Anda di halaman 1dari 25

PROPOSAL PENULISAN HUKUM

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
I.

JUDUL PENULISAN HUKUM


TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN TERBATAS (PT) DALAM
TINDAKAN ULTRA VIRES MENURUT UU NOMOR 40 TAHUN 2007
TENTANG PERSEROAN TERBATAS.

II.

PELAKSANA PENELITIAN
a. Nama Mahasiswa

: Adhisti Kinanti

b. Nomor Induk Mahasiswa

: 11010112130550

c. Jumlah SKS

: 139 SKS

d. IP Kumulatif

: 3,50

e. Nilai Metodologi Penelitian Hukum : A


III.

IV.
V.

DOSEN PEMBIMBING I

: Hendro Saptono. S.H., M.Hum.

DOSEN PEMBIMBING II

: Siti Mahmudah, S.H., M.H.

RUANG LINGKUP/ BIDANG MINAT : Hukum Perdata Dagang


LATAR BELAKANG MASALAH.
Pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi

mengharuskan pemerintah memiliki landasan yang kuat pada perekonomian


nasionalnya agar mampu bersaing dengan perkembangan perekonomian dunia.

Pembangunan perekonomian Indonesia sudah dimulai sejak jaman kemerdekaan,


semua tatanan ekonomi mulai disiapkan untuk kepentingan tersebut.
Di bidang hukum, berbagai peraturan yang menunjang proses pembangunan
perekonomian secara terus-menerus telah diciptakan,, antara lain tatanan hukum yang
mendorong, menggerakan dan mengendalikan berbagai kegiatan pembangunan di
bidang ekonomi. Salah satu tatanan hukum yang diperlukan dalam menunjang
pembangunan ekonomi adalah Perseron Terbatas yang selanjutnya disebut PT.
Dukungan lembaga perseroan terbatas dapat menjamin terselenggaranya iklim dunia
usaha yang kondusif yang tentunya digerakan dalam kerangka yang kokoh dari
undang-undang yang mengatur PT.1
Setelah diundangkannya UU No.1 Tahun 1995, mulailah era baru pengaturan
PT secara nasional yang seiring dengan perkembangan di gantikan oleh UU No.40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut UU PT.
Dalam menjalankan segala hak dan kewajiban hukum PT terdapat organ
perusahaan yang terdiri atas Rapat umum Pemegang Saham, Dewan Komisaris, dan
Direksi. Pergantian pemegang saham, Direksi atau Komisaris tidak mempengaruhi
keberadaan PT selaku persona standi in judicio.2 Oleh karena itu PT memiliki
karakteristik sebagai asosiasi modal, dalam hal pertanggungjawaban pemegang

1 Frans Satrio Wicaksono, 2009, Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi, dan
Komisaris Perseroan Terbatas. Jakarta: Visimedia. Hal.1.
2 Chatamarrasjid Ais, 2004, Penerobosan Cadar Perseroan dan Soal-soal Aktual Hukum
Perusahaan, Citr Aditya Bakti, Bandung, Hal.56.

saham bertanggung jawab hanya pada apa yang disetorkan atau tanggung jawab
terbatas.
Dalam mnjalankan tugasnya, Direksi diberikan hak dan kekuasaan penh
dengan konsekuensi bahwa setiap tindakan dan perbuatan yang dilakukan oleh
Direksi akan dianggap dan diperlakukan sebagai tindakan dan perbuatan perseroan,
sepanjang mereka bertindak sesuai dengan apa yang ditentukan dalam Anggaran
Dasar (AD). Apabila Direksi menyimpang dari AD, maka secara tidak langsung telah
menempatkan Perseroan dalam posisi melakukan tindakan di luar kewenangannya
atau yang disebut dengan ultra vires. Tindakan tersebut dapat menimbulkan kerugian
pada berbagai pihak yang terkait dengan PT. Dalam hal tindakan ultra vires UU PT
telah menyediakan norma-norma hukum yang dapat digunakan untuk memberikan
perlindungn hukum kepada pihak-pihak yang dirugikan.
Namun dalam UU PT sendiri pun tidak diatur secara jelas tentang pengertian
ataupun pengaturan pertanggung jawaban direksi dalam tindakan ultra vires itu
sendiri. Melihat Pasal 97 ayat (1) UU PT yang menentukan Direksi bertanggung
jawab atas kepengurusn persroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1)
bahwa Direksi menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan
sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan, maka dapat dipandang terdapat
pengaturan tanggung jawab direksi tetapi pada sisi lain pengaturan itu tidaklah jelas
dan lebih menekankan tanggung jawab terhadap perseroan.
Karena ketidakjelasan pengaturan ultra vires dalam UU PT, menimbulkan
permasalahn hukum dan juga untuk melindungi kepentingan pihak-pihak yang

dirugikan akibat tindakan ultra vires Direksi PT dengan kepastian hukum.


Berdasarkan uraian latar belakang permasalaha ini, penulis tertarik untuk meneliti
lebih lanjut tentang bentuk tanggung jawab Direksi dalam tindakan ultra vires .
Sehingga penulisan hukum ini, mengangkat judul: TANGGUNG JAWAB DIREKSI
PERSEROAN TERBATAS (PT) DALAM TINDAKAN ULTRA VIRES
MENURUT UU NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN
TERBATAS.
VI.

PERMASALAHAN.
Berdasarkan paparan diatas, maka muncul masalah-masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaturan ultra vires menurut Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tetang PT?
2. Bagaimanakah bentuk tanggung jawab direksi perseroan terbatas dalam

VII.

tindakan ultra vires pada pihak investor?


TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
Perumusan tujuan penelitian merupakan pencerminan arah dan penjabaran
strategi terhadap masalah yang muncul dalam penulisan, sekaligus agar
penulisan yang sedang dilaksanakan tidak menyimpang dari tujuan semula.
Kemudian dirumuskanlah tujuan dari penulisan ini adalah :
1. Untuk mengkaji dan menganalisis pengaturan ultra vires dalam UU Nomor
40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
2. Untuk mengkaji dan menganalisis bentuk tanggung jawab direksi dalam
tindakan ultra vires pada pihak ketiga.
A. Manfaat Penelitian.
Setiap

hasil

penelitian

yang

dilakukan

sudah

barang

tentu

mempunyai manfaat baik secara praktis maupun teoritis, yaitu :

1. Manfaat Praktis
a. Memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti oleh
penulis serta memberikan solusi bagi permasalahan tersebut.
b. Memberikan

pengetahuan

mengenai

Perseroan Terbatas

beserta kewenangan dan tanggung jawab yang dimilikinya.


c. Memberikan pengetahuan mengenai bentuk tanggung jawab
Direksi dalam tindakan Ultra Vires pada pihak ketiga.
d. Menjadikan pedoman yang komprehensif bagi pihak yang
terkait pendirian, pemilikan, pengelolaan, dan pihak-pihak
yang

berhubungan

dengan

Perseroan

Terbatas

dalam

pemecahan masalah yang mengenai tindakan Ultra Vires


terhadap pihak ketiga.
2. Manfaat Teoritis
Memberikan
menambah

dan

wawasan

dan

pengetahuan

mengembangkan

mengenai

Perseroan

hukumnya

dengan

Terbatas
berbagai

ilmu

dalam
pihak

serta

untuk

hukum

khususnya

berbagai

hubungan

khususnya

mengenai

Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas dalam Tindakan


Ultra Vires.
VIII.

PENINJAUAN/ STUDI PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Mengenai Perseroan Terbatas.


1. Pengertian dan Unsur-unsur Perseroan Terbatas.
Perseroan Terbatas dahulu lebih di kenal dengan istilah Naamloze
Vennootschap atau yang disingkat NV dalam Kitab Undang-undang

Hukum Dagang (KUHD) Pasal 36 sampai dengan Pasal 56. Istilah


Perseroan Terbatas bukan merupakan terjemahan dari istilah NV, namun
istilah Perseroan Terbatas mengandung makna perbedaharaan dalam bahasa
Indonesia.
Dalam KUHD tiak mengatur secara khusus mengenai pengertian
Perseroan Terbatas, akan tetapi dari ketentuan-ketentuan Pasal 36, 40, 42,
dan 45 KUHD, akan didapat pengertian dari Perseroan Terbatas. Dalam
Pasal-Pasal tersebut mengandung unsur-unsur yang dapat membentuk
badan usaha menjadi Perseroan Terbatas, yaitu 3:
a. Adanya kekayaan yang terpisah dari kekayaan pribadi masing-masing
Persero (pemegang saham), dengan tujuan untuk membentuk sejumlah
dana sebagai jaminan bagi semua perikatan Perseroan.
b. Adanya Persero yang tanggung jawabnya terbatas pada jumlah
nominal saham yang dimilikinya. Sedangkan mereka semua dalam
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) merupakan kekuasaan
tertinggi dalam organisasi Perseroan, yang berwenang mengangkat
dan memberhentikan Direksi dan Komisaris, berhak menetapkan
garis-garis besar kebijaksanaan menjalankan perusahaan, menetapkan
hal-hal yang belum ditetapkan dalam anggaran dasar, dan lain-lain.
c. Adanya pengurus (Direksi) dan Komisaris yang merupakan satu
kesatuan pengurusan dan pengawasan terhadap Perseroan dan
3 C.S.T. Kansil, Christine S.T. Kansil, 2009, Seluk Beluk Perseroan Terbatas Menurut
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007, Rineka Cipta, Jakarta, h. 2

tanggung jawabnya terbatas pada tugasnya, yang harus sesuai dengan


Anggaran Dasar atau Keputusan RUPS.
Dalam UU No.40 Tahun 2007 Pasal 1 ayat (1), pengertian Perseroan
Terbatas adalah :
Badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya
Dari batasan yang diberikan tersebut di atas ada 5 (lima) hal pokok yang
dapat kita kemukakan disini : 4
1. Perseroan terbatas merupakan suatu badan hukum
2. Didirikan berdasarkan perjanjian
3. Menjalankan usaha tertentu
4. Memiliki modal yang terbagi dalam saham saham.
5. Memenuhi persyaratan Undang-undang.
Dari pengertian menurut UU PT ditegaskan bahwa Perseroan Terbatas
adalah persekutuan modal yang berarti perseroan terbatas tidak
didirikan atas pribadi pendiriannya, tetapi atas dasar modal yang
terbentuk.
2. Landasan Hukum Perseroan Terbatas.
Perseroan Terbatas (PT) yang dulu bernama Naamloze Vennootschap
(Company Limited by Shares) dalam KUHD diatur dalam buku pertama,
titel ketiga, bagian ketiga, yang berjudul tentang Perseroan Terbatas,
4Ahmad Yani & Gunawan Widjaya, seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, (Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 2000),hal.7

diatur dalam Pasal 36-56, jadi hanya 26 Pasal saja sehingga benar-benar
sangat singkat sekali. Bertitik tolak dari singkatnya ketentuan yang
mengatur Perseroan dalam KUHD dikarenakan; Hukum Perseroan yang
diatur dalam KUHD, merupakan ketentuan Perdata khusus yang
mengatur hukum perikatan atau perjanjian antara pihakpihak yang timbul
khusus dari bidang perusahaan Perseroan Terbatas. Sedangkan hukum
perikatan yang diatur dalam buku ketiga KUH Perdata, merupakan aturan
hubungan hukum antara perorangan yang satu dengan yang lain dalam
segala bidang usaha sesuai dengan kehendak dan kebutuhannya sendiri.
Pada tahun 1995 pemerintah mengeluarkan UU Nomor 1 Tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas sebagai pengganti ketentuan Perseroan yang
diatur dalam KUHD. UU No. 1 Tahun 1995, tidak lagi ditempatkan
sebagai bagian dalam KUHD maupun KUH Perdata, akan tetapi dia
merupakan Undang-Undang yang terpisah dan berdiri sendiri di luar
KUHD maupun KUH Perdata.59
Kemudian pada tanggal 16 Agustus 2007, UU No. 1 Tahun 1995
diganti dengan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Hal
ini sesuai dengan ketentuan Pasal 160 UU No. 40 Tahun 2007 yang
berbunyi : Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3587), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
3. Pendirian Perseroan Terbatas.

Syarat syarat sahnya pendirian suatu perseroan terbatas di Indonesia


yang diatur dalam Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan terbatas, yaitu:
1. Akta Pendirian.
Menurut UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
prosedur pendirian PT juga tidak banyak berubah dengan prosedur
pendirian PT yang ditentukan oleh UU No. 1 Tahun 1995. Prosedur
pendirian PT di dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang PT diatur di
dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 14.
Menurut Pasal 7 ayat ( 1 ) UU No. 40 Tahun 2007 tentang PT,
dikatakan bahwa, Perseroan didirikan minimal oleh 2 ( dua ) orang
atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia.
Akan tetapi, menurut Pasal 7 ayat ( 7 ) UU No. 40 Tahun 2007,
ketentuan pemegang saham minimal 2 (dua) orang atau lebih tidak
berlaku bagi :
a.Perseroan yang sahamnya dimiliki oleh negara.
b.Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan
penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga
lain sebagaimana diatur dalam Undang Undang tentang Pasar
Modal.
2. Pengesahan Oleh Menteri.
Dimaksud dengan Menteri adalah menteri yang tugas dan
tanggung jawabnya di bidang hukum dan hak asasi manusia. Dalam
mendirikan perseroan terbatas tidak cukup dengan cara membuat akta
pendirian yang dilakukan dengan akta otentik. Akan tetapi harus
diajukan pengesahan kepada Menteri, guna memperoleh status badan

hukum. Pengajuan pengesahan dapat dilakukan oleh Direksi atau


kuasanya. Jika dikuasakan hanya boleh kepada seorang Notaris
dengan hak substitusie.
Agar Perseroan diakui secara resmi sebagai badan hukum, akta
pendirian dalam bentuk akta notaris tersebut harus diajukan oleh para
pendiri secara bersama sama melalui sebuah permohonan untuk
memperoleh Keputusan Menteri ( Menteri Hukum dan HAM )
mengenai pengesahan badan hukum Perseroan.
3. Pendaftaran.
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1995 tentang PT yang
melakukan pendaftaran setelah diperoleh pengesahan dibebankan
kepada Direksi Perseroan maka di dalam UU No. 40 Tahun 2007
tentang PT ini maka yang menyelenggarakan daftar perseroan setelah
diperoleh pengesahan adalah Menteri yang memberikan pengesahan
badan hukum dan memasukkan data perseroan secara langsung.
Daftar perseroan memuat data tentang Perseroan yang
meliputi:
a. Nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta
kegiatan usaha, jangka waktu pendirian, dan permodalan.
b. Alamat lengkap Perseroan.
c. Nomor dan tanggal akta pendirian dan Keputusan Menteri
mengenai pengesahan badan hukum Perseroan.
d. Nomor dan tanggal akta perubahan anggaran dasar dan
persetujuan Menteri.
e. Nomor dan tanggal akta perubahan anggaran dasar dan
tanggal penerimaan pemberitahuan oleh Menteri.
f. Nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta
pendirian dan akta perubahan anggaran dasar.

g. Nama lengkap dan alamat pemegang saham, anggota


Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perseroan.
h. Nomor dan tanggal akta pembubaran atau nomor dan
tanggal

penetapan

pengadilan

tentang

pembubaran

Perseroan yang telah diberitahukan kepada Menteri.


i. Berakhirnya status badan hukum Perseroan.
j. Neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang
bersangkutan bagi Perseroan yang wajib diaudit.
4. Organ-organ Perseroan Terbatas.
Di dalam UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas diatur
secara rinci mengenai organ perusahaan. Organ Perseroan Terbatas terdiri
dari 3 (tiga) yaitu:
1. RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham).
RUPS adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak
diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang
ditentukan dalam UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan terbatas
dan/atau anggaran dasar.
2. Direksi.
Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab
penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai
dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di
dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran
dasar.
3. Dewan Komisaris
Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan
pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran
dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.
B. Tinjauan Umum Ultra Vires.
A. Sejarah dan Perkembangan Ultra Vires

Sejarah doktrin ultra vires terdapat pandangan pada pokoknya yaitu


pada awal diakuinya suatu badan hukum sebagi badan dengan hak,
kewajiban dan tanggungjawab yang terpisah serta memiliki kekayaan yang
terpisah pula dengan pribadi dilandasi oleh berbagai dasar dan filosofi
hukum. Akan tetapi, eksistensi badan hukum dari perseroan terbatas diakui
dengan sangat mengkhawatirkan oleh hukum salah satu cara menjaga agar
perseroan tidak menyimpang dari misinya semula, sehingga selalu dapat
diawasi adalah dengan membatasi dan mengawasi secara ketat kewenangankewenangan

dalam

melaksanakan

kegiatan

suatu

perseroan

tidak

diperkenankan ke luar dari kewenangan yang sudah ditetapkan dari latar


belakang filosofi seperti inilah kemudian mencul dan berkembang, doktrn
hukum yang disebut dengan ultra vires itu.5
Pandangan di atas mengandung makna bahwa pemberian kewenangan
atau kompetensi terhadap perseroan sebagai badan hukum tidaklah bersifat
tunggal dalam pengertian yang iberikan itu tidk hanya kewenangan sematamata, melainkan pula diikuti dengan pembatasan-pembatasan terhadap
kewenangan itu sendiri.
Sistem hukum dalam hal ini common law dalam upaya mengatur akibatakibat hukum ultra vires tersebut ternyata menunjukan sifat yang dinamis.
Kedinamisan ini pada akhirnya memperlihatkan perkembangan yang
signifikan mengenai cara pandang hukum alam menyelesaikan akibat-akibat
tidkan ultra vires.
5 Munir Fuady, 2002, Doktrin-doktrin Modern Dalam Coorporate Law dan Eksistensinya
Dalam Hukum Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bangdung, hal.114-115.

Doktrin ultra vires yang mengalami perkembangan atau yang disebut


dengan Konsep Tradisional Doktrin Ultra Vires pada pokokna menganggap
batal demi hukum teradap tindakan persroan yang ultra vires6. Ada pun
alasannya adalah karena perseroan tidak memiliki kewenangan ntuk
melakukan tindakan tersebut baik menurut anggaran dasar maupun menurut
hukum yang berlaku. Mengingat konsekuensinya adalah batal demi hukum,
maka tindakan ultra vires itu sama sekali tidak dapat diratifikasi oleh
pemegang saham. Dalam kondisi seperti itu, maka Direksilah yang tetap
dibebani tanggngjawab atas kerugian-kerugian yang timbul.
B. Pengertian Ultra Vires.
Istilah ultra vires secara etimologis brasal dari bahasa Latin. Secara
harfiah Ultra berarti sesuatu yang sangat besar dan melampaui ukuran yang
semestinya, dan vires berarti tindakan. Dengan demikian ultra vires dapat
diartikan sebagai tindakan yang melampaui ukuran yang telah ditetapkan.
Dalam hubungan ini perlu ditegaskan bahwa yang telah diuraikan tadi
merupakan pengertian ultra vires pada umumnya. Ultra vires ternyata juga
dikenal baik dalam Hukum Tata Negara maupun Hukum Administrasi
Negara.7
Pengertian ultra vires

yang luas berlaku apabila terdapat

penyalahgunaan wewenang. Dalam Hukum Perseroan baik yang menganut

6 Ibid, hal.125.
7 Ibid, hal.110

pada sitem common law maupun yang menganut sistem civil law,
wewenang atau kompetensi juga dikenal dan diterapkan. Namun demikian
menemukan uraian pegertian ulra vires dalam perangkat sistem civil law
termasuk dalam UU PT sangatlah sulit bahkan tidak ada sama sekali. Oleh
karena itu uraian mengenai pengertian ultra vires lebih mengacu pada
sumber-sumber yang mengacu pada sistem common law8.
Di lihat dari prespektif Hukum Perseroan pada pokoknya terdapat
beberapa pengertian dan penjelasan yang di berikan tentang ultra vires
adalah sebagi berikut ini :
1. Ultra vires mengambarkan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh suatu
korporasi dimana tindakan-tindakan tersebut bersifat melampaui ruang
lingkup kewenangan yang telah ditetapkan dalam anggaran dasarnya
atau dalam suatu ketentuan anggaran rumah tangganya.9
2. Munir Fuady mengutip Stephen H. Grifis mengemukakan terminologi
ultra vires dipakai khususnya terhadap tindakan perseroan yang
melebihi kekuasaannya sebagimana diberikan oleh anggaran dasarnya
atau oleh peraturan yang melandasi pembentukan perseroan tersebut.10
Pengetian-pengertian diatas pada dasaranya memiliki makna, bahwa
perseroan sebagai badan hukum memiliki kompetensi untuk bertindak.
Dikarenakan perseroan tidak dapat melakukan tindakan sendiri maka
dibutuhkan Direksi sebagai wakil perseroan yang mewujudkan tindakantindakan tersebut. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh perseroan
melalui Direksi harus memperoleh persetujuan atau termasuk dalam ruang
8 Frans Satrio Wicaksono, 2009, Tanggung Jawab Pemegang Saham,
Direksi, dan Komisais Perseroan Terbatas, Jakarta: Visimedia. Hal.127.
9 Wikipedia, the free encyclopedia, http://en.wikipedia.org Hal. 2,
05/11/2015 3.13 WIB
10 Munir Fuady, Op.cit, Hal.147.

lingkup

tindakan-tindakan

yang

diatur

dalam

ketentuan-ketentuan

mengenai tujuan persero. Apabila tidak sesuai atau tidak tercantum dalam
ketentuan-ketentuan tersebut maka terjadilah ultra vires atu tindakantindakan yang melampaui kewenangan.
C. Perlindungan Hukum Terhadap Pihak-pihak Akibat Tindakan Ultra Vires.
Pasal 2 UU PT bahwa: Perseoran harus mempunyai maksud dan
tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang undangan, ketertiban umum, dan atau kesusilaan.
Berdasarkan aturan tersebut PT harus memiliki maksud dan tujuan serta
kegiatan usaha yang jelas yang dicantumkan dalam anggaran dasar.
Dicantumkannya tujuan perseroan di dalam anggaran dasar terutama adalah
untuk melindungi investor atau para pemegang saham. Sehubungan dengan
adanya tindakan ultra vires yang berdampak merugikan pihak ketiga yang
mengadakan perjanjian dengan perseroan, maka sudah semestinya terdapat
pula perlindungan hukum terhadap pihak ketiga. Biarpun perjanjian pihak
ketiga dengan perseroan yang bersifat ultra vires itu batal dan tidak dapat
diratifikasi, hal ini tidaklah merupakan dasar untuk mengabaikan
perlindungan hukum terhadap pihak ketiga yang pada hakekatnya telah
memberikan kontribusi yang cukup banyak bagi kelangsungan usaha
perseroan. Dalam hubungan ini terdapat beberapa dasar yang dapat
dipergunakan sebagai alasan untuk memberikan perlindungan terhadap
pihak ketiga. Dasar-dasar tersebut adalah :
a. Asas Itikad baik

Dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata : Persetujuan-persetujuan


harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Itikad baik dapat dibedakan dalam

pengertian

subjektif

dan

objektif.Itikad baik dalam segi subjektif, berarti kejujuran.Hal ini


berhubungan erat dengan sikap batin seseorang pada saat membuat
perjanjian.Artinya sikap batin seseorang pada saat dimulainya suatu
perjanjian itu seharusnya dapat membayangkan telah dipenuhinya
syarat-syarat yang diperlukan. Itikad baik dalam segi objektif, berarti
kepatuhan, yang berhubungan dengan pelaksanaan perjanjian atau
pemenuhan prestasi dan cara melaksanakan hak dan kewajiban haruslah
mengindahkan norma-norma kepatuhan dan kesusilaan.
Dari pengertian di atas dapat dilihat bahwa asas itikad baik relevan
dengan perlindungan pihak ketiga yang mengadakan perjanjian dengan
perseroan yang ultra vires. Dalam hubungan ini, pihak ketiga dapat
dipandang sebagai korban yang harus di berikan perlindungan hukum
karena pihak perseroan tidak beritikad baik.
b. Asas Pacta Sun Servanda
Dalam Pasal 1338 KUHPerdata, bahwa Sepanjang perjanjian itu tidak
bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum
tercemin, maka perjanjian itu berlku seperti undang-undang atau
mengikat para pihak sehingga karea itu harus ditaati para pihaknya.
Asas ini mengandung pengertan, perjanjian harus ditaati oleh para pihak
yang melakukan perjanjian. Uraian ini di tambahkan dengan kewajiban
melaksanakan berdasarkan itikad baik, meskipun demikian suatu
perjanjian dinyatakan tidak sesuai dengan undang-undang dan ultra

vires, maka tidaklah dengan serta merta dapat mengabaikan asas Pacta
Sun Servanda. Pelaksanaan asas ini harus tetap memperoleh
perlindungan hukum minimal sebatas menyangkut hak-hak pokoknya
seperti pemberian kompensasi atau modal biaya-biaya yang teah
dikeluarkan
c. Doktrin Ultra Vires Modern.
Salah satu perkembangan dari doktrin ultra vires yang cukup
monumental adalah perlindungan pihak ketiga (pihak luar perseroan)
yang bertransaksi dengan pihak perseroan, bahkan tergolong ultra vires
dianggap sah untuk kepentingan pihak lawan transaksi (pihak ketiga)
asalkan memenuhi syarat-syarat seperti pihak ketiga tersebut beritikad
baik dan pihak ketiga tidak menyadari adanya unsur ultra vires
tersebut.11
Perkembangan di atas pada dasarnya bertolak belakang dengan
substansi doktrin ultra vires yang bersifat tradisional, dimana suatu
tindakan ultra vires, berakibat batal demi hukum. Berdasrkan
perkembangan yang bersifat sngat progresig itu, perlindungan hukum
terhadap pihak ketiga menjadi semakin kokoh.
D. Pihak-pihak yang dapat dirugikan dari tindakan Ultra Vires.
Perseroan Terbatas dalam kaitannya dengan pendirian, pelaksana
kegiatan-kegiatan usaha sampai dengan berakhirnya jangka waktu
berdirinya itu terdapat berbagai perjanjian yang dilakukan dengan beberapa
pihak. Keterlibatan banyak pihak tersebut sebenarnya mencerminkan
banyaknya pula pihak-pihak yang berkompeten terhadap Perseroan Terbatas
11 Munir Fuady, Op.cit, Hal.127.

dan hal ini secara tidak langsung menyiratkan pihak-pihak yang


berkepentingan agar tindakan yang merupakan ultra vires dilarang dengan
tegas.
Munir Fuady mengemukakan, pihak-pihak tersebut yang disebut juga
dengan constituensies pada pokoknya adalah sebagi berikut12:
A. Pihak Pemegang Saham
Pemegang saham sebenarnya merupakan sesuatu yang sangat
sentral dalam Perseron Terbatas, sehingga perlu diketahui deskripsinya
meskipun secara umum, akan tetapi hal ini UU PT tidak mengatur
mengenai pengertian tentang pemegang saham tersebut. UU PT hanya
menentukan pengertian Rapat Umum Pemegang Saham sebagai Organ
Perseroan.
Keuntungan-keuntungan menjadi pemegang saham meliputi
penerima deviden yang ditentukan oleh Direksi, hak bersuara dalam
RUPS bagi pemegang saham yang memenuhi persyaratan anggaran
dasar, dapat melakukan tindakan derivatif berupa gugatan apabila
perseroan tidak dijalankan dengan baik oleh Direksi, dan turut
memperoleh bagian dari sisa hasil likuidasi (apabila ada). Jika dilihat
dari fungsi pendanaan para pemegang saham itu merupakan investor
atau pemilik modal perseroan yang dibuktikan dengan kepemilikan
saham sebagai pemilik perseroan yang bertanggung jawab terhadap

12 Munir Fuady, Op.cit, Hal.112.

kewajiban-kewajiban terbatas pada jumlah nominal saham yang


dimilikinya.
Para pemegang saham memiliki motivasi modal yang telah
diinvestasi dalam saham dapat mendatangkan hasil berupa deviden dan
maksud tujuan serta kegiatan usaha perseroan dapat dilaksanakan
dengan baik oleh Direksi. Sehubung dengan inilah maka para pemegang
saham sangat berkepentingan agar tedapat pembatasan atau pedoman
terhadap kewenangan Direksi supaya tidak terjadi ultra vires.
B. Pihak Kreditur
Setiap perseroan dalam menjalankan suatu kegiatan bisnis
membutuhkan sejumlah uang yang seringkali tidak dapat dipenuhi
melalui penumpukan dana dengan jalan mengeluarkan saham. Adanya
hambatan tersebut menyebabkan perseroan berpaling pada sumber
lainnya berupa uang pinjaman. Dalam hal ini membiayai kegiatankegiatannya dengan jalan membuat perjanjian hutang.
Dari uraian diatas yang menjelaskan latar belakang danya kreditur
perseroan yang merupakan penanam modal atau investor yang
meminjamkan uangnya kepada perseroan dengan perjanjian
memperoleh pembayaran bunga dan utang pokok. Pihak kreditur yang
telah memberikan pinajman kepada perseroan juga berkepentingan agar
IX.

perseroan tidak melakukan tindakan ultra vires.


METODE
A. Metode Pendekatan

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah


Yuridis Normatif. Penelitian Yuridis Normatif adalah penelitian hukum yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka seperti
undang-undang, hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum 13. Dalam
penelitian ini digunakan juga bahan-bahan hukum yang diperoleh dari media
internet yang berkembang dengan pesat pada era globalisasi ini seperti definisidefinisi hukum. Oleh sebab itu, metode pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan terhadap Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007
Tentang Perseroan Terbatas.
B. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian dalam penulisan hukum ini adalah dekriptif-analitis,
yaitu menggambarkan peraturan perundangan yang berlaku dikaitkan dengan
teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif 14 yang menyangkut
permasalahan dalam penelitian ini. Spesifikasi penelitian ini digunakan untuk
menganalisa bentuk pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas (PT) dalam
tindakan Ultra Vires. Data sekunder yang menjadi obyek penelitian dianalisa
menggunakan data primer apakah peraturan perundang-undangan tersebut sudah
memuat aturan-aturan yang mengatur pertanggungjawaban Direksi dalam
tindakan Ultra Vires.
13 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hal.23.
14 Ronny Hanitijio Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,
(Jakarta: Ghalia Indonesia, 1995), halaman 12.

C. Metode Pengumpulan Data


Penelitian hukum normatif merupakan penelitian kepustakaan, yaitu
penelitian terhadap data sekunder, sehingga data yang digunakan di dalam
penelitian ini merupakan jenis data sekunder yang proses pengumpulannya
melalui penelitian kepustakaan. Didalam penelitian hukum, data sekunder
mencakup : 15
1. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat. Dalam
hal ini yang digunakan oleh Penulis yaitu :
a. Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
b. Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
c. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
d. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan.
e. Asas-asas Hukum.
2. Bahan Hukum Sekunder
Bahan Hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer. Peneliti menggunakan sumber-sumber data berikut:
a. Buku-buku/literature.
b. Pendapat pakar dari buku dan majalah
c. Hasil-hasil Penelitian
d. Hasil karya ilmiah
15 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, op.cit hal. 13.

e. Artikel dari internet


f. Internet
3. Bahan Hukum Tersier.
Bahan hukum tersier merupakan bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan
hukum tersier yang digunakan adalah:
a. Kamus
b. Ensiklopedia dan sejenisnya.
D. Metode Analisis Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian hukum normatif (legal
research) adalah data sekunder saja, yaitu studi dokumen berupa peraturan
perundang-undangan, keputusan pengadilan, teori hukum, dan pendapat
sarjana hukum.16 Metode analisis data menggunakan metode analisis
kualitatif dimana data dijelaskan secara deskriptif analisis. Analisis kualitatif
artinya menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur,
runtun, logis, tidak tumpang tindih, dan efektif sehingga memudahkan
interpretasi data dan pemahaman hasil analisis.
X.

SISTEMATIKA PENULISAN

16Riyanto Adi. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum. (Jakarta: Granit,


2004)

Sistematika pembahasan yang dilakukan oleh penulis dalam penulisan hukum


ini adalah terdiri dari beberapa bab, yang masing-masing babnya saling
berhubungan satu sama lain. Berikut ini adalah pembagian bab-bab pembahasan :
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
b. Permasalahan
c. Tujuan dan Manfaat
d. Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Mengenai Perseroan Terbatas
1.
2.
3.
4.

Pengertian dan Unsur-unsur Perseroan Terbatas.


Landasan Hukum Perseroan Terbatas.
Pendirian Perseroan Terbatas.
Organ-organ Perseroan Terbatas
C. Tinjauan Umum Mengenai Ultra Vires.
1. Sejarah dan Perkembangan Ultra Vires.
2. Pengertian Ultra Vires.
3. Perlindungan Hukum Terhadap Pihak-pihak Akibat Tindakan Ultra
Vires.
4. Pihak-pihak yang Dapat Dirugikan Dari Tindakan Ultra Vires.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
a. Metode Pendekatan
b. Spesifikasi Penelitian
c. Metode Penentuan Sampel
d. Metode Pengumpulan Data
e. Metode Analisis Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Setelah proses pengumpulan data selesai maka selanjutnya di
identifikasikan dan digolongkan secara sistematis sesuai permasalahan yang
diteliti. Langkah berikutnya adalah melakukan analisis data untuk mencapai
kejelasan masalah yang akan dibahas.
Analisi data merupakan langkah terakhir dalam suatu kegiatan
penelitian. Yang dimaksud dengan analisis data yaitu proses pengumpulan
data yang di dasarkan atas segala data yang sudah diolah dan diproleh dari
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, yang juga didukung data-data
yang diambil dari berbagai sumber.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
a. Simpulan
b. Saran

Pelaksana

Adhisti Kinanti
11010112130550

Dosen Pembimbing I

Hendro Saptono. S.H., M.Hum.


195910051986031001

Dosen Pembimbing II

SitiMahmudah,S.H.,M.H.
196209241989022001

Anda mungkin juga menyukai