Anda di halaman 1dari 16

1a.

M. Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Perseroan Terbatas disebutkan bahwa


badan hukum, perseroan juga bisa menjadi badan hukum. Oleh karena itu, perseroan
juga bisa menjadi subjek hukum. Apabila sesuatu mempunyai hak (right) dan kewajiban
(duty) seperti layaknya manusia, maka menurut hukum setiap apa pun yang
mempunyai hak dan kewajiban adalah subjek hukum dalam kategori badan hukum.
Dengan demikian, tidak selamanya badan hukum harus manusia.
Ditegaskan secara yuridis dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU PT”) mendefinisikan Perseroan Terbatas
sebagai badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi
dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini
serta peraturan pelaksanaannya.

1b. .
Sebagaimana diketahui bahwa sifat putusan oleh mayoritas dalam suatu RUPS tidak
selamanya fair bagi pemegang saham minoritas, meskipun cara pengambilan putusan
secara mayoritas tersebut dianggap yang paling demokratis. Melalui sistem putusan
mayoritas tersebut, bisa saja seorang yang sudah membiayai perusahaan sampai 48%
dengan memegang saham 48% dalam hubungan dengan pengendalian dan
pengambilan keputusan dalam perusahaan, mereka mempunyai kedudukan yang
persis sama dalam pemberian suara dengan pemegang hanya 1% saham dan akan
sangat berbeda dengan pemegang saham 51%. Ini menjadi tidak fair. Berdasarkan hal
tersebut, menurut Munir Fudy dalam bukunya Perlindungan Pemegang Saham
Minoritas (20 05) bahwa untuk menjaga agar terdapat keadilan bagi setiap pemegang
saham, apakah sseseorang tersebut sebagai pemegang saham mayoritas ataupun
sebagai pemegang saham minoritas, kemudian dimunculkzn konsep yang disebut
dengan “Kekuasaan Mayoritas dengan Perlindungan Minoritas” (majority rule minority
protection). Sebagaimana diketahui bahwa seringkali antara kepentingan pemegang
saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas bertentangan satu sama lain.
Untuk itu, agar terpenuhinya unsur keadilan, diperlukan suatu keseimbangan sehingga
pihak pemegang saham mayoritas tetap dapat menikmati haknya selaku mayoritas,
termasuk mengatur perseroan. di lain pihak, pihak pemegang saham minoritas pun
perlu diperhatikan kepentingannya dan tidak bisa begitu saja diabaikan haknya.
Kekhawatiran akan munculnya aksi-aksi korporasi yang merupakan pelaksanaan dari
keputusan mayoritas dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) seperti misalnya
penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan pemisahan perseroan atau bahkan
pembubaran perseroan dapat mengganggu atau merugikan kepentingan dari
pemegang saham minoritas. Oleh karena itu, kepentingan pemegang saham minoritas
perlu mendapatkan perlindungan dengan adanya aksi-aksi korporasi tersebut.
Pengaturan akan perlindungan pemegang saham minoritas secara menyeluruh baru
dilakukan sejak keluarnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas yang kemudian dirubah dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas. Perlindungan hokum bagi kepentingan emegang saham
minoritas perlu diberikan karena :
1. Pihak pemegang saham minoritas sama sekali tidak berdaya dalam suatu
perusahaan karena selalu kalah suara dalam rapat umum pemegang saham selaku
pemegang kekuasaan tertinggi.

2. Pihak pemegang saham minoritas tidak mempunyai kewenangan untuk mengurus


perusahaan karena tidak mempunyai cukup suara untuk menunjuk direktur atau
komisarisnya sendiri, atau kalaupun ada kesempatan untuk menunjuk direktur atau
komisaris, biasanya direktur atau komisaris tersebut juga tidak berdaya karena kalah
suara dalam rapatrapat direksi atau komisaris.

3. Pihak pemegang saham minoritas tidak memiliki kewenangan untuk melakukan hal-
hal yang penting baginya, seperti kewenangan untuk mengangkat pegawai perusahaan,
dan melakukan tindakan-tindakan penting lainnya.

4. Jika perusahaan berbisnis secara kurang baik, pihak pemegang saham minoritas
umumnya tidak dapat berbuat banyak, kecuali membiarkan perusahaan tersebut terus
menerus merugi sambil mempertaruhkan sahamnya di sana.

5. Terutama dalam suatu perusahaan tertutup, saham pihak minoritas umumnya tidak
marketable, sehingga sangat sulit dijual ke pihak luar. Hal tersebut biasanya dimaklumi
benar oleh pihak pemegang saham mayoritas, yang kalaupun siap membeli saham
pihak minoritas, tentu akan membelinya dengan harga yang rendah.

Bentuk perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas diatur dalam Pasal
61 dan Pasal 62 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
(UUPT). Menurut ketentuan dalam Pasal 61 UUPT dinyatakan bahwa setiap pemegang
saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan apabila dirugikan karena
tindakan perseroan sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Komisaris.
Selanjutnya Pasal 62 UUPT ditentukan bahwa setiap pemegang saham berhak
meminta agar sahamnya dibeli oleh perseroan apabila pemegang saham tidak
menyetujui tindakan perseroan yang merugikan pemegang saham atau perseroan.
Pemegang saham minoritas merupakan salah satu stakeholders di samping
stakeholders lainnya, yaitu pemegang saham mayoritas, direksi, komisaris, pegawai
dan kreditor. Lebih dari itu, bersama-sama dengan pemegang saham mayoritas,
pemegang saham minoritas juga merupakan pihak yang membawa pundi-pundi bagi
perusahaan (bagholders). Karena itu, tidak boleh tidak, pihak pemegang saham
minoritas sampai batas-batas tertentu patut dilindungi oleh hukums

2a
Secara umum terdapat lima prinsip dasar good corporate governance dalam
perusahaan , sebagai berikut:
1. Keterbukaan Informasi (Transparency)
Prinsip ini untuk menegaskan obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan
harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah
diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil
inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang diisyaratkan oleh
peraturan perundangundangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan
keputusan oleh pemegang saham, kreditur, dan pemangku kepentingan lainnya.
2. Akuntabilitas (Accountability)
Prinsip ini menegaskan pentingnya pertanggungjawaban kinerja secara transparan
dan wajar melalui pengelolaan yang dilakukan dengan benar, terukur dan sesuai
dengan kepentingan perseroan dengan tetap memperhatikan kepentingan
pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Oleh karenanya diperlukan
pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab yang jelas terhadap masing-
masing organ perusahaan.
3. Pertanggungjawaban (Responsibility)
Prinsip ini menegaskan pentingnya pengembanan tanggung jawab yang mencakup
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung
jawab terhadap masyarakat dan lingkungan dalam rangka menciptakan usaha yang
berkesinambungan guna mewujudkan good corporate citizen.
4. Kemandirian (Independency)
Prinsip ini menegaskan pentingnya suatu perusahaan dikelola secara independen
dalam rangka menciptakan korporasi yang sehat serta pengambilan keputusan yang
bersifat objektif guna menghindari konflik kepentingan. Prinsip tersebut
dimaksudkan agar masing-masing organ dalam aktivitasnya tidak saling
mendominasi atau mengintervensi pihak lain.
5. Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness)
Prinsip ini menegaskan pentingnya perseroan memperhatikan kepentingan
pemegang saham dan pemangku kepentingan lain berdasarkan asas kewajaran dan
kesetaraan yakni tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan
kondisi fisik.

Contoh penerapan Good Corporate Governance dalam perusahaan :


A. TRANSPARANSI
Transparansi adalah keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan
dan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai Perusahaan
secara akurat dan tepat waktu. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan
prinsip transparansi adalah pengungkapan informasi oleh Perusahaan dilakukan
dengan:
1. Mematuhi Anggaran Dasar, peraturan perundang- undangan yang berlaku,
Peraturan Perusahaan dan prinsip-prinsip GCG.
2. Menyediakan informasi baik informasi yang wajib, sukarela tetapi menjadi nilai
tambah bagi Perusahaan dan tidak mengurangi kewajiban Perusahaan untuk
memenuhi ketentuan kerahasiaan kepada Pemegang Saham dan stakeholders
secara akurat dan tepat waktu, serta mudah diakses sesuai dengan batasan
yang ditetapka Perusahaan.
B. AKUNTABILITAS
Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ
Perseroan maupun pegawai sehingga pengelolaan perusahaan dapat dilaksanakan
secara efektif. Pada prinsip ini beberapa perusahaan membedakannya ke dalam 3
prinsip akuntabilitas yakni :
1. Akuntabilitas Individual
Akuntabilitas individual merujuk kepada hubungan akuntabilitas dalam konteks
atasan bawahan. Akuntabilitas berlaku kepada para pihak, baik yang mempunyai
wewenang maupun yang mendapatkan penugasan dari pemegang wewenang
(pelimpahan tugas). Pemegang wewenang bertanggungjawab untuk memberikan
arahan, bimbingan dan sumberdaya yang diperlukan serta membantu
menghilangkan kendala yang dapat mempengaruhi kinerja. Pelaksana tugas
bertanggungjawab terhadap penyelesaian hasil atau sasaran atas penugasan dan
atau pelimpahan kewenangan yang diperolehnya. Dalam konteks ini kedua belah
pihak mempunyai akuntabilitas masing- masing.
        2. Akuntabilitas Unit Kerja/Tim
Akuntabilitas Unit Kerja/Tim merujuk kepada adanya akuntabilitas yang
ditanggung bersama oleh suatu Unit Kerja/Tim atas pencapaian/tidak tercapainya
tugas yang diterima. Dalam hal Unit Kerja/Tim menyampaikan laporan, maka
harus dibedakan antara akuntabilitas individu dan Unit Kerja/Tim.
        3. Akuntabilitas Korporasi
Akuntabilitas korporasi merujuk kepada akuntabilitas Perusahaan. Dalam
menjalankan peranan sebagai entitas usaha, PT SUCOFINDO bertanggungjawab
atas aktivitas bisnis yang dijalankannya. Setiap Organ Perusahaan dapat dimintai
akuntabilitas masing-masing sesuai tugas dan tanggungjawabnya dengan
mengacu kepada peraturan perundang-undangan, kebijakan Perusahaan,
peraturan-peraturan Perusahaan dan ketentuan lainnya.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan prinsip Akuntabilitas adalah:
1. Menetapkan tanggung jawab yang jelas dari masing-masing Insan perusahaan
yang sejalan dengan visi dan misi Perusahaan termasuk kebijakan yang
mendukung pelaksanaan tugas dan kewajiban sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
2. Melaksanakan tugas dan kewajiban untuk kepentingan Perusahaan baik secara
individu, unit kerja /tim dan korporasi. Mempertanggungjawabkan pelaksanaan
tugas berdasarkan ukuran kinerja yang telah ditetapkan Perusahaan dengan
tepat waktu.
C. PERTANGGUNGJAWABAN
Pertanggungjawaban adalah kesesuaian pengelolaan Perusahaan terhadap peraturan
perundang- undangan yang berlaku termasuk peraturan dan kebijakan Perusahaan,
dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Pertanggungjawaban juga diikuti dengan
komitmen untuk menjalankan aktivitas bisnis sesuai dengan standar etika (kode etik).
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan prinsip pertanggungjawaban
adalah menjadikan Perusahaan sebagai good corporate citizen yang antara lain
diwujudkan dengan:
1. Pemenuhan kewajiban terhadap Regulator internasional yag dikeluarkan oleh
International Federation of Inspection Agencies (IFIA) dan Pemegang Saham
secara tepat waktu.
2. Pengelolaan lingkungan sesuai standar yang ditetapkan oleh peraturan
perundang-undangan; dan,
3. Perlindungan terhadap hak-hak stakeholders secara umum.
4. Kewajiban Perusahaan dalam memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya.
D. KEMANDIRIAN
Kemandirian adalah suatu keadaan dimana Perusahaan dikelola secara profesional
tanpa benturan kepentingan dan atau pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak
sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang
sehat. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan prinsip kemandirian
adalah:
1. Mengambil keputusan secara obyektif berdasarkan data dan informasi yang
dapat dipertanggungjawabkan serta bebas dari kepentingan individu, kelompok
maupun golongan tertentu.
2. Menghormati hak dan tanggung jawab masing-masing Organ Perusahaan sesuai
dengan Anggaran Dasar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kemandirian menjadi penting agar masing-masing organ Perusahaan dapat
menjalankan tugas dengan sebaikbaiknya untuk kepentingan Perusahaan dan
dapat dimintai akuntabilitas atas pelaksanaan tugas masing-masing.
E. KEWAJARAN
Kewajaran adalah keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders
yang timbul berdasarkan perjanjian perundang-undangan, kebijakan Perusahaan,
peraturanperaturan Perusahaan dan ketentuan lainnya serta prinsipprinsip korporasi
yang sehat. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan prinsip kewajaran
adalah:
1. Memberikan informasi kepada Pemegang Saham sesuai dengan haknya atau
tanpa membedakan jumlah kepemilikan saham.
2. Memberikan kesempatan yang sama tanpa diskriminasi kepada stakeholders
untuk menyampaikan masukan, pendapat bagi kepentingan Perusahaan sesuai
dengan mekanisme yang ditetapkan Perusahaan.
3. Memberikan reward dan punishment sesuai dengan kebijakan yang berlaku.

2b.
Berikut ini adalah beberapa manfaat dari good corporate governance :
1. Meningkatkan kualitas kerja para karyawan
Dengan adanya good corporate governance, maka kondisi lingkungan pekerjaan
akan menjadi lebih baik. Bertambah baiknya lingkungan dan suasana dari
lingkungan pekerjaan, maka karyawan akan merasa lebih dihargai dalam
pekerjaannya. Hal ini akan bermanfaat pada lebih baiknya dan meningkatnya
kualitas kerja yang dilakukan oleh para karyawan. Karyawan bisa merasa
nyaman dan senang dalam bekerja di perusahaan yang menerapkan good
corporate governance tersebut.
2. Meningkatkan keterikatan kerja para karyawan
Kualitas pekerjaan dari para karyawannya bertambah dan juga kondisi dari
lingkungan pekerjaan yang membuat nyaman, maka karyawan pun akan
memiliki keterikatan kerja yang baik dengan perusahaannya. Hal ini akan
berdampak pada perusahaan yang tidak perlu repot dalam mengevaluasi hasil
kerja dari para karyawannya. Karena dengan meningkatnya keterikatan kerja
dari para karyawan, maka hasil pekerjaan pun akan menjadi lebih baik dan juga
lebih fokus.
3. Meningkatkan kinerja perusahaan
Manfaat GCG yang berdampak pada kualitas pekerjaan pada karyawan, maka
hal ini akan berdampak langsung pada kinerja keseluruhan dari perusahaan
tersebut. Good corporate governance dapat mempengaruhi kualitas pekerjaan
dari karyawan, dan juga akan berpengaruh pada meningkatnya kinerja
keseluruhan dari perusahaan itu sendiri.
4. Neraca perusahaan yang lebih baik
Dengan meningkatnya kondisi kualitas pekerjaan dari karyawan dan juga
meningkatnya kinerja dari perusahaan secara keseluruhan, maka hal ini juga
akan berdampak pada kondisi neraca keuangan dari perusahaan yang akan
menjadi lebih baik dan mengarah kea rah yang positif. Itu artinya, kemungkinan
perusahaan merugi resikonya akn menjadi lebih kecil, dibandingkan perusahaan
yang tidak menerapkan good corporate governance.
5. Penggunaan sumber daya yang lebih efektif
Selain itu manfaat GCG bagi perusahaan yang diterapkan , pengelolaan dan
penggunaan sumber daya akan menjadi lebih efektif. Perusahaan hanya akan
menaruh karyawan yang sesuai dengan kemampuannya. Hal ini tidak terjadi
tumpang tindih tugas yang menagkibatkan kekacauan pada tubuh perusahaan
tersebut.
6. Dapat mencegah munculnya Kolusi Koupsi Nepotisme (KKN)
KKN atau yang sering kita kenal dengan istilah korupsi, kolusi dan nepotisme
merupakan salah satu faktor penghambat dari kemajuan suatu perusahaan.
Dengan menerapkan prinsip dan konsep dari good corporate governance ini,
maka KKN yang sering terjadi pada perusahaan dapat dikrangi dan ditekan
jumlahnya.
7. Suasana lingkungan bekerja yang lebih baik
Manfaat Good corporate governance juga berguna untuk meningkatkan
lingkungan bekerja menjadi lebih baik. Setiap karyawan akan merasa dihargai
dan membuat mereka akan merasa betah. Dengan begitu, penerapan good
corporate governance akan menyebabkan lingkungan pekerjaan darikaryawan
menjadi lebih baik.
8. Mencegah terjadinya turnover pada karyawan
Turnover merupakan istilah lain untuk pindah kerja pada karyawan. Sering sekali
kita mendengan ada istilah karyawan yang tidak betah, baru 1 – 2 tahun bekerja
sudah ingin berhenti dan pindah dari pekerjaannya. Tentu saja hal ini dapat
merugikan pihak perusahaan. Namun demikian, dengan penerapan konsep good
corporate governance, intensi karyawan dalam melakukan turnover ini dapat
ditekan dan diminamilisir. Hal ini karena good corporate governance dapat
meningkatkan kualitas pekerjaan dan membuat karyawan menjadi lebih betah
berapa dalam perusahaan tersebut.
9. Melindungi hak para pemegang saham
Manfaat GCG bagi perusahaan dalam konsep ini dapat melindungi hak dan
kepentingan dari para pemegang saham perusahaan. Dengan adanya good
corporate governance, maka kepentingan dan juga hak dari pemegang saham
untuk menjalankan tugasnya menjadi lebih optimal, sehingga para pemegang
saham dapat menciptakan kebijakaan – kebijakan yang nantinya akan
bermanfaat bagi perusahaan dan karyawannya.
10. Meningkatkan nilai perusahaan dan menarik investor
Suatu perusahaan yang menerapkan good corporate governance dengan bak
dan optimal akan memiliki suasana dan kualitas pekerjaan yang baik. Selain itu
good corporate governance juga dapat berpengaruh pada kondisi neraca
keuangan perusahaan. Hal ini akan menjadi nilai tambah dari suatu perusahaan
di mata para investor. Para investor akan lebih tertarik untuk menanamkan
saham pada perusahaan yang memiliki kualitas dan suasana bekerja yang baik
serta neraca keuangan yang positif.
11. Hubungan antar perangkat perusahaan yang lebih baik
Biasanya beberapa karyawan terutama bawahan seringkali merasa takut apabila
berhadapan dengan atasannya. Namun, dengan penerapan good corporate
governance secara tepat, hal ini tidak akan tejadi. Hubungan antara perangkat
perusahaan, baik horizontal maupun vertical akan menjadi lebih harmonis

3a.

Terminologi koperasi adalah kerja sama. Kerja sama memang merupakan salah satu
naluri manusia yang perlu terus dikembangkan, juga di lapangan kehidupan ekonomi,
agar kemakmuran dan kemajuan seluruh rakyat dapat dicapai. Kerja sama dalam
koperasi utamanya di Indonesi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota
melalui perusahaan yang dikelola anggota, yang berkedudukan sebagai pemilik dan
sekaligus pengguna jasa.Koperasi secara yuridis masih sejalan dengan landasan idiil
dan landasn struktual sebagaimana yang dimuat dalam Pasal 2 Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Koperasi. Dimana apabila dijabarkan adalah sebagai
berikut :

1) Landasan Idiil
Landasan idiil koperasi Indonesia adalah Pancasila. Dimana kelima sila dari Pancasila
tersebut harus dijadikan dasar dalam kehidupan koperasi di Indonesia. Dasar idiil ini
harus diamalkan oleh seluruh anggota maupun pengurus koperasi karena pancasila
disamping merupakan dasar negara juga sebagai falsafah hidup bangsa dan negara
Indonesia.
2) Landasan Struktural
Landasan struktural koperasi Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai
landasan geraknya adalah Pasal 33, Ayat (1), Undang-Undang Dasar 1945 serta
penjelasannya. Menurut Pasal 33, Ayat (1), Undang-Undang Dasar 1945:
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan.

Meskipun terjasd amandemen UUD NRI 1945, khususnya yang berkaitan dengan
Pasal 33 sehingga kata “koperasi” tidak lagi tercantum pada konstitusi, akan tetapi
tanpa sebutan koperasi pun, apa yang disebut sebagai “usaha bersama berdasar atas
asas kekeluargaan” seperti yang tercantum dalam ayat (1) Pasal 33 UUD 1945, tidak
lain adalah koperasi. Sejalan dengan yang diungkapkan oleh Bung Hatta sebagai
Bapak Koperasi dan masih relevan hingga saat ini.

Bung Hatta bersama para Pendiri Negara (founding fathers) membandingkan dengan
belajar dari perkembangan koperasi di negara-negara maju, di samping memahami
sifat batin (volkgeist) bangsa Indonesia yang masih kuat sifat gotong-royong dan
kekeluargaan, dimana akhirnya muncul kesepakatan para pendiri negara untuk
menjadikan koperasi sebagai bangun perusahaan yang sesuai dengan sifat bangsa
tersebut. Itulah latar belakangnya koperasi, kemudian masuk dalam penjelasan ayat (1)
Pasal 33 UUD 1945, sebagai bangun perusahaan yang sesuai dengan usaha bersama
berdasarkan atas asas kekeluargaan. Sehingga koperasi terus relevan dengan
perkembangan jaman hingga saat ini.

Dengan argumentasi diatas maka dpata dipastikan bahwa koperasi MASIH sejalan
dengan landasan idiil dan landasan struktural koperasi.

3b.

Secara garis besar jenis persaingan usaha yang tidak sehat yang terdapat dalam suatu
perekonomian pada dasarnya adalah :
(1) Kartel (hambatan horizontal)
(2) Perjanjian tertutup (hambatan vertikal)
(3) Merger
(4) Monopoli.
Persaingan usaha tidak sehat pertama yakni kartel atau hambatan horizontal adalah
suatu perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis antara beberapa pelaku usaha untuk
mengendalikan produksi, atau pemasaran barang atau jasa sehingga diperoleh harga
tinggi. Kartel pada gilirannya berupaya untuk memaksimalkan keuntungan pelaku
usaha yang mana kartel merupakan suatu hambatan persaingan yang paling banyak
merugikan masyarakat, sehingga di antara Undang-Undang Monopoli di banyak negara
kartel dilarang sama sekali. Hal ini karena kartel dapat merubah struktur pasar menjadi
monopolistik. Kartel juga dapat berupa pembagian wilayah pemasaran maupun
pembatasan (quota) barang atau jasa. Dalam keadaan perekonomian yang sedang baik
kartel dengan mudah terbentuk, sedangkan kartel akan terpecah kalau keadaan
ekonomi sedang mengalami resesi. Selain kartel juga akan mudah terbentuk apabila
barang yang diperdagangkan adalah barang massal yang sifatnya homogen sehingga
dengan mudah dapat disubstitusikan dengan barang sejenis dengan struktur pasar
tetap dipertahankan. Persaingan usaha tidak sehat yang kedua adalah perjanjian
tertutup (exclusive dealing) adalah suatu hambatan vertikal berupa suatu perjanjian
antara produsen atau importir dengan pedagang pengecer yang menyatakan bahwa
pedagang pengecer hanya diperkenankan untuk menjual merek barang tertentu
sebagai contoh sering kita temui bahwa khusus untuk merek minyak wangi tertentu
hanya boleh dijual di tempat yang eksklusif. Dalam kasus ini pedagang pengecer
dilarang menjual merek barang lain kecuali yang terlah ditetapkan oleh produsen atau
importir tertentu dalam pasar yang bersangkutan (relevant market). Suatu perjanjian
tertutup dapat merugikan masyarakat dan akan mengarah ke struktur pasar monopoli.
Jenis persaingan usaha yang ketiga adalah merger. Secara umum merger dapat
didefinisikan sebagai penggabungan dua atau lebih pelaku usaha menjadi satu pelaku
usaha. Suatu kegiatan merger dapat menjadi suatu pengambilalihan (acquisition)
apabila penggabungan tersebut tidak diinginkan oleh pelaku usaha yang digabung. Dua
atau beberapa pelaku usaha sejenis yang bergabung akan menciptakan integrasi
horizontal sedangkan apabila dua pelaku usaha yang menjadi pemasok pelaku usaha
lain maka akan membentuk integrasi vertikal. Meskipun merger atau pengambilalihan
dapat meningkatkan produktivitas pelaku usaha baru, namun suatu merger atau
pengambilalihan perlu mendapat pengawasan dan pengendalian, karena
pengambilalihan dan merger dapat menciptakan konsentrasi kekuatan yang dapat
mempengaruhi struktur pasar sehingga dapat mengarah ke pasar monopolistik.
Persaingan usaha yang tidak sehat akan melahirkan monopoli. Bagi para ekonom
defenisi monopoli adalah suatu struktur pasar dimana hanya terdapat satu produsen
atau penjual. Sedangkan pengertian monopoli bagi masyarakat adalah adanya satu
produsen atau penjual yang mempunyai kekuatan monopoli apabila produsen atau
penjual tersebut mempunyai kemampuan untuk menguasai pasar bagi barang atau jasa
yang diperdagangkannya, jadi pada dasarnya yang dimaksud dengan monopoli adalah
suatu keadaan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) hanya ada satu produsen atau
penjual, (2) tidak ada produsen lain menghasilkan produk yang dapat mengganti secara
baik produk yang dihasilkan pelaku usaha monopoli, (3) adanya suatu hambatan baik
secara alamiah, teknis atau hukum.
Kalau kita melihat hal tersebut di atas maka ada beberapa faktor yang dapat
mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat di antaranya adalah (1) kebijaksanaan
perdagangan, (2) pemberian hak monopoli oleh pemerintah, (3) kebijaksanaan
investasi, (4) kebijaksanaan pajak, (5) dan pengaturan harga oleh pemerintah.
Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang pengaturan monopoli terdapat 2
(dua) kelompok karakteristik yaitu:
1. kelompok pasal yang memiliki karakteristik rule of reason dan
2. kelompok pasal yang memiliki karakteristik perse illegal
Rule of reason dapat diartikan bahwa dalam melakukan praktik bisnisnya pelaku usaha
(baik dalam melakukan perjanjian, kegiatan, dan posisi dominan) tidak secara otomatis
dilarang. Akan tetapi pelanggaran terhadap pasal yang mengandung aturan rule of
reason masih membutuhkan suatu pembuktian, dan pembuktian ini harus dilakukan
oleh suatu majelis yang menangani kasus ini yang dibentuk oleh KPPU (Komisi
Pengawas Persaingan Usaha) , kelompok pasal ini dapat dengan mudah dilihat dari
teks pasalnya yang dalam kalimatnya selalu dikatakan sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
Sedangkan yang dimaksud dengan perse illegal (atau violation atau offense) adalah
suatu praktik bisnis pelaku usaha yang secara tegas dan mutlak dilarang, sehingga
tidak tersedia ruang untuk melakukan pembenaran atas praktik bisnis tersebut.
Demikian tulisan singkat ini yang sedikit membahas mengenai persaingan usaha tidak
sehat dan praktek monopoli yang terdapat dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
4a.

Menurut Kohar dalam bukunya Notaris Brkomunikasi (1984) disebutkan bahwa akta
otentik adalah akta yang mempunyai kepastian tanggal dan kepastian orangnya. Pasal
1868 KUH Perdata menyatakan bahwa akta otentik adalah akta yang dibuat dalam
bentuk yang ditentukan oleh undang-undang dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum
yang berwenang untuk itu ditempat dimana akta dibuat. Melihat dari segi
pembuatannya dalam hukum perdata, dikenal dua macam jenis akta yaitu akta otentik
dan akta dibawah-tangan. Sedangkan Akta otentik dibagi dalam dua macam yaitu akta
pejabat (ambetelijk acte) dan akta para pihak (partij acte). Wewenang serta pekerjaan
pokok dari notaris adalah membuat akta otentik, baik yang dibuat dihadapan (partij
acten) maupun oleh notaris (relaas acten) apabila orang mengatakan akta otentik,
maka pada umumnya yang dimaksudkan tersebut tidak lain adalah akta yang dibuat
oleh atau dihadapan notaris.

Berdasar latar belakang tersebut maka wajib dibuat akta otentik dalam pendirian
yayasan karena :

1) Sesuai Pasal 1870 KUH Perdata akta otentik itu mempunyai


kekuatan pembuktian yang mutlak dan mengikat para pihak serta
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya,
jadi apabila antara para pihak yang membuat perjanjian itu terjadi
sengketa, maka apa yang tersebut dalam akta merupakan suatu
bukti yang mengikat dan sempurna, harus dipercaya oleh hakim,
yaitu harus dianggap sebagai benar (selama kebenarannya tidak
dibuktikan lain) dan tidak memerlukan tambahan pembuktian
2) Akta otentik adalah salah satu alat bukti berupa surat dan dibuat
secara tertulis, bukti-bukti surat dalam kasus perdata adalah bukti
paling penting yang berbeda dengan dalam kasus pidana, alat bukti
akta otentik diatur secara tegas dalam undang-undang hukum
acara perdata, bukti akta otentik harus dibuat secara tertulis oleh
pejabat yang berwenang dan para pihak yang membutnya, seperti
yang diatur dalam undang-undang.
3) Akta otentik memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dan
mengikat itu harus memenuhi tiga persyaratan, yaitu persyaratan
untuk memenuhi kekuatan pembuktian, membuktikan kekuatan
material dan kekuatan verifikasi formal
4) Kekuatan pembuktian yang melekat pada akta otentik adalah
kekuatan yang sempurna dan artinya pembuktianya cukup dengan
akta itu sendiri kecuali adanya bukti lawan (tegen bewijs) yang
membuktikan lain atau membuktikan sebaliknya dari akta tersebut,
kata mengikat ini artinya hakim terikat dengan akta itu sendiri
selama akta yang dibuat itu sesuai dengan ketentuan-ketentuan
sahnya suatu akta yang sebagaimana diatur dalam di dalam hukum
perdata.

4b.

Sesuai dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 tentang perubahan


UndangUndang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (Undang-Undang Yayasan) telah
memberikan kepastian hukum dan landasan hukum bagi perkembangan yayasan di
Indonesia, dengan landasan hukum tersebut dimaksudkan agar Yayasan tidak salah
kelola yang dapat merugikan tidak saja bagi Pendiri namun bagi pihak ketiga ataupun
pihak yang berkepentingan
Dalam UU Yayasan tersebut dengan tegas menyebutkan bahwa, ”Yayasan adalah
badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk
mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan, yang tidak
mempunyai anggota.” Walaupun Undang-undang ini tidak secara tegas menyatakan
Yayasan adalah badan hukum non profit/nirlaba, namun tujuannya yang bersifat sosial,
keagamaan dan kemanusiaan itulah yang menjadikan Yayasan sebagai suatu badan
hukum non profit/nirlaba. bentuk tanggungjawab pengelola Yayasan baik secara
internal dan eksternal Yayasan sebagai suatu badan hukum. Sebagai suatu badan
hukum, yang dapat menyelenggarakan sendiri kegiatannya, dengan harta kekayaan
yang terpisah dan berdiri sendiri, Yayasan mempunyai kewajiban untuk
menyelenggarakan sendiri dokumen-dokumen kegaiatannya, termasuk kegiatan
pembukuan, pelaporan keuangan dan pemenuhan kewajiban perpajakan. Semua itu
dilaksanakan oleh Pengurus Yayasan. Ini berarti Pengurus Yayasan adalah peran kunci
bagi jalannya Yayasan. Yayasan tidak mungkin dapat menjalankan kegiatannya tanpa
adanya Pengurus, demikian juga keberadaan Pengurus bergantung sepenuhnya pada
eksistensi Yayasan. Ini berarti Pengurus merupakan organ kepercayaan Yayasan,
sebagai pengemban fiduciary duty bagi kepentingan Yayasan untuk mencapai maksud
dan tujuan Yayasan. Sebagai suatu lembaga yang diakui secara resmi sebagai suatu
badan hukum, yang dapat menyelenggarakan sendiri kegiatannya, dengan harta
kekayaan yang terpisah dan berdiri sendiri, Yayasan mempunyai kewajiban untuk
menyelenggarakan sendiri dokumendokumen kegaiatannya, termasuk kegiatan
pembukuan, pelaporan keuangan dan pemenuhan kewajiban perpajakan. Semua itu
dilaksanakan oleh Pengurus Yayasan. Ini berarti Pengurus Yayasan adalah peran kunci
bagi jalannya Yayasan. Yayasan tidak mungkin dapat menjalankan kegiatannya tanpa
adanya Pengurus, demikian juga keberadaan Pengurus bergantung sepenuhnya pada
eksistensi Yayasan.

Anda mungkin juga menyukai