Anda di halaman 1dari 8

NAMA : ANDI NURAZIZAH RAMADHANI

KELAS : ILMU HUKUM C


NIM : 10400120081

UTS HUKUM DAGANG


1. Uraikan Ciri-ciri perseroan terbatas!

PT adalah salah satu jenis badan usaha yang dilindungi oleh hukum dengan
modal yang terdiri dari saham. Seseorang dikatakan sebagai pemilik PT
apabila memiliki bagian saham sebesar dari jumlah yang ditanamkannya.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yang membahas


mengenai Perseroan Terbatas (PT), dikatakan bahwa perusahaan berjenis
Perseroan Terbatas adalah suatu badan usaha yang berbentuk badan hukum
yang didirikan berdasarkan perjanjian dan melakukan kegiatan usaha dengan
modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham atau disebut juga dengan
persekutuan modal.

Dalam menjalankan perusahaan berjenis Perseroan Terbatas, modal saham


yang dimiliki bisa dijual kepada pihak lain. Artinya, sangat memungkinkan
terjadi perubahan organisasi atau kepemilikan perusahaan tanpa harus
membubarkan dan mendirikan perusahaan kembali.

Selain itu, oleh karena dibentuk berdasarkan kesepakatan, maka bisa


dipastikan bahwa PT didirikan oleh minimal 2 (dua) orang. Pembuatan
perjanjian ini harus diketahui oleh notaris dan dibuatkan aktanya untuk
mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM sebelum resmi
menjadi perusahaan berjenis PT.

Ciri-Ciri Perseroan Terbatas (PT) :

1. PT didirikan untuk mencari keuntungan


2. PT mempunyai fungsi komersial dan juga fungsi ekonomi
3. Modal perusahaan PT didapat dari lembar saham yang dijual dan obligasi.
4. Perusahaan PT tidak memperoleh fasilitas apapun dari negara RUPS atau
Rapat Umum Pemegang saham akan menentukan kekuasaan tertinggi
perusahaan PT.
5. Setiap pemegang saham memiliki tanggung jawab atas perusahaan
sebanyak modal saham yang ditanamkan.
6. Pemilik saham akan mendapatkan keuntungan saham dalam bentuk
dividen
7. Direksi adalah pemimpin utama perusahaan PT
8. Ciri-ciri PT adalah setiap pemegang saham memiliki tanggung jawab atas
perusahaan sebanyak modal saham yang ditanamkan.
9. Ciri-ciri PT adalah pemilik saham akan mendapatkan keuntungan saham
dalam bentuk dividen.

10. Ciri-ciri PT adalah direksi sebagai pemimpin utama perusahaan PT.


11. Ciri-ciri PT adalah karyawan perusahaanya berstatus sebagai pegawai
perusahaan swasta.
12. Ciri-ciri PT adalah hubungan usahanya diatur dalam hukum perdata

2. Bagaimana menentukan untuk mengukur apakah direksi perusahaan


telah melakukan/menjalankan perusahaan berdasarkan prinsip good
corporate governance!

Perusahaan adalah lembaga ekonomi yang didirikan oleh pemilik untuk


mendapat keuntungan. Perusahaan memberi kontribusi besar kepada
pertumbuhan dan perkembangan ekonomi yang akan mengarah kepada
perbaikan standar hidup dan turunnya angka kemiskinan. Menurut Pasal 1
butir 5 Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, “Direksi
adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas
pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud
dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar
pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar” Dengan demikian
direksi adalah salah satu pihak yang bertanggung jawab untuk pengurusan
perseroan sesuai dengan tujuan perseroan. Hal ini dikarenakan “direksi
adalah trustee sekaligus agent bagi perseroan terbatas. Dikatakan sebagai
trustee karena direksi melakukan pengurusan terhadap harta kekayaan
perseroan, dan dikatakan agent, karena direksi bertindak keluar untuk dan
atas nama
Perseroan” Tugas dan tanggung jawab direksi adalah tugas dan tanggung
jawab direksi sebagai suatu organ, yang merupakan tanggung jawab kolegial
antara sesama anggota direksi terhadap perseroan. Ini berarti setiap tindakan
yang diambil atau dilakukan oleh salah satu atau lebih anggota direksi akan
mengikat anggota direksi lainnya. Akan tetapi tidak berarti tidak
diperkenankannya terjadi pembagian tugas di antara anggota direksi Direksi
bertanggung jawab penuh atas manajemen perusahaan. Setiap anggota
direksi bertanggung jawab penuh dan secara pribadi jika ia bersalah atau lalai
dalam menjalankan tugas- tugasnya. Dalam melaksanakan tugasnya, direksi
harus mematuhi anggaran dasar perseroan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Dalam hal ini direksi harus menjalankan tugas-
tugasnya dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Dalam kaitannya
dengan Good Corporate Governance (GCG), direksi dipandang sebagai kunci
utama keberhasilan penerapan prinsipprinsip GCG. Secara teoritis harus
diakui bahwa dengan melaksanakan prinsip-prinsip GCG ada beberapa
manfaat yang bisa diambil yakni :
1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan
keputusan yang baik.
2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah yang
pada akhirnya akan meningkatkan corporate value
3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di
Indonesia
4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena
sekaligus akan meningkatkan shareholders.

Secara praktis penerapan prinsip-prinsip GCG ini, dapat membantu


perusahaan keluar dari krisis ekonomi. Krisis ekonomi yang berlangsung telah
membuktikan betapa lemahnya penerapan GCG dalam praktek bisnis di
Indonesia. Hal tersebut menurut Mas Achmad Santosa, disebabkan oleh
birokrasi yang korup, legislatif yang tidak aspiratif dan tanggap, tidak adanya
sistem kontrol timbal balik yang positif dan konstruktif. Jadi, tidaklah
mengherankan bila ada beberapa kalangan yang menyatakan bahwa
hancurnya dunia usaha Indonesia karena adanya kolaborasi antara
pengusaha dan penguasa. Korupsi, kolusi, dan Nepotisme (KKN) merupakan
penyebab utama yang harus bertanggung jawab atas ambruknya
perekonomian Indonesia.
Berdasarkan pemikiran tersebut, GCG penting untuk dilaksanakan oleh
perusahaan di Indonesia, karena dalam praktek kegiatan usaha perseroan
seringkali timbul ketidakseimbangan hubungan antar organ perseroan, kurang
tanggapnya direksi dalam pengelolaan perusahaan, dan tidak efektifnya
pengelolaan aset-aset perusahaan, serta kurang berfungsinya direksi dalam
kegiatan usaha perseroan. Tulisan ini akan membahas mengenai tanggung
jawab direksi dalam penerapan GCG.
Tanggung Jawab Direksi Dalam Penerapan Good Corporate Governance
Secara historis GCG telah diawali sejak 200 tahun lalu ketika Blackstone
menggambarkan korporasi sebagai little republic.5 Dengan demikian, unsur
pengelolaan perusahaan seperti halnya suatu republik harus diselenggarakan
melalui tindakan-tindakan sebagai berikut :

1. Pemilihan anggota dewan direksi (board of director) oleh pemegang saham


melalui pemberian suara yang merupakan hak dasar pemegang saham.
2. Organ legislatif perusahaan(board od director) yang merupakan sentral
kewenangan manajerial. Kewenangan perusahaan berada pada board of
director.
3. Birokrasi perusahaan yang terdiri dari board of director dan eksekutif
pelaksana sehari-hari manajemen perusahaan (day to day management)
Kemudian berbagai institusi internasional di berbagai negara telah banyak
memberikan pengertian mengenai corporate governance. Secara umum
Corporate governance dapat diartikan sebagai :
Proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola
bisnis dan urusan-urusan perusahaan dalam rangka menningkatkan
kemakmuran bisnis dan akuntabilitas perusahaan dengan tujuan utama
mewujudkan nilai tambah pemegang saham dalam jangka panjang dengan
tetap memperhatikan stakeholder yang lain Dari pengertian tersebut menurut
M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya dapat dikatakan bahwa ”corporate
governance mengandung prinsip pengelolaan perusahaan dengan
memperhatikan keseimbangan kewenangan pelaksana perusahaan dengan
kepentingan pemegang saham serta kepentingan masyarakat luas sebagai
bagian dari stakeholder”.

Menurut Keputusan Mentri Negara/ Kepala Badan Penanaman Modal dan


Pembinaan BUMN, Nomor : Kep-23/M-PM. PBUMN/2000, yang dimaksud
dengan GCG adalah ”Prinsip korporasi yang sehat, yang perlu diterapkan
dalam pengelolaan perusahaan, yang dilaksanakan semata-mata demi
menjaga kepentingan perusahaan dalam rangka mencapai maksud dan
tujuan perusahaan.” Prinsip korporasi yang sehat adalah adanya
keseimbangan hubungan antara organ perusahaan, shareholders dan
stakeholders.Dalam kaitannya dengan tugas dan tanggung jawab direksi
sebagai suatu organ perseroan untuk menerapkan prinsip GCG, direksi tidak
secara sendiri-sendiri bertanggung jawab kepada perseroan. Menurut UU
Perseroan Terbatas, direksi merupakan suatu organ yang di dalamnya terdiri
satu atau lebih anggota yang dikenal dengan sebutan direktur. Pada
prinsipnya hanya ada satu orang direktur, akan tetapi dalam hal-hal tertentu
sebuah Perseroan Terbatas haruslah mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang
direktur, yaitu dalam hal, sebagai berikut :
1. Perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat
2. Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan hutang
3. Perseroan berbentuk Perseroan Terbuka.

Adapun tanggung jawab direksi menurut Pasal 97 ayat (1,2, dan 3)


UU Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 adalah sebagai berikut :
1. Bertanggung jawab atas pengurusan perseroan untuk kepentingan
perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan
2. Setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab
menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan
3. Setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas
kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai
menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2)

3. Berdasarkan ketentuan UUBUMN, menentukan bahwa modal BUMN


merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Pemisahan kekayaan negara pasti berpengaruh terhadap status
keuangan BUMN tersebut dan sistem pengelolaan BUMN. Uraikan status
keuangan BUMN dan sistem pengeloaan BUMN tersebut!
Dari prinsip-prinsip modal BUMN yang berasal dari kekayaan negara menjadi
milik BUMN. Kekayaan Negara yang sudah terpisah dari APBN ketika
dimasukkan ke dalam BUMN, saat itu beralih hak miliknya menjadi milik
BUMN. Negara dalam hubungannya dengan BUMN, statusnya sebagai
pendiri dan sebagai pemegang modal BUMN. Modal yang telah dimasukkan
ke dalam BUMN tidak mungkin dapat ditarik kembali karena sudah menjadi
kekayaan BUMN untuk dikelola berdasarkan good corporate governance.
Prinsip UU Keuangan Negara Prinsip UUKN yang menyebutkan bahwa
kekayaan BUMN merupakan kekayaan negara, sehingga prinsip yang
demikian tidak sejalan dengan prinsip UU BUMN dan UUPT. Adanya
ketidaksingkronan kedua prinsip tersebut disebabkan oleh ketidaktelitia
pembentuk undangundang. Akibatnya membingungkan masyarakat, karena
menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pelaksanaan UU BUMN.Sesuai
dengan teori hukum, dengan berlakuknya UU BUMN seharusnya pula berlaku
asa hukum asas lex posterior derogat legi priori, peraturan baru
mengesampingkan peraturan lama. Prinsip kekayaan BUMN yang dianut di
dalam UU BUMN yang diberlakukan, sedangkan prinsip kekayaan BUMN
yang diatur sebelum UU Keuangan Negara harus dikesampingkan.

Posisi BUMN Status perusahaan BUMN sama sekali tidak berada di dalam
struktur organisasi pemerintah maupun negara. BUMN sama engan
perusahaan-perusahaan lainnya yang posisinya di luar pemerintahan. Hanya
bedanya dengan perushaan yang bukan BUMN hanya terletak pada
modalnya saja, yaitu modal BUMN sebagian besar atau seluruhnya milik
negara. Dengan mengetahui letak BUMN berada di luar pemerintahan dan
dihubungkan dengan status kepemilikan harta kekayaan yang ada di dalam
BUMN, maka harta kekayaan tersebut bukan termasuk kekayaan negara,
melainkan kekayaan BUMN sendiri.

Kekayaan BUMN Milik BUMN Sendiri Milik siapa kekayaan BUMN tampak
sudah dapat diajawab sesuai dengan prinsip-prinsip korporasi. Secara teori
dapat diketahui, BUMN sebagai badan hukum mempunyai harta kekayaan
sendiri yang terpisah dari kekayaan pengurus dan kekayaan pendiri. Oleh
karena itu di dalam UU BUMN modal BUMN dipisahkan dari APBN dan
pengelolaannya berdasarkan prinsip-prinsip perushaan yang sehat.
Kemudian posisi BUMN yang berada diluar organisasi pemerintah maupun
organisasi negara memperkuar dalih status kekayaan BUMN bukan milik
negara.

Pengelolaan BUMN
Keberadaan BUMN yang merupakan salah satu wujud nyata pasal 33 UUD
1945 memiliki posisi strategis bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Namun
demikian, dalam realitanya, seberapa jauh BUMN mampu menjadi alat
negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan bangsa ini tergantung
pada tingkat efisiensi dan kinerja dari BUMN itu sendiri. Apabila BUMN tidak
mampu beroperasi dengan tingkat efisiensi yang baik, pada akhirnya akan
menimbulkan beban bagi keuangan negara dan masyarakat akan menerima
pelayanan yang tidak memadai dan harus menanggung biaya yang lebih
tinggi. Hingga akhir tahun 2004, jumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
yang dimiliki Pemerintah tercatat sebanyak 158 BUMN. Dari keseluruhan
BUMN tersebut sebanyak 127 BUMN mampu mencetak laba, jumlah ini jauh
meningkat dari 103 BUMN di tahun 2003. Total keseluruhan laba yang
dihasilkan adalah sebesar Rp29,43 triliun (prognosa) atau meningkat 15
persen dibanding tahun sebelumnya. Perkembangan yang positif ini juga
didukung dengan semakin menurunnya kerugian yang dialami BUMN secara
keseluruhan. Untuk tahun 2004 total kerugian tersebut turun sekitar 26 persen
dibanding tahun 2003.
Penurunan yang sama juga terjadi di sisi kewajiban BUMN yaitu turun
sebesar 8,6 persen. Dalam kurun waktu tersebut, telah dilaksanakan
restrukturisasi BUMN sesuai dengan Master Plan BUMN Tahun 2002–2006.
Di tahun 2005, diharapkan telah tersusun sebuah dokumen perencanaan
pengelolaan BUMN yang berkesinambungan dan komprehensif dalam rangka
penyempurnaan Master Plan BUMN sebelumnya. Master Plan BUMN Tahun
2005–2009 ini pada intinya mengandung tiga kebijakan pokok pengelolaan
BUMN, yaitu restrukturisasi, profitisasi dan privatisasi untuk mensinergikan
158 BUMN yang ada sehingga menciptakan nilai tambah bagi BUMN. Di sisi
lain, telah terpetakannya strategi pengembangan BUMN pada beberapa
sektor akan membantu menajamkan kebijakan lanjutan pengelolaan BUMN.
Di samping itu, kebijakan tersebut diiringi dengan pemantapan penerapan
prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate
governance/GCG) di dalam pengelolaan masing-masing BUMN. Sebagai
tindak lanjut dari upaya ini dilakukan langkah evaluasi terhadap penerapan
prinsipprinsip tersebut pada seluruh BUMN. Sementara itu, standar kerja
serta aplikasi e-procurement yang merupakan salah satu upaya peningkatan
transparansi serta efisiensi didalam pengelolaan BUMN juga diharapkan telah
selesai disusun dan diterapkan di beberapa BUMN sebagai pilot project.
Dengan upaya-upaya ini diperkirakan pencapaian indikator-indikator kinerja
BUMN akan menunjukkan peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya.
Indikator-indikator seperti laba yang dihasilkan, jumlah BUMN yang
menghasilkan laba, jumlah BUMN yang sehat serta angka tingkat hasil aset
(return on asset/ROA) diharapkan dapat mengalami peningkatan. Kinerja
BUMN masih belum optimal. Walaupun saat ini kinerja BUMN secara umum
telah menunjukkan adanya peningkatan, namun pencapaian tersebut masih
jauh dari hasil yang diharapkan. Dengan kinerja demikian, masih ada potensi
BUMN untuk membebani fiskal yang dapat mempengaruhi upaya
mempertahankan kesinambungan fiskal. Kinerja BUMN mempunyai pengaruh
di sisi pendapatan dan di sisi pengeluaran negara. Disisi pendapatan, BUMN
menyumbang pada penerimaan negara baik penerimaan pajak maupun
bukan pajak. Sedangkan disisi pengeluaran, jika BUMN memiliki kinerja yang
rendah,
pada akhirnya mengakibatkan beban terhadap pengeluaran negara.
Pelaksanaan konsolidasi dan revitalisasi bisnis BUMN (2002-2004) memang
telah mampu meningkatkan kinerja BUMN. Hal ini dapat dilihat pada realisasi
penjualan tahun 2000-2003 yang meningkat rata-rata sebesar 17,8 persen
per tahun. Sementara itu laba bersih BUMN antara tahun 2000-2003 juga
mencapai peningkatan rata-rata yang cukup tinggi, yaitu 26,7 persen per
tahun. Kalau pada tahun 2000 baru mencapai sebesar Rp14 triliun, tahun
2001 meningkat sebesar 35,7 persen, dan tahun 2002 meningkat lagi sebesar
36,8
persen. Tahun 2003 laba bersih BUMN tersebut telah mencapai sebesar
Rp28
triliun atau meningkat dua kali lipat dibandingkan laba bersih tahun 2000. Di
sisi lain, meskipun jumlah BUMN yang sehat pada tahun 2003 turun menjadi
97 perusahaan dibanding tahun sebelumnya 102 perusahaan, akan tetapi
dari sisi jumlah pajak (PPh dan PPn) yang disetorkan kepada negara terus
mengalami peningkatan. Pada tahun 2001, jumlah pajak yang disetor sebesar
Rp8,7 triliun, tahun 2002 sebesar Rp16,4 triliun atau naik 88,5 persen dan
tahun 2003 meningkat lagi sebesar Rp22,1 triliun atau naik 34,8 persen dari
tahun sebelumnya dan pada tahun 2004 BUMN diharapkan akan mampu
memberikan kontribusi kepada negara sebesar Rp27 triliun yang berasal dari
dividen Rp6 triliun, pajak sebesar Rp16 triliun dan privatisasi sebesar Rp5
triliun. Masih banyak kendala serta permasalahan yang terdapat dalam
pengelolaan BUMN dan upaya peningkatan kinerjanya. Permasalahan
tersebut antara lain disebabkan masih lemahnya koordinasi kebijakan antara
langkah
perbaikan internal perusahaan dengan kebijakan industrial dan pasar tempat
BUMN tersebut beroperasi, belum terpisahkannya fungsi komersial dan
pelayanan masyarakat pada sebagian besar BUMN dan belum
terimplementasikannya prinsip-prinsip Good Corporate Governance secara
utuh di seluruh BUMN. Di samping itu, belum optimalnya kesatuan
pandangan dalam kebijakan privatisasi di antara stakeholder yang ada
berpotensi memberikan dampak negatif dalam pelaksanaan dan pencapaian
tujuan kebijakan ini.
Ke depan, tantangan yang dihadapi adalah memberikan sumbangan yang
makin besar pada keuangan negara. Di samping itu masyarakat yang
semakin
membutuhkan pelayanan yang baik serta iklim persaingan dunia usaha yang
semakin ketat menuntut terciptanya BUMN yang sehat, efisien serta berdaya
saing tinggi, baik dalam maupun luar negeri.
Sasaran yang hendak dicapai dalam pengelolaan BUMN lima tahun
mendatang adalah meningkatnya kinerja dan daya saing BUMN dalam
rangka
memperbaiki pelayanannya kepada masyarakat dan memberikan sumbangan
terhadap keuangan negara Kebijakan pengelolaan BUMN diarahkan pada:
1. Melakukan koordinasi dengan departemen/instansi terkait untuk penataan
kebijakan industrial dan pasar BUMN terkait. Hal ini diperlukan dalam
kerangka reformasi BUMN yang menyeluruh. Langkah-langkah perbaikan
internal BUMN saja tidaklah cukup, keberhasilan pengelolaan BUMN harus
disertai dengan kebijakan secara sektoral yang umumnya menyangkut
masalah proteksi, monopoli atau struktur pasar, subsidi dan peran
pemerintah,
2. Memetakan BUMN yang ada ke dalam kelompok BUMN public service
obligation (PSO) dan kelompok BUMN komersial (business oriented),
sehingga kinerja BUMN tersebut dapat meningkat dan pengalokasian
anggaran pemerintah akan semakin efisien dan efektif, serta kontribusi BUMN
dapat meningkat,
3. Melanjutkan langkah-langkah restrukturisasi yang semakin terarah dan
efektif terhadap orientasi dan fungsi BUMN tersebut. Langkah restrukturisasi
ini dapat meliputi restrukturisasi manajemen, organisasi, operasi dan sistem
prosedur dan lain sebagainya,

4. Melanjutkan langkah privatisasi yang selektif dan sesuai arah


pengembangan BUMN terkait agar daya saing, kualitas dan kuantitas
pelayanan, serta kontribusi kepada keuangan negara dari BUMN tersebut
dapat meningkat,
5. Memantapkan penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance
(GCG), yaitu transparansi, akuntabilitas, keadilan dan responsibilitas pada
pengelolaan BUMN PSO maupun BUMN komersial. Arah kebijakan tersebut
dijabarkan ke dalam program pembangunan
sebagai berikut:
a. Program Pembinaan
b. Program Pengembangan Badan Usaha Milik Negara
Program ini bertujuan untuk mengoptimalkan kinerja BUMN. Kegiatan-
kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini adalah:
1. Penyelesaian upaya pemetaan fungsi masing-masing BUMN, sehingga
fungsi BUMN terbagi secara jelas menjadi BUMN PSO dan BUMN komersial;
2. Pemantapan upaya revitalisasi BUMN, antara lain melalui penerapan GCG
dan Statement of Corporate Intent (SCI); serta
3. Pemantapan pelaksanaan restrukturisasi BUMN, termasuk melanjutkan
privatisasi dan divestasi.

Anda mungkin juga menyukai