aa
DISUSUN OLEH:
1. Muh. Taufik Hidayat A031181005
2. Andriyani Arifuddin A031181007
3. Prisilia Angelina Tanwil A031181027
4. Yudhistira Dwi Ardika A031181338
5. Alfi Adelikend Palilu A031181508
BAB I
KASUS
2. Faktor Internal
a. Pembelian alat kesehatan yang tidak laku dan menyebabkan stok mati (dead
stock). Peningkatan persediaan tidak dilakukan berdasarkan perencanaan yang
baik dan tidak didukung oleh kebutuhan atau daya serap pasar sehingga
menyebabkan over stock yang terlalu lama hingga rusak. Ketika hal ini diketahui,
perusahaan melakukan write off dan juga menyebabkan perusahaan mengalami
kenaikan biaya yang diperhitungkan dalam cadangan penyisihan nilai persediaan.
b. Komposisi portfolio produk bergantung pada obat generik di mana angkanya
mencapai 80%. Penurunan penjualan generik akibat peubahan regulasi pemerintah
dan kondisi pasar yang over supply selama tahun 2003 menyebabkan kerugian
yang cukup besar bagi Indofarma sendiri.
c. Pengembangan obat yang tidak membuahkan hasil.
d. Inefisiensi produksi akibat kapasitas menganggur (idle capacity).
e. Adanya ekspansi dengan mendirikan anak perusahaan yaitu PT. Indofarma Global
Medika (IGM) yang menjadi distributor bagi semua produk Indofarma. Investasi
yang dibutuhkan cukup besar sementara harga produk yang telah ditentukan oleh
pemerintah menyebabkan margin keuntungan perusahaan kecil.
f. Beban usaha mengalami peningkatan sebesar Rp 183,88 miliar yang juga
mendorong meningkatnya kerugian ditambah dengan beban bungan pinjaman
sebesar Rp 40,95 miliar. Beban usaha meningkat terkait dengan peraturan
pemerintah mengenai pencabutan subsidi pengadaan obat generik, sedangkan
beban bunga pinjaman meningkat dikarenakan pembelian persediaan digunakan
sebagai jaminan kepada Bank Mandiri untuk kredit modal kerja sebesar Rp 25
miliar dengan bunga sebesar 19% pada tahun 2002 dan dinaikan menjadi Rp
85miliar dengan bunga 19,5% di tahun 2003.
Akibat terjadinya kerugian selama 2 (dua) tahun berturut-turut yaitu tahun 2002 dan
2003, BEJ menjatuhkan sanksi penghentian sementara perdagangan saham perusahaan
farmasi tersebut sejak 25 Maret 2004. Oleh karenanya BEJ meminta agar manajemen
Indofarma melakukan public expose untuk menjelaskan penyebab perseroan mengalami
kerugian yang cukup besar pada tahun 2003 dan rencana penghapus bukuan persediaan
kadaluwarsa.
Pada tanggal 17 Mei 2004, BEJ mencabut suspen dan memperdagangkan kembali
saham Indofarma. Hal ini dikarenakan pada tanggal 14 Mei 2004 manajemen Indofarma
telah menyampaikan penegasan mengenai data Laporan Keuangan per 30 Juni 2003 dan
per 30 September 2003. Selain itu pada 3 Mei 2004, Indofarma telah menyampaikan
penjelasan sebagai tidak lanjut dengan pendapat yang dilakukan di BEJ tentang
penghapusbukuan (write off).
Atas kejadian tersebut Bapepam melakukan pemeriksaan dan ditemukan sejumlah
bukti pelanggaran seperti nilai barang dalam proses dinilai lebih tinggi dari nilai
seharusnya dalam penyajian persediaan (overstated) perseroan pada Laporan Keuangan
tahun buku 2001. Perusahaan dalam Laporan Keuangan 2001 menyajikan nilai barang
yang lebih tinggi dari seharusnya (overstated) dalam persediaan barang dalam proses
senilai Rp 28,87 (dua puluh delapan koma delapan puluh tujuh) miliar. Overstated
persediaan itu mempengaruhi hargapokok penjualan sehingga laba bersih mengalami
penilaian lebih tinggi dengan nilai serupa Rp 28,87 (dua puluh delapan koma delapan
puluh tujuh) miliar.
Sebut saja, overstated pada penilaian persediaan barang “work in process”. Kejadian
ini merupakan suatu bentuk pelanggaran terhadap ketentuan Pasar Modal (UUPM dan
peraturan Bapepam) dan Pedoman Standar Akuntan Akuntansi Keuangan (PSAK).
Berdasarkan peraturan Bapepam Nomor VIII.G7 tentang Pedoman Penyajian Laporan
Keuangan yang bertanggung jawab dalam penyajian Laporan Keuangan adalah
manajemen dari Emiten atau Perusahaan Publik (Direksi). Oleh karenanya tindakan ini
sepenuhnya merupakan tanggung jawab dari Direksi yang menjabat pada saat Laporan
Keuangan tersebut dikeluarkan.
Sanksi yang diberikan oleh Bapepam merupakan kewajiban dari Direksi yang
menjabat pada waktu itu secara bersama-sama (tanggung renteng). Tidak jelas apa yang
menjadi latar belakang dari Bapepam hanya memberikan sanksi administratif berupa
membayar denda pada kasus ini. Dalam press release-nya, Bapepam hanya menyebutkan
bahwa telah terjadi penilaian barang yang lebih tinggi dari harga seharusnya. Dengan
demikian tidak diketahui apakah tindakan tersebut merupakan suatu kesengajaan atau
tidak dari manajemen untuk memberikan Laporan Keuangan dengan kinerja yang bagus
kepada publik. Sehingga publik akan menanamkan atau tidak modalnya terhadap
perusahaan farmasi tersebut. Kalau tindakan ini merupakan satu hal yang disengaja dan
diketahui oleh manajemen Indofarma jelas merupakan suatu kejahatan di Pasar Modal.
Kesimpulan
Permasalahan etika terkait akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen melibatkan
pihak akuntan profesional di dalam internal perusahaan. Kode Etik untuk akuntan yang
bergerak pada bidang ini terdapat di dalam IFAC bagian C. Akuntan yang berada di dalam
internal perusahaan tentunya sangat berperan di dalam budaya kerja perusahaan, bahakan
disebutkan pula bahwa seharusnya akuntan di dalam perusahaan bergerak aktif untuk
mendorong pembangunan budaya kerja yang memegang etika di dalam perusahaan. Akan
tetapi akuntan profesional tidak terlepas dari ancaman yang ada dengan bekerja di dalam
perusahaan. Akuntan profesional yang bekerja di dalam lingkungan internal perusahaan juga
memikul beban berat untuk memegang teguh prinsip dasar etika dan juga independensinya.
Apabila akuntan tidak dapat melakukannya, maka akuntan akan dapat dengan mudah terlibat
di dalam permasalahan yang ada pada perusahaan.