempertimbangkan salah satu ciri tindakan moral - motif moral. Kita
dapat menggambarkannya sebagai rasa kewajiban moral dan membandingkannya dengan
kecenderungan atau keinginan. Menurut Kant, jika Anda bertindak hanya karena
kecenderungan atau keinginan, Anda sama sekali tidak bertindak secara moral.
Etika Deontologis
Etika deontologi adalah sebuah istilah yang berasal dari kata Yunani ‘deon’ yang berarti
kewajiban dan ‘logos’ berarti ilmu atau teori. Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan
itu harus ditolak sebagai keburukan, deontologi menjawab, ‘karena perbuatan pertama
menjadi kewajiban kita dan karena perbuatan kedua dilarang’.Sejalan dengan itu,
menurut etika deontologi, suatu tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan apakah
tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Karena bagi etika deontologi yang
menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban. Atau dengan kata lain suatu
tindakan dianggap baik karena tindakan itu memang baik pada dirinya sendiri, sehingga
merupakan kewajiban yang harus kita lakukan. Sebaliknya, suatu tindakan dinilai buruk
secara moral sehingga tidak menjadi kewajiban untuk kita lakukan. Bersikap adil adalah
tindakan yang baik, dan sudah kewajiban kita untuk bertindak demikian. Sebaliknya,
pelanggaran terhadap hak orang lain atau mencurangi orang lain adalah tindakan yang
buruk pada dirinya sendiri sehingga wajib dihindari.Contoh kasus dari etika
deontologi: Jika seseorang diberi tugas dan melaksanakannya sesuai dengan tugas maka
itu dianggap benar, sedang dikatakan salah jika tidak melaksanakan tugas.
Imperatif Kategoris
Imperatif kategoris adalah perintah yang mengatakan apa yang harus dilakukan dari sudut
pandang alasan murni semata; sesuatu dikatakan kategoris karena apa yang diperintahkan
dari perspektif alasan murni tidak bergantung pada keadaan yang masuk akal dan selalu
membawa nilai utama. Imperatif kategoris ini merupakan prinsip yang mendasari
tindakan etis dalam filsafat Immanuel Kant. Sebagai kriterium, apakah sebuah tindakan
itu bisa dianggap baik secara moral, akan ditanyakan, apakah tindakan ini mengikuti
sebuah maksim, yang mana keberlakuannya bisa diterima kapan saja tanpa perkecualian
untuk semua orang dan apakah orang-orang yang terkait tidak hanya dianggap sebagai
sarana belaka untuk mencapai tujuan
Etika Keutamaan (Virtue ethics theory)
Merupakan konsep yang dikeluarkan oleh The Greek Philosopher Aristotle’s terhadap
keyakinannya pada konsep karakter individu yang menyatakan bahwa “…individual
character and integrity established a concept of living your life according to a
commitment to the achievement of a clear deal – what person would i like to become and
how do I go about becoming that person”.
Teori keutamaan tersebut menjadi dasar dalam pengambilan hipotesis bahwa
konsep perilaku yang diterapkan oleh auditor akan memberikan pengaruh terhadap
kinerja yang mereka laksanakan karena mengaitkan karakter individu yang berkomitmen
dalam profesi yang mereka lakukan. Hubungan antara komitmen seorang auditor terhadap
tujuan organisasinya dengan keberhasilan kinerja dikutip dalam Wati dkk (2010) bahwa
keberhasilan dan kinerja dalam suatu bidang pekerjaan sangat ditentukan oleh
profesionalisme terhadap bidang yang ditekuninya, sehingga profesionalisme sendiri
harus ditunjang dengan komitmen seseorang terhadap organisasinya.
Teori ini memiliki keterbatasan dari sudut pandang tiap pihak atau dengan kata
lain, setiap pihak / kelompok tidak lepas dari kepemilikan nilai-nilai keutamaan yang
berbeda sesuai dengan sudut pandang masing-masing, kecuali dengan ditetapkannya
sebuah konsep acuan untuk organisasi yang dapat menyelaraskan nilai-nilai keutamaan
bagi pihak yang berada di dalamnya. Oleh karena hal tersebut, maka auditor internal
pemerintah yang sebagai APIP memiliki konsep tertulis untuk pelaksanaan butiran
perilaku yang harus mereka jadikan dasar dalam segala tindakan selama mengerjakan
profesi audit. Konsep tertuli tersebut terdapat dalam kode etik yang merupakan
pernyataan tentang prinsip moral dan nilai yang digunakan auditor sebagai pedoman
tingkah laku dalam melaksanakan pengawasan, Standar Audit APIP (2008).
Konsep perilaku yang dirumuskan dalam Kode Etik APIP terdapat enam, yaitu
integritas, objektivitas, kerahasiaan, kompetensi akuntabel dan perilaku professional
sebagai sebuah komitmen akan dapat memengaruhi kinerja dari seorang auditor dalam
menjalankan profesinya, sehingga teori ini dapat diterima.
B. Saran
Harapan besar kami tertuang pada orang-orang yang membaca makalah ini,
semoga bisa dijadikan sebagai sumber referensi utama maupun tambahan. Dan semoga
dengan adanya pengetahuan dari makalah ini dapat meningkatkan kualitas kerja dimasa
yang akan datang untuk bias berkerja dan menghasilkan karya ilmiah ataupun makalah
yang berkualitas dan mempunya dasar nilai dan pengetahuan yang tinggi.
Referensi :
Sukrisno Agoes. 1996. Penegakkan Kode Etik Akuntan Indonesia. Makalah dalam
Konvensi Nasional Akuntansi III. IAI.
https://www.academia.edu/8208021/Brooks_Bab_2_PERILAKU_ETIKA_BISNIS_Prila
ku_Etika_Bisnis
http://yonayoa.blogspot.co.id/2012/10/etika-governance_20.html