Anda di halaman 1dari 16

Enterprise Governance

Tata kelola perusahaan (bahasa Inggris: corporate governance) adalah rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi yang memengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi. Tata kelola perusahaan juga mencakup hubungan antara para pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat serta tujuan pengelolaan perusahaan. Pihak-pihak utama dalam tata kelola perusahaan adalah pemegang saham, manajemen, dan dewan direksi. Pemangku kepentingan lainnya termasuk karyawan, pemasok, pelanggan, bank dan kreditor lain, regulator, lingkungan, serta masyarakat luas. Tata kelola perusahaan adalah suatu subjek yang memiliki banyak aspek. Salah satu topik utama dalam tata kelola perusahaan adalah menyangkut masalah akuntabilitas dan tanggung jawab mandat, khususnya implementasi pedoman dan mekanisme untuk memastikan perilaku yang baik dan melindungi kepentingan pemegang saham. Fokus utama lain adalah efisiensi ekonomi yang menyatakan bahwa sistem tata kelola perusahaan harus ditujukan untuk mengoptimalisasi hasil ekonomi, dengan penekanan kuat pada kesejahteraan para pemegang saham. Ada pula sisi lain yang merupakan subjek dari tata kelola perusahaan, seperti sudut pandang pemangku kepentingan, yang menuntut perhatian dan akuntabilitas lebih terhadap pihak-pihak lain selain pemegang saham, misalnya karyawan atau lingkungan. Perhatian terhadap praktik tata kelola perusahaan di perusahaan modern telah meningkat akhir-akhir ini, terutama sejak keruntuhan perusahaan-perusahaan besar AS seperti Enron Corporation dan Worldcom. Di Indonesia, perhatian pemerintah terhadap masalah ini diwujudkan dengan didirikannya Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) pada akhir tahun 2004.

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Tata_kelola_perusahaan

Corporate Governance
Kata Corporate atau di-Indonesiakan menjadi Korporat adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu organisasi bisnis yang memiliki status sebagai badan hukum yang jelas. Sebagai badan hukum maka korporat adalah subyek hukum yang menyandang hak dan kewajiban hukum sebagaimana diatur oleh peraturan perundang-undangan mengenai Korporat. Di Indonesia, dikenal dengan UU NO 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dengan demikian istilah Korporat ini, dari segi hukum memiliki pengertian yang sedikit berbeda dengan istilah Company, atau Perusahaan. Istilah perusahaan memiliki pengertian yang lebih luas mencakup tidak saja badan usaha dengan status badan hukum (yaitu, Perseroan Terbatas dan Koperasi), tetapi juga badan usaha bukan badan hukum (misalnya, CV, Firma, dan bentuk-bentuk persekutuan usaha lainnya). Jadi, jika yang kita maksudkan adalah Badan Usaha yang memiliki status Badan Hukum, maka tentu lebih tepat jika menggunakan istilah Korporat. Meski demikian, tidak salah juga jika kita memilih untuk tetap menggunakan istilah perusahaan. Sebagai suatu Badan Usaha, maka Korporat menjalankan aktifitas usaha baik secara internal Korporat maupun berhubungan dengan pihak-pihak eksternal. Aktifitas korporat ini dijalankan dan dikendalikan oleh 3 unsur yang secara UU/40 2008 disebut 3 Organ Perseroan yaitu Rapat Umum Pemegang Saham, Dewan Komisaris, dan Direksi. Aktifitas ketiga Organ Perseroan inilah (dalam menjalankan dan mengendalikan korporat) yang dikenal dengan istilah

Governance. Meski pada awalnya terdapat kesimpang-siuran padanan kata bahasa Indonesia untuk istilah ini, namun sejak 2007, Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) resmi menggunakan istilah Tatakelola sebagai padanan kata resmi untuk istilah Governance ini. Dari uraian di atas, nampak bahwa istilah Tatakelola ini memiliki perbedaan yang mendasar dengan istilah management, atau diindonesiakan menjadi manajemen. Istilah manajemen digunakan untuk menggambarkan aktifitas Direksi dan jajarannya sebagai badan eksekutif yang menjalankan operasi korporat sehari-hari. Sementara istilah Tatakelola lebih ditujukan pada aktifitas yang menggambarkan tata hubungan antara ketiga Organ Perseroan dan juga belakangan oleh KNKG diarahkan juga untuk menggambarkan tata hubungan antara korporat selaku badan hukum dengan para pemangku kepentingan, atau yang lebih dikenal dengan istilah, Stakeholders. Dengan demikian, menjadi jelas bagi kita, pengertian Corporate Governance dapat dipahami sebagai aktifitas Organ Perseroan dalam menjalankan aktifitas Korporasi sebagai badan hukum, baik secara intern maupun dalam hubungannya dengan para pemangku kepentingan yang berada di luar korporat. Sejak Asia dilanda krisis moneter di paruh kedua 1997 yang kemudian di Indonesia berkembang menjadi krisis multidimensi, banyak pihak berkesimpulan bahwa hal tersebut dapat terjadi karena lemahnya Tatakelola Perusahaan (untuk selanjutnya saya cenderung menggunakan istilah perusahaan untuk maksud ini). Bahkan dalam Penjelasan UU/19 2003 tentang BUMN, secara eksplisit hal ini diakui oleh Pemerintah maupun DPR yang mengesahkan undang-undang ini. Hal ini menunjukkan bahwa praktek tatakelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) merupakan kebutuhan absolute bagi perbaikan perekonomian negara kita ini. Akan tetapi banyak pihak hingga saat ini masih kesulitan untuk memahami apa itu Good Corporate Governance (GCG). Kedangkalan pemahaman GCG berakibat pada kekeliruan praktek GCG. Kekeliruan praktek GCG berdampak pada penggunaan istilah GCG sekedar jargon, bahkan sampai

kadar tertentu dapat merusak reputasi perusahaan maupun individu Pengelolanya, karena dianggap sebagai bagian dari praktek kebohongan publik. Beberapa Pertanyaan Terkait Praktek Tatakelola Perusahaan Kepada Siapa Kita Rela Menyerahkan Tatakelola Perusahaan? Kata kita di atas menunjuk pada pihak-pihak yang menyerahkan dana pribadinya untuk menjadi modal usaha bagi perusahaan dan karenanya berhak memperoleh bagian dari keuntungan perusahaan, tetapi juga harus bertanggung jawab jika aktifitas perusahaan mendatangkan kerugian bagi pihak-pihak lainnya. Secara UU/40 2007, istilah kita ini menunjuk pada para Pemegang Saham. Secara hukum, Pemegang Saham tidak dapat mengelola sendiri perusahaannya, tetapi harus menyerahkan tatakelola perusahaan kepada pihak lain, yaitu Dewan Komisaris dan Direksi, melalui lembaga yang menjadi forum bg Pemegang Saham menjalankan hak dan kewajibannya, yaitu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dewan Komisaris adalah penerima mandat Pemegang Saham untuk menjalankan fungsi pengawasan (oversight body) terhadap aktifitas operasi perusahaan. Direksi adalah penerima mandat dari Pemegang Saham untuk memanej (to manage) aktifitas operasi sehari-hari dari perusahaan. Baik Direksi sebagai lembaga eksekutif maupun Dewan Komisaris sebagai lembaga pengawasan wajib mempertanggung jawabkan kegiatannya kepada Pemegang Saham melalui forum RUPS. So, di luar RUPS, Pemegang Saham dilarang melakukan intervensi apapun terhadap aktifitas Dewan Komisaris maupun Direksi. Dengan ketentuan hukum seperti ini, kita lihat bahwa terdapat potensi yang cukup terhadap penyalahgunaan kewenangan baik oleh Pemegang Saham, Dewan Komisaris, maupun Direksi. Pemegang Saham dapat mengganggu kegiatan sehari-hari dari Dewan Komisaris dan Direksi, Dewan Komisaris dapat mengabaikan fungsi pengawasan terhadap berbagai tindak kecurangan oleh Direksi, dan Direksi dapat memanfaatkan kewenangannya untuk memanipulasi

data dan informasi penting bahkan melakukan penggelapan demi keuntungan pribadi. Pada akhirnya, semua bentuk penyalahgunaan yang terjadi dapat menyebabkan menguapnya dana investasi para Pemegang Saham, alias bangkrut. Bahkan pada kadar tertentu, aset perusahaan yang tersisi harus dijual dan digunakan untuk membiayai kewajiban kepada para Pemangku Kepentingan, misalnya membayar kewajiban perusahaan kepada Pekerja, sebelum dibagi-bagi habis di antara para Pemegang Saham sesuai kepemilikan sahamnya. Seringkali, Pemegang Saham harus nombok karena nilai aset tidak mencukupi untuk membayar kewajiban perusahaan kepada para stakeholders-nya. Pada akhirnya, Pemegang Saham adalah pihak yang paling dirugikan dengan terjadinya hal-hal di atas. Karena itu, Pemegang Saham, melalui RUPS, harus benar-benar memastikan, kepada siapa dia relas menyerahkan governance perusahaan. Karena itu, adalah hal maha penting bagi Pemegang Saham untuk memastikan: Pertama, bagaimanakah struktur governance, dalam hal ini selain RUPS, Dewan Komisaris, dan Direksi, juga diatur pembentukan organ-organ pendukung terutama bagi Dewan Komisaris maupun Direksi dalam menjalankan fungsifungsi governancenya secara efektif dan efisien. Dewan Komisaris harus membangun Komite-Komite yang dapat membantu menjalankan fungsi pengawasan dengan baik, memiliki hubungan kerja dengan pihak Manajemen yang memiliki data dan informasi penting bagi kelancaran fungsi pengawasan Dewan Komisaris. Bagaimana Direksi dapat membangun dan menjalankan sistem pengendalian internal melalui pembentukan dan pelaksanaan infrastruktur pengawasan seperti Satuan Pengawasan Intern, Pengawasan Mutu, Manajemen Risiko, Pengawasan Kepatuhan, dan lain-lain. Kedua, bagaimanakah proses governance, yaitu mekanisme kerja dan interaksi antara masing-masing organ perseroan di atur. Di sini diperlukan penerapan prinsip check and balance, tidak boleh ada satu pihakpun yang dapat menjadi Penguasa Tunggal. Semua harus pada porsinya sesuai apa yang diatur

oleh peraturan perundang-undangan, dan prinsip-prinsip Tatakelola perusahaan yang baik (GCG) yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan fairness. Prinsip ini lebih dikenal dengan istilah, TARIF. RUPS memiliki Tata Tertib yang memungkinkan Pemegang Saham menjalankan semua hak dan kewajiban sebagaimana diatur oleh perundang-undangan. Dewan Komisaris dan Direksi dapat memainkan peran, fungsi, dan tanggung jawabnya masing-masing tanpa hambatan berarti.

Sumber : http://wilmana.wordpress.com/2008/06/15/corporate-governance-seri-1/

IT Governance
Dari pengertian IT governance dapat kita simpulkan bahwa IT governance memastikan penggunaan IT dapat diukur dan dihitung (accountable). Artinya suatu keberhasilan TI harus dapat diukur dan dihitung keberhasilannya. Governance mendefinisikan tanggung jawab dan aturan dalam penerbitan kebijakan dan membuat keputusan ketika beberapa partai terlibat dalam suatu relasi bisnis. Governance berfokus pada strategi, peningkatan performa, segi-segi ekonomi dan resolusi konflik.

IT Governance Organisasi tidak akan mungkin menerapkan IT Governance yang baik jika organisasi tersebut belum sadar manfaat atau keuntungan akan implementasi IT Governance atau bahkan belum sadar definisi mengenai IT Governance itu sendiri. Pentingnya manfaat akan IT Governance tidak muncul secara tiba-tiba. Hal ini terjadi karena sebuah hal yang critical dalam operasional perusahaan. Manfaat IT Governance tidak seperti manfaat yang terasa langsung seperti halnya implementasi suatu aplikasi tertentu, atau instalasi satu server tertentu. Tetapi merupakan awareness yang sangat penting dalam implementasi IT Governance di dalam sebuah organisasi. Beberapa tahun terakhir ini, berbagai penelitian telah dilakukan dan beberapa definisi mengenai IT Governance pun telah dikeluarkan. Menurut Van Grembergen, IT Governance adalah : IT Governance is the organisational capacity exercised by the Board, Executive Management and IT management to control the formulation and implementatio of IT strategy and in this way ensure the fusion of business and IT Dalam sebuah IT governance terdapat beberapa pemangku kepentingan. Dibawah ini dapat kita lihat pemangku kepentingan dan peranan-peranannya: Board and Executive Menentukan arah pada IT, memantau hasil dan memastikan ketepatan implementasi Business management Menguraikan kebutuhan-kebutuhan bisnis untuk IT dan memastikan nilai-nilai tersebut dikirimkan dan resiko terkelola.

IT management Memberikan dan meningkatkan pelayanan IT seperti yang dibutuhkan pada bisnis Ketiga pemangku IT governance diatas haruslah saling bekerja sama dan berkontribusi dalam mengontrol dan mengendalikan implementasi dari IT. IT govermance memiliki 2 tujuan yang berkaitan yakni: 1. Conformance objective( penyesuaian) berfokus pada corporate govermance 2. IT berfungsi sebagai pengiriman dan pelaporan data, dalam hal ini IT harus dapat memastikan: Integritas informasi Ketepatan waktu untuk mempercepat pengambilan keputusan Menyediakan laporan untuk keperluan pimpinan Mengotomatisasi penangkapan data.

Performance objective - berfokus pada bisnis governance IT value delivery Strategic Alignment of IT IT resource management IT risk management IT performance management

Tujuan

dari

IT

governance

secara

umum

adalah

memastikan

pengimplementasian IT dalam perusahaan berjalan sesuai dengan rencana strategis IT yang ditetapkan di awal dan memantau penggunaannya. IT Governance memiliki focus pada: Strategic Alignment (kesesuaian strategi) memiliki focus dalam memastikan hubungan antara bisnis dan rencana IT; menentukan, merawat dan memvalidasikan IT value proposition; dan pada aligning IT operation. Value delivery (penyampaian nilai) adalah mengenai menjalankan value proposition disemua bagian. Resource management berhubungan dengan optimalisasi dari pengetahuan dan infrastuktur yang ada. Risk management membutuhkan pengetahuan mengenai resiko oleh pimpinan. Performance measurement melacak dan memantau implementasi terhadap strategi, penyelesaian projek, penggunaan sumber daya, dan performa proyek IT Governance merupakan bagian terintegrasi bagi kesuksesan pengaturan perusahaan dengan jaminan efisiensi dan efektivitas perbaikan pengukuran dalam kaitan dengan proses perusahaan. IT Governance memungkinkan perusahaan untuk memperoleh keunggulan penuh terhadap informasi, keuntungan yang maksimal, modal, peluang dan keunggulan kompetitif dalam bersaing. Pengaturan perusahaan (enterprise governance) dan sistem oleh entitas diarahkan dan dikendalikan, melalui kumpulan dan arahan IT Governance. Pada saat yang sama, IT dapat menyediakan masukan kritis, dan merupakan komponen penting bagi perencanaan strategis. Pada kenyataannya IT dapat mempengaruhi peluang strategis yang ditetapkan oleh perusahaan Definisi-definisi tersebut memiliki beberapa perbedaan, dengan masingmasing memiliki titik berat pada aspek yang berbeda. Namun secara umum, seluruh definisi tersebut memiliki kesamaan isu yaitu perlunya keselarasan

strategis antara TI dengan bisnis (strategic alignment) dan bahwa tanggung jawab IT Governance ini ada di pundak komisaris, direksi dan manajemen puncak. Adapun definisi IT Governance yang akan dirujuk dalam penelitian ini sendiri adalah definisi IT Governance menurut IT Governance Lab - UI (ITGLUI) yang merupakan integrasi dari definisi-definisi yang ada serta penyesuaian dengan kondisi Indonesia yang cukup unik. Definisi tersebut adalah sebagai berikut : Tata-kelola Teknologi Informasi adalah suatu wewenang & tanggung jawab dari komisaris, direktur dan manager TI terkait dengan upaya TI menunjang strategi & tujuan organisasi, yang memanfaatkan mekanisme struktural, mekanisme komunikasi dan proses-proses tertentu.

Sumber http://imanniar.blogspot.com/2010/08/artikel-it-governance.html

IT Alignment
Keadaan yang diinginkan di mana sebuah organisasi bisnis dapat menggunakan teknologi informasi (TI) secara efektif untuk mencapai tujuan bisnis - kinerja keuangan biasanya membaik atau daya saing pasar. Beberapa definisi lebih fokus pada hasil (kemampuan TI untuk menghasilkan nilai bisnis) daripada cara (keselarasan antara TI dan bisnis para pengambil keputusan dalam organisasi), misalnya, keselarasan adalah kemampuan untuk menunjukkan hubungan positif antara teknologi informasi dan langkah-langkah keuangan yang diterima kinerja. Keselarasan ini kontras dengan apa yang sering dialami dalam organisasi: TI dan profesional bisnis tidak mampu untuk menjembatani kesenjangan antara diri mereka sendiri karena perbedaan dalam tujuan, budaya, dan insentif dan

ketidaktahuan saling bagi tubuh kelompok lain pengetahuan. Keretakan ini umumnya menghasilkan sistem TI yang mahal yang tidak memberikan pengembalian yang memadai atas investasi. Untuk alasan ini, pencarian untuk Bisnis / Alignment TI terkait erat dengan upaya untuk meningkatkan nilai bisnis investasi TI. Keselarasan ini kontras dengan apa yang sering dialami dalam organisasi: TI dan profesional bisnis tidak mampu untuk menjembatani kesenjangan antara diri mereka sendiri karena perbedaan dalam tujuan, budaya, dan insentif dan ketidaktahuan saling bagi tubuh kelompok lain pengetahuan. Keretakan ini umumnya menghasilkan sistem TI yang mahal yang tidak memberikan pengembalian yang memadai atas investasi. Untuk alasan ini, pencarian untuk Bisnis / Alignment TI terkait erat dengan upaya untuk meningkatkan nilai bisnis investasi TI. Hal ini tidak biasa untuk bisnis dan profesional TI dalam sebuah organisasi mengalami konflik dan melawan karena kurangnya saling pengertian dan kegagalan untuk menghasilkan hasil yang diinginkan mengarah ke menyalahkan dan ketidakpercayaan. Pencarian untuk B / I keselarasan sering mencakup upaya untuk membangun kepercayaan antara kedua kelompok dan mekanisme untuk konsensus pengambilan keputusan.

B/I Alignment and IT governance


Untuk mencapai B / I Alignment, organisasi harus membuat keputusan yang lebih baik yang mempertimbangkan bisnis maupun TI disiplin. Menetapkan proses untuk pengambilan keputusan dan kontrol pada dasarnya apa yang dimaksud oleh "pemerintahan" panjang; sehingga B / I alignment terkait erat dengan teknologi informasi pemerintahan .

Definisi sering dikutip oleh IT Governance Institute adalah: IT governance adalah tanggung jawab dewan direksi dan manajemen eksekutif. Ini adalah bagian integral dari perusahaan pemerintahan dan terdiri dari kepemimpinan dan struktur organisasi dan proses yang memastikan bahwa organisasi TI menopang dan memperluas strategi dan tujuan organisasi .

Juga terkait dengan upaya untuk lebih baik pengambilan keputusan, dan karena itu sering menjadi bagian dari B / I Alignment - adalah bidang manajemen TI portofolio , yang harus dilakukan dengan keputusan tentang proyek-proyek TI yang didanai dan yang tidak.

B/I Alignment and IT governance


Akhirnya, nilai harus datang tidak hanya dari alat-alat TI yang dipilih, tetapi juga dalam cara yang mereka digunakan dalam organisasi. Untuk alasan ini, ruang lingkup B / I Alignment juga mencakup transformasi bisnis, di mana organisasi mendesain ulang bagaimana pekerjaan dilakukan dalam rangka mewujudkan efisiensi dimungkinkan oleh TI baru. Dengan demikian, menerapkan TI untuk mencapai potensi penuh untuk nilai bisnis tidak hanya mencakup komponen teknis, tetapi juga merupakan organisasi manajemen perubahan komponen (lihat model Risk3 bawah). Hal ini penting untuk mempertimbangkan rantai nilai keseluruhan dalam proyek-proyek pengembangan teknologi sebagai tantangan bagi penciptaan nilai meningkat dengan daya saing tumbuh antara organisasi yang telah menjadi jelas ( Bird, 2010 ). Konsep penciptaan nilai melalui teknologi sangat bergantung pada keselarasan teknologi dan strategi bisnis. Sedangkan penciptaan nilai bagi suatu organisasi adalah jaringan hubungan antara lingkungan internal dan eksternal,

teknologi memainkan peran penting dalam meningkatkan rantai nilai keseluruhan organisasi. Namun, peningkatan ini memerlukan bisnis dan manajemen teknologi untuk bekerja sebagai tim kreatif, sinergis, dan kolaboratif bukan rentang kendali mekanistik murni. Teknologi dapat membantu organisasi menyadari keunggulan kompetitif baik dalam industri itu berada dan menghasilkan kinerja yang unggul pada nilai yang lebih besar, menurut Bird

Alignment models
Henderson & Venkatraman dapat dilihat sebagai pendiri Bisnis / TI keselarasan dan menerbitkan sebuah artikel yang disebut Alignment Strategis: Memanfaatkan Teknologi Informasi untuk mengubah organisasi - IBM Systems Journal, vol32, no1. Dalam Risk3 Model, tujuan dari B / I Alignment adalah untuk mengelola tiga risiko terpisah yang terkait dengan proyek-proyek TI: risiko teknis (? akan fungsi sistem sebagaimana mestinya), risiko organisasi (akan individu dalam organisasi menggunakan sistem sebagaimana mestinya),? dan risiko bisnis (akan implementasi dan adopsi sistem menerjemahkan menjadi nilai bisnis?). Nilai bisnis adalah membahayakan kecuali jika semua tiga risiko dikelola berhasil.

Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Business/IT_alignment

IT Planning
Perencanaan Informasi Teknologi adalah disiplin dalam Teknologi Informasi domain dan yang bersangkutan dengan membuat proses perencanaan untuk investasi teknologi informasi dan pengambilan keputusan proses yang lebih cepat, lebih fleksibel, dan lebih teliti selaras. Menurut Majalah Arsitektur &

Pemerintahan, ( Strategis) perencanaan TI telah menjadi suatu disiplin menyeluruh dalam Perencanaan Strategis domain di mana arsitektur perusahaan sekarang salah satu dari beberapa kemampuan.

Argumen IT Planning
TI waktu terlalu lama untuk menyesuaikan rencana untuk memenuhi kebutuhan bisnis. Pada saat TI dipersiapkan, peluang telah berlalu dan rencana yang usang. IT tidak memiliki sarana untuk memahami bagaimana saat ini mendukung strategi bisnis. Hubungan antara kemampuan TI - dan biaya yang terkait, manfaat, dan risiko - dan kebutuhan bisnis tidak dipetakan. Selain itu, mengumpulkan informasi dan nomor crunching menahan proses kembali. IT membuat rencana yang tidak mencerminkan apa yang sebenarnya akan melakukan TI atau bisnis apa sebenarnya kebutuhan. Pada akhirnya, bisnis tidak mengerti bagaimana TI memberikan kontribusi terhadap pelaksanaan strategi. IT tidak mulai merencanakan dengan gambaran yang jelas tentang yang benar-benar permintaan yang strategis atau tindakan akan memiliki dampak terbesar. Informasi mengenai kebutuhan bisnis dan biaya, manfaat, dan risiko kemampuan TI berasal dari sumber-sumber dari berbagai kualitas. TI kemudian membuat keputusan perencanaan yang didasarkan atas informasi yang menyesatkan. TI berencana sering berakhir kaku dan diverifikasi. Rencana tidak termasuk kontinjensi yang mengurangi dampak perubahan, juga tidak diverifikasi sebagai rencana terbaik melalui tindakan dibandingkan dengan alternatif dan skenario. TI hanya tidak punya waktu dan informasi untuk itu. Manual menyiapkan rencana dan memilih beberapa yang terbaik akan memakan waktu terlalu lama bagi kebanyakan organisasi - terutama mengingat ketersediaan informasi yang diperlukan untuk perbandingan.

Strategi untuk Memberikan Kemampuan IT Planning


Menurut Forrester Research, ada beberapa strategi diakui memberikan kemampuan perencanaan teknologi informasi. Sebuah repositori data aplikasi menyediakan alat Perencanaan persediaan umum data aplikasi termasuk biaya, siklus hidup, dan pemilik,. Sehingga perencana memiliki akses mudah ke informasi yang mendorong keputusan mereka. Kemampuan peta. Forrester merekomendasikan menggunakan peta kemampuan untuk menghubungkan kemampuan TI untuk proses bisnis kritis mereka mendukung. Perangkat lunak ini menyediakan alat grafis yang jelas menguraikan bagaimana kemampuan bisnis yang menyediakan TI dengan bisnis terkait dengan upaya TI. Hal ini juga dapat dikenal sebagai Peta Jalan TI atau teknologi roadmap Alat analisis gap. Di samping peta kemampuan, alat perencanaan menangkap informasi tentang keadaan masa depan kemampuan bisnis yang ditentukan oleh strategi bisnis. Pengguna memanfaatkan fungsi ini untuk mengidentifikasi daerah-daerah dimana kemampuan TI perlu dibangun, ditingkatkan, atau turunkan - mengemudi strategi TI. Pemodelan dan kemampuan analitik Alat-alat ini memungkinkan perencanaan tim untuk membuat berbagai rencana, yang kemudian dapat dibandingkan satu sama lain untuk mempertimbangkan pro, kontra, dan risiko dari masing-masing.. Selain itu, dampaknya terhadap arsitektur dan inisiatif saat ini menjadi terlihat. Hal ini membuat rencana yang relevan, menyediakan tim dengan pandangan ke depan untuk merencanakan secara holistik, dan memungkinkan TI untuk berkomunikasi rencana jelas. Alat pelaporan Laporan menuntun keputusan tim perencanaan itu misalnya, yang memiliki kemampuan aplikasi berlebihan, belum upgrade, atau

terganggu dengan masalah mahal.. TI keputusan strategis oleh karena itu lebih mudah dibenarkan

Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Information_technology_planning

Anda mungkin juga menyukai