Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MATA KULIAH

DASAR-DASAR TATA KELOLA DAN ETIKA BISNIS


ORGAN PERUSAHAAN (PEMILIKAN DAN PENGURUSAN/PENGAWASAN)

Anggota Kelompok

1. Allisa Fiolina 12030119130131


2. Dina Nurjannah 12030119120027
3. Risti Kurnia Ramadhani 12030119120039
4. Seevaniska Amanda 12030119120033
5. Susan Liya Setyani 12030119130263
6. Tenia Nur Cahyati 12030119120063

PROGRAM SARJANA AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan, masyarakat mempunyai


kemampuan dan keahlian masing-masing serta tujuan yang berbeda-beda dalam hidup,
salah satunya adalah menjalankan suatu bisnis yang benar dan serius, yaitu dengan
berdirinya suatu badan usaha. Menurut sistem hukum dagang di Indonesia, ada dua
bentuk badan usaha, yaitu usaha yang bukan badan hukum dan badan usaha yang
berbadan hukum, dan dalam hal ini suatu perseroan terbatas salah satu badan usaha
yang berbadan hukum.
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
(selanjutnya disingkat dengan UUPT), berbunyi: Perseroan Terbatas yang selanjutnya
disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.1
Di dalam suatu Perseroan Terbatas terdapat organ-organ di dalamnya yang
memegang wewenang dan tanggung jawab masing-masing. Organ-organ tersebut
terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Dewan Komisaris
Pasal 1 angka 4, angka 5 dan angka 6 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
UUPT mengatur defenisi yang dimaksud dengan ketiga organ tersebut. RUPS

memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi dan Dewan
Komisaris. Sedangkan Direksi adalah organ Perseroan yang bertanggung jawab
penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan, serta
mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan, sesuai dengan
anggaran dasar serta memberikan nasehat kepada Direksi.
Direksi adalah merupakan salah satu organ perseroan terbatas yang memiliki
tugas serta bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan
tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupundi luar pengadilan
sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Direksi mempunyai fungsi dan peranan yang
sangat sentral dalam paradigma perseroan terbatas. Hal ini karena direksi yang akan
menjalankan fungsi pengurusan dan perwakilan perseroan terbatas. 2
Direksi ini
diangkat oleh rapat umum pemegang saham (RUPS), sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 94 ayat (1) UUPT, bahwa : “anggota direksi diangkat oleh RUPS.” Dan lebih
lanjut ayat (3) anggota Direksi diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat
diangkat kembali. Setiap anggota Direksi wajib pula beritikad baik dan penuh
tanggung jawab dalam menjalankan tugasnya untuk kepentingan perseroan.
Tanggung jawab berarti kewajiban setiap individu untuk melaksanakan aktivitas-
aktivitas atau kegiatan yang ditugaskan kepadanya dengan sebaik mungkin. Hal ini di
karenakan bahwa di dalam mendirikan suatu badan usaha sudah pasti tidak akan
terlepas dari yang namanya untung dan rugi, begitu juga dalam mendirikan Perseroan

Terbatas. Setiap kegiatan yang dilakukan oleh organ-organ/perseroan terutama


Direksi sudah pasti tidak selamanya akan berjalan dengan mulus, terkadang ada yang
mendatangkan hal yang baik dan ada pula yang mendatangkan hal yang buruk, semua
itu sudah pasti akan mendatangkan sebuah resiko. Dalam hal perseoan menderita
kerugian karena diluar dugaan direksi, misalnya direksi menjalankan perusahaan
sesuai dengan undang-undang dan anggaran perseroan tetapi kerugian tidak dapat
dihindari maka yang bertanggungjawab atas kerugian tersebut adalah harta kekayaan
perseroan.
Demikian halnya jika perusahaan pailit bukan karena kesalahan direksi tetapi
karena krisis moneter maka kerugian atas kepailitan tersebut tetap menjadi tanggung
jawab harta perseroan terbatas. Hal ini sesuai dengan pasal 97 ayat (5) UUPT anggota
direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan kerugian apabila dapat membuktikan:
1. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaian.
2. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk
kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.
3. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak
langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian.
4. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berkelanjutannya
kerugian tersebut.

Penyebab kepailitan suatu perseroan dapat juga terjadi karena kesalahan direksi,
direksi melakukan penipuan bahkan manipulasi dari data serta laporan yang menjadi
kewajibannya sebagai pelaksana perseroan, direksi yang berkepentingan dalam
mencari keuntungan sendiri, serta melakukan korupsi untuk kepentingan pribadi serta
keluarganya.

Jika dalam menjalankan tugasnya ada indikasi bahwa seorang direksi


menyalahgunakan kekuasaan yang diberikan kepadanya untuk kepentingan pribadi
dan menyebabkan kerugian finansial yang berujung pada pailitnya perseroan, maka
seorang direksi dapat dimintai pertanggungjawabannya secara pribadi atau harta
kekayaan pribadinya dapat dijadikan jaminan pelunasan hutang-hutang perseroan yang
sedang dalam kepailitan. Pasal 104 ayat (2) UUPT menyebutkan bahwa : “dalam hal
kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian direksi dan harta pailit tidak cukup
untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap
anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban
yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut. Menurut pasal 97 ayat (2) UUPT,
setiap anggota Direksi bertanggungjawab penuh secara pribadi atas kerugian
Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya.
Tanggung jawab direksi dalam perseroan terbatas yang mengalami kepailitan
tidak semata-mata didasarkan pada ketentuan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang perseroan terbatas, namun didalam hukum perusahaan umumnya dikenal
doktrin-doktrin hukum yang mengatur tentang bagaimana seorang direksi
bertanggungjawab kepada perseroan terbatas, jika perbuatan direksi itu menyebabkan
pailitnya suatu perseroan. Diantaranya doktrin-doktrin hukum perusahaan yang
penulis coba untuk membahasnya antara lain : tanggung jawab berdasarkan prinsip
fiduciary duties dan duty to skill and care tanggung jawab berdasarkan doktrin
manajemen ke dalam (indoor manajement rule) tanggung jawab berdasarkan prinsip
Ultra vires dan tanggung jawab berdasarkan prinsip piercieng the corporate veil.

Doktrin-doktrin ini merupakan doktrin hukum perusahaan yang hukum perusahaan


Indonesia, yaitu dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 jo Undang-undang
Nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas.
Undang-undang kepailitan tidak merinci secara spesifik mengenai ketentuan yang
membedakan antara kepailitan orang perorang (natuur lijk persoon) dengan kepailitan
badan hukum khususnya perseroan terbatas. Namun dengan demikian jika dikaji lebih
mendalam banyak terdapat suatu norma yang sebenarnya hanya dapat diberlakukan
terhadap kepailitan orang perorangan akan tetapi, tidak dapat diberlakukan terhadap
kepailitan perseroan terbatas, demikian pula sebaliknya banyak terdapat suatu norma
yang sebenarnya hanya dapat diberlakukan terhadap kepailitan perseroan terbatas akan
tetapi, tidak dapat diberlakukan terhadap kepailitan orang perorangan. Seharusnya
dalam Undang-Undang Kepailitan perlu dibedakan pengaturan mengenai kepailitan
yang khusus pada orang perorangan dengan kepailitan yang khusus pada perseroan
terbatas.
Dalam pasal 1 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia No. 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) bahwa
kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor, maka penting untuk
mengungkap konsep lebih jauh hakikat kepailitan tersebut. Dalam pasal 2 ayat (1)
UUK dinyatakan bahwa debitor yang memiliki dua atau lebih kreditor dan tidak
membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih,
dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya satu atau
lebih kreditornya.

Tentunya pemberlakuan Undang-undang Perseroan terbatas ini tidak serta merta


berlaku secara ideal. Terjadi penyimpangan yang di berlakukan oleh subjek hukum
dalam perusahaan berupa penyelewengan oleh organ Perseroan itu sendiri.
Direksi yang berkepentingan dalam mencari keuntungan sendiri lebih cenderung
melakukan kecurangan dalam pelaksanaan wewenang dalam perseroan. Kecurangan-
kecurangan tersebut memberikan dampak kepada anggota yang lain berupa kerugian.
B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah adalah:

1). Apakah Kepemilikan Perusahaan itu ?

2). Identifikasi tugas dan kewenangan direksi itu ?

3). Identifikasi tugas dan wewenang komisaris itu ?

4). Perbandingan nomenklatur organ perusahaan swasta, BUMN, BUMD itu ?

C. Tujuan

Tujuan makalah ini, untuk mengetahui kepemilikan perusahaan, kemudian tugas dan
kewenangan direksi dan komisaris serta perbandingan nomenklatur organ perusahaan
swasta, BUMN, BUMD.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Pemegang saham (shareholder) adalah stakeholder yang paling utama bagi perseroan.
Untuk direksi dan komisaris, mereka adalah hulu dari kekuasaan dan sekaligus muara
pertanggungjawaban. Guna menjalankan fungsinya di perseroan, pemegang saham
membentuk organ yang disebut dengan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Ini adalah
tempat para pemegang saham berkumpul untuk mengambil keputusan tentang sesuatu yang
berkaitan dengan perseroan. Suara pemegang saham disalurkan melalui lembaga (organ) ini.
Sebagai pemilik perusahaan yang menanamkan modal dan menanggung risiko, keputusan-
keputusan yang diambil dalam RUPS tentu saja berkaitan dengan organisasi, manajemen,
kinerja, prospek, personalia perseroan, dan menyangkut kepentingan diri mereka.

Kepentingan pemegang saham menyangkut dua hal, yaitu perlindungan sebagai investor
dan peningkatan nilai tambah. Perlindungan terutama diperlukan bagi pemegang saham
minoritas agar hak-hak dan kepentingannya tidak diabaikan oleh pemegang saham
pengendali atau oleh direksi atau dewan komisaris. Perlindungan juga diperlukan bagi setiap
pemegang saham, tanpa memandang besarnya saham yang dimiliki, dari tindakan tindakan
kecurangan, maral hazard, dan pelanggaran etika dari orang yang mereka angkat dan percayai
untuk mengurus atau mengawasi perusahaan. Perlindungan demikian hanya akan diperoleh
melalui sistem hukum yang efektif, baik rancangan maupun implementasinya. Undang-
undang adalah salah satu tempat untuk bernaung. memperoleh perlindungan, dan kepastian
hukum.

2. Perlindungan Pemegang Saham

Dalam perusahaan yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas, pemilikan


dinyatakan dalam bentuk saham. Perusahaaa dapat mengeluarkan lebih dari satu jenis
(klasifikasi) saham dengan hak yang berbeda untuk setiap klasifikasi. Berikut ini dua hak
yang dimiliki oleh pemegang saham.

a. Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS.


b. Menerima pembagian dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi.
Selain kedua hal ini UUPT juga memberikan perlindungan kepada pemegang saham
dalam bentuk-bentuk berikut ini :

a. Kooram dan Pemungutan Suara

RUPS merupakan organ perseroan yang mewakili tindakan pemegang saham. Oleh
karena itu, keterwakilan dalam pengambilan keputusan merupakan hal utama dalam upaya
memproteksi kepentingan pemegang saham. Perlindungan terhadap pemegang saham
pertama-tama dinyatakan dalam bentuk syarat keabsahan suatu RUPS yang diatur melalui
kuorum. Tergantung pada jenis keputusan yang akan diambil, kuorum dapat dibedakan
sebagai berikut.

1. Kuorum mutlak (dihadiri oleh seluruh pemegang saham dengan hak suara yang sah
atau wakilnya)

2. Kuorum mayoritas super (dihadiri oleh 2/3 [dua per tiga] atau 3/4 [tiga per empat] dari
pemegang saham).

3. Kuorum mayoritas simpel (dihadiri 1/2 [satu per dua] dari jumlah total pemegang
saham dengan hak suara).

4. Kuorum non-mayoritas (kehadiran tidak merupakan syarat mutlak).

(Sembiring, 2012: 78-79)

RUPS yang kehadiran pemegang sahamnya tidak mencapai kuorum menghasilkan


keputusan yang tidak sah sehingga keputusan yang dihasilkan tidak mengikat. Persyaratan
kuorum akan mencegah pengambilan keputusan oleh pemegang saham tertentu yang belum
tentu mewakili kehendak sebagian besar pemegang saham. Persyaratan ini merupakan
proteksi bagi pemegang saham agar kepentingannya terwakili dalam setiap tindakan
perseroan.

Berdasarkan UUPT Pasal 87 ayat (1), pengambilan keputusan dalam RUPS dilakukan
dengan cara musyawarah untuk mufakat. Jika cara ini tidak dapat dicapai, pengambilan
keputusan dilakukan dengan pemungutan suara dengan ketentuan keputusan dianggap sah
jika disetujui lebih dari 1/2 (satu per dua) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan. Untuk
pengambilan keputusan tertentu. jumlah kuorum dan jumlah suara yang harus disetujui
ditingkatkan. Ada dua lagi kemungkinan syarat kuorum dan syarat pemungutan suara, yaitu
kuorum dengan lebih dari 2/3 (dua per tiga) suara harus hadir dan kuorum dengan lebih dari
3/4 (tiga per empat) suara harus hadir.

b. Gugatan Hukum

Pemegang saham berhak untuk mengajukan gugatan hukum jika merasa dirugikan karena
tindakan perseroan yang tidak adil dan tanpa alasan yang wajar akibat keputusan RUPS,
direksi, dan/atau dewan komisaris (Pasal 61 UUPT). Gugatan yang diajukan berisi
permohonan agar perseroan menghentikan tindakan yang merugikan tersebut dan mengambil
langkah tertentu untuk mengatasi akibat yang sudah timbul sehingga dapat mencegah
tindakan serupa pada waktu-waktu mendatang. Pemegang saham yang mewakili sedikitnya
10 persen dari jumlah seluruh saham dengan hak suars berhak mengajukan gugatan terhadap
anggota direksi atau dewan komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan
kerugian pada perseroan (UUPT Pasal 97 dan Pasal 114).

c. Pembelian dengan Harga Wajar

Pasal 62 ayat (1) UUPT memberikan hak kepada pemegang saham untuk meminta kepada
perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga wajar jika yang bersangkutan tidak menyetujui
tindakan perseroan yang merugikan berupa:

1. perubahan anggaran dasar,

2. pengalihan atau penjaminan kekayaan perseroan yang mempunyai nilai lebih dari
50 persen kekayaan bersih perseroan,

3. penggabungan, peleburan, pengambil alihan atau pemisahan.

Jika saham yang diminta untuk dibeli kembali telah melebihi ketentuan tentang
pembelian. perseroan wajib mengusahakan agar sisa saham dibeli oleh pihak ketiga. Jumlah
nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh perseroan ditambah gadai saham atau
jaminan fidusia atas saham yang dipegang perseroan sendiri dan/atau perseroan lain yang
sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh perseroan tidak boleh melebihi
10 persen dari jumlah modal yang ditempatkan dalam perseroan.
d. Pemeriksaan

Pemegang saham yang mewakili sedikitnya 10 persen dari jumlah seluruh saham dengan
hak suara berhak mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri agar terhadap perseroan
dilakukan pemeriksaan dengan tujuan untuk mendapatkan data atau keterangan jika terdapat
dugaan sebagai berikut :

1. Adanya perbuatan melawan hukum, oleh perseroan yang merugikan pemegang saham
atau pihak ketiga.
2. Adanya perbuatan melawan hukum, oleh anggota direksi atau dewan komisaris, yang
merugikan perseroan atau pemegang saham atau pihak ketiga.

Permohonan pemeriksaan oleh kelompok pemegang saham ini hanya dapat dilakukan se
pemohon terlebih dahulu meminta data atau keterangan kepada perseroan dalam RUPS dan
pen tidak memberikan data atau keterangan tersebut. Permohonan untuk mendapatkan dats,
keters atau permohonan pemeriksaan harus didasarkan pada alasan yang wajar dan iktikad
baik

e. Pembubaran

Pemegang saham yang mewakili munimal 10 persen hak suara juga berhak mengajukan
pembubaran perseroan kepada RUPS (UUPT Pasal 144) atau pengadilan negeri berdasarkan
alasan perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan (UUPT Pasal 146). Keputusan untuk
membubarkan perseroan ada pada RUPS dan berlaku sejak diputuskan. Pembubaran
perseroan disertai deng penunjukan likuidator. Jika likuidator memperkirakan bahwa utang
perseroan lebih besar daripada kekayaan perseroan, likuidator wajib mengajukan permohonan
pailit atas perseroan, kecuali kreditur yang diketahui identitas dan alamatnya menyetujui
perberesan dilakukan di luar pengadilan.

f. Permintaan RUPS

Berdasarkan Pasal 79 ayat (2) UUPT, pemegang saham yang mewakili 10 persen atau
lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat meminta kepada direksi untuk
menyelenggarakas RUPS tahunan atau RUPS lainnya. Kemudian, dalam UUPT Pasal 79 ayat
(6), dinyatakan jika dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari direksi tidak melakukan
pemanggilan untuk RUPS, permintaan penyelenggaraan RUPS diajukan kembali kepada
dewan komisaris atau dewan komisaris melakukan pemanggilan sendiri untuk RUPS yang
bersangkutan Jika direksi atau dewan komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS sesuai
dengan jangka waktu yang telah ditentukan, pemegang saham dapat mengajukan permohonan
kepada ketua pengadilan negeri untuk memberikan izin bagi pemohon melakukan sendiri
pemanggilan RUPS tersebut (Pasal 80 ayat (1) UUPT).

Alasan yang diperkenankan untuk permintaan RUPS, antara lain karena direksi tidak
mengadakan RUPS tahunan sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan atau masa
jabatan anggota direksi dan/atau anggota dewan komisaris akan berakhir (Penjelasan Pasal 79
ayat (3) UUPT) Namun, alasan lain tidak dilarang menurut ketentuan undang-undang. Hak
ini diberikan kepada pemegang saham (minoritas) untuk memastikan bahwa direksi dan
dewan komisaris telah melaksanakan doktrin fiduciary duty dengan baik. Hak tersebut
digunakan oleh pemegang saham minoritas jika tidak memperoleh perlakuan yang adil, baik
dari direksi, komisaris, maupun pemegang saham mayoritas (pengendali).

3. PENINGKATAN NILAI TAMBAH

Kepentingan kedua dari pemegang saham sebagai pemilik perusahaan adalah


peningkatan nilai tambah. Harapan pemegang saham, dengan memiliki perusahaan, tentulah,
bahwa kesejahteraannya akan meningkat walaupun dalam kenyataannya dapat saja justru
menurun. Berdasarkan undang-undang, tugas meningkatkan nilai tambah ini dibebankan
kepada pengurus (direksi). Pemegang saham diberi wewenang untuk menunjuk siapa
pengurusnya. Selain kinerja, pemegang saham juga ingin memastikan bahwa pengurus,
dalam menghasilkan kinerjanya telah mengacu pada iktikad baik, kehati-hatian, dan
bertanggung jawab sesuai dengan kepentingan perseroan dan maksud serta tujuan perseroan.
Oleh karena itu, pekerjaan pengurusan perlu diawasi. Oleh undang-undang, fungsi
pengawasan tersebut diberikan kepada dewan komisaris. Pemegang saham berwenang
menentukan siapa yang ditunjuk menjadi anggotanya.

Kepentingan kedua dari pemegang saham diatur dalam Pasal 66 ayat (2) dan Pasal 71
UUPT. Dalam Pasal 66 ayat (2) diatur tentang kewajiban direksi menyampaikan laporan
tahunan kepada RUPS dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku
perseroan berakhir. Termasuk dalam laporan tahunan adalah laporan keuangan yang terdiri
atas sekurang-kurangnya neraca (laporan posisi keuangan), laporan laba rugi, laporan arus
kas, laporan perubahan ekuitas, dan catatan atas laporan keuangan. Pasal 71 ayat (2) UUPT
menyatakan bahwa seluruh laba bersih, setelah dikurangi penyisihan untuk cadangan,
dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen, kecuali ditentukan lain dalam RUPS.
Ayat (3) dari pasal ini menyebutkan bahwa dividen hanya boleh dibagikan jika perseroan
mempunyai saldo laba yang positif.

Terdapat tiga aspek yang dapat dicatat dari ketentuan ketentuan tersebut:

1. Dari laporan keuangan, pemegang saham dan pembaca laporan keuangan lainnya
dapat mengetahui kondisi keuangan dan hasil usaha perseroan. Kondisi keuangan
menunjukkan kuat-lemahnya keadaan keuangan perusahaan, termasuk kemampuan
perusahaan untuk melanjutkan usahanya (going concern). Kuat- lemahnya struktur
keuangan dapat ditunjukkan oleh besar kecilnya leverage perusahaan (penggunaan
utang untuk meningkatkan imbalan kepada pemegang saham). Hasil usaha tercermin
dalam laba yang diperoleh atau rugi yang diderita.
2. Laporan keuangan dapat digunakan untuk menilai kinerja direksi (dan dewan
Komisaris). Laporan keuangan adalah performa akhir dari kerja direksi (dan dewan
komisaris). Inti dari Penilain kinerja adalah untuk menentukan status dari direksi atau
komisaris. Apakah mereka akan dipertahankan untuk mengurusi atau mengawasi
perseroan atau harus diberhentikan walaupun periode jabatannya belum berakhir.
3. Hak pemegang saham atas laba, Laba merupakan imbalan bagi mereka atas risiko
yang diambil dengan memisahkan kekayaannya untuk diinvestasikan ke dalam
perseroan. Pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan
yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan
melebihi saham yang dimiliki (Pasal 3 ayat (1) UUPT). Intinya, tanggung jawab
pemegang saham bersifat terbatas. Pembatasan tanggung jawab dan pemisahan
kepengurusan membawa konsekuensi bahwa Imbulan yang boleh diambil dari
perseroan hanyalah laba

Pasal 3 ayat (2) UUPT menyebutkan bahwa ketentuan tentang tanggung terbatas tidak
berlaku jika pemegang saham:

1. Dengan iktikad buruk memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi.


2. Terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan perseroan.
3. Baik langsung maupun tidak langsung, melawan hukum dengan menggunakan
kekayaan perseroan yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup
untuk melunasi utang perseroan.
4.PENGURUSAN

Kata "pengurusan" mempunyai makna yang luas. Kamus Indonesia-Inggris oleh


Echols dan Shadily (1989: 607) menerjemahkan pengurusan dengan management. Cakupan
pengurusan meliputi fungsi-fungsi yang harus diemban oleh manajemen, yaitu perencanaan
(planning), penataan (organizing), kepemimpinan (leadership), dan pengendalian
(controlling) (Robbins and Coulter, 2010: 23). Management melibatkan aktivitas-aktivitas
koordinasi dan pengawasan terhadap pekerjaan orang lain sehingga pekerjaan tersebut dapat
diselesaikansecara efisien dan efektif (Robbins and Coulter, 2010 7), Oleh karena itu,
efisiensi dan efektif menjadi tujuan dari kepengurusan.

A. Doktrin Hukum
Penerapan konsep fiduciary duty yang pertama adalah ketentuan Pasal 94 ayat
(1) UUPT, bahwa anggota direksi diangkat oleh RUPS. Tidak ada janji atau kontrak
tertentu yang harus dipenuhi oleh direksi kepada pemegang saham, termasuk janji
untuk menghasilkan laba tertentu. Kalimat "diangkat" menunjukkan adanya konsep
amanah dan kepercayaan, seperti yang tersirat dalam doktrin fiduciary duty. Janji
umum direksi sebagai akibat dari pengangkatan dirinya adalah bahwa pengurusan
akan dilakukan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan
perseroan (UUPT Pasal 92 ayat (1). Loyalitas direksi ditujukan kepada perseroan,
bakan kepada pemegang saham.

Sebubungan dengan tata kelola perusahaan yang baik, tugas pengurusan dan
pengawasan oleh direksi dan dewan komisaris perlu memperhatikan doktrin-doktrin
business judgement rule, piercing the corporate veil, serta ultra and intra vires.
Doktrin business judgement rule memberikan pedoman kepada direksi dan atau
dewan komisaris pada waktu melakukan pertimbangan bisnis. Doktrin piercing the
corporate veil juga memberikan petunjuk kepada direksi dan anggota dewan
komisaris tentang tindakan-tindakan yang dapat dimintakan tanggung jawab pribadi
secara renteng. Kepentingan bisnis yang dibuat oleh direksi dan dewan komisaris
harus memperhatikan kewenangan yang mereka miliki. Selain itu, setiap keputusan
bisnis yang dibuat tidak boleh menyimpang dari maksud dan tujuan perseroan yang
telah ditetapkan dalam anggaran dasar. Inilah inti dari doktrin ultra and intra vires.

Doktrin-doktrin tersebut seharusnya menjadi pedoman bagi direksi, komisaris,


semua karyawan dan pegawai, dan seluruh pendukung organ yang dimiliki
perusahaan dalam menjalankan tugas dan wewenang pengurusan dan pengawasan.
Doktrin-doktrin itu, memberikan perlindungan sekaligus batasan bagi penerima
amanah atas perbuatan-perbuatan yang mereka lakukan dalam rangka hubungan
fidusia.

B. DIREKSI
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 33/POIK.04/2014 mendefinisikan
direksi sebagai organ emiten atau perusahaan publik (secara umum: perseroan) yang
berwenang dan bertanggung jawab penuh terhadap pengurusan emiten atau
perusahaan publik untuk kepentingan emiten perusahaan publik sesuai dengan
maksud dan tujuan emiten atau perusahaan publik. Selain itu, juga mewakili emiten
atau perusahaan publik, baik di dalam maupun di luar pengadilan, sesuai dengan
ketentuan anggaran dasar. Untuk emiten dan perusahaan publik Peraturan Otoritas
Jasa Keuanpas Nomor 33 Tahun 2014 mengharuskan bahwa direksi paling tidak
terdiri atas 2 (dua) orang.
Pasal 97 ayat (2) UUPT mengatakan bahwa pengurusan (oleh setiap anggota
direksi) wajihb dilaksanakan dengan iktikad baik dan penuh tanggung jawab. Doktrin
piercing the corporate veil tercermin dalam Pasal 97 ayat (3) UUPT dimana setiap
anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi terhadap kerugian perseroan
jika yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya karena tidak
dipatuhinya asas iktikad baik dan penuh tanggung jawab.
 Tugas dan Wewenang Direksi
Berikut ini tugas direksi dalam kaitannya dengan kepengurusan yang
disebutkan dalam UUPT
1. Rapat direksi menetapkan pembagian tugas dan wewenang anggota direksi
jika RUPS tidak mengaturnya (UUPT Pasal 92 ayat (6).
2. Memberitahukan perubahan anggota direksi kepada Menteri untuk dicatat
dalam daftar perseronan (UUPT Pasal 94 ayat (7).
3. Mengumumkan batalnya pengangkatan anggota direksi akibat tidak
dipenuhinya persyaratan menjadi direksi dalam surat kabar dan
memberitahukannya kepada Mentei untuk dicatat dalam daftar perseroan.
4. Mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan (UUPT
Pasal 98 ayat (1).
5. Wajib:
a. membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS, dan
risalah rapat direkst:
b. membuat laporan tahunan dan dokumen keuangan perseroan:
c. memelihara semua daftar, risalah, dan dokumen, baik dokumen
keuangan maupan dokumen perseroan lainnya.
6. Memberi izin kepada pemegang saham (atas permohonan tertulis) untuk
memberikan daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS, laporan
tahunan, memperoleh salinan risalah RUPS, dan memperoleh salinan
laporan tahunan.
7. Melaporkan kepada perseroan mengenai saham yang dimiliki anggota
direksi dan keluarganya dalam perseroan dan perseroan lain (UUPT Pasal
101).
8. Menyusun rencana kerja tahunan termasuk anggaran tahunan (UUPT Pasal
63) untuk memperoleh persetujuan dari dewan komisaris atau RUPS.
9. Menyampaikan laporan tahunan termasuk laporan keuangan setelah
ditelaah oleh devan komisaris dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah
tahun buku perseroan berakhir
10. Untuk perseroan tertentu, wajib menyerahkan laporan keuangan untuk
diaudit.
11. Menyelenggarakan RUPS, baik tahunan maupun RUPS lainnya.
12. Menyusun rancangan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan
pemisahan.

Terlihat dari pasal-pasal dalam UUPT tersebut bahwa tugas


pengurusan lebih terkait dengan dengan tugas dan wewenang antara pemegang
saham, dewan komisaris, dan direksi. Dengan kata lain, UUPT, sepanjang
berkaitan dengan pengurusan, lebih menekankan pada tata kelola perusahaan,
Pekerjaan pengurusan tentu tidak hanya berhubungan dengan tata kelola
perusahaan. Pekerjaan pengurusan adalah pekerjaan manajemen.

 Persyaratan
UUPT tidak terlalu banyak mengatur tentang persyaratan untuk dapat
diangkat sebagai direksi. pasal 93 ayat (1) UUPT menyebutkan bahwa yang
dapat diangkat menjadi anggota direksi adalah orang perseorangan yang cakap
melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum
pengangkatan pernah:
1. dinyatakan pailit;
2. menjadi anggota direksi atau dewan komisaris yang dinyatakan bersalah
karena menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit;
3. dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan
negara dan yang berkaitan dengan sektor keuangan.

Namun, dalam UUPT Pasal 93 ayat (2) disebutkan bahwa instansi teknis
yang berwenang dimungkinkan untuk menetapkan persyaratan tambahan
berdasarkan peraturan perundang-undangan. selain itu, Pasal 94 ayat (4)
menyebutkan bahwa anggaran dasar mengatur tata cara pengangkatan,
gantian, pemberhentian anggota direksi, dan dapat juga mengatur tentang tata
cara pencalonan anggota direksi, dan dapat juga mengatur tentang tata cara
pencalonan anggota direksi.

 Jangka Waktu
UUPT tidak mengatur tentang jangka waktu (periode) jabatan direksi
dan dewan komisaris. Periode jabatan ini diatur dalam anggaran dasar
perseroan. Dalam praktiknya, jangka waktu ini sangat bervariasi. Persoalan
jangka waktu jabatan direksi dan komisaris berhubungan dengan dua hal
pokok. Pertama, berkaitan dengan pelaksanaan rencana bisnis perusahaan.
Persoalan kedua menyangkut batas kewenangan.
 Rangkapan jabatan
Perangkapan jabatan diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
33 Tahun 2014. Peraturan ini menyebutkan bahwa perangkapan jabatan oleh
anggota direksi hanya diperkenankan untuk hal-hal
1. Anggota ditreksi paling banyak pada 1 (satu) emiten atan perusahaan
publik lain,
2. Anggota dewan komisaris paling banyak pada 3 (tiga) emiten atau
perusahaan publik lain.
3. Anggota komite paling banyak pada 5 (lima) komite di emiten atau
perusahaan publik dimana yang bersangkutan juga menjabat sebagai
anggota direksi atau anggota dewan komisaris.
Pembatasan tentang rangkap jabatan direksi lebih dimaksudkan untuk
menghindari terjadinya beturan kepentingan di antara perseroan dan pihak-
pihak yang terlibat. Jadi, pertimbangan dalam pengambilan keputusan bisnis
yang didasarkan atas kepentingan terbaik bagi perseroan dan sesual dengan
maksud dan tujuan perseroan dapat dilaksanakan dengan penuh tanggung
jawab dan Kehati-hatian
 Rapat Direksi
Peraturan oritas Jasa Keuangan Nomor 33 Tahun 2014 menyebutkan
tentang kewajiban menyelenggarakan rapat bagi direksi. Rapat direksi wajib
dilakukan paling kurang 1 (satu) kali dalam setiap bulan. Selain ittu, direksi
juga wajib mengadakan rapat bersama dengan dewan komisaris secara berkala
paling kurang 1 (satu) kali dalam empat bulan. Pengambilan keputusan rapat
direksi takukan berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Jika tidak tercapai
keputusan berdasarkan musyawarah mufakat, pengambilan keputusan
dilakukan berdasarkan suara terbanyak. Peraturan Otoritas jasa Keuangan
tidak mencantumkan mekanisme pangambilan keputusan rapat bersama antara
direksi dan dewan komisaris, Pada dasarnya, rapat bersama tersebut
merupakan alat koordinasi dan bukan untuk pengambilan keputusan bersama.
Hasil rapat direksi wajib dituangkan dalam risalah rapat,
ditandatangani oleh semua anggota direksi yang hadir, dan disampaikan
kepada semua anggota direksi. Demikian juga hasil rapat hersama antara
direksi dan komisaris. Jika terdapat anggota direksi dan anggota dewan
komisaris yang tidak menandatangani hasil rapat, yang bersangkutan wajib
menyebutkan alasannya secara tertulis dalam surat tersendiri yang dilekatkan
pada risalah rapat. Emiten atau perusahaun publik wajib mendokumentasikan
risalah rapat ini.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa:


Direksi dinyatakan lalai apabila melakukan kerugian didalam suatu perseroan.
Apabila direksi melakukan kesalahan atau kelalaian sehingga mengakibatkan
perseroan menderita kerugian, maka direksi wajib bertanggungjawab secara penuh dan
pribadi dan apabila direksi terdiri dari 2 (dua) orang atau lebih, maka tanggung jawab
itu dibebankan secara tanggung renteng (vide Pasal 97 ayat (4) jo, ayat (5) UUPT).
Dan anggota Direksi dapat terlepas dari tanggung jawab jika mereka dapat
membuktikan bahwa kerugian bukan akibat kesalahan atau kelalaian, dan direksi
telah melakukan pengurusan dengan iktikad baik dan hati-hati, tidak mempunyai
benturan kepentingan, serta telah mengambil tindakan pencegahan.

B. Saran
1. Perlu kiranya ditegaskan dalam undang-undang mengenai perbuatan-
perbuatan hukum yang dapat dimintakan pertanggungjawaban kepada direksi
apabila terjadi kepailitan Perseroan. Dengan demikian nantinya dapat secara
jelas ditentukan mana yang menjadi tanggung jawab Perseroan dan mana yang
menjadi tanggung jawab direksi Perseroan.
2. Berkaitan dengan prinsip utang, maka perlunya Undang-Undang Kepailitan
menentukan pembatasan jumlah minimal utang yang dapat dijadikan dasar
untuk mengajukan permohonan pailit baik kepailitan terhadap orang
perorangan maupun terhadap badan hukum khususnya Perseroan Terbatas,
serta ketentuan yang menyatakan bahwa subjek hukum yang khususnya
Perseroan Terbatas dapat dipailitkan apabila jumlah seluruh utang melebihi
asat Perseroan yang berarti bahwa pasiva Perseroan melebihi aktiva Perseroan.
DAFTAR PUSTAKA

S.R. Soemarso, 2018.”Etika dalam Bisnis dan Profesi Akuntan dam Tata Kelola Perusahaan”.

Anda mungkin juga menyukai