1. RUSMAYANTI (196602082)
2. RIZKI AMALIA (196602088)
3. INDRA ADHI SETIAWAN (196602117)
4. MIKI ASTRIA NINGSIH (196602081)
5. NURUL FADIYAH WAHYUNINGSIH YUNUS (196602157)
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmad dan
karunia-Nya. Sehingga kita semua dalam keadaan sehat walafiat dalam
menjalankan aktifitasnnya sehari – hari. Kami juga panjatkan kehadirat Allah
SWT, karena dengan keridhoan-Nya makalah dengan judul “Perseroan Terbatas
(PT) serta Larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat” ini dapat
diselesaikan tepat waktu.
Kami menyadari bahwa keterbatasan pengetahuan dan pemahaman kami
tentang makalah tersebut, menjadikan keterbatasan kami pula untuk memberikan
penjabaran yang lebih dalam tentang masalah ini.Oleh karena itu kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Harapan kami, semoga makalah ini membawa manfaat bagi kita semua,
setidaknya untuk membuka cara berpikir kita tentang makalah tersebut. Untuk
menumbuhkan daya nalar, kreatifitas dan cara berpikir kita.
DAFTAR ISI
Kata pengantar
Daftar isi
Bab 1 Pendahuluan
A . Latar Belakang
B . Rumusan Masalah
C . Manfaat Penelitian
Bab 2 Pembahasan
B . Pendirian PT
D . Tentang Sanksi
Bab 3 Penutup
A . Kesimpulan
B . Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A . Latar Belakang
Perseroan terbatas merupakan badan usaha dan besarnya modal perseroan
tercantum dalam anggaran dasar. Kekayaan pribadi pemilik perusahaan sehingga
memiliki harta kekayaan pribadi pemilik perusahaan sehingga memiliki harta
kekayaan pribadi pemilik perusahaan sehingga memiliki harta kekayaan sendiri.
Setiap orang dapat memiliki lebih dari satu saham yang menjadi bukti pemilikan
perusahaan. Pemilik saham mempunyai tanggung jawab yang terbatas, yaitu
sebanyak saham yang dimiliki. Apabila utang perusahaan melebihi kekayaan
perusahaan, maka kelebihan utang tersebut tidak menjadi tanggung jawab para
pemegang saham. Apabila perusahaan mendapat keuntungan maka keuntungan
tersebut dibagikan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Pemilik saham akan
memperoleh bagian keuntungan yang disebut dividen yang besarnya tergantung
pada besar kecilnya keuntungan yang diperoleh perseroan terbatas.
Adapun dalam monopoli terdapat kemungkinan berlakunya harga akan lebih
tinggi, jumlah produksi akan rendah, dan keuntungan lebih besar dari pada di
dalam pasar persaingan sempurna, berdasarkan kemungkinan kebanyakan ahli
ekonomi berpendapat bahwa monopoli menimbulkan akibat yang buruk terhadap
kesejahteraan masyarakat dan distribusi pendapatan menjadi tidak merata.
B . Rumusan Masalah
B . Pendirian PT
Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 telah diatur dengan jelas bahwa
suatu perseroan hendaknya didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan suatu
akta Notaris yang dibuat dalam bahasa Indone-sia. Orang disini dimaksudkan
adalah orang perseorangan atau badan hokum (pasal 7).
Dalam pasal 8 ayat1 undang-undang PT disebutkan bahwa, akta pendirian PT
sekurang-kurangnya harus memuat antara lain:
1. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan
kewarganegaraan pendiri.
2. Susunan , nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat
tinggal, dan kewarganegaraan anggota direksi dan komisaris yang pertama
kali diangkat; dan
3. Nama pemegang saham yang telah mengambil bagian sahan, rincian
jumlah saham, nilai normal atau nilai yang diperjanjikan dari saham yang
telah ditempatkan dan disetor pada saat pendirian.
Untuk memperoleh pengesahaan untuk suatu PT, tentunya para pendiri sama-
sama atau melalui kuasanya mengajukan permohonan secara tertulis dengan
melampirkan akta pendirian perseroan kepada mentri kehakiman. Pengesahaan
Pendirian PT dapat diberikan dalam jangka waktu 60 hari terhitung sejak
permohonan yang diajukan telah memenuhi syarat dan kelengkapan yang
diperlukan. Apabila permohonan ditolak, maka akan diberitahukan secara tertulis
kepada pemohon disertai alasan-alasan nya (pasal 9 ayat 1 UU PT).
Apabila ada perbuatan hokum yang dilakukan oleh para pendiri sebelum
perseroan disahkan, maka menurut pasal 11 UU No.1 tahun 1995, perbuatan
hukum tersebut akan mengikat perseroan setelah perseroan menjadi badan hokum
dengan 3 persyaratan, yaitu :
1. Perseroan secara tegas menyatakan menerima semua perjanjian yang
dibuat oleh pendiri atau orang lain yang ditugaskan pendiri dengan pihak
ketiga.
2. Perseroan secara tegas menyatakan mengambil alih semua hak dan
kewajiban yang timbul dari perjanjian yang dibuat pendiri atau orang lain
yang ditugaskan pendiri, walaupun perjanjian tidak dilakukan atas nama
perseroan.
3. Perseroan mengukuhkan secara tertulis semua perbuatan hokum yang
dilakukan atas nama perseroan.
Apabila perbuatan hukum seperti dimaksudkan diatas tidak diterima, tidak
diambil alih, atau tidak dikukuhkan oleh perseroan, maka akibat hukumnya adalah
masing-masing pendiri yang melakukan perbuatan hokum tersebut bertanggung
jawab secara pribadi atas segala akibat yang timbul.
Selain direksi, alat perlengkapan lain dari perseroan yang penting adalah
komisaris. Masalah komisaris dalam suatu perseroan adalah juga masalah yang
menarik, karna dalam UU juga telah disebutkan adanya organ perseroan yaitu
komisaris. Perkataan komisaris mengandung pengertian baik sebagai “organ”
maupun sebagai “organ perseorangan”. Sebagai organ, komisaris lazim juga
disebut “ dewan komisaris”, sedangkan sebagai “orang perseorangan” disebut
“anggota komisaris” termasuk juga badan-badan lain yang menjalankan tugas
pengawasan khusus dibidang tertentu.
Secara umum, menurut keputusan pasal 97-100 undang-undang No.1 tahun
1995 tentang PT bahwa tugas komisaris adalah mengawasi kebijakan direksis
dalam menjalankan perseroan serta memberikan nasihat kepada direksi. Selain itu
komisaris juga berkewajiban melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan
sahamnya dan atau saham keluarganya.
Nampaknya undang-undang tidak secara tegas menyebutkannya. Undang-
undang hanya menyebutkan : “perseroan menyebutkan komisaris yang
berwewenang dan kewajibannya ditetapkan dalam anggaran dasar”. Dari kalimat
diatas dapat disimpulkan bahwa dalam suatu perseroan tentu tidak diharuskan ada
organ komisaris.
Secara tegas dalam pasal 97 Undang-undang No.1 Tahun 1995 menyebutkan,
bahwa komisaris bertugas mengawasi kebijaksanaan direksi dalam menjalankan
perseroan serta memberikan nasihat kepada direksi. Dalam melaksanakan
tugasnya komisaris harus mempunyai itikad baik dan penuh tanggung jawab
melaksanakan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan.
Bila dilihat dari hukumnya, status/kedudukan komisaris itu ada 3 (tiga)
macam, yaitu:
1. Komisaris yang diangkat tanpa upah dan bukan merupakan pemegang
saham, maka status hukumnya adalah sebagai pemegang kuasa
perusahaan atau RUPS;
2. Komisaris yang diangkat dengan upah, dan bukan merupakan pemegang
saham, maka status hukumnya adalah buruh pemegang saahm.
3. Komisaris yang diangkat dengan diberi upah, maka status hukumnya
adalah buruh pemegang kuasa dan anggota RUPS.
Setelah kita simak bagaimana proses pendirian suatu PT serta adanya organ
perseroan yang sangat penting, direksi dan komisaris, dapat disimpulkan adanya 3
unsur yang merupakan satu kesatuan bagi suatu perseroan hingga dikategorikan
sebagai suatu badan hukum. Unsur-unsur tersebut adalah (Richard Burton
1996:11-12):
1. Adanya kekayaan perusahaan yang terpisah dari kekayaan pribadi
masing-masing persero.
2. Adanya persero atau pemegang saham yang bertanggung jawab terbatas
pada jumlah nominal saham yang dimilikinya.
3. Adanya pengurus (direksi) dan komisaris yang merupakan satu kesatuan
pengurusan dan pengawasan serta bertanggung jawab terbatas pada
tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan/atau keputusan RUPS.
Macam-macam Saham :
Ada 4 jenis saham yang dikenal dalam perseroan terbatas, yaitu:
a. Saham biasa ialah saahm yang tidak mempunyai keistimewaan dan
biasanya dijuak untuk umum.
b. Saham preferent (saham prioritas) yaitu saham yang memberikan kepada
pemiliknya hak yang melebihi dari pada saham biasa yang terdiri dari hak
prioritas umpama dalam pembagian.
1) Saham preferent kumulatif ialah saham yang jika pada suatu tahun
tidak dibayarkan deviden karena perseroan menderita kerugian
maka deviden untuk tahun itu dibayarkan tahun yang akan datang.
2) Saham preferent ialah saham preferent kumulatif ditambah sisa
keuntungan yang besarnya ditentukan dalam AD perseroan.
c. Saham bonus ialah saham yang diberikan kepada para pemegang saham
lama.
d. Saham pendiri ialah saham yang diberikan kepada mereka yang termasuk
prang-orang yang mendirikan perseroan.
3 . Pembubaran perseroan dan likuidasi
Tentang bubarnya sebuah perseroan perseroan dapat disebabkan oleh berbagai
hal sebagaimana ditentukan oleh pasal 114 UU PT, yaitu karena:
a. Adanya keputusan RUPS
b. Jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar (AD) telah
berakhir,
c. Dan karena penetapan pengadilan.
Pembubaran tersebut diikuti denan likuidasi oleh likuidator.
Dalam hal perseroan bubar, maka perseroan tidak dapat melakukan perbuatan
hokum kecuali diperlukan untuk membereskan kekayaannya dalam proses
likuidasi. Maksudnya bahwa selama dalam proses likuidasi, anggaran dasar
perseroan dengan segala perubahannya yang berlaku pada saat terakhir tetap
berlaku sampai pada hari likui-dator dibebaskan dari tanggung jawabnya RUPS.
Dalam pasal 119 UU PT disebutkan, bahwa tindakan pemberesan tersebut
meliputi hal-hal berikut:
a. Pencatatan dan pengumpulan kekayaan perseroan
b. Penentuan tata cara pembagian kekayaan
c. Pembayaran kepada para kreditor
d. Pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi kepada pemegang saham.
e. Tindakan-tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksaan pemberesan
kekayaan.
5 . Entry Barrier
Karena monopoli menguasai pangsa pasar yang besar, maka perusahaan lain
terhambat untuk bisa masuk ke bidang perusahaan tersebut, dan pada
gilirannya nanti akan mematikan usaha kecil.
6 . Ketidakmerataan Pendapatan
Hal ini karena timbulnya unsure akumulasi modal dan pendapatan dari usaha
monopoli.
7 . Bertentang dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
Monopoli bertentangan dengan sila kelima Pancasila dan pasal 33 Undang-
undang Dasar 1945. Yakni dengan prinsip-prinsip “Usaha bersama”, “Asas
kekeluargaan” dan asas “sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
D. Tentang Sanksi
Terhadap adanya pelanggaran undang-undang ini ada dua macam sanksi yaitu
berupa sanksi administratif dan sanksi pidana.
1 . Sanksi Administratif
Dalam hal ini komisi berwenang menjatuhkan sanksi berupa sanksi atau
tindakan administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-
undang ini, yang berupa:
a. Penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam pasal 4
sampai dengan pasal 13, pasal 15, dan pasal 16; dan atau
b. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertical
sebagaimana dimaksud dalam pasal 14; dan atau
c. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti
menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha
tidak sehat dan atau merugikan masyarakat; dan atau
d. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi
dominan; dan atau
e. Penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan
pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam pasal 28; dan atau
f. Penetapan pembayaran ganti rugi; dan atau
g. Pengenaan denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima
miliar rupiah).
2 . Sanksi Pidana
Sedangkan sanksi pidana ini bukan merupakan kewenangan komisi atau KPPU
melainkan menjadi kewenangan dari lembaga pengadilan.
Tentang sanksi pidana diatur dalam pasal 48 yang berupa pidana pokok dan 49
untuk pidana tambahan sebagai berikut:
a. Pidana Pokok:
1). Pelanggaran terhadap ketentuan pasal 4, pasal 9 sampai dengan pasal
14, pasal 16 sampai dengan pasal 19, pasal 25. Pasal 27, dan pasal 28
diancam pidana dendan serendah-rendahnya Rp 25.000.000.000,00 (dua
puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 100.000.000.000,00
(seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-
lamanya 6 (enam) bulan.
2). Pelanggaran terhadap ketentuan pasal 5 sampai dengan pasal 8, pasal
15, pasal 20 sampai dengan pasal 24, dan pasal 26 undang-undang ini
diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh
lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-
lamanya 5 bulan.
3). Pelanggaran terhadap ketentuan pasal 41 undang-undang ini diancam
pidana denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah),
atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 bulan.
b. Pidana Tambahan:
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum
Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam pasal 48 dapat dijatuhkan
pidana tambahan berupa:
1). Pencabutan izin usaha; atau
2). Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan
pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi
atau komisaris sekurang-kurangnya 2 tahun dan selama-lamanya 5 tahun;
atau
3). Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan
timbulnya kerugian pada pihak lain.
A . Kesimpulan
a. Pengertian Perseroan Terbatas (PT)
Perseroan terbatas merupakan badan usaha dan besarnya modal perseroan
tercantum dalam anggaran dasar.
b. Bagaimana cara mendirikan PT
Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 telah diatur dengan jelas
bahwa suatu perseroan hendaknya didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih
dengan suatu akta Notaris yang dibuat dalam bahasa Indone-sia. Orang
disini dimaksudkan adalah orang perseorangan atau badan hukum (pasal
7).
c. Ada 2 (dua) hal dimana anggota direksi tidak berwenang mewakili
perseroan, yaitu dalam hal:
1. Terjadi perkara didepan pengadilan antara perseroan dengan anggota
direksi yang bersangkutan ; dan
2. Anggota direksi yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang
bertentangan dengan kepentingan perseroan.
d. Ada beberapa perjanjian yang dilarang:
1). oligopoli (pasal 4);
2).penetapan harga (pasal 5-8);
3). pembagian wilayah (pasal 9);
4). pemboikotan (pasal 10);
5). kartel (pasal 11);
6). trust (pasal 10);
7). oligopsoni (pasal 13);
8). integrasi vertical (pasal 14);
9). perjanjian tertutup (pasal 15);
10). perjanjian dengan pihak luar negeri (pasal 16).
e. KPPU dalam melaksanakan tugasnya belum dapat berjalan secara efektif
dalam penangan kasus dugaan kartel terkait praktek monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat, hal ini disebabkan KPPU tidak memiliki kewenangan
mnelakukan penggeledahan dan penyitaan.
B. Saran
Amandemen dititikberatkan pada tambahan kewenangan pada KPPU,
khususnya agar memiliki kewenangan untuk melakukan penggeledahan dan
penyitaan. Apabila akan muncul ketakutan akan adanya kewenangan
penggeledahan dan penyitaan dengan penegak hukum lainnya, kewenangan
penggeledahan dan penyitaan yang nantinya diberikan kepada KPPU bisa
dilakukan secara terbatas.
Saran yang terakhir yaitu adanya peluasan definisi pelaku usaha, tidak
hanya yang ada di Indonesia tetapi juga pelaku usaha di luar wilayah Indonesia
yang berdampak pada perekonomian di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Rahayu Hartini, Hukum Komersil, 2019 Fakhry Amin, “Lingkungan bisnis dan
Hukum Komersil”, Badan Ajar Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Enam
Enam Kendari, 2019