OLEH :
KELOMPOK 3
1. Bagus Meshawidiyatmika Samhita 1707611006
2. Putu Indra Okta Hermawan 1707611009
Perlunya persamaan perlakuan kepada seluruh pemegang saham termasuk pemegang saham
minoritas dan pemegang saham asing. Prinsip ini menekankan pentingnya kepercayaan
investor di pasar modal. Untuk itu industri pasar modal harus dapat melindungi investor dari
perlakuan yang tidak benar yang mungkin dilakukan oleh manajer, dewan komisaris, dewan
direksi atau pemegang saham utama perusahaan. Pada praktiknya pemegang saham utama
perusahaan mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk memberikan pengaruhnya
dalam kegiatan operasional perusahaan. Dari praktik ini, seringkali transaksi yang terjadi
memberikan manfaat hanya kepada pemegang saham utama atau bahkan untuk kepentingan
direksi dan komisaris. Dari kemungkinan terjadinya usaha-usaha yang dapat merugikan
kepentingan investor, baik lokal maupun asing, maka prinsip ini menyatakan bahwa untuk
melindungi investor, perlu suatu informasi yang jelas mengenai hak dari pemegang saham.
Seperti hak untuk memesan efek terlebih dahulu dan hak pemegang saham utama untuk
memutuskan suatu keputusan tertetu dan hak untuk mendapatkan perlindungan hukum jika
suatu saat terjadi pelanggaran atas hak pemegang saham tersebut. Prinsip ini terbagi atas 3
Sub prinsip utama.
I. Kesamaan perlakuan antara pemegang saham dalam kelas saham yang sama.
Di dalam prinsip ini terdapat 5 sub prinsip yang didiskusikan.
1. Sub prinsip pertama mengenai kemudahan dari investor untuk mendapatkan informasi
mengenai hak yang melekat pada setiap seri dan kelas saham sebelum mereka
membeli saham suatu perusahaan. Dalam sub prinsip ini investor harus mengetahui
hak yang melekat pada saham yang mereka beli. Seperti jika investor membeli saham
preference, maka investor tersebut akan mendapatkan bagian dari keuntungan
perusahaan namun disisi lain biasanya saham itu tidak mempunyai hak voting.
2. Sub prinsip kedua berbicara mengenai perlindungan kepada pemegang saham
minoritas dari tindakan yang merugikan yang dilakukan oleh atau atas nama
pemegang saham utama. Salah satu bentuk perlindungan kepada pemegang saham
minoritas sebenarnya adalah bagaimana direksi menjalankan perusahaan untuk
kepentingan perusahaan bukan untuk kepentingan pemegang saham tertentu sehingga
tidak ada perbedaan manfaat yang diperoleh antara pemegang saham.
3. Sub prinsip selanjutnya adalah mengenai pihak yang boleh mewakili pemegang
saham dalam RUPS. Pada prinsip ini juga menjelaskan bahwa bank kustodian tidak
secara otomatis menjadi wakil pemegang saham di RUPS. Bank kustodian
mempunyai tugas untuk menyediakan informasi mengenai agenda RUPS sehingga
pemegang saham dapat menentukan suara mereka di RUPS termasuk apakah mereka
akan melimpahkan hak suaranya pada seluruh agenda atau mereka akan memberikan
hak suara pada suatu agenda tertentu.
4. Sub prinsip ke empat adalah penghilangan hambatan pemberian suara oleh pemegang
saham yang berdomisili di di luar wilayah kedudukan Emiten atau Perusahaan
Publik. Hambatan akan terjadi karena biasanya pemegang saham asing menyimpan
saham mereka melalui suatu rantai perantara (intermediaries). Saham tersebut dicatat
atas nama nasabah dalam akun perusahaan sekuritas lalu akun perusahaan sekuritas
tercatat pada lembaga penyelesaian dan penyimpanan. Dengan demikian maka nama
dari pemegang saham yang asli tidak langsung dapat diketahui, sehingga begitu
perusahaan akan meminta keputusan dari pemegang saham atas suatu transaksi
tersebut, informasi yang seharusnya sampai sebelum keputusan di ambil,
penyampaiannya menjadi tidak tepat waktu. Dampak dari terlambatnya informasi
kepada pemegang saham adalah tidak cukupnya waktu dari pemegang saham untuk
menganalisa dan memberikan masukan kepada perusahaan atas hal tersebut Dengan
melihat bahwa terdapat kemungkinan perusahaan tidak dapat memberikan perlakuan
yang saham kepada semua pemegang sahamnya, maka sebaiknya perundang-
undangan yang ada harus dapat memberikan kejelasan mengenai pihak yang dapat
diberikan kewenangan oleh pemegang saham asing sebagai wakilnya sehingga
informasi dapat segera diterima oleh pemegang saham. Selain itu peranturan jika
dimungkinkan juga dapat mengatur mengenai penyerderhanaan rantai perantara.
5. Sub prinsip terakhir dari bagian kesatu prinsip 3 ini adalah mengenai proses dan
prosedur RUPS yang harus memperhatian perlakuan yang sama bagi seluruh
pemegang saham, termasuk prosedur yang sederhana dan tidak mahal bagi pemegang
saham untuk melakukan hak votingnya. Masih ada beberapa perusahaan yang
mempunyai prosedur rumit dan mahal dalam hubungannya dengan hak voting
pemegang saham. Misalnya penetapan fee bagi pelaksanaan hak voting pemegang
sahamnya dan persyaratan kehadiran bagi pemegang saham untuk melakukan voting.
Untuk itu sub prinsip ini mengusulkan kepada perusahaan- perusahaan untuk dapat
menghilangkan kesulitan pemegang saham untuk berpartisipasi dalam RUPS dan juga
mengusulkan untuk dapat menggunakan fasilitas elektronik jika pemegang saham
tidak dapat hadir dan juga tidak menujuk wakilnya di RUPS.
II.Persetujuan dan pengungkapan hak untuk saham dengan kelas yang berbeda
Partisipasi efektif pemegang saham dalam keputusan-keputusan penting pengelolaan
perusahaan, seperti pencalonan dan pemilihan anggota pengurus harus difasilitasi.
Pemegang saham harus dapat membuat pandangan-pandangan mereka berkaitan dengan
kebijakan penggajian anggota pengurus dan pejabat- pejabat kunci diketahui. Kewajaran
atas komponen skema penggajian/kompensasi bagi anggota pengurus dan karyawan harus
didasarkan pada persetujuan pemegang saham.
Informasi adalah komoditi yang sangat penting dalam suatu bursa efek. Oleh karena itu
informasi mengenai suatu berita yang terjadi atas suatu emiten yang sahamnya
diperdagangkan di bursa tidak boleh diketahui oleh satu pihak secara eksklusif. Begitu
pentingnya informasi ini, umpamanya, dapat dilihat dari berfluktuasinya harga saham di
bursa efek ketika terjadi suatu peristiwa atas perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di
bursa. Terdapat beberapa pengertian atau definisi yang berusaha menjelaskan tentang apa
yang dimaksud dengan Insider Trading atau Perdagangan oleh orang dalam diantaranya
adalah sebagai berikut:
a. Insider Trading adalah Perdagangan efek yang dilakukan oleh mereka yang tergolong
orang dalam perusahaan (dalam artian luas), perdagangan mana didasarkan atau
dimotivasi oleh adanya suatu informasi orang dalam.
b. Insider Trading adalah transaksi kontrak berjangka dilakukan oleh pihak-pihak yang
mempunyai akses terhadap informasi pihak lain, baik karena jabatan atau karena
terlibat dalam penyelidikan suatu kasus. Pihak tertentu memanfaatkan informasi
tersebut untuk mengambil keuntungan bagi diri sendiri atau pihak lain yang terafiliasi
atau dia mempunyai kepentingan. Termasuk orang dalam adalah pegawai Bursa,
pegawai Lembaga Kliring Berjangka dan pegawai Bappebti dan lain-lain yang
mendapat informasi yang dimaksud.
c. Insider Trading adalah perdangan saham yang dilakukan dengan menggunakan
informasi dari orang dalam, dapat dilakukan oleh orang dalam (insider) atau pihak
yang menerima, mendapatkan serta mendengar informasi tersebut.
Insider Trading adalah Perdagangan Efek dengan menggunakan informasi orang dalam
(IOD). IOD adalah informasi material yang dimiliki orang dalam yang belum tersedia untuk
umum Undang-undang No. 8 Tahun 1995, tidak memberikan batasan Insider Trading secara
tegas. Transaksi yang dilarang antara lain yaitu orang dalam dari emiten yang mempunyai
informasi orang dalam melakukan transaksi penjualan atas pembelian efek emiten atau
perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan emiten atau perusahaan publik yang
bersangkutan. Dengan demikian pokok permasalahan insider trading adalah informasi.
Orang dalam atau dikenal dengan insider adalah manajer, pegawai, atau pemegang saham
utama emiten atau perusahaan publik, pihak yang karena kedudukan atau profesinya atau
karena hubungan usahanya dengan emiten atau perusahaan publik memungkinkannya
mempunyai IOD, termasuk pihak yang dalam 6 bulan terakhir tidak lagi menjadi orang-orang
tersebut. Sementara pihak lain yang dilarang melakukan insider trading adalah mereka yang
memperoleh IOD secara melawan hukum, sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 97
Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, bahwa pihak yang berusaha untuk
memperoleh IOD dari orang dalam secara melawan hukum dan kemudian memperolehnya
dikenakan larangan yang sama dengan larangan yang berlaku bagi orang yang sebagaimana
dimaksud Pasal 95 dan Pasal 96. Demikian juga perusahaan efek yang memiliki IOD,
pegawai Bapepam yang diberi tugas atau pihak lain yang ditunjuk oleh Bapepam untuk
melakukan pemeriksaan juga dilarang memanfaatkan untuk diri sendiri atau pihak lain
kecuali diperintahkan oleh UU lainnya (Pasal 98 ayat 4).
Kemungkinan terjadinya perdagangan dengan menggunakan informasi orang dalam dapat
dideteksi dari ada atau tidaknya orang dalam yang melakukan transaksi atas efek perusahaan
dimana yang bersangkutan menjadi orang dalam. Selain itu dapat pula dideteksi dari adanya
peningkatan harga dan volume perdagangan efek sebelum diumumkannya informasi material
kepada publik terkait dengan terjadinya peningkatan atau penurunan perdagangan yang tidak
wajar. Perdagangan orang dalam memiliki beberapa unsur, antara lain:
Kasus perdagangan orang dalam diidentikan dengan kasus pencurian, bedanya bila pada
pencurian konvensional yang menjadi obyek adalah materi milik orang lain, maka pada
perdagangan orang dalam obyek pencurian tetap milik orang lain tapi dengan menggunakan
informasi yang seharusnya milik umum, sehingga pelaku memperoleh keuntungan dari
tindakannya. Pada pencurian konvensional yang menderita kerugian adalah pihak pemilik
barang, sedangkan pada kasus perdagangan orang dalam, yang menderita kerugian begitu
banyak dan luas, mulai dari lawan transaksi hingga kepada pudarnya kewibawaan regulator
dan kredibilitas pasar modal. Kalau kredibilitas pudar, maka kepercayaan masyarakat
terhadap pasar modal juga akan pudar.
Alasan mengapa perdagangan orang dalam dilarang adalah sebagai berikut :
a. Larangan bagi orang dalam untuk melakukan pembelian atau penjualan atas efek
emiten atau perusahaan publik yang bersangkutan didasarkan atas pertimbangan
bahwa kedudukan orang dalam seharusnya mendahulukan kepentingan emiten,
perusahaan publik, atau pemegang saham secara keseluruhan termasuk di dalamnya
untuk tidak menggunakan informasi orang dalam untuk kepentingan diri sendiri atau
Pihak lain.
b. Orang dalam dari suatu emiten atau Perusahaan Publik yang melakukan transaksi
dengan perusahaan lain juga dikenakan larangan untuk melakukan transaksi atas Efek
dari perusahaan lain tersebut, meskipun yang bersangkutan bukan orang dalam dari
perusahaan tersebut. Hal ini karena informasi mengenai perusahaan lain tersebut
lazimnya diperoleh karena kedudukannya pada Emiten Perusahaan Publik yang
melakukan transaksi dengan perusahaan lain tersebut. Yang dimaksud dengan
transaksi disini adalah semua bentuk transaksi yang terjadi antara Emiten atau
Perusahaan Publik dan perusahaan lain, termasuk transaksi atas efek perusahaan.
a. Apabila setiap pihak yang berusaha untuk memperoleh informasi orang dalam dan
kemudian memperolehnya tanpa melawan hukum, sepanjang informasi tersebut
disediakan oleh Emiten atau Perusahaan Publik tanpa pembatasan.
b. Perusahaan Efek yang memiliki informasi orang dalam mengenai Emiten atau
Perusahaan Publik melakukan transaksi Efek Emiten atau Perusahaan Publik bukan
atas tanggungannya sendiri, tetapi atas perintah nasabahnya.
c. Perusahaan Efek tersebut tidak memberikan rekomendasi kepada nasabahnya
mengenai Efek yang bersangkutan.
Dilarangnya perdagangan oleh orang dalam ini sangat berkaitan dengan adanya ketentuan
yang mengatur tentang keterbukaan informasi yang harus diumumkan kepada publik,
sebagaimana diatur dalam Keputusan Ketua Bapepam No.Kep-22/PM/1991. Keputusan
Ketua Bapepam ini mewajibkan setiap perusahaan publik untuk menyampaikan kepada
Bapepam dan mengumumkan kepada masyarakat secepat mungkin, paling lambat akhir hari
kerja kedua setelah Keputusan atau terjadinya suatu peristiwa, keterangan penting dan
relevan yang mungkin dapat mempergunakan nilai efek perusahaan atau keputusan investasi
nilai efek perusahaan atau keputusan investasi pemodal. Dalam hal ini perlu juga ditekankan
disini bahwa perdagangan oleh orang dalam ini tidak saja mengakibatkan terjadinya suatu
tindak pidana tetapi juga merupakan suatu perbuatan melawan hukum menurut ketentuan
Pasal 1365 KUH Perdata. Hal ini karena perdagangan oleh orang dalam itu dapat merugikan
investor lain dan karenanya investor yang dirugikan berhak mendaoatkan penggantian apabila
dapat membuktikannya. Oleh karena itu menurut ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata maka
tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan
orang yang karena salahnya menerbutkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
Terkait dengan diaturnya Insider Trading atau Perdagangan orang dalam sebagai suatu tindak
pidana, maka hal tersebut tidak dapat dilepaskan dari adanya proses penyelidikan atas tindak
pidana yang terjadi. Dalam Undang-Undang No 8 tahun 1995, proses penyidikan terhadap
tindak pidana di bidang pasar modal, termasuk tindak pidana Insider Trading atau
perdagangan oleh orang dalam, diatur dalam bab XIII.
Bedasarkan pasal 101 ayat (2), maka proses penyidikan terhadap pelanggaran termasuk
terhadap tindak pidana pasar modal dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di
Lingkungan Badan Pengawasan Penanaman Modal (Bapepam). Dimana disebutkan bahwa
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Bapepam diberi wewenang khusus
sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Pasar Modal
berdasarkan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang penyidikan tindak pidana. Dalam rangka
pelaksanaan kewenangan penyidikan sebagaimana tersebut, Bapepam dapat meminta bantuan
aparat penegak hukum lain. (pasal 101 ayat 6).
Dalam pelaksanaannya, ternyata proses penyidikan terhadap tindak pidana Insider Trading
atau perdagangan oleh orang dalam ini sangat sulit dilaksanakan terlebih dalam proses
pembuktiannya. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) belum pernah bisa membuktikan
adanya insider trading atas sebuah kasus yang dilaporkan pihak-pihak lain berkaitan dengan
dugaan insider trading.
Perkembangan ilmu dan teknologi juga tak dapat dipisahkan dari berkembanganya Insider
Trading. Pengaruh ilmu dan teknologi sangat besar dirasakan dalam dunia pasar modal. Ilmu
dan teknologi dapat mempermudah terjadinya Insider Trading dan memperbesar
kemungkinan mengubah cara dan perspektif orang dalam melakukan suatu tindakan tertentu.
Misalnya dengan pemanfaatan internet, teknologi komunikasi (handphone dan segala
fasilitasnya) akan sangat memberi peluang bagi mengalirnya informasi dari orang dalam yang
digunakan untuk melakukan suatu transaksi pasar modal yang melanggar ketentuan. Di sisi
lain, kecanggihan ilmu dan teknologi tersebut menjadi kendala terbesar bagi keberhasilan
pembuktian adanyan Insider Trading dalam Proses penyidikan tindak pidana pasar modal.
Namun demikian, hendaklah hal ini tidak dipandang sebagai suatu hambatan atau kendala
yang tak terpecahkan. Sebaiknya justru dipandang sebagai suatu tantangan yang harus dapat
diatasi secara bersama dan komprehensif, antara pihak-pihak yang terkait , baik para pelaku
pasar modal, pihak pengawas (BAPEPAM dan BAPPEBTI) serta pihak Kepolisian. Perlu
adanya langkah nyata dan segera, misalnya adanya kepastian dan batasan atau landasan yang
jelas dan pasti tentang karakteristik pemanfaatan ilmu dan teknologi dalam penyelenggaraan
transaksi pasar modal, dan kerangka penyelidikan tindak pidana pasar modal yang tegas, jelas
dan efektif guna mengatasi semakin marak dan berkembangnya Insider Trading sebagai salah
satu tindak pidana di bidang pasar modal.
Pemegang saham sebaga pemilik modal, memiliki hak dan tanggung jawab atas
perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar
perusahaan. Dalam melaksanakan hak dan tanggung jawabnya, perlu diperhatikan
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Pemegang saham harus menyadari bahwa dalam melaksanakan hak dan tanggung
jawabnya harus memperhatikan juga kelangsungan hidup perusahaan.
2. Perusahaan harus menjamin dapat terpenuhinya hak dan tanggung jawab pemegang
saham atas dasar asas kewajaran dan kesetaraan (fairness) sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan.
1.2 Pemegang saham harus menyadari tanggung jawabnya sebagai pemilik modal denan
memperhatikan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan.
Tanggung jawab pemegang saham tersebut pada dasarnya meliputi:
a. Pemegang saham pengendali harus dapat : (i) memperhatikan kepentingan
pemegang saham minoritas dan pemangku kepentingan lainnya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan; dan (ii) mengunkapkan kepada instansi penegak
hukum tentang pemegang saham pengendali yang sebenarnya (ultimate
shareholders) dalam hal terdapat dugaan terjadinya pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undangan, atau dalam hal diminta oleh otoritas terkait;
b. Pemegang saham minoritas bertanggungjawab untuk menggunakan haknya
dengan baik sesuai dengan peraturan prundang-undangan dan anggaran dasar;
c. Pemegang saham harus dapat: (i) memisahkan kepemilikan harta perusahaan
dengan kepemilikan harta pribadi; dan (ii) memisahkan fungsinya sebaai
pemegang saham dengan fungsnya sebagai anggota Dewan Komisaris atau
Direksi dalam hal pemegang saham menjabat pada salah satu dari kedua organ
tersebut;
d. Dalam hal pemegang saham menjadi pemegang saham pengendali pada
beberapa perusahaan, perlu diupayakan agar akuntabilitas dan hubungan antar-
perusahaan dapat dilakukan secara jelas.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akhirnya memutus tidak menerima
gugatan perdata pemegang saham publik Deddy Hartawan Jamin terhadap kelompok
pemegang saham mayoritas PT Sumalindo Lestari Jaya (SULI), Kamis (5/12). Majelis
yang diketuai Soehartono menyatakan tidak dapat menerima gugatan penggugat atas
perbuatan melawan hukum yang dilakukan manajemen PT Suli dalam penjualan saham
PT Suli kepada Pabrik Tjiwi Kimia.
Majelis hakim beralasan gugatan penggugat tidak jelas. Selain itu hakim juga
berpandangan penggugat Deddy Hartawan Jamin tidak memiliki korelasi yang jelas
terhadap obyek gugatan.
Kasus perdata yang melibatkan pemilik saham minoritas dan mayoritas PT SULI
berawal ketika pemegang saham publik Deddy Hartawan Jamin mengajukan gugatan
perdata terhadap direksi PT Sumalindo Lestari Jaya (SULI) sebagai tergugat pertama.
Serta 11 tergugat lainnya selaku pemegang saham mayoritas yaitu Amir Sunarko,
David, Lee Yuen Chak, Ambran Sunarko, Setiawan Herliantosaputro, Kadaryanto,
Harbrinderjit Singh Dillon, Husni Heron, Sumber Graha Sejahtera, Kantor Jasa Penilai
Publik Benny, Desmar dan Rekan. Para pemegang saham mayoritas tersebut berasal
dari sejumlah kelompok bisnis, seperti dari kelompok usaha Putra Sampoerna dan
kelompok usaha Sumber Graha Sejahtera (SGS) dengan induk PT Samko Timber LTD
Singapore dan kelompok usaha Hasan Sunarko.
Gugatan dilakukan pemilik saham minoritas itu karena ia merasa dirugikan dan
dipermainkan oleh manajemen dan pemegang saham mayoritas SULI. Manajemen PT
SULI yang bergerak di bidang industri perkayuan terpadu dan hutan tanaman industri
itu dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan melakukan kesalahan
prosedur dalam penjualan saham Suli kepada Pabrik Tjiwi Kimia.
Mereka dinilai salah prosedur dalam penjualan/pengalihan surat utang tanpa bunga atau
zero coupon bond kepada Marshall Enterprise (MEL), tanpa melalui prosedur hukum
yang benar sehingga mengakibatkan kerugian bagi penggugat.
Selain itu, tergugat juga dianggap melakukan kesalahan prosedur dalam mengajukan
permohonan persetujuan pengalihan saham kepada Menteri Kehutanan tanpa didahului
persetujuan RUPS Sumalindo. Permohonan tersebut juga diduga berdasarkan dokumen
palsu yang mengakibatkan kerugian bagi Deddy Hartawan Jamin sebagai penggugat.
Deddy juga menganggap ada perbuatan melawan hukum para tergugat dalam
pengelolaan perseroan tanpa melalui tata kelola perusahaan yang baik dan benar. Sebab
terjadi ketertutupan informasi oleh pihak direksi dan manajemen Sumalindo terhadap
transaksi afiliasi berupa inbreng aset tergugat pada PT Sumalindo Alam Lestari anak
perusahaan SULI.
Tindakan para tergugat ini dinilai memenuhi syarat-syarat suatu perbuatan melawan
hukum seperti melanggar hak subjektif orang lain, bertentangan dengan kewajiban
hukum, dan azas kepatutan. Akibatnya, Deddy Hartawan Jamin sebagai penggugat
mengalami kerugian berupa materi maupun immateriil dan menuntut agar PT
Sumalindo Lestari Jaya melakukan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa
(RUPSLB) untuk mengganti seluruh Dewan Direksi dan Dewan Komisaris untuk
menghindari kerugian terhadap perseroan.
Sebelumnya penggugat menuntut ganti rugi kepada tergugat, baik materiil maupun
immateriil, senilai Rp 18,7 triliun. Namun ganti rugi itu disebutkan penggugat jika
dikabulkan akan dikembalikan kepada PT Sumalindo untuk memperbaiki manajemen
dan kinerja perusahaan.
Pengacara penggugat, Wahyu Hargono, mengaku kecewa dengan putusan hakim
tersebut. Alasan hakim yang menyebutkan tidak ada korelasi dengan tuntutan tidak
benar. Padahal jelas itu dikatakan ada dalam juriprudensi. "Dengan kasus ini, pemilik
saham minoritas masih kalah dengan hegemoni pemegang saham mayoritas dan
komisaris serta direksi. Ini akan jadi preseden buruk ke depan," kata Wahyu kepada
Gresnews.com, usai menghadiri sidang, Kamis (5/12) .
Wahyu mengaku masih akan mempelajari putusan tersebut sebelum mengambil
langkah hukum lainnya, terkait gugatan kliennya. "Kita menghormati keputusan hakim.
Langkah selanjutnya masih akan pikir-pikir apa akan banding atau tidak," kata Wahyu.
Sementara pengacara Tergugat Romulo Silaen mengatakan dengan putusan tersebut
artinya eksepsi tergugat diterima. "Gugatan penggugat dinilai tidak jelas sehingga tidak
dapat diterima," katanya kepada Gresnews.com. Jadi kasus tersebut kandas dari sisi
formalitas, belum sampai pada pokok perkara. (sumber : JAKARTA,
GRESNEWS.COM - )
VI. Analisis Kasus PT. Sumalindo terhadap prinsip perlakuan setara terhadap
pemegang saham
PT. Sumalindo Lestari, Tbk belum menerapkan prinsip good corporate governance dengan
baik. Mengingat ada beberapa prinsip yang dilanggar disini yaitu :
Fakta-fakta tersebut di atas menjadi bukti bahwa PT. Sumalindo Lestari, Tbk belum
meneapkan prinsip good corporate governanance. Saran dari penulis, PT. Sumalindo Lestari,
Tbk harus mengkaji ulang tetang perhatian terhadap kesamaan hak antar pemegang saham
dan menghindari adanya benturan kepentingan transaksi dengan pihak luar. Peran akuntan
professional menjadi penting, agar dapat menjadi gerbang penyaringan PT. Sumalindo
Lestari, Tbk apakah sudah sesuai dengan prosedur dan undang-undang yang berlaku atau
belum. (full disclosure).
DAFTAR PUSTAKA
1. www.bapepam.go.id/.../Studi-Penerapan-OECD.pdf
2. http://riscawidya.blogspot.com/2011/05/penerapan-prinsip-prinsip-good.html