Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Pada era modern saat ini dimana perkembangan terjadi hamper di seluruh

bidang dan sektor, salah satunya yang terus mengalami perkembangan adalah dunia

usaha. Oleh karena itu berbagai pihak melakukan pengkajian terhadap dunia usaha

lebih komprehensif, baik dari sudut pandang praktik maupun pemikiran secara teoritis.

Pemikiran dalam teori maupun praktik harus dilakukan, karena apabila membahas

mengenai sektor usaha cakupannya sangat luas. Hal ini dikarenakan perkembangan

dunia bisnis terjadi dengan sangat cepat. Oleh karena itu, setiap orang yang akan

melakukan kegiatan bisnis harus memahami ketentuan hukum yang berlaku,

khususnya yang berkaitan dengan badan usaha, salah satunya yaitu Perseroan

Terbatas.

Undang-Undang Perseroan Terbatas mendefinisikan bahwa Perseroan adalah

badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,

melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham

dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan

pelaksanaannya. 1

Perseroan Terbatas merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi yang paling

disukai saat ini, disamping karena pertanggungjawabannya yang bersifat terbatas,

Perseroan Terbatas juga memberikan kemudahan bagi pemilik atau pemegang

sahamnya untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang dengan menjual

seluruh saham yang dimilikinya pada perusahaannya tersebut. Kehadiran Perseroan

Terbatas salah satu kendaraan bisnis yang memberikan kontribusi pada hampir

1
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perseroan Terbatas

1
semua bidang kehidupan manusia. Pada prinsipnya Perseroan Terbatas sebagai

badan hukum yang dapat memiliki segala hak dan kewajiban yang dapat dimiliki oleh

setiap orang. Guna melaksanakan segala hak dan kewajiban yang dimilikinya tersebut,

ilmu hukum telah merumuskan fungsi dan tugas dari masing-masing organ Perseroan

yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Organ-organ tersebut dikenal

dengan sebutan Rapat Umum Pemegang Saham, Dewan Komisaris, dan

Direksi. 2

Sebagai subjek hukum Perseroan dibertindak selayaknya subjek hukum

lainnya yaitu manusia. Perseroan dapat bertindak seperti halnya seorang

manusia pada umumnya karena badan hukum mempunyai persoonlijkheid, yaitu

suatu kemampuan untuk menjadi subjek hukum dari hubungan hukum. 3 Walaupun

memiliki kemampuan hukum, kecakapan yang dimiliki Perseroan hanya terbatas

dalam bidang harta kekayaan. Setiap keuntungan yang diperoleh oleh dari

perbuatan hukum yang dilakukan Perseroan menjadi keuntungan pribadi Perseroan.

Begitu juga apabila terjadi kerugian, kerugian tersebut menjadi beban Perseroan

tanpa melibatkan orang-orang yang ada dalam perseroan tersebut baik para

pendiri maupun para pengurusnya. Kontruksi badan hukum semacam itulah yang

menurut Commen law dinamakan separate legal entity. 4 Kerugian yang dialami

oleh Perseroan Terbatas dapat berakibat pada kepailitan, yang mana kepailitan ini tentu

mengakibatkan timbulnya akibat hukum dan tanggung jawab dari organ Perseroan

Terbatas. Oleh karena itu, dalam makalah ini saya tertarik untuk membahas mengenai

“Tanggung Jawab dari Organ Perseroan Terbatas yang dinyatakan Pailit.”

b. Rumusan Masalah

2
Erna Widjajati, “TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN TERBATAS YANG DINYATAKAN PAILIT”,
SELISISK, Volume 3, Nomor 5, Juni 2017, hal. 19.
3
Chidir Ali, Badan Hukum, Alumni, Bandung, 1987, hlm. 24
4
Rudhi Prasetya, Perseroan Teori dan Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 5

2
1. Apa Akibat Hukum dari Perseroan Terbatas yang dinyatakan Pailit?

2. Bagaimana Tanggung Jawab dari Organ Perseroan Terbatas dalam hal Perseroan

Terbatas dinyatakan Pailit?

c. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum

normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka,

baik data primer maupun sekunder. Hal ini berdasarkan pendapat Peter Mahmud

Marzuki bahwa penelitian hukum (legal research) selalu bersifat normatif.

Kemudian, pendekatan pelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan perundang-undangan (statue approach) yang dilakukan dengan menelaah

peraturan-perundangan yang berlaku, draf rancangan Undang-Undang, dan naskah

akademik untuk membangun analisis hukum. 5

5
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 60.

3
BAB II

PEMBAHASAN

1. Akibat Hukum Perseroan Terbatas yang dinyatakan Pailit

Kepailitan merupakan suatu proses di mana seorang debitur yang

mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh

Pengadilan, dalam hal ini Pengadilan Niaga, dikarenakan debitur tidak dapat

membayar utangnya.6 Menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut UU K/Undang-undang

Kepailitan), yang dimaksud dengan Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan

Debitur Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah

pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Debitur sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (1) adalah Debitur, yaitu orang yang

mempunyai utang karena perjanjian atau Undang-Undang yang pelunasannya dapat

ditagih di muka pengadilan.

Akibat hukum bagi debitur setelah dinyatakan pailit adalah bahwa ia tidak boleh

lagi mengurus harta kekayaannya yang dinyatakan pailit, dan selanjutnya yang akan

mengurus harta kekayaan atau perusahaan debitur pailit tersebut adalah Kurator.

Pasal 1 angka 1 UU K mengatur tentang kepailitan adalah sita umum atas keseluruhan

harta yang dimiliki oleh debitor yang pailit kemudian curator bertugas dalam

pemberesan serta pengurusannya. Dalam pasal 21 Undang-Undang Kepailitan,

pernyataan putusan pailit mengakibatkan seluruh harta kekayaan debitor dimasukkan

ke dalam harta pailit. Dalam hal kepailitan Perseroan Terbatas, permasalahannya adalah

apakah Perseroan Terbatas senantiasa dapat berjalan atau harus dibubarkan.

6
Imran Nating, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta
Pailit, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009, hlm. 2.

4
Berjalannya suatu Perseroan Terbatas pasca putusan pailit diucapkan bergantung pada

sudut pandang curator terhadap peluang usaha Perseroan Terbatas kedepannya.

Hal tersebut dapat terjadi karena:

1) Berdasarkan persetujun panitia Kreditor sementara, Kurator dapat menjalankan

usaha Debitor yang dinyatakan pailit walaupun putusan pernyataan pailit tersenut

diajukan kasasi atau peninjauan kembali.

2) Apabila dalam kepailitan tidak diangkat panitia kreditor, Kreditor memerlukan izin

Hakim Pengawas untuk melanjutkan usaha sebagaimana dimaksud pada Pasal 104 ayat

(01) UU K. 7

Berdasarkan paparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dengan adanya

kepailitan pada Perseroan Terbatas tidak menghilangkan hak untuk mengurus serta

menguasai harta pada Perseroan Terbatas. Dikarenakan kepailitan yang dialami oleh

Perseroan Terbatas tidak berdampak pada penghentian pengurusan pada Perseroan

Terbatas tersebut. Namun dalam Perseroan Terbatas yang dilanjutkan tidak memberikan

dampak yang menguntungkan, maka Perseroan Terbatas akan diberhentikan

pengopersiannya berdasarkan putusan hakim pengawas. Dan pasca diberhentikannya

PT maka kurator menjual harta yang ditinggalkan tanpa adanya persetujuan dari debitur

pailit. Tentang keberadaan kedudukan Perseroan Terbatas yang telah bubar, maka

perbuatan hukum yang dapat dilakukan hanyalah proses likuidasi jika diperlukan (Pasal

142 ayat (2) Undang-Undang Kepailitan). Dalam hal kepailitan, ketentuan pada Pasal

16, Pasal 69 ayat (1) dan Pasal 104 Undang-Undang Kepailitan mengatur bahwa yang

berwenang untuk mengurus perseroan selayaknya Direksi adalah Kurator sehingga

beralihnya tugas dan tanggungjawab Direksi kepada Kurator.

7
Ni Komang Nea Adiningsih, Marwanto, Tanggung Jawab Organ PT Dalam Hal Kepailitan, Universitas
Udayana, hlm. 13.

5
2. Tanggung Jawab dari Organ Perseroan Terbatas yang Dinyatakan Pailit

Dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Perseroan Terbatas menyebutkan

bahwa ketentuan mengenai separate legal entity dan limited liability tidak berlaku

apabila tabir Perseroan terkoyak (piercing the corporate viel). Piercing the

corporate viel akan menghapus tanggung jawab terbatas dari pengurus dan pendiri

Perseroan.8 Jadi dari paparan isi Undang-Undang di atas, prinsip separate legal entity

dan limited liability tidak berlaku jika organ PT bertindak atas nama PT yang

berdampak pada kepailitan.

Berikut adalah Organ Perseroan Terbatas dan Tanggung Jawabnya apabila Perseoan

Terbatas Pailit:

1. Tanggung Jawab Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Menurut Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Perseroan Terbatas, Rapat Umum

Pemegang Saham adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang

tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang

ditentukan dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar. RUPS dalam hal

ini terdiri dari para pemegang saham yang menanamkan modalnya di Perseroan

tersebut. Pemegang saham merupakan pemilik modal dan tidak memiliki

tanggungjawab atas pengurusan PT, dimana pengurusan PT menjadi

tanggungjawab Direksi bersamaan dengan Dewan Komisaris. Pemilik saham hanya

bertanggungjawab berdasarkan yang telah diserahkan kemudian memiliki

tanggungjawab terbatas (limited liability) dan terbebas dari tanggungjawab atas

kerugian yang dialami oleh perseroan yang melampaui nilai sahamnya sesuai Pasal

8
I. G. Rai Widjaya, Berbagai Peraturandan Pelaksanaan Undang-undang di Bidang Usaha
Hukum Perusahaan Pemakaian Nama PT, Tata Cara Mendirikan PT, Pendaftaran Perusahaan, TDUP & SIUP,
Kesaint Blanc, Jakarta, 2003, hlm. 146.

6
3 ayat (1) UU PT. Hal ini memiliki tujuan untuk melindungi pemegang saham dari

kerugian yang lebih besar dari saham mereka. 9

Namun tidak selamanya limited liability dapat menjadi perisai bagi para

pemegang saham dalam tanggung jawab atas kerugian Perseroan. Ketika

pemegang saham berbuat dengan iktikad tidak baik atau tindakan dari

pemegang saham merugikan Perseroan limited iability dapat disingkirkan atau

ditembus dengan mengoyak tabir Perseroan atas perisai limited liability tersebut

dengan menggunakan doktrin piercing the corporate veil. Apabila tanggung

jawab (limited liability) tersebut terkoyak dan perisai dapat tertembus maka

tanggung jawab pemegang saham tertembus dan dapat menjangkau harta

pribadi.Pasal 3 ayat (2) UU PT memberikan tempat untuk diberlakukannya

Piercing the corporate veil. Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas,

piercing the corporate veil dapat diberlakukan ketika:

a. persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi.

b. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung

dengan iktikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi.

c. pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan

hukum yang dilakukan oleh Perseroan atau pemegang saham yang bersangkutan

baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan

kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup

untuk melunasi utang Perseroan.

Dalam kaitannya dengan kepailitan suatu Perseroan Terbatas, penerapan

piercing the corporate veil ini sangat membantu karena tidak jarang

9
Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan, Cetakan Kedua, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2004, h. 19.

7
pemegang saham menyalahgunakan tanggung jawab terbatas (limited liability)

yang dimandatkan undang-undang untuk kepentingan sendiri atau kelompok

tertentu sehingga merugikan pihak lain.

Tidak menutup kemungkinan tanggung jawab pemegang saham yang

hanya sebesar setoran atas seluruh saham yang dimilikinya kemungkinan

terhapus karena terkoyaknya tabir Perseroan. Apabila terbukti, antara lain

terjadi pencampuran harta kekayaan pribadi pemegang saham dan harta kekayaan

Perseroan sehingga Perseroan didirikan semata-mata sebagai alat yang

dipergunakan pemegang saham untuk memenuhi tujuan pribadinya sehingga

Perseroan mengalami kepailitan serta terbukti penyebab kepailitan tersebut

adalah pemegang saham maka pemegang saham dapat dimintai pertanggung

jawaban sampai pada harta pribadi.

2. Tanggung Jawab Direksi

Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Perseroan Terbatas menyebutkan Direksi

suatu Perseroan berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan

Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan

Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan

sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Direksi dalam menjalankan tugas

pengurusan dan mewakili Perseroan di depan pengadilan maupun di luar

pengadilan harus dengan penuh tanggung jawab untuk kepentingan Perseroan

disebut fiduciary dutiy. Fiduciary duty dijalankan oleh direksi dengan cara:

a. Dilakukan dengan iktikad baik (bona fides).

b. Dilakukan dengan proper purpose

c. Dilakukan dengan kebebasan yang bertanggung jawab (unfettered

discretion).

8
d. Tidak memiliki benturan kepentingan (conflict of duty and interest).10

Terkait dengan kasus kepailitan direksi dapat dimintai pertanggung jawaban

apabila memenuh unsur-nsur sebagai berikut:

a. Terdapat unsur kesalahan (kesengajaan) atau kelalaian dari direksi

(dengan pembuktian biasa).

b. Untuk membayar utang dan ongkos-ongkos kepailitan, haruslah diambil

terlebih dahulu dari aset-aset perseroan. Apabila aset perseroan tidak memenuhi

barulah diambil dari aset direksi pribadi.

c. Diberlakukan pembuktian terbalik (omkering van bewijslast) bagi

anggota direksi yang dapat membutikan bahwa kepailitan perseroan bukan

karena kesalahan (kesengajaan) atau kelalaian. 11

Pasal 104 ayat (2) Undang-Undang Perseroan Terbatas menegaskan bahwa

dalam hal kepailitanterjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta

pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam

kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung

jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut. Pasal

104 ayat (2) Undang-Undang Perseroan Terbatas jelas mengakui bahwa Direksi

harus bertanggung jawab atas kepailitan Perseroan yang dipimpinnya. Pertanggung

jawaban Direksi diberlakuan atas kepailitan yang menimpa Perseroan tersebut

apabila kepailitan tersebut terjadi karena kesalahan atau kelalainnya.

Apabila hasil penjualan harta perseroan tidak cukup untuk menutup semua

utang Perseroan dan biaya-biaya Perseroan, Direksi harus bertanggung jawab

sampai kepada harta pribadi Direksi yang bersangkutan. Direksi juga dapat

10
Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas, Edisi Revisi, Total Media Yogyakarta, Jogjakarta, hlm.209
11
Munir Fuady, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum
Indonesia, Cetakan Kedua, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hlm. 24.

9
dikenakan dengan pasal 1365 dan 1366 KUHPerdata.Kedua pasal tersebut

merupakan dasar seseorang untuk dapat dikenakan berdasarkan prinsip perbuatan

melawan hukum (onrechtmatige daad).Dalam pasal tersebut ditegaskan mengenai

seseorang yang melanggar hukum dalam hal ini Undang-Undang Perseron Terbatas

dan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas yang bersankutan wajib mengganti

kerugian kepada pihak yang dirugikan karena kesembronoannya atau kelalaiannya.

Selain dapat dikenakan dengan perkara perdata, kelalaian maupun kesalahan

dari direksi tersebut dapat juga dikenakan dengan ketentuan pidana melalui Pasal

398 dan Pasal 399 KUHP. Secara singkat, Pasal 398 KUHP menjelaskan bahwa

direksi maupun komisaris dapat ditutut pidana penjara selama satu tahun empat

bulan (1tahun 4bulan) apabila direksi maupun komisaris menyebabkan kerugian

bagi Perseroan maupun pihak lain. Sedangkan menurut Pasal 399 KUHP direksi

maupun komisaris dapat dikenakan dengan pidana penjara selama tujuh tahun (7

tahun) apabila yang bersangkutan membuat kecurangan dengan mengurangi hak-

hak para kreditor dan lalai dalam membuat pembukuan sebagaimana diwajibkan

dalam anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan.

C. Tanggung Jawab Komisaris

Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Pasal 1 angka 6 dewan

Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan

secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi

nasihat kepada Direksi.

Sama seperti Direksi, dalam menjalankan kewajibannya harus

menggunakan prinsip fiduciary duty yaitu beritikad baik, penuh kehati-hatian,

kejujuran dan bertanggung jawab atas kepentingan Perseroan Terbatas. Dalam

Pasal 114 ayat (3) Undang-Undang Perseroan Terbatas mengatur mengenai

10
pelanggaran fiduciary duty juga berakibat pada penerapan prinsip piercing the

corporate viel yaitu Dewan Komisaris dapat dimintai tanggungjawab secara

pribadi atas kerugian PT jika terbukti lalai dan bersalah dalam menjalankan

tugas pengawasan terhadap pengurusan perseroan yang dijalankan oleh Direksi

hinga mengakibatkan kepailitan pada PT.

Pasal 114 ayat (5) Undang-Undang Perseroan Terbatas mengatur mengenai

terbebasnya Dewan Komisaris dari tanggungjawab atas kerugian PT, maka

harus terbukti dalam menjalankan tugasnya telah beritikad baik maupun

berhati-hati demi kelancaran PT. Serta dalam pengawasan PT tidak adanya

benturan kepentingan dalam hal apapun yang berdampak pada terjadinya

kepailitan dan telah memberikan nasihat kepada Direksi guna mencegah

terjadinya kepailitan. Dalam hal pembuktian, jika dilakukan melalui pengadilan

maka wajib adanya gugatan terlebih dahulu dengan mengajukan gugatan

perdata terhadap perseroan di pengadilan negeri, dengan tuntutan agar

dinyatakan telah melakukan kewajibannya dengan beritikad baik, penuh hati-

hati, maupun tuntutan yang menyatakan bahwa dirinya dinyatakan tidak

bertanggungjawab atas kepailitan PT.

Komisaris dalam hal kepailitan diatur dalam Pasal 115 ayat (1) dan ayat (2)

Undang-Undang Perseroan Terbatas, dimana jika kepailitan merupakan

kesalahan atau kelalaian Dewan Komisaris dalam melakukan pengawasan

terhadap pengurusan PT yang dilakukan oleh Direksi dan harta PT tidak

mencukupi untuk melunasi keseluruhan kewajiban PT, maka masing-masing

anggota Dewan Komisaris bersamaan dengan para Direksi bertanggungjawab

atas kewajibannya yang harus dilunasi dan berlaku juga bagi anggota Dewan

11
Komisaris yang sudah tidak menjabat 5 (lima) tahun sebelum putusan pailit

dilontarkan.

Sama halnya dengan direksi, penuntutan terhadap komisaris atas kasus

kepailitan juga dapat dikenai pada Pasal 1365 dan 1366 KUHPerdata. Pasal

tersebut menjerat komisaris karena komisaris telah lalai dan karena

kesalahannya telah menyebabkan pihak lain mengalami kerugian.

12
BAB III

PENUTUP

a. Kesimpulan

1. Akibat hukum pernyataan kepailitan terhadap Perseroan Terbatas adalah perseroan

tidak dapat menjalankan kegiatan usahanya dan perseroan berada pada kekuasaan

kurator.

2. Tanggungjawab organ Perseroan Terbatas dalam hal kepailitan adalah yang terbukti

melakukan kesalahan ataupun kelalaian, adanya pelanggaran fiduciary duty, serta

melakukan tindakan diluar kewenangan sehingga merugikan PT maupun pihak

ketiga dapat dimintai tanggungjawab secara pribadi. Hal tersebut berkaitan dengan

adanya pelepasan tanggungjawab terbatas atau limited liability menjadi

tanggungjawab tidak terbatas berdasarkan prinsip piercing the corporate viel.

Limited liability yang dimiliki organ Perseroan ternyata tidak mutlak.

Hal itu dapat disimpangi dengan pengoyak tabir Perseroan (piercing

the corporate viel). Begitu juga pelanggaran terhadap fiduciary duty akan

berakibat pada penerapan piercing the corporate viel.

b. Saran

1. Hendaknya organ Perseroan Terbatas selalu beritikad baik dalam menjalankan tugas

dan wewenangnya, tidak melanggar fiduciary duty, serta tidak melampaui

kewenangan PT sehingga Perseroan dapat berjalan sesuai dengan maksud dan

tujuan PT. Karena pelanggaran prinsip fiduciary duty akan berakibat pada pelepasan

tanggungjawab terbatas menjadi tanggungjawab tidak terbatas.

2. Hendaknya Undang-Undang memberikan ketegasan mengenai perbuatan-

perbuatan hukum yang harus dipertanggung jawabkan oleh Organ Perseroan

Terbatas apabila terjadi kepailitan pada Perseroan Terbatas. Dengan demikian

13
nantinya dapat secara jelas ditentukan mana yang menjadi tanggung jawab RUPS,

Direksi dan Komisaris sehingga kejelasan mengenai batasan sampai sejauh mana

kurator dapat bertindak dalam pengurusan perseroan agar tidak menimbulkan

kerugian terhadap harta pailit.

14
DAFTAR PUSTAKA

BUKU-BUKU

Chidir Ali, Badan Hukum, Alumni, Bandung, 1987.

Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan, Cetakan Kedua, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2004.

I. G. Rai Widjaya, Berbagai Peraturandan Pelaksanaan Undang-undang di Bidang


Usaha Hukum Perusahaan Pemakaian Nama PT, Tata Cara Mendirikan PT, Pendaftaran
Perusahaan, TDUP & SIUP, Kesaint Blanc, Jakarta, 2003.

Imran Nating, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan
Harta Pailit, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009.

Munir Fuady, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam
Hukum Indonesia, Cetakan Kedua, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010.

Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas, Edisi Revisi, Total Media Yogyakarta, Jogjakarta.

Rudhi Prasetya, Perseroan Teori dan Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 2011.

JURNAL

Erna Widjajati, “TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN TERBATAS YANG


DINYATAKAN PAILIT”, SELISISK, Volume 3, Nomor 5, Juni 2017.

MAKALAH

Ni Komang Nea Adiningsih, Marwanto, Tanggung Jawab Organ PT Dalam Hal Kepailitan,
Universitas Udayana.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban


Pembayaran Utang.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2005 tentang Perseroan Terbatas.

15

Anda mungkin juga menyukai