NIM : 200221100067
Prinsip OECD ke-3, sub-prinsip B, melarang perdagangan oleh orang dalam (insider trading) dan
transaksi abusive lainnya yang memanfaatkan hubungan dekat dengan perusahaan, termasuk dengan
pemegang saham pengendali, untuk kepentingan pribadi yang merugikan perusahaan dan investor.
Keuntungan yang dapat diperoleh dari pemanfaatan hubungan tersebut, misalnya abnormal return dari
perubahan harga saham, menjadi motivasi terjadinya insider trading.
Perdagangan oleh orang dalam juga mencakup upaya orang dalam yang (UU PM Pasal 96):
1. Mempengaruhi Pihak lain untuk melakukan pembelian atau penjualan atas efek dimaksud; atau
2. Memberi informasi orang dalam kepada Pihak mana pun yang patut diduganya dapat
menggunakan informasi dimaksud untuk melakukan pembelian atau penjualan atas efek.
Dalam Pasal 97 UU PM ditambahkan bahwa perdagangan oleh orang dalam juga mencakup
transaksi yang dilakukan oleh pihak lain yang memperoleh informasi orang dalam dari orang dalam
dengan cara melawan hukum. Transaksi efek emiten dan perusahaan publik yang dilakukan oleh
Perusahaan Efek yang memiliki informasi orang dalam emiten dan perusahaan publik tersebut juga
termasuk perdagangan oleh orang dalam, kecuali transaksi tersebut dilakukan atas perintah nasabahnya
dan Perusahaan Efek tidak memberikan rekomendasi kepada nasabahnya mengenai efek yang
bersangkutan (Pasal 98 UU PM). Dalam penjelasan atas pasal 95, orang dalam yang dimaksud dalam UU
PM adalah:
Sanksi atas pelanggaran pelarangan perdagangan oleh orang dalam diatur dalam Pasal 104 UU PM,
yaitu terancam sanksi pidana 10 (sepuluh) tahun penjara dan denda maksimum Rp15 milyar.
Prinsip OECD ke-3, sub-prinsip A.3 dan A.4, berkait dengan kedua isu di atas. Pada sub-prinsip
A.3, OECD menegaskan bahwa penggunaan hak suara oleh kustodian harus dilakukan sesuai
kesepakatan dengan investor (beneficial owners). Penerapan sub-prinsip A.3 dalam kerangka hukum di
Indonesia terdapat pada UU PM yang mewajibkan kustodian menyampaikan seluruh informasi terkait
RUPS yang relevan kepada pemegang saham akhir atau ultimate shareholders
a. Pasal 83 UU PT mengatur bahwa pengumuman RUPS harus dilakukan paling lambat 14 (empat
belas) hari sebelum pemanggilan RUPS.
b. Pasal 85 UU PT yang memungkinkan pemegang saham mewakilkan kehadirannya di RUPS atau
Pasal 77 UU PT yang memungkinkan penggunaan media telekonferensi, video konferensi, atau
sarana media elektronik lainnya dalam pelaksanaan RUPS.
PERLAKUAN SETARA TERHADAP PEMEGANG SAHAM DALAM PROSES DAN PROSEDUR RUPS
a. Pemegang saham diberikan kesempatan untuk mengajukan usul mata acara RUPS sesuai dengan
peraturan perundang-undangan;
b. Panggilan RUPS harus mencakup informasi mengenai mata acara, tanggal, waktu dan tempat
RUPS;
c. Bahan mengenai setiap mata acara yang tercantum dalam panggilan RUPS harus tersedia di
kantor perusahaan sejak tanggal panggilan RUPS, sehingga memungkinkan pemegang saham
berpartisipasi aktif dalam RUPS dan memberikan suara secara bertanggung jawab
d. Penjelasan mengenai hal-hal lain yang berkaitan dengan mata acara RUPS dapat diberikan
sebelum dan atau pada saat RUPS berlangsung:
e. Risalah RUPS harus tersedia di kantor perusahaan, dan perusahaan menyediakan fasilitas agar
pemegang saham dapat membaca risalah tersebut.
Prinsip OECD ke-3, sub-prinsip C, menegaskan kewajiban komisaris dan direktur untuk
mengungkapkan kepada Dewan Komisaris, jika mereka secara langsung, tidak langsung, atau atas nama
pihak ketiga, memiliki kepentingan material terhadap transaksi atau kegiatan yang secara langsung
mempengaruhi perusahaan. Benturan kepentingan tersebut dapat disebabkan oleh hubungan bisnis,
hubungan keluarga, atau hubungan khusus lainnya di luar perusahaan, yang dapat memengaruhi
objektifitas penilaian direktur dan/atau komisaris terhadap transaksi atau aspek tertentu yang
berpengaruh terhadap perusahaan.
Pedoman Umum GCG Indonesia juga mengatur secara tidak langsung kewajiban pengungkapan
informasi benturan kepentingan direktur dan komisaris dalam Bab III tentang Etika Bisnis dan Pedoman
Perilaku, bagian 3.2, yaitu sebagai berikut:
a. Benturan kepentingan adalah keadaan dimana terdapat konflik antara kepentingan ekonomis
perusahaan dan kepentingan ekonomis pribadi pemegang saham, komisaris dan direktur, serta
karyawan perusahaan:
b. Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, komisaris dan direktur serta karyawan perusahaan
harus senantiasa mendahulukan kepentingan ekonomis perusahaan diatas kepentingan
ekonomis pribadi atau keluarga, maupun pihak lainnya;
c. Komisaris dan direktur serta karyawan perusahaan dilarang menyalahgunakan jabatan untuk
kepentingan atau keuntungan pribadi, keluarga dan pihak-pihak lain;
d. Dalam hal pembahasan dan pengambilan keputusan yang mengandung unsur benturan
kepentingan, pihak yang bersangkutan tidak diperkenankan ikut serta;
e. Pemegang saham yang mempunyai benturan kepentingan harus mengeluarkan suaranya dalam
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sesuai dengan keputusan yang diambil oleh pemegang
saham yang tidak mempunyai benturan kepentingan:
f. Setiap komisaris dan direktur serta karyawan perusahaan yang memiliki wewenang
pengambilan keputusan diharuskan setiap tahun membuat pernyataan tidak memiliki benturan
kepentingan terhadap setiap keputusan yang telah dibuat olehnya dan telah melaksanakan
pedoman perilaku yang ditetapkan oleh perusahaan.