Anda di halaman 1dari 16

ETIKA PROFESI DAN TATA KELOLA KORPORAT

PRINSIP PERLAKUAN SETARA TERHADAP PEMEGANG SAHAM

KASUS: PT SUMALINDO LESTARI TBK

OLEH :
KELOMPOK 3

Cintya Purnama Sari 1707612005


David Lee 1707612017

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
A. Kesamaan Hak untuk Saham dengan Kelas yang Sama

Perkembangan struktur pendanaan perusahaan melahirkan berbagai jenis dan kelompok


pemegang saham. Pada perusahaan keluarga yang go public terbentuk keleompok pemegang
saham pengendali (pemilik keluarga) dan pemegang saham non-pengendali (publik). Pada
perusahaan negara yang go public terdapat negara sebagai salah satu kelompok pemegang saham
selain pemegang saham publik. Seluruh kelompok pemegang saham (investor) tersebut
menanamkan dana di perusahaan dan berharap dana tersebut dikelola sebaik mungkin sehingga
memberikan mereka optimal return.

Untuk mencapai struktur pendanaan yang optimal, banyak perusahaan yang menerbitkan
beberapa jenis saham. Misalnya, perusahaan dapat menerbitkan saham preferen yang tidak
memiliki hak suara namun memiliki hak didahulukan dalam pembayaran deviden. Perusahaan
juga dapat menerbitkan beberapa jenis seri saham biasa dengan karakteristik yang berbeda-beda.
BUMN yang go public memiliki jenis saham khusus yang merupakan milik pemerintah
(misalnya saham Dwi warna Pemerintah Indonesia di beberapa BUMN yang telah go public).
Saham pemerintah tersebut umumnya memiliki karakteristik hak suara yang berbeda dari
kelompok saham lainnya.

Untuk kepentingan tertentu, ada kemungkinan manajemen dan/atau pemegang saham


pengendali memberikan perlakuan atau hak yang berbeda untuk kelompok pemegang saham
yang sama. Selain itu, manajemen dan/atau pemegang saham pengendali dapat menyembunyikan
informasi profil seri saham tertentu dari calon investor sehingga keputusan yang diambil oleh
calon investor menjadi tidak tepat. Manajemen dan/atau pemegang saham pengendali juga dapat
melakukan keputusan penerbitan jumlah atau seri saham baru yang dapat merugikan pemegang
saham lama. Bebagai insentif dan keberadaan informasi asimetris memungkinkan manajemen
dan/atau pemegang saham pengendali melakukan tindakan merugikan tersebut. Oleh sebab itu
diperlukan pelaksanaan prinsip yang menjamin perlakuan yang sama untuk seluruh pemegang
saham yang berasal dari seri yang sama.

Kesamaan hak untuk saham dengan kelas yang sama merupakan salah satu sub-prinsip dari
prinsip OECD ke-3, yaitu sub-prinsip A.1. Menururt sub-prinsip A.1, terdapat tiga hal yang perlu
diperhatikan dalam menjamin kesamaan hak untuk kelas yang sama, yaitu (1) pada seri kelas

1
yang sama, seluruh saham harus memiliki hak sama, (2) semua investor harus memperoleh
informasi tentang hak masing-masing seri dan kelas saham sebelum melakukan pembelian
saham, (3) setiap perubahan pada hak suara harus mendapatkan persetujuan lebih dulu dari
pemegang saham yang memperoleh dampak negatif dari perubahan hak suara tersebut.

Dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan peraturan Bapepam-LK, yaitu
sebagai berikut:
a. UU PT Pasal 53 ayat (2) menyatakan bahwa setiap saham dalam klasifikasi yang sama
memberikan kepada pemegangnya hak yang sama. Pasal ini merupakan dasar hukum
perlakuan yang sama pada kelompok saham yang sama.
b. Peraturan Bapepam-LK VIII.G.7 mewajibkan perusahaan mengungkapkan jenis saham
dalam CALK. Ketentuan ini memungkinkan calon investor mengetahui jenis dan
karakteristik saham perusahaan sebelum melakukan pembelian saham.

B. Persetujuan dan Pengungkapan Hak untuk Saham dengan Kelas yang Berbeda

Kepemilikan saham pada suatu perusahaan pada umumnya melibatkan pemegang saham
asing dimana pemegang saham asing tersebut juga melibatkan pihak lain yang berperan sebagai
kustodian. Kustodian adalah suatu lembaga yang bertanggung jawab untuk mengamankan asset
keuangan dari suatu perusahaan ataupun perorangan yang berdasarkan suatu kontrak. Kustodian
memiliki saham di suatu perusahaan atas nama investor sehingga hak suara yang dimilikinya
seharusnya digunakan dalam kerangka kepentingan investor. Namun, terdapat potensi kebijakan
penggunaan hak suara oleh kustodian tidak sejalan dengan kepentingan investor.

Pada sub-prinsip A.3 OECD menegaskan bahwa penggunaan hak suara oleh kustodian harus
dilakukan sesuai kesepakatan dengan investor (beneficial owners). Prinsip OECD juga
menegaskan bahwa investor yang memiliki saham melalui kustodian tetap harus memiliki hak
dan kesempatan yang sama dalam tata kelola perusahaan. Menurut sub-prinsip A.4 OECD,
kerangka hukum dan peraturan yang berlaku harus mengatur dengan jelas pihak yang berhak
mengendalikan hak suara dalam situasi cross-border. Sub-prinsip ini juga menganjurkan
penentuan periode pemanggilan pemegang saham yang cukup memadai sehingga pemegang
saham asing memiliki kesempatan yang sama dengan pemegang saham domestik.

2
Dalam UU PM di Indonesia mewajibkan custodian menyampaikan seluruh informasi terkait
RUPS yang relevan kepada pemegang saham akhir atau ultimate shareholders. Ketentuan ini
memberikan perlindungan hak atas informasi kepada pemegang saham. Dalam peraturan
Bapepam-LK, IV.A.3, juga diatur mengenai hak dan kewajiban pemegang saham terhadap
custodian, termasuk kewajiban kustodian untuk meneruskan informasi yang relevan bagi
pemegang saham.

C. Transaksi dengan Pihak Berelasi/Mengandung Benturan Kepentingan

Salah satu yang mengandung potensi tindakan yang bersifat abusive dari suatu kelompok
pemegang saham-saham tertentu (yaitu pemegang saham pengendali) kepada kelompok
pemegang saham lainnya (yaitu pemegang saham non-pengendali) adalah transaksi pihak
berelasi/mengandung benturan kepentingan. Dalam PSAK 7 disebutkan bahwa transaksi pihak
berelasi adalah suatu pengalihan sumber daya, jasa atau kewajiban antara entitas pelapor dengan
pihak-pihak yang berelasi, terlepas apakah ada harga yang dibebankan. Pihak-pihak berelasi
didefinisikan sebagai orang atau entitas yang terkait dengan entitas tertentu dalam meyiapkan
laporan keuangannya.

Transaksi antar pihak berelasi/mengandung benturan kepentingan dapat mencakup transaksi


yang bersifat operasional dan rutin, seperti transaksi penjualan dan pembelian barang dan jasa,
serta dapat berupa transaksi strategis seperti pendanaan, investasi, merger, dan lainnya. Transaksi
antar pihak berelasi dapat dilakukan dengan tujuan efisiensi, misalnya seperti penghematan biaya
penjualan dan pemasaran, menjaga kemandirian ketersediaan dan kualitas bahan baku, dan
lainnya. Namun demikian, transaksi berelasi/mengandung benturan kepentingan juga berpotensi
menjadi abusive terhadap pihak tertentu. Transaksi abusive tersebut terjadi ketika manajemen
dan/atau pemegang saham pengendali dapat mengarahkan transaksi yang hanya menguntungkan
perusahaan yang dikendalikannya dan menyebabkan kerugian di perusahaan tersebut.

3
Penanganan Transaksi dengan Pihak Berelasi

Menurut peraturan Bapepam-LK (OJK) telah dijelaskan mengenai ketentuan pengungkapan


dan persetujuan transaksi pihak berelasi/mengandung benturan kepentingan, yaitu:
1. IX.E.1, mengatur secara khusus transaksi afiliasi (transaksi pihak berelasi) dan transaksi yang
mengandung benturan kepentingan.peraturan ini mengarahkan perusahaan pada pelaksanaan
transaksi yang bersifat wajar dan arm’s length. IX.E.1 mewajibkan perusahaan untuk
mengungkapkan transaksi pihak berelasi kepada publik dan melaporkannya kepada regulator
(OJK), serta mewajibkan transaksi dengan benturan kepentinganuntuk disetujui terlebih
dahulu oleh RUPS pemegang saham independen. Ketentuan ini adalah upaya pencegahan
transaksi dengan pihak berelasi yang berpotensi merugikan pemegang saham non-
pengendali.
2. X.K.6, mewajibkan pengungkapan transaksi pihak berelasi dan transaksi benturan
kepentingan dalam laporan tahunan perusahaan.
3. VIII.G.7, mewajibkan penyajian terpisah dan pengungkapan pos-pos laporan keuangan
dengan pihak berelasi, serta pengungkapan transaksi pihak berelasi dalam catatan atas
laporan keuangan.

D. Perdagangan Orang Dalam (Insider Trading)

Prinsip OECD ke-3, sub-prinsip B melarang perdagangan oleh orang dalam (insider trading)
dan transaksi abusive lainnya yang memanfaatkan hubungan dekat dengan perusahaan, termasuk
dengan pemegang saham pengendali, untuk kepentingan pribadi yang merugikan perusahaan dan
investor. Keuntungan yang diperoleh dari hubungan tersebut misalnya adalah abnormal return
dari perubahan harga saham, menjadi motivasi terjadinya insider trading. Keberadaan informasi
asimetris sering menyulitkan untuk mencegah dan membuktikan transaksi insider trading.
Sementara di sisi lain, dampak transaksi ini selain merugikan perusahaan dan investor, juga
dapat menurunkan kredibilitas pasar modal secara keseluruhan. Oleh sebab itu, prinsip
pelanggaran perdagangan oleh orang dalam sangat penting untuk dilaksanakan.

Praktik insider trading ini tentu dapat merugikan berbagai pihak. Salah satunya adalah
merugikan pasar uang bagi suatu negara. Kepercayaan investor terhadap pasar tersebut tentu
akan berkurang. Bagaimana tidak, jika ada orang-orang yang memiliki informasi internal yang

4
tak dimiliki sejumlah investor lainnya. Tentu sejumlah orang dengan informasi internal tersebut
dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar dari pada investor lainnya. Belum lagi praktik
insider trading ini melanggar asas paling penting dalam pasar modal, yaitu asas keterbukaan.

Cakupan Insider Trading

Menururt UU PM Pasal 95, perdagangan orang dalam mencakup: (a) pembelian atau
penjualan atas efek emiten atau perusahaan publik, (b) pembelian atau penjualan atas efek
perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan emiten atau perusahaan publik; oleh orang
dalam dari emiten atau perusahaan publik yang bersangkutan yang memiliki informasi orang
dalam. Sedangkan menururt UU PM Pasal 96, perdagangan orang dalam juga mencakup upaya
orang dalam yang: (a) mempengaruhi pihak lain untuk melakukan pembelian atau penjualan atas
efek dimaksud; atau (b) member informasi orang dalam kepada pihak mana pun yang patut
diduganya dapat menggunakan informasi dimaksud untuk melakukan pembelian atau penjualan
atas efek.

Dalam Pasal 97 UU PM ditambahkan bahwa perdagangan orang dalam juga mencakup


transaksi yang dilakukan oleh pihak lain yang memperoleh informasi orang dalam dari orang
dalam dengan cara melawan hukum. Transaksi efek emiten dan perusahaan public tersebut juga
termasuk perdagangan oleh orang dalam, kecuali transaksi tersebut dilakukan atas perintah
nasabahnya dan Perusahaan Efek tidak memberikan rekomendasi kepada nasabahnya mengenai
efek yang bersangkutan (Pasal 98 UU PM). Dalam penjelasan atas pasal 95, orang dalam yang
dimaksud dalam UU PM adalah: (a) komisaris, direktur, atau pegawai emiten atau perusahaan
publik; (b) pemegang saham utama emiten atau perusahaan public; (c) orang perseorangan yang
karena kedudukan atau profesinya atau karena hubungan usahanya dengan emiten atau
perusahaan public memungkinkan orangtersebut memperoleh informasi orang dalam; (d) atau
pihak yang dalam waktu enam bulan terakhir tidak lagi menjadi pihak sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, atau huruf c di atas.

Penanganan Insider Trading

5
Peraturan Bapepam-LK X.M.1 mengatur tentang keterbukaan informasi pemegang saham
tertentu juga ditujukan untuk mencegah atau mendeteksi mengenai perdagangan orang dalam.
X.M.1 mewajibkan Direktur atau Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik melaporkan kepada
OJK atas kepemilikan dan setiap perubahan kepemilikannya atas saham perusahaan tersebut
selambat-lambatnya dalam waktu sepuluh hari sejak terjadinya transaksi. Kewajiban tersebut
berlaku juga bagi setiap pihak yang memiliki 5% atau lebih saham yang disetor. Salinan dari
laporan tersebut harus tersedia untuk dilihat umum dan dapat disalin di OJK. Kewajiban
pengungkapan informasi yang sama dalam laporan keuangan dan laporan tahunan perusahaan
juga diatur dalam X.K.6 dan VIII.G.7.

Pencegahan perdagangan oleh orang dalam juga disebutkan dalam Pedoman Umum GCG
Indonesia. Dalam bab V tentang pemegang saham bagian Pedoman Pelaksanaan 2.4, disebutkan
bahwa perusahaan tidak boleh memihak pemegang saham lainnya. Informasi harus diberikan
kepada semua pemegang saham tanpa menghiraukan jenis dan klasifikasi saham yang
dimilikinya.

E. Peran Akuntan Profesional dalam Memfasilitasi Perlakuan Setara Terhadap Pemegang


Saham

Akuntan professional dapat berperan aktif dalam mewujudkan prinsip perlakuan yang setara
terhadap pemegang saham, diantaranya:
 Melakukan audit secara professional, khususnya dalam memastikan pengungkapan transaksi
pihak berelasi sesuai dengan PSAK dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 Membantu komisaris independen dalam melakukan revisi atas kewajaran transaksi pihak
berelasi.
 Merancang dan mengimplementasikan sistem infromasi pengendalian yang mendorong
terciptanya perlakuan setara terhadap pemegang saham, khususnya dengan transaksi pihak
berelasi dan perdagangan orang dalam.
 Mengendalikan diri dan unit/area yang menjadi tanggung jawabnya dari keterlibatan
perdagangan oleh orang dalam. Akuntan dan bidang pekerjaannya merupakan salah satu
pihak yang berpotensi dikategorikan sebagai orang dalam.

6
 Mendorong keterbukaan dan kewajaran dalam pengungkapan transaksi pihak berelasi dan
transaksi yang mengandung benturan kepentingan.

Kasus : PT. Sumalindo Lestari Jaya Tbk

A. Profil Perusahaan

PT. Sumalindo Lestari Jaya Tbk adalah perusahaan kayu di Kalimantan Timur yang berdiri
sejak tanggal 14 April 1880 dan memiliki empat anak perusahaan. PT. Sumalindo Lestari Jaya
Tbk terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sejak 21 Maret 1994.

Visi:
Menjadi industri perkayuan terpadu terbaik di dunia dan bertanggung jawab sosial, memberikan
solusi dengan menghasilkan produk-produk ramah lingkungan yang menggunakan bahan baku
dari hutan yang dikelola secara lestari.

Misi:
1. Mengelola kelompok usaha industri perkayuan terpadu di bidang kayu lapis dan kayu lapis
olahan, MDF serta produk-produk turunan lainnya yang berkaitan dengan industri perkayuan
serta mempunyai tanggung jawab sosial.
2. Menjaga keberlangsungan kebutuhan bahan baku yang dipenuhi dari hutan alam dan hutan
tanaman yang dikelola berdasarkan prinsip pengelolaan hutan lestari.
3. Melakukan proses produksi yang memenuhi standar ramah lingkungan.
4. Memberikan nilai tambah produk melalui peningkatan nilai disetiap proses tahapannya,
pengembangan produk, sumber daya manusia dan jalur distribusi.

B. Sejarah Singkat

Sejak mulai awal dibentuk, PT. SLJ mengkhususkan diri di bidang kehutanan dan industri
perkayuan dengan mengelola 1 areal IUPHHK (dahulu Hak Pengusahaan Hutan) seluas 132.000
ha dan pabrik kayu lapis dengan kapasitas produksi 66.000 m3/tahun. Pada Tahun 1985 PT. SLJ
melakukan penggabungan usaha dengan 4 (empat) Perseroan perkayuan yakni PT. Rimba
Nusantara, PT. Emporium Lumber, PT. Rimba Lapis Permai dan PT. Gonpu Indonesia Limited.
Melalui penggabungan usaha tersebut PT. SLJ mendapat tambahan areal hutan alam seluas

7
150.000 ha dan kapasitas produksi kayu lapis dan kayu lapis olahan menjadi 120.000m3/tahun.
PT. SLJ kian berkembang hingga pada Tahun 1994 dan resmi menjadi Perseroan terbuka (Go
Public) melalui Penawaran Umum 25.000.000 saham biasa atas nama kepada masyarakat dan
mencatatkan seluruh saham yang telah dikeluarkan di Bursa Efek Jakarta (BEJ).

Pada tahun 2002, PT. Astra International Tbk selaku pemegang saham mayoritas PT. SLJ
sebesar 75% menjual seluruh kepemilikan sahamnya kepada PT. Sumber Graha Sejahtera (PT.
SGS). PT. SGS merupakan sebuah perseroan telah cukup lama berkecimpung di bidang
Perkayuan Indonesia. Pada bulan Juli 2006, PT. SLJ melakukan Penawaran Umum Terbatas II
dengan menawarkan 155.713.448 saham dan sebanyak 155.713.488 waran seri I.

Tahun 2008, PT. SLJ mengambil alih areal IUPHHK Hutan Alam PT. Essam Timber yang
berlokasi di Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Timur dengan luas 355.800 hektar.
Melalui anak perusahaan mereka yaitu PT. Sumalindo Alam Lestari, mereka mengambil alih
99.2 % saham PT. Wana Kaltim Lestari berupa suatu unit usaha hutan tanaman industri dengan
luas 16.280 hektar di propinsi Kalimantan Timur.

Pada tahun 2009, PT. SLJ kembali mendapatkan kepercayaan dari pemerintah dengan
memberikan 1(satu) ijin pengelolaan hutan alam seluas 69.765 ha yakni PT. Sumalindo Lestari
Jaya Tbk (PT. SLJ) sesuai SK 438/Menhut-II/2009 tanggal 27 Juli 2009. Areal baru ini berlokasi
di Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur, berdampingan dengan areal hutan alam PT. SLJ dan
anak perusahaan lainnya yakni IUPHHK-HA PT. SLJ-Unit- II Long Bagun dan areal IUPHHK-
HA PT. Essam Timber.

Akhirnya pada tahun 2010, PT. SLJ melaksanakan Penawaran Umum Terbatas (PUT) III
pada 24 Maret sampai 30 Maret 2010 dengan melepas saham sejumlah 1.236.022.311 lembar
saham. Diakhir tahun tersebut, PT. SLJ melakukan divestasi sebagian saham pada anak
perusahaan mereka yaitu PT. Sumalindo Mitra Resindo.

C. Gugatan Pemegang Saham terhadap PT SLJ

Konflik antar pemegang saham ini juga dipicu ketika Direktur PT. SLJ mengumumkan
bahwa PT. Sumalindo Hutani Jaya (salah satu Pemegang Saham Publik Minoritas PT. SLJ) telah

8
dijual kepada PT. Tjiwi Kimia Tbk. Berbagai pihak beranggapan bahwa selain penjualan tersebut
tidak memiliki manfaat sama sekali bagi PT SLJ dan penjualan tersebut dinilai sangat
merugikan. Hal tersebut dianggap merugikan karena pada tanggal 1 Juli 2009, PT. Sumalindo
Hutani Jaya telah menerbitkan Zero Coupon Bond (surat utang tanpa bunga) atas utangnya
kepada PT. SLJ sebesar lebih dari Rp 140 Miliar Rupiah, untuk jangka waktu satu tahun.

Deddy Hartawan Jamin dalam gugatannya mengklaim bahwa tindakan PT. SLJ dalam
menjual PT. SHJ telah mengabaikan asas good corporate governance, dan banyak mengabaikan
keputusan hukum yang sudah berlaku, sehingga merugikan banyak pihak. Dalam gugatan
tersebut PT. SLJ juga dianggap melakukan kesalahan prosedur dalam mengajukan permohonan
persetujuan pengalihan saham kepada Menteri kehutanan tanpa didahului persetujuan RUPS PT.
SLJ dan atas dasar dokumen palsu yang mengakibatkan kerugian bagi Deddy Hartawan Jamin
sebagai penggugat.

Atas gugatan tersebut, Deddy Hartawan Jamin melibatkan 11 pihak sebagai tergugat yang
merupakan pemegang saham mayoritas PT. SLJ, antara lain PT. Sumalindo Lestari Jaya (SLJ),
Amir Sunarko, David, Lee Yuen Chak, Ambran Sunarko, Setiawan Herliantosaputro,
Kadaryanto, Harbrinderjit Singh Dillon, Husni Heron, Sumber Graha Sejahtera, Kantor Jasa
Penilai Publik Benny, Desmar dan Rekan. Dalam gugatan tersebut, Deddy Hartawan Jamin
menuntut ganti rugi materiil maupun immateriil, senilai Rp 18,7 triliun rupiah, karena dana
sebesar itu sesungguhnya adalah bersumber dari PT. SLJ. Jika gugatan Deddy Hartawan Jamin
dikabulkan, ganti rugi tersebut selanjutnya akan dikembalikan ke rekening PT. SLJ untuk
memperbaiki kinerja dan manajemen mereka.

D. Analisa Penerapan Prinsip II OECD PT Sumalindo Jaya Lestari Tbk

Prinsip CG OECD tentang tata kelola menyebutkan bahwa kerangka tata kelola perusahaan
harus melindungi hak-hak pemegang saham dan memfasilitasi pelaksanaan hak-hak pemegang

9
saham. Berikut adalah hasil analisis penerapan prinsip kedua OECD pada PT. Sumalindo Jaya
Lestari Tbk
a. Terkait dengan pemegang saham memiliki kesempatan untuk berpartisipasi secara efektif dan
memberikan suara dalam RUPS serta diberikan informasi mengenai peraturan-peraturan
termasuk prosedur penyampaian hak suara. Terkait dengan prinsip ini, PT. Sumalindo telah
melaksanakan dalam RUPS nya terkait informasi peraturan-peraturan termasuk prosedur.
“Pemegang saham memiliki kewenangan penuh dan berhak memperoleh keterangan
mengenai kinerja pengawasan dan pengelolaan Perseroan dan Dewan Komisaris / Direksi
melalui forum RUPS-T. Melalui RUPS-T, pemegang saham mengambil keputusan untuk
menerima atau menolak laporan Dewan Komisaris dan Direksi.
b. Terkait dengan mengangkat dan memberhentikan Direksi dan Dewan Komisaris, “Anggota
Dewan Komisaris diangkat dan diberhentikan melalui keputusan RUPS setelah melalui
proses pencalonan sesuai dengan Anggaran Dasar dan perundang-undangan yg berlaku dg
masa jabatan anggota dewan komisaris selama 2 tahun.”
c. Terkait dengan hak-hak pemegang saham untuk berpartisipasi dan mendapatkan cukup
informasi dalam pengambilan keputusan penting perusahaan, “Selama tahun 2016, Corporate
Audit dan Corporate Secretary telah menyusun kembali SOP untuk memastikan bahwa
prinsip akuntabilitas, tanggung jawab dan keadilan serta yg ditetapkan Perseroan di
implementasikan di seluruh organisasi sesuai ketentuan peraturan OJK No.
22/POJK.04/2014”.
d. Analisis 4 terkait dengan hak pemegang saham utk berpartisipasi secara efektif dan
memberikan suara dalam RUPS, meliputi: Informasi yg memadai terkait tanggal, lokasi dan
agenda RUPS dan kesempatan untuk bertanya kepada pengurus, Pasal 13 No 2 Perubahan
Anggaran Dasar PT. SLJ Global Tbk yang berbunyi: “Satu pemegang saham atau lebih yang
bersama-sama mewakili 1/10 [satu per sepuluh] atau lebih dr jumlah seluruh saham dg hak
suara, dapat meminta agar diselenggarakan RUPS Luar Biasa dan diajukan kepada Direksi
dengan surat tercatat disertai alasannya”

E. Analisis Penerapan Prinsip III OECD PT Sumalindo Jaya Lestari, Tbk

Pada prinsip ketiga ini ditekankan perlunya persamaan perlakuan kepada seluruh pemegang
saham termasuk pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing. Prinsip ini menekankan

10
pentingnya kepercayaan investor di pasar modal. Pada praktiknya pemegang saham utama
perusahaan mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk memberikan pengaruhnya dalam
kegiatan operasional perusahaan. Berdasarkan praktik tersebut, seringkali transaksi yang terjadi
hanya memberikan manfaat hanya kepada pihak-pihak tertentu yang berkepentingan seperti
pemegang saham utama, komisaris, atau bahkan dewan direksi. Berikut adalah hasil analisis
prinsip ketiga OECD pada PT. Sumalindo Jaya Lestari, Tbk setelah dilakukannya reorganisasi
tahun 2013:
1. Analisis 1 [terkait dengan investor asing harus mendapatkan informasi mengenai perusahaan
dengan lengkap dan terperinci]
Pasal 13 No 8  Pengumuman RUPS wajib diumumkan menggunakan bahasa Inggris dan
harus memuat informasi yang sama dengan informasi dalam pengumuman RUPS yang
menggunakan bahasa Indonesia.
2. Analisis 2 [insider trading dan perlakuan kasar harus dilarang dalam kegiatan perusahaan]
Dalam kasus PT. SLJ Global Tbk tidak terdapat informasi yang mengindikasikan adanya
pelanggaran dalam prinsip ini.
3. Analisis 3 [anggota dewan dan eksekutif harus mengungkapkan kepada dewan apakah
mereka secara langsung, tidak langsung atau atas nama pihak ketiga memiliki kepentingan
material dlm suatu transaksi yang berpengaruh besar thd perusahaan. Mereka wajib
memberitahukan bisnis-bisnis apa saja yang sedang mereka kelola]
CALK No. 27 menjelaskan kasus hukum yang sedang dihadapi oleh perusahaan yakni
“Deddy Hartawan, pemegang saham perusahaan, mengajukan gugatan perdata terkait dg
transaksi pengalihan saham perusahaan di PT. Sumalindo Hutani Jaya kepada PT. Tjiwi
Kimia selaku pihak ke 3 dan pengalihan tagihan perusahaan SHJ berupa zero coupon bond
kepada Marshall Enterprise Ltd”.
4. Analisis 4 [terkait dengan setiap hambatan untuk memberikan suara dalam RUPS harus
dihapuskan]
Pasal 15 No. 4-5 “Akta berita acara RUPS harus disampaikan ke Otoritas Jasa Keuangan
maksimal 30 hari setelah RUPS diselenggarakan dan wajib memuat informasi mengenai:
 Tanggal, waktu, tempat dan mata acara RUPS.
 Anggota direksi dan dewan komisaris yang hadir.

11
 Jumlah saham dengan hak suara yg sah yg hadir pada saat RUPS dan persentasenya
dari jumlah seluruh saham yang mempunyai hak suara yg sah.
 Ada tidaknya pemberian kesempatan kepada pemegang saham utk mengajukan
pertanyaan dan/atau memberi pendapat tentang mata acara rapat.
 Mekanisme pengambilan keputusan RUPS.
 Hasil pemungutan suara yg meliputi jumlah yang setuju, tidak setuju, dan abstain.

Kesimpulan Penerapan Prinsip II dan III OECD pada PT. SLJ Global Tbk

1. Implementasi GCG dalam lingkungan bisnis PT. SLJ Global Tbk. telah dilakukan secara
maksimal dan menyeluruh sejak Perseroan dan entitas Anak Perusahaan berdiri.

2. Perusahaan telah menerapkan prinsip-prinsip GCG secara konsisten dengan memandang


bahwa implementasi GCG merupakan sebuah kewajiban untuk menjaga transparansi dan
akuntabilitas kepada publik. Oleh karena itu, struktur GCG Perseroan dan entitas Anak
Perusahaan memastikan kerangka kerja setiap organ dijalankan secara terpadu dan
berdasarkan pada best practices.

F. Pertanyaan Kasus

1. Lakukan analisis kemungkinan pelanggaran prinsip hak pemegang saham dan prinsip
perlakuan yang setara kepada pemegang saham dalam kasus SULI di atas!
2. Hitung hak kendali dan hak arus kas pemegang saham pengendali SULI serta simpulkan
bagaimana dampak perbedaan hak kendali dan hak arus kas terhadap insentif ekspropriasi
pemegang saham pengendali.
3. Jelaskan dugaan Anda terhadap pola abusive transaction yang mungkin dilakukan oleh
manajemen dan/atau pemegang saham pengendali terhadap pemegang saham publik SULI
dan jelaskan mengapa hal tersebut dapat terjadi!
4. Jelaskan pendapat Anda terhadap tindakan yang ditempuh oleh Deddy Hartawan Jamin di
atas jika dilihat dari sudut pandang peraturan perundang-undangan di Indonesia!

Jawaban Kasus

12
1. Pelanggaran prinsip hak pemegang saham dan prinsip perlakuan yang setara kepada
pemegang saham dalam kasus ini yaitu:
 Hak pemegang saham menurut OECD (2004) yang dilanggar adalah hak untuk
mendapatkan informasi yang relevan dan material mengenai perusahaan tepat waktu dan
secara regular serta hak untuk berpartisipasi dan memberikan suara di RUPS. Hal ini
dapat dilihat dari gagalnya upaya pemegang saham publik untuk memperoleh
keterbukaan informasi mengenai penyebab menurunnya kinerja keuangan perusahaan
selama beberapa periode terakhir. Direktur Utama perusahaan yaitu Amir Sunarko hanya
menjelaskan penurunan kinerja tersebut dikarenakan adanya krisis ekonomi pada tahun
2008. Hal ini yang membuat pemegang saham publik meragukan pengelolaan perusahaan
karena tidak adanya transparansi mengenai informasi yang seharusnya menjadi hak bagi
pemegang saham publik. Selain itu, pemegang saham publik tidak diberikan kesempatan
untuk memberikan suara pada saat RUPS karena selalu digagalkan melalui voting dimana
manajemen mendapat dukungan dari pemegang saham pengendali sehingga pemegang
saham publik tidak mendapatkan hak nya untuk ikut berpartisipasi dalam memberikan
suara saat RUPS.
 Salah satu prinsip perlakuan yang setara kepada pemegang saham yaitu kesamaan hak
untuk saham dengan kelas yang sama dimana setiap perubahan pada hak suara harus
mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari pemegang saham yang memperoleh
dampak negatif dari perubahan hak suara tersebut. Dalam kasus ini pemegang saham
minoritas tidak mendapat hak suara dalam hal perusahaan menjual kepemilikannya di PT
Sumalindo Hutani Jaya ke PT Tjiwi Kima Tbk. yang dinilai merugikan perusahaan.
Pemegang saham pengendali yaitu PT Sumber Graga Sejahtera diduga berkonspirasi
dengan direksi untuk melakukan kejahatan seperti adanya praktik illegal logging.

2. Hak kendali dan hak arus kas pemegang saham pengendali SULI serta dampak adanya
perbedaan hak kendali dan hak arus kas terhadap insentif ekspropriasi:
 Pada struktur kepemilikan saham dapat dilihat bahwa 24,63% saham PT Sumalindo
dimiliki oleh PT Sumber Graga Sejahtera dimana 99,99% saham PT Sumber Graga
Sejahtera dimilik oleh PT Samko Timber Limited yang menandakan bahwa :

13
- PT Sumber Graga Sejahtera akan memiliki hak kendali dan hak arus kas pemegang
saham pengendali pada PT Sumalindo yang sama yaitu hak pengendali = hak arus kas
saham pengendali = 24,63%.
- PT Samko Timber Limited yang secara tidak langsung berinvestasi pada PT
Sumalindo sehingga memiliki hak kendali pada PT Sumalindo sebesar 24,63% dan
hak arus kas pemegang saham pengendali sebesar 99,9% x 24,63% = 24,62%
 Semakin besarnya hak kendali dibandingkan hak arus kas, menimbulkan insentif untuk
melakukan ekspropriasi atas pemegang saham minoritas. Dari hasil perhitungan diatas
hak kendali lebih besar dibandingkan dengan hak arus kas. Walaupun perbandingannya
sangat tipis, tidak menutup kemungkinan terjadinya ekspropriasi atas pemegang saham
minoritas SULI dikarenakan struktur kepemilikan pemegang saham pengendali dengan
direksi SULI memiliki hubungan keluarga. Oleh karenanya, informasi mengenai
pemegang saham pengendali perusahaan merupakan informasi penting bagi pemegang
saham perusahaan khususnya pemegang saham minoritas.

3. Pola abusive transaction yang mungkin dilakukan oleh manajemen dan/atau pemegang
saham pengendali terhadap pemegang saham publik SULI dan alasan hal tersebut dapat
terjadi:
 Pola abusive transaction yang dilakukan oleh pemegang saham pengendali terhadap
pemegang saham publik SULI yaitu adanya konspirasi antara direksi dengan pemegang
saham pengendali. Hal tersebut karena adanya hubungan kekeluargaan antara direksi
dengan pemegang saham pengendali. Presdir SULI adalah Amir Sunarko sedangkan
komisaris utamanya adalah Ambran Sunarko. Sedangkan pemegang saham pengendali
SULI adalah PT Sumber Graha Sejahtera dimana pemegang saham dan direksinya
dikendalikan oleh Aris Sunarko. Dari struktur kepemilikan tersebut sangat dimungkinkan
terjadinya abusive transaction terhadap pemegang saham SULI, dimana keuntungan
hanya memihak kepada keluarga Sunarko. Seharusnya pihak perusahaan mengungkapkan
kepada para pemegang saham publik (minoritas) tentang siapa saja pemilik saham
pengendali SULI, dimana hal tersebut sudah diatur pada UU PT Nomor 40 Tahiun 2007.
Sehingga para pemegang saham publik mendapatkan informasi yang relevan dan
transaksi yang berpotensi abusive bagi pemegang saham publik dapat ditangani.

14
4. Pendapat mengenai tindakan yang ditempuh oleh Deddy Hartawan Jamin diatas jika dilihat
dari sudut pandang peraturan perundang-undangan di Indonesia:
 Menurut pendapat saya, langkah yang di ambil oleh Dedy Hartawan untuk mengajukan
permohonan pemeriksaan sudah sangat tepat. Hal tersebut sudah seharusnya dilakukan
karena merupakan hak para pemegang saham minoritas dan dilindungi oleh peraturan
perundang undangan yang berlaku di Indonesia. Peraturan perundang-undangan yang
mengatur hak pemegang saham untuk mengajukan pemerikasaan perseroan adalah UU
PT Nomor 40 Tahun 2007, dimana dalam pasal 138 berbunyi para pemegang saham
(minimum 10% dari seluruh jumlah saham yang memiliki suara) untuk mengajukan
pemeriksaan terhadap perseroan. Pasal tersebut memungkinkan pemegang saham non
pengendali untuk melakukan pemerikasaan terhadap tindakan manajemen dan pemegang
saham pengendali yang dicurigai merugikan pemegang saham non pengendali.

15

Anda mungkin juga menyukai