Anda di halaman 1dari 11

PENERAPAN PRINSIP DUTY OF CARE OLEH DIREKSI

PERSEROAN TERBATAS
DI INDONESIA

A. Latar Belakang
Perseroan Terbatas adalah badan hukum (legal person, legal entity) dan subjek
hukum yang mandiri (persona standi judicio) 1. Istilah Perseroan Terbatas terdiri dari
dua kata, yakni perseroan dan terbatas. Perseroan merujuk kepada modal Perusahaan
Terbatas (PT) yang terdiri dari saham. Kata terbatas merujuk pada tanggung jawab
pemegang saham yang luasnya hanya terbatas pada nilai nominal semua saham yang
dimilikinya. Perseroan Terbatas memiliki organ dengan fungsi dan wewenang
masing-masing2.
Perseroan Terbatas juga memberikan kemudahan bagi pemilik (pemegang
saham) nya untuk mengalihkan perusahaannya (kepada setiap orang) dengan menjual
seluruh saham yang dimilikinya pada perusahaan tersebut 3. Menurut Pasal 1 angka 1
Undangundang Nomor 40 Tahun 2007, yang dimaksud dengan Perseroan Terbatas
adalah :“Badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi
dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini4.
Mengingat dunia usaha perkembangannya demikian dinamis, maka dalam
rangka untuk memperkokoh keberadaan Perseroan Terbatas sebagai salah satu bentuk
badan usaha yang menjadi pilihan utama bagi para pelaku usaha, pemerintah merasa
perlu menyesuaikan ketentuan tentang Perseroan Terbatas. Untuk itu pemerintah
menerbitkan ketentuan tentang Perseroan Terbatas yang lebih komprehensif yakni
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT)5.
Fiduciary dalam bahasa Latin dikenal sebagai fiduciarius yang bermakna
kepercayaan. Secara teknis istilah fiduciary dimaknai sebagai seseorang yang
memegang sesuatu dalam kepercayaan untuk kepentingan orang lain. Sesorang

1
Jono, Hukum Kepailitan, Cetakan ketiga, Edisi Kesatu, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), hlm.
2
H.M.N. Purwosutjipto, 1981, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 2, Djambatan, Jakarta,
h.85
3
Ahmad Yani& Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis: Perseroan Terbatas, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2006, hal.
4
H. Zaeni Asyhadie dan Budi Sutrisno, Hukum Perusahaan dan Kepailitan, Penerbit Erlangga, Jakarta,
2012, hlm. 69.
5
Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas, Nuansa Aulia, Bandung, 2012,
hlm. 5.
memiliki tugas fiduciary (fiduciary duty) ketika ia memiliki kapasitas fiduciary
(fiduciary capacity).
Seseorang dikatakan memiliki kapasitas fiduciary jika bisnis yang
ditransaksikannya, harta benda atau kekayaan yang dikuasainya bukan untuk
kepentingan dirinya sendiri, tetapi untuk kepentingan orang lain. Fiduciary Duties
terjadi ketika satu pihak berbuat sesuatu bagi kepentingan pihak lain dengan
mengesampingkan kepentingan pribadinya sendiri, tetapi untuk kepentingan orang
lain6.
Fiduciary Duties oleh Black’s Law Dictionary diartikan sebagai (the duty to
act with the highest degree of honesty and loyalty toward another person and in the
best interest of the other person (such as the duty that one partner owes to another).
Diterjemahkan dalam bahasa Indonesia yang berarti Fiduciary Duties merupakan
suatu tugas untuk bertindak dengan tingkat tertinggi untuk kejujuran dan kesetiaan
terhadap orang lain dan demi kepentingan yang terbaik untuk orang lain (seperti tugas
bahwa salah satu partner berhutang kepada orang lain)7.
Direksi sebagai organ yang bertugas dan bertanggung jawab melaksanakan
pengurusan perusahaan sangat berpotensi melakukan pelanggaran atau penyimpangan
tugas dan kewajiban yang dibebankan. Tanggung jawab tidak terbatas dibebankan
pada direksi apabila direksi terbukti melakukan kesalahan secara pribadi yang
menyebabkan timbulnya kerugian bagi perseroan dan direksi bertanggung jawab
penuh secara pribadi untuk mengganti segala kerugian yang ditimbulkan terhadap
perseroan.
Direksi dalam menjalankan pengurusan perseroan hanya untuk kepentingan
perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 92 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007.Dalam hal ini direksi
bertanggung jawab sebagai pihak eksekutif berdasarkan doktrin fiduciary duty 8.
Fiduciary duty adalah tugas yang dijalankan oleh direktur dengan penuh tanggung
jawab untuk kepentingan (benefit) orang atau pihak lain (perseroan)9.

6
Munir Fuady, 2002, Doktrin-Doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum
Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, h.33.
7
Ridwan Khairandy, 2013, Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia, cetakan ke-1, FH UII Press,
Yogyakarta, h.109, dikutip dari Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, Eight Edition, (St.PaullMinn: West
Publishing Co, 2004), h.545.
8
Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law Dan Eksistensinya Dalam Hukum
Indonesia, Cetakan Kedua,( Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2010), hlm. 25.
9
Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas, Edisi Revisi (Jogjakarta: Total Media Yogyakarta), hlm. 210.
Di dalam badan usaha Perseroan Terbatas terdapat pemisahan tanggung jawab
antara pemilik perusahaan dengan perusahaan dengan perusahaan itu sendiri. Hal ini
disebabkan karena Perseroan Terbatas setelah memenuhi prosedur tertentu diakui
sebagai badan hukum dan mempunyai hak dan kewajiban sama halnya dengan
individu10.
Menurut ketentuan Pasal 1 Undangundang Perseroan Terbatas, organ
perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Komisaris.
Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) adalah organ perseroan yang memegang
kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak
diserahkan kepada Direksi atau Komisaris.
Direksi merupakan salah satu bagian terpenting dalam Perseroan Terbatas
sebagaimana diamanatkan oleh Undangundang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, direksi memiliki tugas untuk menjalankan perseroan, mengontrol
perseroan dimana salah satunya adalah mengambil keputusan bisnis yang berdampak
pada Perseroan Terbatas kedepannya11.
Anggota direksi dalam melaksanakan pengurusan perseroan wajib berhati-hati
(the duty of the due care) atau duty of care atau disebut juga prudential duty. Dalam
mengurus perseroan, anggota direksi tidak boleh “sembrono” (carelessly) dan “lalai”
(neglience). Apabila dia sembrono dan lalai melaksanakan pengurusan, menurut
hukum dia telah melanggar kewajiban berhati-hati (duty of care) atau bertentangan
dengan “prudential duty”12.
Dalam mengambil pertimbangan, direksi tidak boleh mengabaikan dan masa
bodoh (ignore) terhadap ketentuan hukum dan anggaran dasar perseroan. Setiap
pelanggaran hukum yang dilakukan anggota direksi dalam pengurusan perseroan,
tidak dapat dimaafkan dan ditoleransi meskipun hal itu diambil berdasar
pertimbangan yang hati-hati, apabila direksi sendiri mengetahui dasar pertimbangan
itu bertentangan dengan ketentuan hukum atau anggaran dasar perseroan13.
Dengan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk menyusun skripsi
dengan judul “PENERAPAN PRINSIP DUTY OF CARE OLEH DIREKSI
PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA”.

10
I Nyoman Tjager, “Acuan Yuridis Meger dan Akuisisi” makalah pada Seminar Sehari Akuisisi dan
Dampak Globalisasi Terhadap Pasar Modal Indonesia, Jakarta, 25 Agustus 1992, hlm. 3.
11
Sartika Nanda Lestari, "Business Judgment Rule Sebagai Immunity Doctrine Bagi Direksi Badan
Usaha Milik Negara di Indonesia", Jurnal Notarius, Vol. 8, No.2, September 2015, hlm. 302.
12
M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 379.
13
Ibid, hlm 380
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian yang ada pada latar belakang masalah, selanjutnya
masalah yang akan di cari jawabannya dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah pengaturan tentang prinsip duty of care di Indonesia?
2. Bagaimanakah terjadinya pelanggaran fiduciary duty oleh direksi sehingga
menyebabkan perseroan pailit?

C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan diadakannya penelitiannya ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaturan tentang Prinsip duty of care di Indonesia
bagaimana dan seperti apa
2. Untuk mencari jawaban sekaligus menganalisis terjadinya pelanggaran
fiduciary duty oleh direksi sehingga bisa menyebabkan perseroan pailit

D. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan membawa manfaat baik dari segi teoritis
maupun dari segi praktis sebagai berikut :
1. Dari segi teoritis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi
pengembangan ilmu hukum khususnya hukum bisnis.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi masukan
kepada para pelaku bisnis yang menjalankan suatu perseroan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN UMUM
1. Pengertian Perseroan Terbatas
Kata perseroan dalam pengertian umum adalah adalah perusahaan atau
organisasi usaha. Sedangkan Perseroan Terbatas adalah salah satu bentuk organisasi
usaha atau badan usaha yang ada dan dikenal dalam sistem hukum dagang
indonesia14. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, yang mendefinisikan Perseroan Terbatas sebagai berikut :
“Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan
hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam
saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta
peraturan pelaksanaannya.”

Dari batasan yang diberikan tersebut diatas, menurut Gunawan Wijaya dan
Ahmad Yani ada 5 (lima) hal pokok yang dapat kita kemukakan yaitu :
1. Perseroan Terbatas merupakan suatu badan hukum;
2. Didirikan berdasarkan perjanjian;
3. Menjalankan usaha tertentu;
4. Memiliki modal yang terbagi dalam saham-saham;
5. Memenuhi persyaratan undang-undang15.

Pada dasarnya badan hukum adalah suatau badan yang dapat memiliki hak-
hak dan kewajibankewajiban untuk melakukan suatu perbuatan seperti manusia,
memiliki kekayaan sendiri, dan diajukan permohonan tanggung jawab dan menggugat
di depan pengadilan16. Perseroan Terbatas merupakan badan hukum (legal entity)
yaitu badan hukum mandiri (persona standy in judicio), yang memiliki sifat dan ciri
kualitas yang berbeda dengan bentuk badan usaha lain17.
Perseroan terbatas sebagai badan hukum berarti merupakan organisasi yang
mempunyai tujuan tertentu, dan sebagai badan hukum perseroan terbatas memiliki
kekayaan sendiri yang terlepas dari kekayaan pengurusnya, dan dapat berhubungan
dengan pihak lain dalam pergaulan hukum18.
14
I.G Rai Widjaya, Hukum Perusahaan Terbatas, Kesaint Blanc, Jakarta. 2006, hal 1
15
4 Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis : Perseroan Terbatas, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2006, hal 7
16
Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas..., op. cit. hlm, 5.
17
Bagus Irawan, Aspek-Aspek Hukum Kepailitan, Perusahaan dan Asuransi, Cetakan Kedua, Edisi
Pertama, (Bandung : PT Alumni, 2007), hlm 92.
18
L.G. Rai Widyjaya, Op Cit Hal 2
Sebagai badan hukum perseroan terbatas juga memiliki alat perlengkapan
dalam melakukan kegiatan usahanya. Alat perlengkapan dari perseroan terbatas
disebut sebagai organ perseroan. Pada prinsipnya organ perseroan terdiri dari 3 (tiga)
yaitu:19
1. Direksi
2. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
3. Dewan Komisaris

2. DIREKSI
Direksi memagang peran yang sangat penting dalam perusahaan. Adapun yang
dimaksud dengan direksi menurut Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007:
”Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab
penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan
maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di
luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar”.

Agar Direksi sebagai orang yang sehari-hari mengurus perseroan dapat


mencapai prestasi tertentu yang telah diberikan kepadanya maka ia harus diberi
tanggung jawab untuk menyelesaikan sesuatu tugas tertentu yang telah diberikan
kepadanya. Tanggung jawab ini berarti kewajiban seorang individu untuk
melaksanakan aktifitas-aktifitas yang ditugaskan kepadanya sebaik mungkin sesuai
dengan kemampuan yang dimilikinya20.
Direksi perseroan mempunyai tugas untuk menjalankan perseroan, termasuk
mewakili perseroan. Hal ini sangat berbeda dengan organ RUPS yang bertugas untuk
kepentingan pemegang saham. Sebab, Direksi adalah mewakili kepentingan perseroan
dalam melakukan tugas untuk mencapai maksud dan tujuan perseroan.
Pemikiran ini sejalan dengan teori tentang hal 164-165 fiduciary
duties/fiduciary responsibility bagi Direksi, yang antara lain disebutkan dalam Pasal 1
ayat (2) dan (4), Pasal 2, Pasal 79 ayat (1), Pasal 82 dan Pasal 85 ayat (1) Undang-
Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas21.

19
Kurniawan, Hukum Perusahaan Karakteristik Badan Usaha Berbadan Hukum dan Tidak Berbadan
Hukum Di Indonesia, Genta Publishing, Yogyakarta, 2014, hal.66
20
Winardi, Asas-Asas manajemen, Alumni, Bandung, 1983, hal. 144
21
Try Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas (Bank dan Persero), Ghalia Indonesia, Bogor, 2005, haL 17
Namun demikian kewenangan Direksi bertindak melakukan perbuatan hukum
tidak terbatas pada perbuatan hukum yang secara tegas disebutkan dalam maksud dan
tujuan, tetapi juga meliputi perbuatanperbuatan lainnya, yaitu perbuatan yang menurut
kebiasaan, kewajaran dan kepatutan yang dapat disimpulkan dari maksud dan tujuan
perseroan serta berhubungan dengannya sekalipun perbuatan-perbuatan tersebut tidak
secara tegas disebutkan dalam rumusan maksud dan tujuan22.
Berdasarkan Pasal 97 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas yang menyatakan bahwa :
“Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan
setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Penjelasan :
“Yang dimaksud dengan „penuh tanggung jawab‟ adalah memperhatikan perseroan
dengan saksama dan tekun”

3. RUPS
Berdasarkan Pasal 1 ayat (4) yang menyatakan bahwa, Rapat Umum
Pemegang Saham yang selanjutnya disebut RUPS, adalah organ perseroan yang
mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris
dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau Anggaran Dasar.
RUPS dapat diselenggarakan dengan 2 (dua) macam RUPS, yaitu sebagai berikut:23
a. RUPS Tahunan, yang diselenggarakan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan
setelah tahun buku.
b. RUPS lainnya, yang dapat diselenggarakan sewaktu-waktu berdasarkan kebutuhan.
Penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada Pasal 79 ayat (1) dapat
dilakukan atas permintaan :
a) 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu
persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran
dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil; atau
b) Dewan Komisaris.
Perseroan Terbatas merupakan kumpulan atau asosiasi modal yang oleh
UUPT diberikan status sebagai badan hukum. Sehingga Perseroan Terbatas pada
hakikatnya adalah wadah kerjasama dari para pemilik modal atau pemegang saham
yang dijelmakan dalam RUPS. Oleh karenanya adalah wajar jika RUPS mempunyai
kekuasaan dan kewenangan yang tidak dimiliki oleh organ Perseroan Terbatas yang

22
Racmadi Usman,Dimensi Hukum Perseroan Terbatas, Alumni, Bandung, 2004, hal.164
23
Gatot Supranomo, Hukum Perseroan Terbatas,ed rev, cet. Ke 4,Djambatan, Jakarta, 2007, hal 3
lain. Inilah yang disebut sebagai wewenang yang eksklusif (exclusive authorities)
RUPS.
Perseroan sebagai badan hukum, bermakna bahwa perseroan merupakan suatu
subjek hukum, dimana perseroan sebagai sebuah badan yang dapat dibebani hak dan
kewajiban seperti halnya manusia. Subjek hukum adalah sesuatu yang dapat atau
cakap melakukan perbuatan hukum atau melakukan tindakan perdata atau membuat
suatu perikatan24.

4. KOMISARIS
Disahkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 sebagai pengganti dari
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas maka, keberadaan
Komisaris tidak lagi bersifat fakultatif akan tetapi sudah menjadi suatu keharusan bagi
Perseroan Terbatas, sebagaimana dimaksud didalam Pasal 1 ayat (6) yang
menyatakan bahwa :
“Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan
pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan Anggaran Dasar serta
memberi nasihat kepada Direksi.”
Fungsi kontrol dan pemberian advis oleh Dewan Komisaris ini bisa dijabarkan
lebih lanjut sebagai berikut :25
a. Dewan Komisaris bertugas mengawasi kebijaksanaan Direksi dalam
menjalankan perseroan serta memberikan nasihat kepada Direksi.
b. Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab
menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan (fiduciary duty)
c. Dewan Komisaris wajib melaporkan kepada perseroan mengenai pemilikan
saham dan atau keluarganya (suami, istri dan anakanaknya) pada perseroan
tersebut dan perseroan lainnya.
Demikian juga setiap perubahan dalam kepemilikan saham tersebut wajib pula
dilaporkan. Laporan mengenai hal ini dicatat dalam daftar khusus yang merupakan
salah satu sumber informasi mengenai besarnya kepemilikan dan kepentingan
pengurus perseroan yang bersangkutan atau perseroan lain, sehingga pertentangan
kepentingan yang mungkin timbul dapat ditekan sekecil-kecilnya.

24
Hardijan Rusli, Perseroan Terbatas Dan Aspek Hukumnya, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. 2007, hal.
17
25
I.G. Ray widjaya, Berbagai Peraturan dan Pelaksanaan Undang-Undang di Bidang Perusahaan, Cet. 1, Jakarta,
kesaint Blanc, 2000, hal. 254
Pasal 108 :
1) Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan,
jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun
usaha perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi;
2) Pengawasan dan pemberian nasihat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud
dan tujuan perseroan;
3) Dewan Komisaris terdiri atas 1 (satu) orang anggota atau lebih;
4) Dewan Komisaris yang terdiri atas lebih dari 1 (satu) orang anggota
merupakan majelis dan setiap anggota dewan Komisaris tidak dapat
bertindak sendiri-sendiri, melainkan berdasarkan keputusan Dewan
Komisaris;
5) Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun
dan/atau mengelola dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan
surat pengakuan utang kepada masyarakat atau Perseroan Terbuka
wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Dewan
Komisaris.
Subjek hukum yang dikenal oleh para ahli hukum ada dua macam, yaitu: 21 a.
Orang pribadi (Belanda: naturlijk person atau Inggris: natural person); b. Badan
hukum (Belanda: rechtpersoon atau Inggris: legal entity). Perseroan Terbatas adalah
suatu organisasi dan mempunyai pengurus yang dinamakan direksi. Sebagai
organisasi sudah pasti mempunyai tujuan, pengawasan dilakukan oleh komisaris yang
mempunyai wewenang dan kewajiban sesuai dengan ketetapan dalam anggaran
dasarnya. Oleh karena itu Perseroan Terbatas adalah suatu badan usaha yang
mempunyai unsur-unsur adanya kekayaan yang terpisah, adanya pemegang saham,
dan adanya pengurus26.

E. PRINSIP DUTY OF CARE


Istilah fiduciary duty berasal dari 2 (dua) kata, yaitu fiduciary, dan duty.
Istilah duty banyak dipakai dimana-mana yang berarti tugas, sedangkan istilah
fiduciary (bahasa Inggris) berasal dari bahasa Latin fiduciaries dengan akar kata
fiducia yang berarti kepercayaan (trust) atau dengan kata kerja fidere yang berarti
mempercayai (to trust). Isu utama dari fiduciary duty adalah bagaimana
meminimalisasi kemungkinan seorang direktur menggunakan wewenangnya untuk
kepentingan dan keuntungan pribadinya, tetapi sebaliknya direktur seharusnya
menggunakannya seoptimal mungkin untuk kepentingan dan keuntungan perseroan27.

26
Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Ghalia
Indonesia, Jakarta, 2000, hal 25-26
27
I.G Rai Widjaya, Op.Cit, Hlm. 220.
Pada umumnya, Fiduciary Duties direksi dibagi menjadi dua komponen
utama, yaitu:
1. Duty of Care,
Direksi diharuskan untuk bertindak dengan kehati-hatian dalam membuat
segala keputusan dan kebijakan perseroan. Dalam membuat setiap kebijakan,
direksi harus tetap mempertimbangkan segala informasi-informasi yang ada
secara patut dan wajar.
2. Duty of Loyalty
Direksi bertanggung jawab untuk selalu berpihak kepada kepentingan
perusahaan yang dipimpinnya. Direksi yang diberikan kepercayaan oleh
perseroan harus bertindak untuk kepentingan pemegang saham, bertindak
untuk kepentingan dan tujuan perseroan, serta bertindak dengan
mengutamakan kepentingan perseroan diatas kepentingan pribadi28.
Prinsip fiduciary duty yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas : Pasal 97 ayat (1), yang menyatakan bahwa :
"Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1), yaitu Direksi menjalankan pengurusan Perseroan
untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan".
Pasal 97 ayat (2), yang menyatakan bahwa :
"Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan
anggota Direksi dengan iktikad baik dan penuh tanggung jawab".
Sepanjang sejarah penerapan prinsip fiduciary duty , muncul beberapa
pedoman dasar bagi Direksi dalam menjalankan fiduciary duty terhadap Perseroan
yang dipimpinnya. Pedoman dasar tersebut adalah sebagai berikut:29
1. Fiduciary duty merupakan unsur wajib (mandatory element) dalam hukum
Perseroan;
2. Dalam menjalankan tugasnya, Direksi tidak hanya harus memenuhi unsur itikad
baik, tetapi juga harus memenuhi unsur tujuan yang layak
3. Pada prinsipnya Direksi dibebani prinsip fiduciary duty terhadap Perseroan, bukan
terhadap pemegang saham. Karena itu, hanya perusahaanlah yang dapat memaksakan
Direksi untuk melaksanakan fiduciary duty tersebut;

28
Munir Fuady, 2003, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, h.82
29
Munir Fuady, 2002, Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, h.61
4. Dalam menjalankan fungsinya, Direksi juga harus memperhatikan kepentingan
stakeholders, seperti pemegang saham dan buruh perusahaan;
5. Direksi bebas dalam memberikan suara dan pendapat sesuai dengan keyakinan dan
kepentingannya dalam setiap rapat yang dihadirinya;
6. Direksi bebas dalam mengambil keputusan sesuai dengan pertimbangan bisnis dan
sense of business yang dimilikinya, bahkan Pengadilan tidak boleh ikut campur
mempertimbangkan sense of business Direksi tersebut;
7. Direksi dilarang atau setidak-tidaknya dibatasi atau diawasi dalam menjalankan
tugasnya. Pengawasan tersebut misalnya dengan memberlakukan prinsip keterbukaan
informasi (disclosure) terhadap setiap transaksi yang ada conflict of interest.
Tanggung jawab pribadi Direksi adalah keadaan dimana Direksi tidak
melakukan fiduciary duty dalam kepemimpinannya sehingga merugikan perseroan
dan pemegang saham, dan dalam hal ini ukuran saham tidak lagi menjadi patokan
batasan nilai tanggung jawab tersebut, sehingga harta-harta milik pribadi Direksi
dapat juga terikut untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya30. Berdasarkan
Pasal 97 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
yang menyatakan bahwa :
“Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian
perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)”.

30
Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004,
hal. 143.

Anda mungkin juga menyukai