Anda di halaman 1dari 35

HUKUM PAJAK

PERAN NOTARIS DALAM PEMUNGUTAN PAJAK


ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN TERHADAP
TRANSAKSI JUAL BELI PROPERTY

Dosen : Dr. Berna Sudjana Ermaya, SH. MH.

Di susun oleh :

ANDI MAPPAITA
( 2017010461234 )

MAGISTER KENOTARIATAN
UNIVERSITAS JAYABAYA
JAKARTA
2019
TUGAS HUKUM PAJAK

1. Teori Pemungutan Pajak


2. Uraikan ppembagian pajak di indonesia
3. Apa yang di maksud pengampunan pajak (TAX AMNESTY)
Jawab
1. Teori Pemungutan Pajak
a. Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya.
Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai
suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.
b. Teori kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan
(misalnya perlindungan) masing-masing orang . Semakin besar
kepentingan seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang harus
dibayar.
c. Teori daya pikul
Beban pikul untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus
dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untutk mengukur
daya pikul dapat digunakan dua pendekatan yaitu:
1) Unsur Objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan
yang dimiliki seseorang.
2) Unsur subjektif dengan memperhhatikan besarnya kebutuhan materil
yang harus dipenuhi.
d. Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan
negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti rakyat selalu menyadari
bahwa membayar pajak adalah suatu kewajiban.

ii
e. Teori asas daya beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya
menarik pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat
untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkannya
kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan
masyarakat.

2. Pembagian pajak dapat dilihat berdasarkan golongan, sifat dan


pemungutannya. Berdasarkan Golongan seperti Pajak Langsung dan Pajak tak
Langsung, berdasarkan Wewenang seperti Pajak Pusat dan Pajak daerah, dan
berdasarkan Sifat seperti Pajak Subjektif dan Pajak Objektif. Berikut
uraiannya :
Berdasarkan golongan :
a. Pajak Langsung :
Pajak yang bebannya harus ditanggun sendiri oleh Wajib Pajak yang
bersangkutan dan tidak boleh dialihkan kepada orang lain. Contoh : Pajak
Penghasilan.
b. Pajak Tidak Langsung :
Pajak yang bebannya dapat dialihkan kepada pihak lain. Contoh : Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Berdasarkan Wewenang :
a. Pajak Pusat / Pajak Negara :
Pajak yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat yang
pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan melalui Direktorat
Jenderal Pajak. Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea
Meterai, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
b. Pajak Daerah :
Pajak yang wewenang pemungutannya ada pada Pemerintah Daerah yang
pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah. Pajak Daerah

iii
Tingkat I: Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan diatas Air, Bea Balik
Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan diatas Air, Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor dan Kendaraan diatas Air, Pajak Pengambilan dan
Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. Pajak Daerah Tingkat
II : Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak
Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian
Golongan C, Pajak Parkir.
Berdasarkan Sifat :
a. Pajak Subjektif :
Pajak yang memperhatikan keadaan Wajib Pajak. Dalam menentukan
pajaknya, harus ada alasan objektif yang berhubungan erat dengan
keadaan materialnya. Contoh : Pajak Penghasilan Orang Pribadi.
b. Pajak Objektif :
Pajak yang pada awalnya memerhatikan objek yang menyebabkan
timbulnya kewajiban membayar, kemudian baru dicari subjeknya.

3. Pengampunan pajak atau amnesti pajak (bahasa Inggris: tax amnesty)


adalah sebuah kesempatan berbatas waktu bagi kelompok wajib pajak tertentu
untuk membayar pajak dengan jumlah tertentu sebagai pengampunan atas
kewajiban membayar pajak (termasuk dihapuskannya bunga dan denda) yang
berkaitan dengan masa pajak sebelumnya tanpa takut penuntutan pidana.
Program ini berakhir ketika otoritas pajak memulai investigasi pajak dari
periode-periode sebelumnya. Dalam beberapa kasus, undang-undang yang
melegalkan pengampunan pajak memberikan hukuman yang lebih berat bagi
pengampun pajak yang terlambat menjalankan kewajibannya. Pengampunan
pajak bermanfaat sebagai salah satu sumber kas negara dari penerimaan pajak.
Pemerintah Indonesia menerapkan amnesti pajak berdasarkan Undang-undang
Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Amnesti pajak adalah
program pengampunan yang diberikan oleh Pemerintah kepada Wajib Pajak
meliputi penghapusan pajak yang seharusnya terutang, penghapusan sanksi

iv
administrasi perpajakan, serta penghapusan sanksi pidana di bidang
perpajakan atas harta yang diperoleh pada tahun 2015 dan sebelumnya yang
belum dilaporkan dalam SPT, dengan cara melunasi seluruh tunggakan pajak
yang dimiliki dan membayar uang tebusan.berlaku sejak disahkannya Undang-
undang nomor 11 tahun 2016 yaitu 1 Juni 2016 hingga 31 Maret 2017.

v
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas telah
selesainya makalah mata kuliah Perpajakan I yang berjudul “Pajak Penjualan dan
Kepemilikan Properti”
Maksud dan tujuan saya membuat karya tulis ini adalah untuk memenuhi
kewajiban yang diberian oleh dosen dalam mata kuliah Hukum Perpajakan . Tak
lupa saya ucapkan terimakasih kepada Dr. Berna Sudjana Ermaya, SH. MH. yang
telah membimbing kami dan juga kepada Tax Center Universitas Pembangunan
Jaya yang sudah menyediakan sumber informasi dalam mengerjakan makalah ini.
Selain untuk mendapatkan nilai, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
pengetahuan dan wawasan saya dalam hal perpajakan terlebih menganai “Pajak
Penjualan dan Kepemilikan Properti” Secara garis besar isi makalah ini adalah
mengenai pentingnya Pajak terlebih mengatahui apa peran pajak dalam usaha
properti, guna pemerintah menetapkan pajak dalam usaha properti, serta
memberikan pengetahuan bagaimana pajak dalam usaha properti itu ditetapkan.
Saya juga berharap penilai dan pembaca dapat memaafkan saya jika
terdapat kesalahan dalam penulisan atau penyampaian makalah ini. Saya juga
mengharapkan adanya kritik dan saran yang dapat membangun atas kelemahan
dan kekurangan dalam makalah ini demi perbaikan selanjutnya, Sekian dan
terimakasih.

Jakarta , February 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................. 2
C. Tujuan ..................................................................................... 2
D. Manfaat ................................................................................... 2
E. Metode Penelitian ................................................................... 2
BAB II TINJAUAN UMUM PERAN NOTARIS DALAM
PEMUNGUTAN PAJAK ATAS TANAH DAN ATAU
BANGUNAN
A. Tentang Notaris dan Kewenangannya .................................... 4
B. Peran dan pelaksanaan Notaris dalam pemungutan pajak ..... 5
1. Peran Notaris ................................................................... 5
2. Pelaksanaan notaris .......................................................... 5
3. Pengertian Pajak ............................................................... 5
4. Wajib Pajak ...................................................................... 6
5. Manfaat Pajak ................................................................... 6
6. Ketentuan Perpajakan ....................................................... 7
BAB III PEMBAHASAN
A. Pengertian Pajak Properti ..................................................... 9
B. Contoh Penghitungan pengenaan pajak Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) .................................................................... 14
C. Pajak Atas Broker Properti ..................................................... 18
D. Dasar Hukum Pajak Atas Penjualan dan Kepemilikan
Properti ................................................................................... 20
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................ 25
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 27

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara Berkembang yang mempunyai banyak
sumber daya alam yang melimpah. Dengan total jumlah penduduk yang
mencapai 260 juta menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah
penduduk terpadat nomor 4 didunia. Dengan jumlah penduduk yang banyak
membuat angka konsumsi di Indonesia makin meningkat dan tentunya
membuat Indonesia memiliki kebutuhan yang banyak akan tempat tinggal..
Hal ini tentunya dilihat oleh berbagai pengusaha untuk membuat bisnis
properti dan membuat mereka memutuskan untuk berbisbis dalam bidang
properti di Indonesia.
Dengan banyaknya usaha properti di Indonesia, maka makin mudah
juga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia akan kebutuhan
tempat tinggal. Dari sudut pandang lain, banyaknya usaha properti yang
beroperasi di Indonesia dapat memberikan pemasukan pajak yang cukup
besar. Hal ini sangat penting bagi Indonsia memngingat pemasukan dana
paling besar berasal dari Pajak. Seperti yang kita ketahui, pajak sangat
berguna untuk pembangunan bangsa. Pembangunan yang merata adalah cita-
cita utama yang harus dicapai.
Berbagai bisnis properti didirikan di Indonesia. dengan tujuan
memberikan penawaran yang baik untuk masyarakat Indonesia dan tentunya
unutk mencari laba di Indonesia karena mengingat akan kebutuhan properti di
Indonesia yang cukup banyak. Tentunya perusahaan dan jenis usaha properti
ini akan dikenakan pajak sesuai dengan usahanya. Hal ini juga bertujuan untuk
meningkatkan pemasukan negara dari sektor pajak. Ada banyak jenis pajak
yang diperhatikan untuk sektor properti ini. Seperti, Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak

1
Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPnBM).
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka dalam penulisan
makalah ini memilih judul “PERAN NOTARIS DALAM PEMUNGUTAN
PAJAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN TERHADAP
TRANSAKSI JUAL BELI PROPERTY”

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah peran Notaris dalam pemungutan pajak atas tanah dan atau
bangunan?
2. Apa saja pajak yang dikenakan atas penjualan properti ?

C. Tujuan
1. untuk mengetahui peran Notaris dalam pemungutan pajak atas tanah dan
atau bangunan.
2. untuk mengetahui bentuk pajak yang dikenakan atas penjualan properti.

D. Manfaat
1. Memberi pemahaman dasar tentang pajak.
2. Pembaca dapat mengetahuiperanan Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan (BPHTB)
3. Pembaca dapat mengetahui pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) atas Properti.
4. Memberikan informasi kepada pembaca mengenai apa saja pajak yang
dikenakan atas penjualan properti.

E. Metode Penelitian
Metode penelitian dalam penulisan ini adalah yuridis empiris yaitu
metode penelitian yang bertujuan mengetahui efektifitas perundang-undangan.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu data
primer berupa hasil wawancara dengan narasumber dan juga data sekunder.

2
Dalam Penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan ada dua
macam yaitu studi dokumen dan wawancara.
Dalam menganalisa data yang didapat dari studi dokumen dan
wawancara tersebut, peneliti menggunakan metode pendekatan kualitatif yang
merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis

3
BAB II
TINJAUAN UMUM PERAN NOTARIS DALAM PEMUNGUTAN PAJAK
ATAS TANAH DAN ATAU BANGUNAN

A. Tentang Notaris dan Kewenangannya


Nama Notariat berasal dari nama pengabdinya yaitu Notarius, yaitu
sebuah nama yang pada jaman romawi diberikan kepada orang-orang yang
menjalankan pekerjaan menulis, mencatat hubungan hukum yang terjadi di
masyarakat yang digunakan untuk alat bukti. Fungsi notarius pada waktu itu
sangat berbeda dengan notaris pada saat ini. Kemudian sebutan Nama tersebut
mengalami perubahan, di abad kedua dan ketiga adanya nama “notarii” yaitu
orang-orang yang memiliki keahlian untuk mempergunakan suatu bentuk
tulisan cepat di dalam menjalankan pekerjaan mereka yang pada saat ini dapat
disebut sebagai stenografen. Notarii ini berasal dari perkataan “nota literaria”
yaitu tanda tulisan atau character yang dipergunakan mereka untuk menulis
dan menggambarkan perkataan-perkataan. Kemudia sebutan “notarii”
diberikan kepada penulis atau sekretaris pribadi dari raja, sedangkan pada
akhir abad kelima, sebutan tersebut diberikan kepada pegawai-pegawai istana
yang melaksanakan pekerjaan-pekerjaan administrasi.
Kewenangan Notaris Dalam Membuat Akta yang Berkaitan dengan Tanah
Sejak diundangkannya UUJN pada tanggal 6 Oktober 2004 sampai
dengan saat ini, implementasi UUJN belum dapat dijalankan secara efektif,
walaupun pemerintah telah berupaya semaksimal mungkin dengan melakukan
sosialisasi undang-undang tersebut hampir keseluruh pelosok tanah air. UUJN
telah memberikan perluasan kembali kewenangan kepada Notaris yang selama
ini dilepaskan dari tangannya, yakni kewenangan yang diatur dalam Pasal 15
ayat 2 huruf f yaitu kewenangan dalam hal membuat akta di bidang
pertanahan.

4
B. Peran dan pelaksanaan Notaris dalam pemungutan pajak
1. Peran Notaris
Peran Notaris dalam pemungutan pajak merupakan yang sangat
besar kepada negara dalam rangka meningkatkan sumber penerimaan
negara yang berasal dari Pajak yang sebenarnya bukan merupakan
kewenangan seorang Notaris sebagaimana diuraikan dalam UUJN. Notaris
sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam bidang perpajakan juga
mempunyai peran yang sangat signifikan karena dari Notaris dapat
diperoleh wajib pajak baru melalui pembuatan NPWP maupun dapat
diperoleh data-data yang akurat mengenai adanya suatu perubahan yang
terjadi terhadap Obyek Pajak melalui akta-akta yang dibuat Notaris.

2. Pelaksanaan notaris
Pelaksanaan pemungutan pajak terhadap wajib pajak terkait dengan
akta yang dibuat oleh Notaris tersebut dilaksanakan dengan mekanisme
yang berbeda-beda. Notaris tidak terlepas dalam keterkaitannya dengan
pemungutan pajak atas tanah dan bangunan yaitu Pajak Penghasilan (PPh)
dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB). Hal ini
karena salah satu kewenangan khusus yang dimiliki oleh Notaris adalah
membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan. Salah satu akta
pertanahan yang dapat dibuat oleh Notaris adalah akta pengalihan hak atas
tanah, namun hanya untuk tanah-tanah yang belum mempunyai status hak
yaitu akta Jual Beli Bangunan Rumah Tinggal Dan Pemindahan Serta
Penyerahan Hak (JBDPH). Sedangkan untuk pengalihan hak atas tanah
yang sudah bersertipikat adalah menjadi kewenangan dari Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT).

3. Pengertian Pajak
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-
Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan

5
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran
rakyat. Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban
kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan
bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan
negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang
perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi
merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam
bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan
nasional.Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai
pencerminan kewajiban kenegaran di bidang perpajakan berada pada
anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut.
Hal tersebut sesuai dengan sistem self assessment yang dianut
dalam Sistem Perpajakan Indonesia. Pemerintah dalam hal ini Direktorat
Jenderal Pajak, sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan
pembinaan/penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan. Dalam melaksanakan
fungsinya tersebut, Direktorat Jenderal Pajak berusaha sebaik mungkin
memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai visi dan misi Direktorat
Jenderal Pajak.

4. Wajib Pajak
Siapa yang digolongkan sebagai Wajib Pajak adalah orang pribadi
atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut
pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

5. Manfaat Pajak
Sebagaimana halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga atau
keluarga, perekonomian negara juga mengenal sumber-sumber penerimaan
dan pos-pos pengeluaran. Pajak merupakan sumber utama penerimaan
negara. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat
dilaksanakan. Penggunaan uang pajak meliputi mulai dari belanja pegawai

6
sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan. Pembangunan
sarana umum seperti jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah
sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan menggunakan uang yang
berasal dari pajak.
Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam rangka
memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga
negara mulai saat dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, menikmati
fasilitas atau pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan
uang yang berasal dari pajak. Pajak juga digunakan untuk mensubsidi
barang-barang yang sangat dibutuhkan masyarakat dan juga membayar
utang negara ke luar negeri. Pajak juga digunakan untuk membantu
UMKM baik dalam hal pembinaan dan modal.
Dengan demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi
suatu negara menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda
pemerintahan dan pembiayaan pembangunan. Disamping fungsi budgeter
(fungsi penerimaan) di atas, pajak juga melaksanakan fungsi redistribusi
pendapatan dari masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi yang
lebih tinggi kepada masyarakat yang kemampuannya lebih rendah. Oleh
karena itu tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya secara baik dan benar merupakan syarat mutlak untuk
tercapainya fungsi redistribusi pendapatan. Sehingga pada akhirnya
kesenjangan ekonomi dan sosial yang ada dalam masyarakat dapat
dikurangi secara maksimal.

6. Ketentuan Perpajakan :
a. UU PPh 7 Tahun 1983 stdtd UU PPh No. 36 Tahun 2008
b. PMK-252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan
Pajak atas PPh sehubungan dengan pekerjaan,jasa dan Kegiatan Orang
Pribadi
c. PMK-162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Besarnya PTKP

7
d. PMK-206/PMK.011/2012 tentang Bagian Penghasilan Sehubungan
Dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta pegawai
tidak tetap lainnya yang tidak dikenakan PPh.
e. KEP-50/PJ./1996 tentang penunjukan WP OP dalam negeri tertentu
sebagai pemotong pajak penghasilan atas penghasilan dari
persewaan tanah dan atau bangunan.
f. PER-31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan,
Penyetoran Dan Pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26
Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi
g. PER-32/PJ/2010 tentang Pengenaan PPh 25 bagi Wajib Pajak Orang
Pribadi Pengusaha Tertentu

8
BAB III
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pajak Properti


Apa sebenarnya yang dimaksud dengan properti? Secara umum
properti dapat didefinisikan dengan segala sesuatu benda yang dapat kita
miliki. Properti sendiri dapat dikelompokkan menjadi empat jenis yaitu real
property, personal property, businesses property dan financial interests.
Menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI) properti didefinisikan sebagai
konsep hukum yang meliputi seluruh kepentingan, hak dan keuntungan dari
suatu kepemilikan. Terhadap pengertian tersebut maka kita dapat
membedakan antara penguasaan fisik atas tanah dan atau bangunan yang
dalam hal ini disebut dengan real estat serta kepemilikan secara hukum atau
penguasaan yuridis yang disebut real property.
Bagi anda yang berkecimpung di dunia bisnis pasti tidak akan lepas
dari masalah perpajakan. Demikian pula dalam setiap melakukan transaksi
jual beli properti tentunya akan mengandung kewajiban pembayaran pajak.
Pajak-pajak tersebut akan dikenakan kepada pembeli maupun penjual properti.
Mengapa penguasaan fisik dan penguasaan secara yuridis atas tanah dan atau
bangunan perlu dipajaki? Hal ini tidak terlepas dari fungsi pajak properti
sebagai salah satu bagian sumber penerimaan negara (fungsi bugeter) yang
digunakan untuk membiayai pembangunan dan fungsi regulasi dimana pajak
properti digunakan sebagai alat untuk mengatur perkembangan pasar propeti.
Seperti kegiatan membeli properti baik yang dilakukan secara
perorangan maupun melalui developer atau pengembang properti, akan
mengandung konsekuensi kewajiban yaitu adanya aspek pajak-pajak yang
akan dikenakan pemerintah kepada Anda. Meskipun demikian biasanya pajak
properti telah dimasukkan ke dalam harga jual jika anda membeli properti
melalui developer/pengembang properti. Besarnya pajak sangat tergantung
jenis, nilai, luas dan lokasi properti yang akan ditransaksikan. Di bawah ini

9
adalah merupakan jenis-jenis pajak properti yang dibebankan baik kepada
pembeli maupun penjual properti yang akan dibahas antara lain:
1. Pajak Penghasilan (PPh)
PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak.
Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal baik
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan
dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka
penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah,
dan lain sebagainya Ketentuan Perpajakan :
a. PMK-252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan
Pajak atas PPh sehubungan dengan pekerjaan,jasa dan Kegiatan Orang
Pribadi
b. PER-31/PJ/2012 dan Lampiran tentang Pedoman Teknis Tata Cara
Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh
Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang
Pribadi
c. PER-32/PJ/2010 tentang Pengenaan PPh 25 bagi Wajib Pajak Orang
Pribadi Pengusaha Tertentu.
d. PMK-206/PMK.011/2012 tentang Bagian Penghasilan Sehubungan
Dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta pegawai
tidak tetap lainnya yang tidak dikenakan PPh.
e. KEP-50/PJ./1996 dan Lampiran tentang penunjukan WP OP dalam
negeri tertentu sebagai pemotong pajak penghasilan atas penghasilan
dari persewaan tanah dan atau bangunan.
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena
Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean (dalam wilayah

10
Indonesia). Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang
mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN.
Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa
Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN.
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Selain dikenakan PPN, atas pengkonsumsian Barang KenaPajak
tertentu yang tergolong mewah, juga dikenakan PPnBM
a. Bea Meterai
Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas pemanfaatan dokumen,
seperti surat perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat
berharga, dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal diatas
jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.
1) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau
pemanfaatan tanah dan atau bangunan. PBB merupakan Pajak
Pusat namun demikian hampir seluruh realisasi penerimaan PBB
diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun
Kabupaten/Kota.
2) PBB (Pajak Bumi dan Bangunan).
PBB merupakan pajak kebendaan yang melekat pada objeknya
yang dipungut setiap tahun dan dikenakan kepada semua wajib
pajak (pemilik properti). Pada awalnya pajak ini merupakan pajak
yang proses administrasinya dilakukan oleh pemerintah pusat
namun demikian seluruh penerimaannya dibagikan ke daerah
dengan proporsi tertentu. Dalam perkembangan selanjutnya dengan
diberlakukannya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD maka
mulai tahun 2014 seluruh proses pengelolaan pajak ini akan
dilakukan oleh pemerintah daerah.

11
3) BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan).
Bea ini dikenakan terhadap semua transaksi properti, baik properti
baru maupun lama yang dibeli dari developer atau perorangan.
Pajak ini pun status pada awalnya sama dengan PBB yaitu
merupakan pajak yang proses administrasinya dilakukan oleh
pemerintah pusat namun demikian seluruh penerimaannya
dibagikan ke daerah dengan proporsi tertentu, sedangkan dengan
diberlakukannya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD maka
mulai tahun 2011 seluruh proses pengelolaan pajak ini akan
dilakukan oleh pemerintah daerah.
4) PPh (Pajak Penghasilan).
Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan kepada penjual perorangan
atau badan. Yang melakukan taktifitas jual/beli Properti. Dan telah
titetapkan dalam Undang-undang.
b. Bea Balik Nama (BBN)
Biaya balik nama dibayarkan oleh pembeli untuk proses balik nama
sertifikat properti dari pihak penjual. Jika Anda membeli properti dari
pihak developer, pajak ini biasanya diurus oleh developer. Akan tetapi,
jika Anda membeli properti secara perorangan, maka biaya balik nama
harus diurus sendiri atau oleh pihak notaris. Besaran BBN berbeda di
tiap daerah, namun rata-rata sekitar 2% dari nilai transaksi.
c. PPN (Pajak Pertambahan Nilai).
Pajak ini hanya dikenakan satu kali pada saat membeli properti baru,
baik dari developer maupun perorangan. Jika membeli properti dari
developer, untuk pembayaran dan pelaporan biasanya dilakukan
melalui developer. Tapi jika membeli dari peroarangan, pembayaran
dilakukan sendiri setelah transaksi. Disamping itu pajak ini juga
dikenakan terhadap pembangunan rumah yang dilakukan secara sendiri
oleh orang pribadi atau badan.

12
d. PPnBM (Pajak Penjualan Barang Mewah)
PPnBM hanya dikenakan untuk properti yang dibeli dari developer dan
memenuhi kriteria sebagai barang mewah. PPnBM tidak berlaku untuk
transaksi antar perorangan. Apabila properti tersebut ditransaksikan
maka pajak nomor 2-3 akan berjalan. Untuk itu anda perlu memahami
skema berikut sebelum melihat detail jenis-jenis pajak tersebut lebih
mendalam. Pembahasan mengenai ke 5 jenis pajak properti tersebut
secara lebih mendetail akan anda temui pada bab-bab setelah ini.
Skema alur pajak transaksi properti di atas menjelaskan bahwa apabila
terjadi transaksi pengalihan tanah, maka bagi pemilik tanah akan
membayar PPh final atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah
dan atau bangunan (Pasal 4 ayat (2)) sebesar 5% dan pembeli baik
perorangan atau developer akan membayar Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 5% pula. Apabila kemudian
pihak developer mengembangkan tanah tersebut menjadi:
1. Kavling siap bangun dan menjualnya ke konsumen A, maka
konsumen A akan membayar BPHTB sebesar 5% dan PPN sebesar
10%,
2. Apartemen/town house dengan kriteria tertentu dan menjualnya ke
konsumen B, maka konsumen B akan membayar BPHTB sebesar
5%, PPN sebesar 10% dan PPnBM 20%,
3. Perumahan dan menjualnya ke konsumen C, maka konsumen C
akan membayar BPHTB sebesar 5%, PPN sebesar 10% dan
PPnBM 20%(bila memenuhi kriteria yang dipersyaratkan).
Apabila kemudian konsumen A membangun bangunan dan masuk
kriteria yang dipersyaratkan di atas kavling yang telah dibelinya dari
developer tersebut secara sendiri maka wajib membayar PPN Kegiatan
Membangun Sendiri sebesar 4%. Apabila kemudian konsumen B
menyewakan apartemen/town house yang telah dibelinya dari
developer ke konsumen D, maka konsumen B wajib membayar PPh

13
final Pasal 4 ayat (2) sebesar 10%. Sedangkan bila B kemudian tidak
menyewakannya tapi menjualknya ke konsumen E maka konsumen E
akan membayar BPHTB sebesar 5% dan konsumen B akan membayar
PPh sebesar 5%.
Namun demikian apabila kemudian pihak developer mengembangkan
tanah tersebut menjadi perumahan dan masuk pada kriteria tertentu
yang dipersyaratkan, serta kemudian menjualnya pada konsumen C,
maka konsumen C akan membayar BPHTB sebesar 5%, PPN sebesar
10% dan PPnBM 20%.

B. Contoh Penghitungan pengenaan pajak Pajak Bumi dan Bangunan


(PBB)
Setiap pemilik properti wajib membayar Pajak Bumi dan Bangunan
yang dipungut setiap tahun. Ketentuan mengenai PBB ditetapkan berdasarkan
Undang-Undang No. 12 Tahun 1985, di mana batas nilai jual properti kena
pajak minimal sebesar Rp 8 juta.
Besarnya PBB yang harus dibayarkan setiap tahun adalah 0,5% x Nilai
Jual Kena Pajak. Sebelum menghitung dengan rumus tersebut, Anda terlebih
dulu harus mencari tahu beberapa unsur yang digunakan dalam penghitungan
PBB, yaitu:
1. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Tanah atau harga tanah
2. NJOP Bangunan atau harga bangunan
3. NJOP Tanah dan Bangunan (harga keseluruhan)
4. Nilai Jual Objek Tidak Kena Pajak (NJOPTKP), yaitu sesuai
yang ditetapkan regional paling tinggi adalah sebesar Rp
12.000.000
5. Nilai Jual Kena Pajak (NJKP), yaitu 20% (jika harga rumah
kurang dari Rp 1 miliar) atau 40% (jika harga rumah lebih dari Rp
1 miliar) dari NJOP

14
Untuk lebih jelasnya,
Misalnya Anda membeli rumah dua lantai dengan ukuran bangunan
200 m2. Sementara, luas tanahnya adalah 300 m2. Harga tanah di area tempat
rumah Anda berada adalah sekitar Rp 700.000 per meter persegi. Sementara,
nilai bangunan adalah Rp 600.000 per meter persegi.
Berikut adalah cara menghitung PBB yang harus Anda bayarkan setiap
tahunnya:
Harga tanah = Rp 700.000 x 300 m2 = Rp 210.000.000
Harga bangunan = Rp 600.000 x 200 m2 = Rp 120.000.000
Harga keseluruhan = Rp 210.000.000 + Rp 120.000.000
= Rp 330.000.000
NJOP untuk penghitungan PBB = Harga keseluruhan – NJOPTKP =
= Rp 330.000.000 – Rp 12.000.000 = Rp 318.000.000
NJKP = 20% x Rp 318.000.000 = Rp 63.600.000
Sehingga, PBB yang harus dibayarkan setiap tahun adalah:
0,5% x Rp 63.600.000 = Rp 318.000
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro belum lama ini telah
menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor:
78/PMK.03/2016 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Tagihan Pajak Bumi dan
Bangunan.
Dalam peraturan itu disebutkan, PBB yang tidak atau kurang dibayar
akan dikenakan denda administrasi sebesar 2 persen per bulan dari PBB yang
tidak atau kurang dibayarkan. “Surat Tagihan Pajak (STP) PBB memuat PBB
atau yang tidak atau kurang dibayar ditambah dengan denda administrasi
sebesar 2 persen per bulan dari PBB yang tidak atau kurang dibayar,” bunyi
Pasal 3 ayat (1)
Denda administrasi sebagai dimaksud, menurut peraturan itu, dihitung
dari saat jatuh tempo sampai tanggal pembayaran untuk jangka waktu paling
lama 24 bulan dari bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan. “STP PBB

15
diterbitkan dalam jangka waktu paling lama lima tahun setelah saat
berakhirnya tahun pajak,” bunyi Pasal 6 PMK itu.
Peraturan ini juga menyebutkan, jumlah PBB yang terutang dalam STP
PBB harus dilunasi paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya
STP PBB oleh Wajib Pajak, yaitu tanggal tanda terima dalam hal STP PBB
disampaikan secara langsung, atau tanggal bukti pengiriman dalam hal STP
PBB dikirim melalui pos atau jasa pengiriman lainnya.
Jika tidak kunjung dibayarkan, dalam peraturan itu juga ditegaskan
jumlah pajak yang tertuang berdasarkan STP PBB dapat ditagih dengan Surat
Paksa.

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB)


BPHTB dikenakan kepada pembeli properti dan diatur dalam Undang-
Undang No. 21 Tahun 1997. Berdasarkan undang-undang ini, yang menjadi
obyek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh pribadi
maupun badan. Obyek pajak tersebut meliputi: jual beli, tukar-menukar, hibah,
hibah wasiat, hadiah, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya,
pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam
lelang serta pemberian hak baru karena kelanjutan pelepasan pajak dan di luar
pelepasan hak.
Sementara itu, yang tidak dikenakan BPHTB antara lain adalah:
perwakilan diplomatik, negara, badan atau perwakilan organisasi
internasional yang ditetapkan oleh menteri, orang pribadi atau organisasi
karena konversi hak dengan catatan tidak adanya perubahan nama, wakaf,
warisan dan properti yang digunakan untuk kepentingan ibadah.
Cara penghitungan BPHTB adalah 5% x (Nilai Jual Objek Pajak –
Nilai Perolehan Objek Tidak Kena Pajak). Nilai Perolehan Tidak Kena Pajak
(NPOTKP) sendiri besarnya berbeda antara daerah satu dengan lainnya.
NPOTKP wilayah Jakarta saat ini adalah Rp 60.000.000. Jadi, dengan
mengacu pada contoh di atas, BPHTB yang harus dibayar adalah:

16
5% x (NJOP tanah dan bangunan – NPOTKP)
= 5% x (Rp 330.000.000 – Rp 60.000.000) = 5% x Rp 270.000 = Rp
13.500.000

Perhitungan Besaran PPh


Seseorang menjual sebuah rumah di Jakarta dengan tanah 200 m2 dan
luas bangunan 100 m2. Berdasarkan NJOP harga tanah Rp700.000 per m2 dan
nilai bangunan Rp600.000 per m2. Berapa besaran PPh yang harus
dikeluarkan oleh penjual rumah tersebut?
Jawab:
* Harga Tanah: 200 m2 x Rp700.000 = Rp 140.000.000
* Harga Bangunan: 100 m2 x Rp600.000 = Rp 60.000.000.
———————– +
* Jumlah Harga Penjualan Rumah = Rp 200.000.000
* PPh yang harus dibayar 5%: 5% x Rp200.000.000 = Rp 10.000.000

Perhitungan Besaran PPN


Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penjualan properti dikenakan
terhadap kegiatan penjualan bangunan baik berupa rumah, apartemen,
kondominium maupun jenis-jenis lainnya. PPN akan dikenakan kepada
pembeli, dipungut oleh penjual dengan catatan penjual adalah Pengusaha
Kena Pajak. Yang menjadi dasar pengenaan PPN tersebut adalah nilai
transaksi sebenarnya, namun apabila nilai transaksi tersebut di bawah Nilai
Jual Objek Pajak (NJOP) maka yang menjadi dasar pengenaannya adalah
NJOP tersebut.
Untuk rumah baru, nominal PPN dibebankan sebesar 10% dari harga
jual rumah. Berdasarkan informasi terbaru, rumah yang dikenakan PPN
apabila harganya diatas Rp36 Juta. Jadi, apabila Anda membeli rumah baru di
Depok seharga Rp400 Juta, maka pengenaan PPN-nya adalah Rp40 Juta.

17
C. Pajak Atas Broker Properti
Baru baru ini bisnis waralaba atau franchise berkembang dengan pesat,
karena mereka menawarkan peluang bisnis yang relative lebih memberi
kepastian mengenai hasilnya. Pada kesempatan ini kami bermaksud untuk
membahas salah satu bisnis franchise yang sedang berkembang pesat baik dari
local maupun luar negeri yaitu bisnis broker property (untuk selanjutnya
disingkat Co) dari sisi perpajakan.
Pertama mengenai PPN, bagi yang mempunyai pendapatan kotor lebih
dari Rp 600.000.000 (Enam ratus juta Rupiah) wajib mendaftarkan diri
menjadi PKP. Selain itu yang mempunyai target pendapatan lebih dari Rp
600.000.000 (Enam ratus juta Rupiah) dapat mengajukan menjadi PKP pada
saat pendapatan kotornya sudah mendekati targetnya atau bersamaan pada saat
pengajuan NPWP.
Konsekuensi menjadi PKP adalah Co harus memungut PPN atas
semua pendapatannya, jika banyak berhubungan dengan Primary (Developer)
tidak menjadi masalah mereka biasanya bersedia dipungut PPN karena dapat
mereka kreditkan (bukan biaya), tapi jika berhubungan dengan Secundary
market (Rumah Bekas/ sewa menyewa antar pribadi) akan menyebabkan
penghasilan menjadi berkurang sebesar PPN, karena biasanya pelanggan
pribadi tidak mau dipungut tambahan PPN (tambahan biaya), sehingga komisi
yang diperoleh menjadi berkurang karena sudah termasuk PPN.
Kedua PPh 21, Co harus memotong, memungut, dan menyetorkan
serta melaporkan semua biaya yang terkait dengan karyawan tetap/ tidak tetap
maupun MA (Marketing Associate) dan biaya jasa jasa lainnya yang
dilakukan oleh orang pribadi, misalnya service AC, bengkel mobil biasanya
5%. Tarip pemotongan untuk karyawan / MA sama yaitu mengikuti tarip
progresif yaitu 5%, 10%, 15%, 25% dan 35% sesuai dengan jumlah
penghasilan yang mereka terima.
Ada 2 (dua) pendapat mengenai penerapan tarip pemotongan MA yaitu
diberlakukan per bulan atau kumulatif setahun. Masing2 mempunyai alasan

18
sendiri, penerapan perbulan dengan alasan mereka orang ketiga dan tarip yang
digunakan sesuai besaran komisi yang dibayarkan pada saat itu. MA
mempunyai kewajiban untuk menghitung ulang sendiri kewajiban perpajakan
akhir tahunnya, jika pajak terhutang kurang dari yang sudah dipotong harus
membayar sendiri. Jika diperiksa pajak ada kemungkinan kekurangan potong
dapat dikoreksi (grey area). Apabila MA masih ada/ bekerja koreksi dapat
ditagih, jika sudah tidak bekerja maka menjadi tanggungan Co.
Penerapan kumulatif, MA secara operational seperti karyawan secara
rutin (setiap Hari/Minggu) masuk hanya statusnya bukan, sebagian belum
punya NPWP dan laporan SPT masa PPh 21 per bulannya jika direkap akan
terlihat dengan mudah bahwa MA tertentu sudah melewati batas tarip tertentu
kenapa masih dipotong dengan tarip yang lebih rendah. Dengan dipotong
sesuai dengan tarip tersebut maka pada akhir tahun MA tidak perlu membayar
sendiri lagi karena sudah dipotong sesuai taripnya, kecuali mereka mempunyai
penghasilan lain.
Keputusan untuk memilih salah satu dari dua alternative diatas
diserahkan sepenuhnya kepada WP tentu saja dengan resiko dan
mempertimbangkan faktor teknik dan non teknik masing-masing WP. Ketiga
PPh 23, Co harus memotong, memungut, dan menyetorkan serta melaporkan
biaya royalty kepada Master Franchise sebesar 15% dan biaya jasa jasa
lainnya yang dilakukan oleh badan usaha, misalnya service AC, bengkel mobil
dengan tarip 6% (15% x 40%).
Kalau Master Franchise langsung dari Luar Negeri maka terutang PPh
26 sebesar 20%, dan terutang PPN 10%. Jika Negara asal mempunyai
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda/ Tax Treaty maka tarip PPh 26
menjadi lebih kecil sesuai dengan tarip di Tax Treaty tersebut, sebagian besar
negera mempunyai tarip rata rata 10%.
Khusus untuk pelanggan Primary biasanya mereka memotong
penghasilan Co sebesar 6%, dan akan mendapatkan bukti potong dari mereka.
Bukti potong tersebut merupakan Kredit Pajak Penghasilan Co. Ke empat PPh

19
4 (2), Co harus memotong, memungut, dan menyetorkan serta melaporkan
biaya Sewa sebesar 10% dan bersifat final. Bagi penyewa tanah dan bangunan
yang tidak memiliki NPWP tidak dapat memotong, memungut dan
menyetorkan serta melaporkan, sehingga pemilik yang mempunyai NPWP
dapat menyetorkan sendiri.
Ke lima PPh 25, adalah pembayaran angsuran atas kewajiban pajak
tahun berjalan berdasarkan kewajiban pajak tahun lalu. Untuk Co baru
biasanya kewajiban PPh 25 nya nihil, kecuali Co yakin dapat memperoleh
laba dari awal berdiri baru melakukan pembayaran PPh 25. Banyak pihak
mempunyai pendapat yang salah kaprah bahwa kewajiban pajak tiap tahun
harus naik, jika turun maka akan diperiksa oleh pajak. Dasar pemikiran
tersebut adalah secara alami Co pasti menginginkan kemajuan dalam usahanya
dan laba yang diperoleh meningkat dibanding tahun lalu, tapi pada kondisi
tertentu kadang rencana tidak berjalan dengan baik sehingga laba yang
diperoleh menjadi lebih kecil, hal tersebut juga disadari oleh Perpajakan
sehingga mereka mengeluarkan peraturan yang menyatakan bahwa Co dapat
mengajukan pengurangan angsuran PPh 25 nya karena laba yang akan
diperoleh tahun berjalan lebih kecil dari tahun lalu..
Ke enam PPh 29, merupakan pajak tahunan yang berupa ikhtiar rugi/
laba Co selama tahun berjalan, jika laba harus membayar pajak dengan tarip
progresif yaitu 10%, 15% dan 30%. PPh 23 yang sudah dipotong oleh pihak
ketiga dan PPh 25 yang sudah Co bayar tiap bulan dapat digunakan sebagai
kredit pajak. Jika jumlah pajak terutang lebih besar Co akan membayar
kekurangannya. Sebaliknya jika kredit pajak lebih besar dari pajak terutang Co
menjadi lebih bayar dan akan diperiksa pajak karena restitusi.

D. Dasar Hukum Pajak Atas Penjualan dan Kepemilikan Properti


Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2016
Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah

20
Dan/Atau Bangunan, Dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Tanah
Dan/Atau Bangunan Beserta Perubahannya

Pasal 3

(1) Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan
dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a, wajib menyetor sendiri Pajak
Penghasilan yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1) huruf a dan huruf b ke bank/pos persepsi sebelum akta, keputusan,
kesepakatan, atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.

(2) Bagi orang pribadi atau badan yang usaha pokoknya melakukan
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang menerima atau
memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/ atau
bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a, Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terutang pada saat
diterimanya sebagian atau seluruh pembayaran atas pengalihan hak atas
tanah dan/atau
bangunan.

(3) Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung


berdasarkan jumlah setiap pembayaran termasuk uang muka, bunga,
pungutan, dan pembayaran tambahan lainnya yang dipenuhi oleh
pembeli, sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan tersebut.

(4) Pajak Penghasilan yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
wajib dibayar oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan ke
bank/pos persepsi paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan
berikutnya setelah bulan diterimanya pembayaran.

(5) Pejabat yang berwenang hanya menandatangani akta, keputusan,


kesepakatan, atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan apabila kepadanya dibuktikan oleh orang pribadi atau badan
dimaksud bahwa kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah
dipenuhi dengan menyerahkan fotokopi Surat Setoran Pajak atau hasil
cetakan sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran
Pajak yang bersangkutan yang telah dilakukan penelitian oleh Kantor
Pelayanan Pajak.

(6) Pejabat yang berwenang menandatangani akta, keputusan, kesepakatan,

21
atau risalah lelang wajib menyampaikan laporan bulanan mengenai
penerbitan akta, keputusan, kesepakatan, atau risalah lelang atas
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) kepada Direktur Jenderal Pajak.

(7) Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat
(6) meliputi pejabat pembuat akta tanah, pejabat lelang, atau pejabat
lain yang diberi wewenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 4

(1) Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan
dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan melalui jual beli atau
tukar-menukar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a
kepada pemerintah, dipungut Pajak Penghasilan oleh bendahara
pemerintah atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang
menyetujui tukar menukar.

(2) Bendahara pemerintah atau pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) wajib menyetor Pajak Penghasilan yang telah dipungut ke bank/pos
persepsi sebelum melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau
badan yang berhak menerimanya atau sebelum tukar menukar
dilaksanakan.

(3) Penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan


dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain
yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak atas nama orang pribadi
atau badan yang menerima pembayaran atau yang melakukan tukar-
menukar.

(4) Bendahara pemerintah atau pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) wajib menyampaikan laporan mengenai pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 5

(1) Pelunasan Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan dari


perubahan perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b dilakukan
melalui penyetoran sendiri oleh orang pribadi atau badan yang
merupakan pihak pembeli dan namanya tercantum dalam perjanjian

22
pengikatan jual beli sebelum terjadinya perubahan atau adendum atas
perjanjian pengikatan jual beli tersebut.

(2) Pihak penjual hanya menandatangani perubahan atau adendum


perjanjian pengikatan jual beli apabila kepadanya dibuktikan bahwa
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dipenuhi dengan
menyerahkan fotokopi Surat Setoran Pajak atau hasil cetakan sarana
administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak yang
bersangkutan, yang telah dilakukan penelitian oleh Kantor Pelayanan
Pajak.

(3) Pihak penjual sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus


menyampaikan laporan mengenai perubahan atau adendum perjanjian
pengikatan jual beli atas pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan kepada Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 6

Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak


Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 2 ayat
(3) adalah:

a. orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan


Tidak Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan dengan jumlah bruto pengalihannya kurang dari
Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan
jumlah yang dipecah-pecah;

b. orang pribadi yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau


bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan,
badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut
tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;

c. badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau


bangunan dengan cara hibah kepada badan keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi
yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah
tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan,

23
atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;

d. pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan karena waris;

e. badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau


bangunan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran
usaha yang telah ditetapkan Menteri Keuangan untuk menggunakan
nilai buku;

f. orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan harta berupa


bangunan dalam rangka melaksanakan perjanjian bangun guna serah,
bangun serah guna, atau pemanfaatan barang milik negara berupa tanah
dan/atau bangunan; atau

g. orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak yang
melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan.

Pasal 7

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional hanya


mengeluarkan surat keputusan pemberian hak, pengakuan hak, dan peralihan
hak atas tanah, apabila permohonannya dilengkapi dengan Surat Setoran
Pajak atau hasil cetak sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat
Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) dan Pasal 4 ayat
(3), kecuali permohonan sehubungan dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c dan Pasal 6.

Pasal 8

(1) Pejabat yang berwenang menandatangani akta keputusan, kesepakatan


atau risalah lelang yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) dan/atau Pasal 3 ayat (6) dikenai
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Pihak penjual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) yang tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)
dan/atau Pasal 5 ayat (3), dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

24
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari beberapa sumber mengenai Pajak Penjualan dan Kepemilikan
Properti yang telah saya lihat, saya menemukan beberapa kesimulan
diantaranya. Di bawah ini adalah merupakan jenis-jenis pajak properti yang
dibebankan baik kepada pembeli maupun penjual properti yang akan dibahas
antara lain:
1. Peran Notaris dalam pemungutan pajak merupakan yang sangat besar
kepada negara dalam rangka meningkatkan sumber penerimaan negara
yang berasal dari Pajak yang sebenarnya bukan merupakan kewenangan
seorang Notaris sebagaimana diuraikan dalam UUJN. Notaris sebagai
perpanjangan tangan pemerintah dalam bidang perpajakan juga
mempunyai peran yang sangat signifikan karena dari Notaris dapat
diperoleh wajib pajak baru melalui pembuatan NPWP maupun dapat
diperoleh data-data yang akurat mengenai adanya suatu perubahan yang
terjadi terhadap Obyek Pajak melalui akta-akta yang dibuat Notaris.
2. PBB (Pajak Bumi dan Bangunan). PBB merupakan pajak kebendaan yang
melekat pada objeknya yang dipungut setiap tahun dan dikenakan kepada
semua wajib pajak (pemilik properti). BPHTB (Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan). Bea ini dikenakan terhadap semua transaksi
properti, baik properti baru maupun lama yang dibeli dari developer atau
perorangan. Pajak ini pun status pada awalnya sama dengan PBB yaitu
merupakan pajak yang proses administrasinya dilakukan oleh pemerintah
pusat namun demikian seluruh penerimaannya dibagikan ke daerah dengan
proporsi tertentu. Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan kepada penjual
perorangan atau badan. Yang melakukan taktifitas jual/beli Properti. Dan
telah titetapkan dalam Undang-undang. Biaya balik nama dibayarkan oleh
pembeli untuk proses balik nama sertifikat properti dari pihak penjual. Jika

25
Anda membeli properti dari pihak developer, pajak ini biasanya diurus
oleh developer. namun rata-rata sekitar 2% dari nilai transaksi. Pajak ini
hanya dikenakan satu kali pada saat membeli properti baru, baik dari
developer maupun perorangan. Jika membeli properti dari developer,
untuk pembayaran dan pelaporan biasanya dilakukan melalui developer.
Tapi jika membeli dari peroarangan, pembayaran dilakukan sendiri setelah
transaksi. PPnBM hanya dikenakan untuk properti yang dibeli dari
developer dan memenuhi kriteria sebagai barang mewah. PPnBM tidak
berlaku untuk transaksi antar perorangan.

26
DAFTAR PUSTAKA

Abraham. (2013, Oktober 2). Dasar hukum pemungutan pajak . Dipetik


dari http://www.ortax.org/ortax/?mod=forum&page=show&idtopik=7270
3

Andhika. (2017, Maret 4). Mengetahui pajak penjual dan pajak pembeli dalam
transaksi tanah dan bangunan. Dipetik
dari http://desarejoso.com/mengetahui-cara-menghitung-pajak-penjual-
dan-pajak-pembeli-dalam-transaksi-jual-beli-tanah-dan-bangunan/

ARIANTI, D. (2015, Oktober 20). PAJAK-PAJAK PROPERTI YANG HARUS


DIBAYAR PEMILIK RUMAH. Dipetik dari
99.co:https://www.99.co/blog/indonesia/pajak-pajak-properti/

Diar, P. (2012, Desember 5). Pajak atas developer rumah. Dipetik


dari http://www.ortax.org/ortax/?mod=forum&page=show&idtopik=3633
3

Indonesian Tax Consultant. (t.thn.). Pajak & Solusi. Dipetik dari Indonesia Tax
Constultant:http://www.indonesiataxconsultant.com/pajaksolusi_7.htm

Khoirunisa, I. (2016, Mei 20). Telat Bayar PBB Denda 2% Per Bulan. Dipetik
dari https://www.rumah.com/berita-properti/2016/5/125680/telat-bayar-
pbb-akan-di-denda-2bulan

Konsultama. (2017, November 28). perhitungan pajak atas perdagangan


perantara. Dipetik dari http://www.ats-
konsultama.com/jawaban/perhitungan-pajak-penghasilan-atas-pedagang-
perantara

Kristanto, Y. (2010, May 16). Kewajiban pajak agen properti. Dipetik


darihttp://hasnaproperty.blogspot.co.id/2010/05/kewajiban-pajak-agen-
properti.html

merdeka.com. (2013, Agustus 22). Kecurangan Developer Terhadap Pajak


Properti. Dipetik
dari ortax.org, merdeka.com:http://www.ortax.org/ortax/?mod=berita&pag
e=show&id=13071&q=bphtb&hlm=5

Rahmadsyah, S. (2015, Oktober 15). Pajak penjual pembeli dalam transaksi jual
tanah. Dipetik
dari http://m.hukumonline.com/klinik/detail/lt4c68025b4b085/pajak-
penjual-dan-pembeli-dalam-transaksi-jual-beli-tanah

27
Suastika, I. K. (2012, Agustus 24). Tax Review untuk pajak properti. Dipetik
dari http://solusipajak-info-guide.blogspot.com/2012/08/tax-review-untuk-
wajib-pajak-property.html

Sukandar, D. (2013, April 30). Cara menghitung pajak tanah yang anda beli.
Dipetik
darihttps://properti.kompas.com/read/2013/04/30/12003594/nih.cara.meng
hitung.pajak.tanah.yang.anda.beli.

Syahra, T. (2018, Februari 12). Biaya biaya jual beli rumah bekas. Dipetik
darihttps://www.google.co.id/amp/s/blog.urbanindo.com/amp/2018/02/bia
ya-jual-beli-rumah-bekas/

Tan, F. (2016, April 28). Pajak atas transaksi properti di Indonesia. Dipetik
dari https://www.rukamen.com/blog/semua-yang-perlu-diketahui-tentang-
pajak-atas-transaksi-properti-di-indonesia/

Wahyudi, E. (t.thn.). Pajak Properti. Dipetik dari EDDHI


WAHYUDI: https://eddiwahyudi.com/perspektif-pajak-sebagai-sarana-
pendukung-pembangunan/

Waluyo. (2017). Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba

28

Anda mungkin juga menyukai