Oleh:
Kelompok 5
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang
kasus dan solusi penyimpangan etika dalam bidang Akuntansi Manajemen ini meskipun
banyak kekurangan didalamnya.
Penulisan Makalah ini tidak lepas dari dukungan, bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada Ibu Rima Sundari, SE., M.Ak., CA. selaku dosen mata kuliah
Kapita Selekta yang telah memberikan bimbingan untuk menyelesaikan makalah ini, kedua
orang tua penulis, teman-teman D3 Akuntansi 3C Politeknik Pos Indonesia, serta semua
pihak yang telah memberikan dukungan dan nasehat-nasehatnya dalam penyelesaian makalah
ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai kasus dan solusi penyimpangan etika dalam bidang
Akuntansi Manajemen. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik dan saran demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
Kesimpulan ......22
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Toshiba dibentuk pada tahun 1939, merupakan hasil usaha dari perniagaan. Tokyo
Denki adalah perniagaan yang bergerak dibidang consumer goods dan perusahaan mesin
Shibaura Seisakusho diambil dari huruf depan dari perusahaan TO dan SHIBa maka
lahirlah nama Toshiba. Pada tahun 1984 perusahaan itu resmi berubah menjadi Toshiba
Corporation. Group ini makin kuat melalui pertumbuhan internal dan melalui akuisisi
perusahaan mereka alat berat dan perusahaan industri primer pada 1940-an dan 1950-an.
Kemudian pada 1970-an dan seterusnya, anak perusahaan mulai didirikan, yaitu group
Toshiba Lighting & Teknologi (1989), Toshiba Carrier Corporation (1999), Toshiba
Elevator & Building System Corp (2001), Toshiba Solutions Corp (2003), Toshiba
Medical Systems Corp (2003) dan Toshiba Materials Co Ltd (2003). Tahun 2009, Toshiba
merupakan perusahaan komputer terbesar kelima di dunia, di bawah Hewlett-Packard dari
AS, Dell dari AS, Acer dari Taiwan, dan Lenovo dari China.
Toshiba Corporation adalah salah satu perusahaan diversifikasi produsen dan
pemasar produk digital, perangkat elektronik dan komponen, sistem infrastruktur sosial
dan Home appliances. Sebagai pendiri dan inovator terkemuka dalam komputasi portabel
dan produk-produk jaringan, Perusahaan ini bermarkas di Tokyo, Jepang. Selain itu
perusahaan ini merupakan perusahaan elektronik terbesar di dunia . Toshiba saat ini
kebanyakan buatan RRC. Toshiba mulai mengeluarkan hasil produksinya yaitu notebook,
PC, dan PC server untuk rumah, pejabat dan pengguna telefon. Toshiba Qosmio
Notebook PC adalah komputer yang berkemampuan dan lengkap. Sementara itu,ia juga
tipis dan Ringan untuk memudahkan manusia untuk membawa kemana mana.
Mr. Sasaki, yang menjadi chief executive pada tahun 2009, berusaha untuk
meningkatkan bobot infrastruktur yang dimiliki Toshiba, yang terdiri dari utamanya
operasional pembangkit listrik dan termasuk juga persediaan air dan sistem per-keretaapi-
an. Dengan melakukan itu, Toshiba mengurangi ketergantungannya pada bisnis memory
chip yang kuat, dimana termasuk Apple Inc. sebagai salah satu kliennya. Tantangan
terbesar adalah Toshiba mencoba untuk memperbaiki profil keuangannya sekaligus juga
melakukan investasi untuk pertumbuhan ke depan. Ini adalah tindakan yang
menyeimbangkan (balancing act).
Suatu produk tidak akan dibeli bahkan dikenal apabila konsumen tidak
mengetahui kegunaannya, keunggulannya, dimana produk dapat diperoJeh dan berapa
harganya. Untuk itulah konsumen yang menjadi sasaran produk atau jasa perusahaan
perlu diberikan informasi yang jelas. Maka peranan promosi berguna untuk:
Profil Toshiba
Para akuntan manajemen dituntut untuk bertindak jujur, terpercaya dan etis. Hal
ini dikarenakan akuntan manajemen memiliki peran penting dalam menunjang
tercapainya tujuan perusahaan, dimana tujuan tersebut harus dicapai melalui cara yang
legal dan etis. Chartered Institute of Management Accountants (CIMA) menyatakan
bahwa seorang akuntan manajemen harus mampu menerapkan pengetahuan profesional
dan keterampilannya dalam penyusunan dan penyajian informasi keputusan keuangan dan
lainnya, yang berorientasi sedemikian rupa untuk dapat membantu manajemen dalam
merumuskan kebijakan, perencanaan, dan pengendalian pelaksanaan pengoperasian.
Pengetahuan dan pengalaman akuntansi manajemen dapat diperoleh dari berbagai bidang
dan fungsi dalam suatu organisasi seperti manajemen informasi, perbendaharaan, audit
efisiensi, pemasaran, penilaian, penetapan harga, logistik, dan lainnya.
Manajemen Risiko. Berkontribusi untuk membuat kerangka kerja dan praktik untuk
mengidentifikasi, mengukur, mengelola dan melaporkan risiko untuk mencapai tujuan
organisasi.
1. Kompetensi
Melakukan tugas sesuai dengan hukum, peraturan dan standar teknis yang
berlaku.
Mampu menyiapkan laporan yang lengkap, jelas, dengan informasi yang relevan
serta dapat diandalkan.
2. Kerahasiaan (Confidentiality)
3. Integritas (Integrity)
Mengharuskan untuk menghindari conflicts of interest, menghindari
kegiatan yang dapat menimbulkan prasangka terhadap kemampuan mereka dalam
menjunjung etika. Praktisi manajemen akuntansi dan manajemen keuangan memiliki
tanggung jawab untuk:
Menghindari adanya konflik akrual dan menyarankan semua pihak agar terhindar
dari potensi konflik.
Menahan diri dari agar tidak terlibat dalam kegiatan apapun yang akan
mengurangi kemampuan mereka dalam menjalankan tigas secara etis.
Menolak berbagai hadiah, bantuan, atau bentuk sogokan lain yang dapat
mempengaruhi tindakan mereka.
Menahan diri dari aktivitas negati yang dapat menghalangi dalam pencapaian
tujuan organisasi.
Mampu mengenali dan mengatasi keterbatasan profesional atau kendala lain yang
dapat menghalagi penilaian tanggung jawab kinerja dari suatu kegiatan.
Menahan diri agar tidak terlibat dalam aktivitas apapun yang akan
mendiskreditkan profesi.
4. Objektivitas (Objectifity)
Toshiba telah berkiprah dalam industry teknologi di seluruh dunia sejak tahun
1875, itu artinya selama 140 tahun Toshiba telah mampu mencuri hati masyarakat di
seluruh dunia dengan produk yang berkualitas, brand image yang tangguh, dan layanan
pelanggan yang excellent. Reputasi yang bagus itu kini hancur berantakan hanya
karena pressure yang sangat tinggi untuk memenuhi target performance unit.
Kasus ini bermula atas inisiatif Pemerintahan Perdana Menteri Abe yang
mendorong transparansi yang lebih besar di perusahaan-perusahaan Jepang untuk
menarik lebih banyak investasi asing. Atas saran pemerintah tersebut, Toshiba menyewa
panel independen yang terdiri dari para akuntan dan pengacara untuk menyelidiki
masalah transparansi di Perusahaannya. Betapa mengejutkannya bahwa dalam laporan
300 halaman yang diterbitkan panel independen tersebut mengatakan bahwa tiga direksi
telah berperan aktif dalam menggelembungkan laba usaha Toshiba sebesar 151,8 miliar
(setara dengan Rp 15,85 triliun) sejak tahun 2008.
Panel yang dipimpin oleh mantan jaksa top di Jepang itu, mengatakan bahwa
eksekutif perusahaan telah menekan unit bisnis perusahaan, mulai dari unit personal
computer sampai ke unit semikonduktor dan reaktor nuklir untuk mencapai target laba
yang tidak realistis. Manajemen biasanya mengeluarkan tantangan target yang besar itu
sebelum akhir kuartal/tahun fiskal. Hal ini mendorong kepala unit bisnis untuk
menggoreng catatan akuntansinya. Laporan itu juga mengatakan bahwa penyalahgunaan
prosedur akuntansi secara terus-menerus dilakukan sebagai kebijakan resmi dari
manajemen, dan tidak mungkin bagi siapa pun untuk melawannya, sesuai dengan budaya
perusahaan Toshiba.
Akibat laporan ini CEO Toshiba, Hisao Tanaka, mengundurkan diri, disusul
keesokan harinya pengunduran diri wakil CEO Toshiba, Norio Sasaki. Selain itu
Atsutoshi Nishida, chief executive dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 yang
sekarang menjadi penasihat Toshiba juga mengundurkan diri. Panel tersebut mengatakan
bahwa Tanaka dan Sasaki tidak mungkin tidak tahu atas praktik penggorengan laporan
keuangan ini. Penggorengan ini pasti dilakukan secara sistematis dan disengaja.
Saham Toshiba turun sekitar 20% sejak awal April ketika isu akuntansi ini
terungkap. Nilai pasar perusahaan ini hilang sekitar 1,67 triliun (setara dengan RP174
triliun). Badan Pengawas Pasar Modal Jepang kemungkinan akan memberikan hukuman
pada Toshiba atas penyimpangan akuntansi tersebut dalam waktu dekat ini.
Dalam kasusnya, Hisao Tanaka adalah seorang yang telah menjabat di toshiba
sebagai Presiden Eksekutif dan Chief Executive Officer (CEO). Perusahaan toshiba
sendiri sudah berdiri selama 140 tahun namun hancur begitu saja dikarnakan perilaku
etika yang tidak baik yang dilakukan tanaka, karena pangkat yang tinggi dan mempunyai
kewenangan atas data yang diberikan untuk di laporkan namun menyalah gunakan data
tersebut untuk mendapatkan keuntungan dalam perusahaan dikarenakan target yang tidak
tercapai. Ia bertanggung jawab atas perbuatannya dengan cara mengundurkan diri dari
jabatannya pada tanggal 21 juni 2015 dengan kasus toshiba yang melebihkan keuntungan
senilai US$ 1,2 Miliar untuk menutupi yang kurang dalam pencapaian target dikarenakan
pressure yang sangat tinggi untuk memenuhi target performance unit tidak dapat sesuai
target yang diharapkan sehingga terlihat adanya angka besar dilaporan tersebut sebagai
keuntungan yang didapat oleh perusahaan demi menghindari dari kebangkrutan.
Tidak hanya Hisao Tanaka selaku Presiden dan CEO yang mengundurkan diri,
pihak lain yang terlibat pada kasus ini seperti wakil CEO toshiba yaitu Norio Sasaki dan
Atsutoshi Nishida selaku Chief Executive yang sekarang menjadi penasihat toshiba juga
mengundurkan diri. Tanaka dan Sasaki ditekan divisi bisnis untuk memenuhi target yang
tinggi sehingga mereka melebihi laba dan menenunda pelaporan kerugian, mereka
merancang laporan ini agar sulit diketahui oleh auditor. Investigasi independen
sebenernya menemukan bahwa pihak manajemen berbohong mengenai jumlah
keuntungan yang mereka dapatkan selama lebih dari 6 tahun karena ingin memenuhi
target internal perusahaan setelah terjadi krisis finansial tujuh tahun lalu. Akibat
tindakannya yang dipandang negatif itu toshiba akan dijatuhkan denda senilai 300-400
miliar yen karena kasus ini dan toshiba pun berencana untuk menjual properti dan aset
lain mereka untuk menstabilkan neraca keuangan mereka.
Target yang terlalu tinggi, dan tekanan atas pencapaian target tersebutlah yang
menyebabkan skandal ini terjadi. Dalam akuntansi manajemen, hal ini disebut dengan
akuntansi pertanggungjawaban, yaitu bagaimana kepala unit bisnis melaporkan
pencapaian kinerjanya atas tanggung jawab yang diberikan manajemen puncak
perusahaan kepadanya.Tidak ada yang salah sebenarnya dalam praktik akuntansi
pertanggungjawaban ini, malah dianjurkan untuk menciptakan kinerja yang lebih baik,
namun kesalahannya terletak pada tumpuan penilaian kinerja semata-mata hanya pada sisi
kinerja keuangan. Meskipun kita mengenal ada empat perspektif kinerja dalam balance
score card(keuangan, pelanggan, proses bisnis internal dan pertumbuhan dan
pembelajaran), namun dalam kenyataannya tetap perspektif keuangan selalu yang
didewakan.
Praktik ini sebenarnya normal terjadi, namun tekanan dan punishment dari atasan
agar target tercapai itulah yang membuat unit bisnis mengakali laporannya. Cara
gampangnya adalah dengan memberikan laporan yang salah alias laporan ABS (Asal
Bapak Senang) seperti pada kasus Toshiba ini.
February 12, skandal kasus toshiba dimulai dari adanya investigasi mengenai
metodelogi akuntansi oleh SESC (Securities and Exchange Surveillance Commision).
13 Mei - kemungkinan turunnya laba operasi selama tiga tahun sampai Maret 2014
setidaknya 50 miliar yen.
15 Mei - meluncurkan komite independen yang dipimpin oleh mantan jaksa untuk
memperluas penyelidikan.
12 Juni investigasi internal menemukan adanya pencatatan yang tidak tepat sebesar
3,6 miliar yen. Penyelidikan itu, berjalan sejajar dengan penyelidikan pihak ketiga,
ditemukan 12 kasus penyimpangan, termasuk tidak membuat ketentuan untuk kontrak
dibatalkan, menunda pencatatan biaya dan meremehkan biaya bahan.
25 Juni - CEO mengatakan dapat menunjuk lebih anggota dewan luar untuk
meningkatkan pengawasan rekening.
Perilaku etika bisnis pada kasus skandal akuntansi thosiba yang dilakukan CEO
dan presiden tanaka tahun 2015 dengan penyimpangan pencatatan keuntungan
perusahaan sebesar 1,2 miliar dollar AS ini mencerminkan perilaku yang kurang baik.
Dilihat dari etika pada kasus ini adanya tindakan kecurangan dalam pembuatan laporan
keuangan dengan begitu mudahnya mereka menaikan laba operasional. Hal ini karena
adanya keinginan tanaka untuk membuat perusahaan seakan-akan sudah memenuhi
performance unit yang sesuai dengan target dan seakan - akan tidak terlihat bahwa ada
target yang tidak tercapai. Seharusnya Tanaka memikirkan kembali apa yang
dilakukannya salah atau benar karena akibatnya membuat banyak pihak yang kecewa
bahkan dirinya sendiri akan mendapatkan kerugian.
Dalam kasus ini pihak auditor yang kurang berhati-hati saat mengaudit
laporannya dan pihak direksi seharusnya lebih bisa berhati-hati lagi untuk tidak
melakukan kecurangan menutupi kerugian karena tindakan tersebut merugikan
banyak pihak seperti hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan maupun
profesinya sendiri.
2. Kepentingan Publik
Pada kasus hisao tanaka kurangnya pelayanan publik dan tidak adanya
komitmen pada profesi yang menunjukkan sikap profesionalisme, untuk menjaga
sikap profesionalisme yang baik seorang CEO dan presiden seharusnya mempunyai
sikap yang bertanggung jawab dan jujur, dan sebagai auditor harus lebih bisa teliti
agar tercipta laporan keuangan yang lebih accountable, good corporate govermance,
dan akan mendapatkan kepercayaan para stake holder.
3. Integritas
Integritas mengharuskan para pihak untuk bersikap jujur dan berterus terang
tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Tidak adanya kejujuran pada kasus
ini walaupun niatnya baik untuk melindungi perusahaan dari kerugiaan namun cara
presiden itu salah.
4. Kompetensi Dan Kehati-Hatian Profesional
Pada kasus ini penyajian laporan keuangan seharusnya mempunyai sikap
kehati-hatian dalam menyajikan laporan keuangan.
5. Perilaku Profesional
Sebagai presiden dan CEO hisao hataka seharusnya berprilaku konsisen sesuai
reputasi profesinya dengan baik dan menjauhi tindakan yang seharusnya tidak boleh
dilakukan, namun pada kasus ini hataka bertanggung jawab dengan mengundurkan
diri dikarenakan kesalahannya.
2.6 Solusi
1. Pengendalian Diri
Dilihat dari pengembangan tanggung jawab sosialnya, para pihak yang terkait
dalam penyimpangan pencatatan ini tidak dapat memegang tanggung jawab sosialnya
yang telah diberikan masyarakat kepada perusahaan toshiba karena hanya
mementingkan dirinya pribadi sehingga berani melakukan penyimpangan pencatatan
keuntungan pada perusahaan.
Pada kasus ini Hasao Tanaka tidak memikirkan karir yang dimiliki toshiba
selama 140 tahun yang dpercaya banyak masyarakat bahkan karir untuk pelakunya
sendiri pun tidak memikirkan nantinya bagaimana dimasa yang akan datang, mereka
hanya melihat masalah sekarang yang terpenting terselesaikan walaupun dengan cara
yang salah.
Pada kasus ini CEO dan Presiden Hisao Tanaka memanipulasi data toshiba
dikarenakan persyaratan untuk memenuhi performance unit yang tidak bisa terpenuhi,
Maka dari itu CEO dan Presiden Hisao Tanaka bekerja sama untuk memanipulasi data
laporan keuangan dan memaksakan diri untuk mencapai profit yang tinggi, tanpa
memandang benar atau salah cara yang dilakukannya.
7. Konsekuen dan Konsisten Dengan Aturan Main Yang Telah Disepakati Bersama
Pada kasus ini tidak adanya etika bisnis yang konsekuen dan konsisten dari
para pihak karena CEO dan presiden Hisao Tanaka sudah melakukan kecurangan
demi kepentingan pribadi walaupun tujuannya baik untuk menyelamatkan perusahaan
toshiba dari performance unit yang tidak terpenuhi.
Apabila pada kasus ini para pihak yang terkait mempunyai kesadaran bahwa
dirinya ikut andil dalam perusahaan untuk memajukan dan mematuhi apa yang telah
disepakati, maka akan menghasilkan profit seperti yang ditargetkan dan tetap akan
mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.
9. Perlu Adanya Sebagian Etika Bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang
berupa peraturan perundang-undangan
Dalam setiap profesi pasti memiliki aturan atau pedoman yang harus di patuhi.
Pada kasus ini para pihak yang bersalah mungkin belum telalu mengenal etika bisnis
yang baik jadi mereka belum paham dengan aturan dan pedoman yang telah
ditetapkan, sehingga apa yang dilakukan mereka menurutnya hanyalah hal biasa dan
tidaknya ketegasan aturan yang ada maka banyak orang yang melakukan terus
menurus kesalahan pada kasus ini.
Kasus akuntansi Toshiba ini tidak akan mungkin muncul ke permukaan, jika
komisaris (Chairman) Toshiba tidak melakukan inistiatif membentuk panel independen
ini, artinya jika dengan pengawasan biasa saja (internal audit atau komite audit), hal ini
pasti tidak terdeteksi. Demikian juga peran OJK nya Jepang yang tidak mampu
mendeteksi kasus ini, dengan beranekaragam regulasi yang dikeluarkan OJK ternyata
masih belum mampu mencegah terjadinya praktik kecurangan akuntansi pada perusahaan
terdaftar di bursa, ini juga patut dipertanyakan.
Hal yang sama terjadi juga pada eksternal auditor Toshiba yang juga tidak mampu
menemukan kecurangan akuntansi ini. Audit independen saja tidak mampu
menemukannya bagaimana dengan internal audit atau OJK? Perlu dipikirkan cara baru
pengawasan untuk mencegah hal ini terulang lagi, mungkin semacam inspeksi dari
komisaris perusahaan atau dari regulator (jika perusahaan terbuka). Inpeksi atau
pemeriksaan khusus bisa dilakukan kapan saja dengan waktu yang tidak tentu.
Pemeriksaan khusus (inpeksi) ini harus dituangkan dalam peraturan resmi (peraturan OJK
atau peraturan pemerintah) agar semua perusahaan melakukannya secara bersama,
termasuk didalamnya siapa yang menanggung biaya inspeksi ini. Dengan penerapan
pengawasan berlapis ini tentunya akan tercipta laporan keuangan yang
lebih accountable, good corporate governance, dan tentunya kepercayaan para stake
holder (termasuk didalamnya investor) akan semakin tinggi.
Penyelesaian kasus ini terjadi setelah berjuang selama 4 bulan secara terus
menerus dengan kembali ke meja perundingan, akhirnya tercapai penyelesaian dengan
diterimanya kembali 697 pekerja, kecuali 15 pimpinan local union.Perselisihan industri
Toshiba akhirnya diputuskan pada tanggal 22 Agustus setelah beberapa lama berjuang
dan bernegosiasi.
Setelah IMF dan afiliasinya berusaha untuk melawan induk manajemen toshiba,
sebuah terobosan berhasil dilakukan ketika delegasi IMF-JC, Denki-Rengo dan Serikat
Pekerja Toshiba Jepang datang di Jakarta pada 23 Juli dan membujuk manajemen untuk
bernegosiasi dengan serikat pekerja atas dasar saling percaya.
Seluruh 697 pekerja, kecuali pimpinan serikat pekerja segera dipekerjakan kembali.
Seluruh pimpinan serikat pekerja diminta resign dengan kompensasi yang setimpal.
Komite serikat pekerja yang baru akan dipilih dan dipercaya untuk mengumpulkan
kembali collective bargaining untuk membuat perjanjian kerja yang baru.
Persetujuannya berisi bahwa Aghni Dhamayanti, Ketua Serikat Pekerja/anggota
Komite Eksekutif IMF, dan Vonny Diananto, Senior Vice Presiden FSPMI akan
kehilangan pekerjaan/jabatannya bersama 13 pimpinan serikat pekerja yang lain.
Keduanya, Vonny dan Aghni akan bekerja sebagai FSPMI officer termasuk bekerja
dengan serikat pekerja yang baru dibentuk di perusahaan toshiba untuk mendorong
kepemimpinan yang baru akan dibentuk.
Pada bulan Juli IMF mengumpulkan dana bagi pekerja dimana IMF secara
bermurah hati memberikan kontribusinya. Dengan kontribusi ini FSPMI mampu
memberikan tiga kali makan sehari bagi pekerja dan keluarganya dan membayar biaya
perobatan bagi mereka.
Perusahaan Toshiba ini sudah dilaporkan ke pengadilan dan dituntut oleh sekitar
15 grup dan individual sejak pertama kali mengakui adanya kesalahan perhitungan
akuntansi, yang dilakukan sejak 2008. Salah satu lembaga yang menuntut Toshiba adalah
lembaga pensiun Jepang, GPIF. Lembaga ini bahkan memiliki saham di Toshiba untuk
mendorong return-nya. Pelaporan oleh sejumlah investor tersebut merupakan jumlah
tuntutan terbesar. Sebelumnya, semua tuntutan kompensasi ke Toshiba jumlahnya hanya
15,3 miliar yen saja.
Pabrikan elektronik asal Jepang, Toshiba, memproyeksikan kerugian mencapai 4,5
miliar dollar AS (sekitar Rp 60 triliun) pada tahun ini, seiring dengan terbongkarnya
kasus skandal akuntansi. Sebagaimana dikutip dari CNN Money, Selasa (22/12/2015),
kerugian tersebut lebih besar dari yang diperkirakan para analis, dan mencapai enam kali
lipat dari kerugian yang dibukukan pada paruh pertama tahun ini sebesar 90,5 miliar yen
atau 734 juta dollar AS.
Kerugian terbesar muncul dari biaya restrukturisasi. Hal lain yang juga
menyumbang kerugian perseroan adalah buruknya kinerja divisi energi dan elektronik,
serta besarnya pajak yang harus dibayar. Perusahaan Toshiba telah memangkas sekitar
6.800 karyawan yang berada pada divisi elektronik konsumer pada akhir Maret serta
memberhentikan 1.000 karyawan yang bekerja di kantor pusat.
Langkah lain yang ditempuh adalah menutup bisnis audio visual di berbagai
negara kecuali di Jepang serta fokus pada lisensi merek yang ada di luar negeri.
Pada perdagangan kemarin saham Toshiba anjlok hingga 10 persen sebagai bentuk
antisipasi investor terhadap rencana reorganisasi perusahaan. Saat ini Perusahaan Toshiba
tengah berjuang untuk memulihkan kepercayaan, pasca-terbongkarnya skandal akuntansi
berupa penggelembungkan keuntungan perusahaan.Saham perusahaan telah turun hingga
50 persen sepanjang tahun ini dan memaksa CEO Toshiba Hisao Tanaka mengundurkan
diri pada Juli silam.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kasus Toshiba bukanlah yang pertama di Jepang atau dunia. Toshiba melakukan
berbagai cara baik mengakui pendapatan lebih awal atau menunda pengakuan biaya pada
periode tertentu namun dengan metode yang menurut investigator tidak sesuai dengan
prinsip akuntansi. Seperti kesalahan penggunaan percentage of completionuntuk
pengakuan pendapatan proyek, cash based ketika penggunaan provisi yang seharusnya
dengan metode akrual memaksa supplier menunda penerbitan tagihan meski pekerjaan
sudah selesai. Manajemen biasanya mengeluarkan tantangan target yang besar itu
sebelum akhir kuartal/tahun fiskal.
Hal ini mendorong kepala unit bisnis untuk menggoreng catatan akuntansinya.
Laporan itu juga mengatakan bahwa penyalahgunaan prosedur akuntansi secara terus-
menerus dilakukan sebagai kebijakan resmi dari manajemen. Scandal ini juga disebabkan
oleh budaya PT. Toshiba yang kurang baik tidak bisa melawan atasan. Maksudnya
melawan adalah koreksi atas kesalahan manajemen mengambil keputusan. Dari sini lah
karyawan PT. Toshiba meng-akal-akali laporan keuangan agar terlihat profit, padahal
tidak mencerminkan keuangan yang sebenarnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://budhanandamunidewi.blogspot.co.id/2014/07/seputar-akuntansi-manajemen-praktik-
dan.html
https://fannyanisha.wordpress.com/2015/12/25/etika-dalam-akuntansi-keuangan-dan-
akuntansi-manajemen/
http://finansial.bisnis.com/read/20150721/9/455185/toshiba-diguncang-skandal-akuntansi-
senilai-us12-miliar
http://profil.merdeka.com/mancanegara/t/toshiba/
https://akuntansiterapan.com/2015/07/22/toshiba-accounting-scandal-runtuhnya-etika-
bangsa-jepang-yang-sangat-diagungkan-itu/
http://ekonomi.kompas.com/read/2015/07/21/161317026/.Bos.Toshiba.Dilaporkan.Terlibat.S
kandal.Penyimpangan.Akuntansi.
http://agnisnovianinoor.blogspot.co.id/2015/11/runtuhnya-profesi-ceo-toshiba_10.html