Anda di halaman 1dari 14

RINGKASAN MATA KULIAH SAP 4

“Pemegang Saham, Dewan Komisaris, dan Dewan Direksi”

Mata Kuliah: Corporate Governance (EMA 469A C4)

Dosen Pengampu: Dr. I Gusti Ayu Made Asri Dwija Putri, S.E., M.Si., CMA.

Oleh:
Nengah Saraswati Kusumaputri (1707531010)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2020
1. Organ-Organ dalam Perseroan
Organ dalam perusahaan memiliki peran penting dalam pelaksanaan Good
Corporate Governance secara efektif. Organ dalam perusahaan harus melaksanakan
fungsinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku atas dasar prinsip bahwa masing-masing
organ melaksanakan fungsi, tugas, dan tanggung jawabnya secara independen hanya untuk
kepentingan perusahaan. Organ-organ dalam perseroan sesuai dengan Undang-Undang
No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) terdiri atas Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Dewan Komisaris serta tambahan 3 organ yaitu
Internal dan Eksternal Auditor, Komite Audit dan Komite Lainnya, dan Corporate
Secretary.
a. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
RUPS adalah lembaga yang sengaja dibentuk untuk memfasilitasi
kepentingan para pemilik/pemegang saham. Tujuan dari adanya RUPS adalah untuk
menjamin dan melindungi hak pemegang saham misalnya terhadap perolehan
informasi pada waktu yang tepat, hak suara dalam rapat pemegang saham, hak
partisipasi dalam pemilihan direksi, dan hak pembagian dividen. Pada UUPT pasal
75 dan 76 menyatakan RUPS adalah sebagai berikut.
 RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau dewan
komisaris, dalam batas yang dilakukan dalam undang-undang perseroan dan/atau
anggaran dasar.
 Dalam forum RUPS, pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang
berkaitan dengan perseroan dari direksi dan/atau dewan komisaris, sepanjang
berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan
perseroan.
 RUPS dalam mata acara lain tidak berhak mengambil keputusan kecuali semua
pemegang saham hadir dan/atau diwakili dalam RUPS dan menyetujui
penambahan mata acara rapat.
 RUPS dapat diadakan di tempat kedudukan perseroan atau di tempat perseroan
melakukan kegiatan usaha dan harus di wilayah NKRI atau dimanapun dengan
memerhatikan ketentuan.
 Keputusan dalam RUPS harus bersifat bulat.

1
b. Direksi
Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab
penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan
maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di
luar pengadilan sesuai denganketentuan anggaran dasar (UUPT). Dewan Direksi
(Board of Directors) di Indonesia adalah sebutan bagi sekumpulan direktur dalam
perusahaan. Dewan direksi diketuai oleh Managing Director atau Chief Executive
Officer (CEO) atau disebut juga Presiden Direktur atau Direktur Utama. Menurut
UUPT Pasal 82 bahwa Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan
perusahaan untuk kepentingan dan tujuan perusahaan.
c. Dewan Komisaris
Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan
pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta
memberi nasihat kepada Direksi (UUPT).Dewan Komisaris (Board of
Commisioners) di Indonesia diangkat dan bertanggungjawab kepada pemegang
saham. Pengangkatannya dilakukan dalam RUPS mewakili kepentingan para
pemegang saham. Dewan Komisaris akan bertindak sebagai governing bodies yang
melakukan pengawasan akan tindak tanduk manajemen sehingga menentukan
keberhasilan Corporate Governance.
d. Internal dan Eksternal Auditor
Internal auditor untuk memberikan jasa konsultasi dan menjamis perusahaan
terkait efisiensi operasional, manajemen risiko, kontrol internal, pelaporan
keuangan, serta proses governance. Eksternal auditor untuk mendorong praktik
Corporate Governance yang sehat di dalam perusahaan dengan memberikan
keyakinan bahwa laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan adalah wajar.
e. Komite Audit dan Komite Lainnya
Pada struktur corporate governance di Indonesia terdapat beberapa komite di
bawah Dewan Komisaris yang memiliki tugas dan fungsi sebagai pembantu utama
dewan komisaris dalam melaksanakan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya. Secara
umum terdapat tiga komite dewan komisaris yaitu: komite audit, komite remunerasi,
dan komite nominasi. Di perbankan biasanya ada tambahan berupa komite
corporate governancedan komite pemantau resiko. Komite membantu dewan
komisaris mengawasi kinerja keuangan perusahaan, system akuntansi,
pengungkapan laporan keuangan, dan manajemen risiko.
2
f. Corporate Secretary (Sekretaris Perusahaan)
Corporate Secretary atau sekretaris perusahaan dibutuhkan untuk memenuhi
informasi yang dibutuhkan oleh para investor yaitu pemegang saham dan kreditur.
Peran sekretaris perusahaan adalah penghubung antara perusahaan dengan
stakeholders serta sebagai pejabat yang harus menjamin kepatuhan perusahaan
terhadap Undang-Undang Pasar Modal. Sekretaris perusahaan harus dilaksanakan
oleh seorang direktur atau pejabat perusahaan yang tercatat khusus ditunjuk untuk
menjalankan fungsi tersebut.

2. Pemegang Saham
Pemegang saham adalah seseorang atau badan hukum yang secara sah memiliki
satu atau lebih saham pada perusahaan. Para pemegang saham adalah pemilik dari
perusahaan tersebut. Pemegang saham diberikan hak khusus tergantung dari jenis saham,
termasuk hak untuk memberikan suara (biasanya satu suara per saham yang dimiliki)
dalam hal seperti pemilihan dewan direksi, hak untuk pembagian dari pendapatan
perusahaan, hak untuk membeli saham baru yang dikeluarkan oleh perusahaan, dan hak
terhadap aset perusahaan pada saat likuidasi perusahaan. Namun, hak pemegang saham
terhadap aset perusahaan berada di bawah hak kreditor perusahaan. Ini berarti bahwa
pemegang saham (pesaham)biasanya tidak menerima apa pun bila suatu perusahaan yang
dilikuidasi setelah kebangkrutan.
Menurut Pasal 3 ayat (1) UUPT, pemegang saham Perseroan Terbatas tidak
bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan
tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki.
Ketentuan di dalam pasal ini mempertegas ciri dari Perseroan bahwa pemegang saham
hanya bertanggung jawab sebesar setoran atas seluruh saham dan tidak meliputi harta
kekayaan pribadinya.Namun, masih ada kemungkinan pemegang saham harus
bertanggung jawab hingga menyangkut kekayaan pribadinya berdasarkan Pasal 3 ayat
(2) UUPT yang menyatakan bahwa ketentuan di dalam Pasal 3 ayat (1) tidak berlaku
apabila:
 persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
 pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan
itikadburuk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;

3
 pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum
yangdilakukan oleh Perseroan; atau
 pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung
secaramelawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan
kekayaanPerseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.

3. Hak-Hak Pemegang Saham


Ketentuan Pasal 52 ayat (1) UUPT menunjukkan bahwa hak pemegang saham
terbagi di dalam dua kategori besar. Pertama, sebagaimana diatur Pasal 52 ayat (1)
UUPT, dalam kerangka RUPS bahwa pemegang saham dapat menyatakan pendapatnya,
menerima keuntungan RUPS dalam bentuk dividen dan menerima sisa kekayaan dari
terjadinya likiudasi perusahaan. Kedua, terdapat hak-hak lain yang tersebar (diluar hak-
hak yang pertama) diatur beberapa pasal dalam UUPT. Hal itu dapat dijelaskan bahwa
hak-hak lain tersebut antara lain:
1) Hak Perseorangan (Personal Rights)
Hak ini telah diatur dalam Pasal 61 ayat (1) UUPTyaitu menentukan bahwa
setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan ke
Pengadilan Negeri apabila dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak
adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan/atau
Dewan Komisaris. Namun, gugatan tersebut harus ada dasar dan gugatan merupakan
hasil dari keputusan RUPS. Gugatan pemegang saham dapat diajukan kepada
Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan
yang digugat.
2) Hak Menilai Harga Saham (Appraisal Right)
Hak ini diatur dalam Pasal 62 ayat (1) UUPT menentukan bahwa setiap
pemegang saham berhak meminta kepada perseroan agar sahamnya dapat dibeli
dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan
perseroan yang merugikan pemegang saham atau perseroan, berupa tindakan a.
perubahan anggaran dasar; b. pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang
mempunyai nilai lebih dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih Perseroan;
atau c. penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan. Hak ini adalah
hak dasar sebagai pemilik saham untuk membela kepentingannya apabila menolak
beberapa tindakan perseroan sebagaimana diatur Pasal 62 ayat (1) UUPT yang dapat

4
merugikannya. Untuk itu, maka ketidaksetujuannya itu harus ditebus dengan dibeli
sahamnya dengan harga yang wajar sebagai jalan keluar terjadinya
ketidaksetujuannya itu.
3) Hak Meminta Didahulukan (Pre-Emptive Right)
Hak ini diatur Pasal 43 ayat (1) dan Ayat (2) UUPT yang menentukan bahwa:
(1) saham yang dikeluarkan untuk penambahan modal harus terlebih dahulu
ditawarkan kepada setiap pemegang saham seimbang dengan pemilikan saham
untuk klasifikasi saham yang sama;
(2) dalam hal saham yang akan dikeluarkan untuk penambahan modal merupakan
saham yang klasifikasinya belum pernah dikeluarkan, yang berhak membeli terlebih
dahulu adalah seluruh pemegang saham sesuai dengan perimbangan jumlah saham
yang dimilikinya.
Hak ini juga dikenal dengan hak utama pemegang saham untuk meminta
didahulukan dalam membeli atau berpatisipasi terhadap saham yang akan
dikeluarkan oleh perseroan dalam rangka peningkatan modalnya. Apabila pemegang
saham menolak dan tidak berkehendak membelinya, maka barulah ditawarkan
kepada pihak ketiga diluar pemegang saham yang ada.
4) Hak Gugatan Derivatif (Derivative Right)
Hak gugatan derivative diatur melalui Pasal 97 ayat (6) untuk gugatan
terhadap Direksi dan Pasal 114 ayat (6) gugatan terhadap Komisaris perseroan.
Melalui kedua ketentuan ini diatur bahwa pemegang saham untuk dan atas nama
perseroan dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap anggota Direksi
atau Komisaris dikarenakan kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian
terhadap perseroan. Hak pemegang saham ini adalah bukti dalam keterlibatan
langsung pemegang saham untuk mengkoreksi dan memperbaiki kesalahan yang
kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya kerugian perseroan. Dengan gugatan
ini apabila dimenangkan, maka yang berhak menerima pembayaran ganti rugi dari
tergugat adalah perseroan itu sendiri dan bukan pemegang saham yang menggugat
dengan jalan gugatan derivatif ini. Artinya, sifat utama gugatan derivatif adalah
demi dan untuk memperbaiki perseroan.
5) Hak Pemeriksaan (Enqueterecht)
Hak pemeriksaan diatur khusus dalam Pasal 138 ayat (3) UUPT. Dengan dasar
ini pemegang saham diberikan hak untuk melakukan proses audit atau pemeriksaan
langsung terhadap perseroan dengan tujuan mendapatkan keterangan dalam hal
5
terjadinya dugaan bahwa perseroan, Direksi dan Dewan Komisaris telah melakukan
perbuatan melawan hukum yang akan merugikan pemegang saham dan pihak ketiga.
Untuk menjalankan hak, pemegang saham dapat mengajukan permohonan secara
tertulis, beserta dengan alasannya, kepada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya
meliputi tempat dimana kedudukan perseroan berada. Melalui hak ini
memungkinkan pemegang saham dapat mengetahui dengan jelas dan langsung ke
permasalahan yang terjadi tentang perbuatan melawan hukum, sehingga dapat
berusaha mencegah dan menekan kerugian yang akan dapat terus terjadi di dalam
internal perseoan.
6) Hak Meminta Mengadakan RUPS
Hak untuk mengadakan RUPS telah diatur Pasal 79 ayat (2) UUPT yang
menentukan bahwa penyelenggraan RUPS dapat dimintakan oleh 1 (satu) orang atau
lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau
lebih dari seluruh saham dengan hak suara yang sah, kecuali anggaran dasar
menentukan suatu jumlah yang lebih kecil. Kehendak pemegang saham itu harus
diajukan kepada Direksi dengan surat tercatat dan disertai alasannya dengan
tembusan kepada Dewan Komisaris. Apabila Direksi atau Dewan Komisaris tidak
melakukan pemanggilan RUPS, maka pemegang saham yang meminta
penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonan kepada ketua Pengadilan
Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan dimana Perseroan berada
untuk menetapkan pemberian izin kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan
RUPS tersebut. Dengan hak ini, maka hak untuk menyelenggarakan RUPS tidak
terbatas dari Direksi, tetapi dapat juga dimintakan penyelenggarannya oleh
pemegang saham dengan jumlah kepemilikan saham tertentu. Artinya, pemegang
saham tidak saja memilik hak untuk mengeluarkan suaranya di dalam RUPS, tetapi
pemegang saham juga dapat mengusulkan diadakannya RUPS dalam hal, misalnya,
Direksi tidak mengadakan RUPS Tahunan sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan atau masa jabatan para anggota Direksi dan/atau anggota Dewan
Komisaris telah berakhir.
7) Hak Meminta Pembubaran Perseroan
Hak ini diatur dalam Pasal 144 ayat (1) UUPT yang menentukan bahwa
Direksi, Dewan Komisaris atau 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili
paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak
suara, dapat mengajukan usul pembubaran Perseroan kepada RUPS. Hak ini ada,
6
karena adanya hak pemegang saham untuk mendirikan perseroan dan sekaligus juga
menjadi hak pemegang saham untuk membubarkannya. Terdapat banyak alasan
mengapa membubarkan perseroan, namun dalih untuk membubarkan perseroan
dapat juga disebabkan karena setelah menjalankan kegiatan dalam waktu lama
perkembangan dan kemajuan usahanya tidak maju-maju dan bahkan mundur,
sehingga usahanya tidak dapat bertahan lama dan mengalami kerugian terus
menerus, sehingga dengan keadaan yang demikian memaksa pemegang saham tidak
berkehendak lagi melanjutkan aktivitas usahanya.

4. Perlindungan terhadap Hak Pemegang Saham


1) Perlindungan dari Peraturan
Secara mendasar bahwa sejak awal perusahaan akan melakukan aktivitas di
pasar modal, sudah disiapkan seperangkat peraturan yang maksudnya sebagai
rangkaian tindakan preventif, agar emiten adalah benar-benar emiten yang dapat
dipertanggung jawabkan dengan itikad baik akan membagi power dan intensisnya
kepada masyarakat. Peraturan yang mengatur tentang syarat materil maupun formal,
prosedur dan pelaksanaan emisi saham tersebut merupakan upaya awal kepada
pemegang saham publik, perlindungan tahap berikutnya ada dan antisipasi oleh
peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Bappepam (saat ini OJK) sebagai
institusi yang berwenang untuk mengawasi pasar modal di Indonesia. Karena seperti
dijelaskan diatas bahwa kepentingan pemegang saham harus dilindungi untuk
menciptakan citra pasar modal yang baik agar dapat lebih menarik investor untuk
menanamkan modalnya di pasar modal. Selain itu perlindungan pemegang saham
juga telah diatur secara implisit dalam UUPT misal, pemegang saham dapat
melayangkan gugatan ke pengadilan apabila dirugikan sebagai implikasi dari hasil
keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan Komisaris.
2) Perlindungan dari Penerapan Good Corporate Governance
Penerapan GCG dalam pengelolaan perusahaan dapat memberikan
perlindungan terhadap pemegang saham karena dalam GCG terdapat prinsip-prinsip
yang dapat melindungi kepentingan perusahaan, pemegang saham, manajemen, dan
investor sertapihak-pihak yang terkait dengan perusahaan. Ide dasar dari GCG
adalah memisahkan fungsi dan kepentingan diantara para pihak dalam suatu
perusahaan, seperti perusahaan yang menyediakan modal atau pemegang saham,
pengawas dan pelaksana sehari-hari usaha perusahaan dan masyarakat luas. GCG
7
juga dijadikan sebagai suatu aturan atau standar yang mengatur perilaku pemilik
perusahaan,Direksi, Manajer, dengan merinci tugas dan wewenang serta bentuk
pertanggung jawaban kepada pemegang saham.

5. Fungsi Dewan Komisaris dan Direksi


Berdasarkan pengertian komisaris pada Undang-Undang Republik Indonesia No. 40
Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, dewan komisaris merupakan organ Emiten atau
Perusahaan Publik yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus
sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi. Maka dari itu, fungsi
utama dari dewan komisaris merupakan fungsi pengawasan terkait jalannya perusahaan
agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Hal yang sama terkait fungsi pengawasan
komisaris juga terdapat pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 33 /POJK.04/2014
Tentang Direksi Dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik. Pelaksanaan
fungsi pengawasan tersebut harus dilakukan dengan beberapa cara di bawah ini (Pasal 114
ayat 5 UU RI No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas) sebagai berikut:
1) Melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan
Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
2) Tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas
tindakan pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian.
3) Memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya
kerugian tersebut.
Pengertian direksi menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2007
Tentang Perseroan Terbatas, direksi merupakan Organ Perseroan yang berwenang dan
bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai
dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di
luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Dilihat dari pengertiannya, maka
fungsi utama yang dijalankan direksi merupakan fungsi operasional, dimana tugas utama
yang harus dilaksanakan oleh direksi merupakan mengurus jalannya Perseroan Terbatas.
Di dalam menjalankan fungsinya, terdapat beberapa hal yang dapat dilaksakan oleh
direksi yaitu: (sesuai Pasal 97 ayat 5 UU RI No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas)
1. Melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan
dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.

8
2. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung
atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian.
3. Mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
4. Melaksanakan tugas dengan transparan.

5. Tanggung Jawab Dewan Komisaris dan Direksi


1) Tanggung Jawab Dewan Komisaris
Melihat fungsi ataupun tugas yang harus dijalankan oleh seorang dewan komisaris,
maka tanggung jawab yang harus dipenuhi yaitu pengawasan yang dilaksanakan
bertanggung jawab pada kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya,
baik mengenai Emiten atau Perusahaan Publik maupun usaha Emiten atau Perusahaan
Publik (Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 33 /POJK.04/2014 Tentang
Direksi Dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik). Pada Pasal 114 UU RI
No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas menjelaskan bahwa tanggung jawab
dewan komisaris di dalam menjalankan pengawasan harulas beritikad baik, hati-hati,
tanggung jawab. Pengawasan yang dilaksanakan oleh dewan komisaris untuk memastikan
kepentingan pemegang saham tetap terjaga dari pelaksaan pengurusan perusahaan yang
dilaksanakan oleh direksi atau dengan kata lain dewan komisaris bertanggung jawab
kepada pemegang saham.
Jika perusahaan mengalami kerugian maka dewan komisaris harus ikut bertanggung
jawab apabila yang bersangkutan bersalah ataupun lalai dalam menjalankan tugasnya.
Jika perusahaan mengalami kepailitan karena kelalain dewan komisaris di dalam
melakukan pengawasan terhadap pengurusan direksi maka dewan komisaris juga
bertanggung jawab, tidak cukup hanya membayar kerugiannya saja namun secara
tanggung renteng ikut bertanggung jawab dengan direksi atas kewajibannya (Pasal 115
UU RI No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas). Selain itu, tanggung jawab
lainnya yaitu dewan komisaris haruslah membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan
menyimpan salinannya, melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikan sahamnya
dan/atau keluarganya pada Perseroan tersebut dan Perseroan lain, memberikan laporan
tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku yang baru lampau
kepada RUPS (Pasal 116 UU RI No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas).
Tanggung jawab lainnya yaitu dewan komisaris wajib melaksanakan rapat dewan
komisaris minimal satu kali dalam dua bulan.

9
2) Tanggung Jawab Direksi
Tanggung jawab yang dilaksanakan oleh direksi yaitu atas pengurusan Emiten atau
Perusahaan Publik untuk kepentingan Emiten atau Perusahaan Publik sesuai dengan
maksud dan tujuan Emiten atau Perusahaan Publik yang ditetapkan dalam anggaran dasar
(Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 33 /POJK.04/2014 Tentang Direksi Dan Dewan
Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik). Direksi dalam melaksanakan tugasnya
bertanggung jawab kepada dewan komisaris melalui RUPS. Di dalam menjalankan
tanggung jawabnya, direksi wajib melaksanakan RUPS tahunan dan RUPS lainnya
sebagaimana yang telah diatur dalam perundang-undangan dan anggaran dasar.
Jika perusahaan mengalami kerugian maka semua anggota direksi bertanggung jawab
secara tanggung renteng atas kerugian emiten dan perusahaan publik atas kelalaian
direksi dalam menjalankan tugasnya (Pasal 13 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.
33 /POJK.04/2014 Tentang Direksi Dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan
Publik). Selain itu menurut Pasal 16 POJK No. 33 /POJK.04/2014 Tentang Direksi Dan
Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik, direksi wajib melaksanakan rapat
direksi secara berkala minimal satu kali dalam sebulan sebagai bagian dari tanggung
jawabnya terhadap perusahaan.

6. Regulasi Dewan Komisaris dan Direksi


Pengertian regulasi berdasarkan KBBI merupakan pengaturan. Regulasi merupakan
suatu peraturan yang dibuat untuk membantu mengendalikan perseorangan ataupun
kelompok agar tercapainya tujuan tertentu. Tujuan diadakannya regulasi yaitu untuk
pengendalian yang efektif. Adapun regulasi terkait dewan komisaris dan direksi diatur
pada:
1) Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas
2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 33/POJK.04/2014 Tentang Direksi dan
Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik

7. Komisaris Independen dan Struktur Pengawasan Corporate Governance


1) Komisaris Independen
Berdasarkan Pasal 119 UU RI No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
bahwa anggaran dasar perseroan dapat mengatus adanya satu atau lebih komisaris
independen yang dibentuk saat RUPS. Berdasarkan Peraturan POJK No.
10
33/POJK.04/2014 Tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan
Publik, Komisaris Independen adalah anggota Dewan Komisaris yang berasal dari luar
Emiten atau Perusahaan Publik dan memenuhi persyaratan sebagai Komisaris
Independen. Keberadaan komisaris independen ini wajib 30% dari keanggotan
komisaris. Persyaratan yang harus dipenuhi sebagai komisaris independen yaitu (Pasal
21 Peraturan POJK No. 33/POJK.04/2014 Tentang Direksi dan Dewan Komisaris
Emiten atau Perusahaan Publik):
(1) Bukan merupakan orang yang bekerja atau mempunyai wewenang dan tanggung
jawab untuk merencanakan, memimpin, mengendalikan, atau mengawasi kegiatan
Emiten atau Perusahaan Publik tersebut dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir,
kecuali untuk pengangkatan kembali sebagai Komisaris Independen Emiten atau
Perusahaan Publik pada periode berikutnya;
(2) Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada Emiten atau
Perusahaan Publik tersebut;
(3) Tidak mempunyai hubungan Afiliasi dengan Emiten atau Perusahaan Publik,
anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau pemegang saham utama Emiten
atau Perusahaan Publik tersebut; dan
(4) Tidak mempunyai hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang
berkaitan dengan kegiatan usaha Emiten atau Perusahaan Publik tersebut.
Komisaris independen yang telah menjabat selama dua periode masa jabatan dapat
diangkat kembali asalkan dirinya tetap independen kepada RUPS.
Menurut, Indonesian Society of Independent Commissioner, tugas komisaris independen
yaitu:
(1) Memastikan perusahaan memiliki strategi bisnis terkait anggaran, pembagian
tugas, dan lain sebagainya.
(2) Orang-orang yang diangkat dalam perusahaan dipastikan memiliki kompetensi
yang baik.
(3) Memeriksa setiap ada risiko perusahaan dan memastikan telah terdapat
penyelesaiannya.
(4) Perusahaan dipastikan telah mengikuti aturan atau hukum yang berlaku.
(5) Perushaan dipastikan memiliki sistem audit dan pengendalian yang efektif.
(6) Memastikan penerapan good corporate governance telah diterapkan dalam
perusahaan dengan baik.

11
Pentingnya komisaris independen yaitu disaat adanya perbedaan kepentingan di
dalam suatu perusahaan, munculnya komisaris independen sebagai controller perusahaan,
terutama agar hak-hak minoritas tetap mendapat perhatian perusahaan.

2) Struktur Pengawasan Good Corporate Governance di Indonesia


Struktur pengawasan good corporate governance di Indonesia yaitu struktur yang
terorganisir untuk mengevaluasi good corporate governance yang telah dilaksanakan atau
diterapkan dalam perusahaan. Dilihat dari organ-organ penting dalam corporate
governance maka, pengawasan yang tertinggi adalah RUPS dan diikuti oleh dewan
komisaris, direksi, internal-eksternal auditor, komite audit dan komite lain, serta
sekretaris perusahaan. Salah satu contoh struktur pengawasan good corporate governance
di perusahaan go public yaitu pada Bank Mandiri yang menggunakan struktur RUPS,
dewan komisaris, dan direksi.
RUPS merupakan forum tertinggi yang memiliki wewenang eksklusif yang tidak
dimiliki oleh dewan komisaris dan direksi. Dalam rangka meningkatkan fungsi
pengawasan, dewan komisaris didukung oleh komite-komite yang berada di bawahnya.
Komite-komite tersebut bekerja sesuai dengan ruang lingkup tugas komite yang
bersangkutan yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Dewan Komisaris.
Direksi dibantu oleh jajaran manajemen bank yang bertugas mengelola,
mengendalikan, mengawal, dan bertanggung jawab atas implementasi good corporate
governance yang dibantu oleh komite di bawah dewan komisaris, sekretaris dewan
komisaris, komite di bawah direksi dan sekretaris perusahaan.

12
REFERENSI

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 33/POJK.04/2014 Tentang Direksi dan Dewan
Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik

Putri, I Gusti Ayu Made Asri Dwija dan I Gusti Ketut Agung Ulupui. 2017. Pengantar
Corporate Governance. Denpasar: CV. Sastra Utama.

Riyanto, Agus. 2018. Hak-Hak Pemegang Saham di Indonesia. Diakses melalui:


https://business-law.binus.ac.id/2018/02/17/hak-hak-pemegang-saham-di-indonesia/
(pada tanggal 29 Februari 2020).

Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

13

Anda mungkin juga menyukai