Anda di halaman 1dari 11

HUBUNGAN HUKUM ANTARA BANK DENGAN NASABAH DAN

FAKTOR- FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA


PELANGGARAN RAHASIA BANK

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perbankan merupakan salah satu pilar pembangunan ekonomi di Indonesia yang mempunyai
fungsi utama sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat yang diatur dalam Pasal 3
Undang-undang No 10 tahun 1998 tentang Perbankan. Di dalam sistem hukum Indonesia, segala
bentuk praktek perbankan berdasar kepada prinsip-prinsip yang terkandung dalam ideologi
negara Indonesia yakni Pancasila dan Tujuan Negara Indonesia dalam Undang-Undang Dasar
1945.
Pengakuan yuridis formal mengenai eksistensi perbankan dimulai sejak lahirnya Undang-
Undang Nomor 14 tahun 1967 Tentang Pokok-Pokok Perbankan yang kemudian diubah dengan
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 Tentang Perbankan dan selanjutnya dengan Undang-
Undang Nomor 10 tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
Tentang Perbankan. Sebagai badan usaha, kehadiran bank di masyarakat memiliki peran yang
sangat strategis dalam proses pembangunan nasional. Arti dan peran perbankan terlihat dari
pengertian bank itu sendiri yakni badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan setiap negara. Bank adalah lembaga
keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan-badan usaha swasta dan negara.
Berkaitan dengan sistem keuangan yang dianut di Indonesia, terdiri dari sistem keuangan
moneter dan lembaga keuangan lainnya. Sistem keuangan moneter terdiri atas otoritas moneter
dan sistem Bank Umum (commercial bank). Otoritas moneter sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia jo. Undang-Undang No. 3 tahun
2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 1999. Secara
tegas menyatakan bahwa Bank Indonesia adalah penanggung jawab otoritas kebijakan moneter
yang biasanya disebut otoritas moneter. Sebagai otoritas moneter Bank Indonesia berwenang
menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter dalam rangka mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah. Disamping otoritas moneter, sistem bank umum yang merupakan bagian
dari sistem perbankan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 7 tahun 1992 jo. Undang-
undang no. 10tahun 1998 tentang perbankan, ini berarti bahwa sistem moneter berhubungan erat
dengan bank sentral dan lembaga keuangan bank. Selain sistem keuangan bank, sistem keuangan
non bank juga merupakan bagian dari sistem keuangan.
Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa lainnya, bank berperan serta dalam mekanisme
pembayaran bagi semua sektor perekonomian. Prasarana perbankan Indonesia setelah reformasi
mengalami perkembangan yang sangat cepat. Untuk mengatasi sengketa atau permasalah hukum
yang terjadi dalam perbankan maka terdapat upaya penyelsaian yang sering dikenallitigas dan
non litigasi.
Upaya hukum litigasi merupakan penyelsaian melalui pengadilan, sedangkan non litigasi
merupakan upaya penyelsaian sengketa diluar pengadilan yang terdiri dari mediasi, konsolidasi
dan arbitrase. Oleh karena itu, diatur mengenai alternatif penyelesaian sengketa di luar
pengadilan. Di antaranya adalah arbitrase dan mediasi seperti yang diatur dalam UU No.30 tahun
1999. Pengaturan Mediasi di pengadilan diatur dalam PERMA No.2 tahun 2003. Sedangkan
Mediasi Perbankan diatur dalam PBI No. 8/5/PBI/2006.

A. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan permasalahannya sebagai berikut:
1. Apa Pengertian, Asas, Fungsi Dan Tujuan Perbankan Di Indonesia ?
2. Bagaimana Sejarah Hukum Perbankan Di Indonesia ?
3. Bagaimanakah hubungan hukum antara bank dengan nasabah ?
4. Faktor- faktor apakah yang menyebabkan terjadinya pelanggaran rahasia bank

B. TUJUAN
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian dan sejarah Hukum Perbankan di Indonesia.
2. Untuk mengetahui hubungan hukum antara Bank dengan Nasabah,
3. Untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya pelanggaran rahasia
bank.

BAB II

PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN, ASAS, FUNGSI DAN TUJUAN PERBANKAN DI INDONESIA.

Pengertian
Secara terminologi bank berasal dari bahasa Italy banca yang berarti bence yaitu suatu
bangku tempat duduk. Sebab, pada zaman pertengahan pihak banker Italy yang memberikan
pinjaman-pinjaman melakukan usahanya tersebut dengan duduk di bangkubangku di halaman
pasar.
Hukum yang mengatur masalah perbankan adalah hukum perbankan. Hukum ini merupakan
seperangkat kaidah hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan yurisprudensi, doktrin,
dan lain-lain sumber hukum, yang mengatur masalah-masalah perbankan sebagai lembaga, dan
aspek kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh bank, perilaku petugas-
petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab para pihak yang tersangkut bisnis
perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh bank, eksistensi perbankan, dan lain-
lain yang berkenaan dengan dunia perbankan tersebut.
Pada dasarnya hukum perbankan menyangkut segala sesuatu yang berkaitan dengan bank,
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses melaksanakan kegiatan usahanya,
maka pada prinsipnya hukum perbankan adalah keseluruhan norma-norma tertulis maupun
norma-norma tidak tertulis yang mengatur tentang bank yang mencakup kelembagaan kegiatan
usaha, serta cara dan proses pelaksanaan kegiatan usahanya. Norma tertulis meliputi seluruh
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai bank. Sedangkan norma-norma tidak
tertulis meliputi hal-hal atau kebiasaan-kebiasaan yang timbul dalam praktek perbankan.

Asas
Mengenai asas perbankan yang dianut di indonesia dapat dilihat pada pasal 2 Undang-Undang
No. 10 tahun 1998 tentang perbankan yang mengemukakan bahwa Perbankan Indonesia dalam
melakukan usahanya berdasarkan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-
hatian Yang dimaksud dengan demokrasi ekonomi adalah demokrasi ekonomi berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Sedangkan mengenai prinsip kehati-hatian dapat kita kemukakan bahwa bank dan orang-orang
yang terlibat di dalamnya terutama dalam membuat kebijakan dan menjalankan kegiatan
usahanya harus selalu mematuhi seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku secara
konsisten dengan didasari oleh itikad baik. Sedangkan kepercayaan masyarakat merupakan kata
kunci utama bagi berkembang atau tidaknya suatu bank, dalam arti tanpa adanya kepercayaan
dari masyarakat suatu bank tidak akan mampu menjalankan kegiatan usahanya.

Fungsi
Sedangkan fungsi utama bank dapat dilihat dalam pasal 3 undang-undang perbankan yang
menyatakan bahwa fungsi utama Perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur
dana masyarakat. Sebagai tempat menghimpun dana dari masyarakat Bank bertugas
mengamankan uang tabungan dan deposito berjangka serta simpanan dalam rekening koran atau
giro. Sebagai penyalur dana atau pemberi kredit Bank memberikan kredit bagi masyarakat yang
membutuhkan terutama untuk usaha-usaha produktif.

Tujuan
Perbankan di Indonesia memiliki tujuan yang strategis dan tidak semata-mata berorientasi
ekonomis tetapi juga berorientasi kepada hal-hal yang non ekonomis seperti menyangkut
masalah stabilitas nasional yang mencakup stabilitas politik dan stabilitas sosial. Hal ini diatur
dalam ketentuan pasal 4 undang-undang perbankan yang berbunyi Perbankan Indonesia
bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan
pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan.

B. SEJARAH HUKUM PERBANKAN DI DUNIA DAN DI INDONESIA

Sejarah perbankan zaman Yunani dan Romawi


Sistem perbankan dalam bentuknya yang sederhana telah ada sejak tahun 2000 SM di Babilonia.
Pada waktu itu lemabaga perbankan yang lebih dikenal dengan sebutan Temples of Babylon
mempunyai aktifitas berupa peminjaman emas dan perak dengan tingkat suku bunga 20% setiap
bulannya. Pada zaman Yunani dan Romawi Kuno, praktek pemberian kredit sudah lazim
dilakukan. Demikian juga yang terjadi Assyria, Phoenicia, dan Mesir. Sekitar tahun 500 SM
bermunculanlah bankir-bankir professional di Yunani menurut zaman itu, dan disana terdapat
bank yang disebut dengan Greek Temple, yang mempunyai kegiatan di bidang simpan pinjam
dengan para nasabahnya yaitu masyarakat. Pada zaman Romawi kegiatan perbankan sudah lebih
luas yakni berupa simpanan uang dalam deposito, pemberian kredit dan tukar menukar mata
uang.
Selanjutnya sejak tahun 1349, bisnis dari suatu bank sudah dipraktekkan oleh parapedagang kain
di Barcelona. Sampai kemudian di tahun 1401, sebuah bank umum didirikan di Barcelona
dengan kegiatan-kegiatan antara lain penukaran uang, penerimaan deposito, dan diskonto Bill of
Exchange. The Bank of Genoa didirikan pada tahun 1407 dan The Bank of Amsterdam didirikan
pada tahun 1609. Sedangkan pengaturan hukum masalah perbankan sudah ada sejak tahun 1374
pada pemerintahan negara Italy yang melarang bank untuk melakukan kegiatan trading dalam
komoditi yang bersifat spekulatif, atau melarang investasi yang melebihi 1 kali dari jumlah
yang mereka telah diinvestasikan dalam obligasi pemerintah.
Sejarah Hukum Perbankan di Indonesia
Perkembangan hukum perbankan di Indonesia diklasifikasikan menjadi bebrapa periode yaitu:
Masa penjajahan Belanda
Sejarah perbankan dan hukum perbankan dimulai sejak zaman VOC. Suatu perusahaan dagang
yang beroperasi sebagai bank yakni dengan berdirinya De Nederlandsce Handel Maatschappij
(NHM) pada tahun 1824. Pada tahun 1827 Belanda secara resmi mendirikan sebuah bank yang
disebut De Javasche Bank yang sekarang menjadi Bank Indonesia, sementara Nederlandsce
Handel Maatschappij (NHM) kemudian menjadi Bank Ekspor Impor Indonesia. Tahun 1857
didirikan bank swasta dengan nama NV Escompto Bank yang kemudian dinasionalisasikan
menjadi Bank Dagang Negara. Zaman pemerintahan Hindia Belanda Lembaga Perkreditan Desa
sudah diakui terutama setelah dikeluarkannya S. 1929 Nomor 357, tanggal 14 September 1929
yang berisikan ketentuan tentang badan-badan perkreditan desa dalam provinsi-provinsi di Jawa
dan Madura diluar wilayah Kotapraja (kabupaten).

Masa pemerintahan Jepang


Masa pendudukan Jepang bank-bank yang sudah ada ditutup atau dikuasai olehpemerintah bala
tentara Jepang. Satu-satunya bank yang dikuasai oleh Indonesia adalah Bank Rakyat Indonesia.
Tetapi pada masa pemerintahan Jepang, beberapa bank yang ditutup oleh pemerintah Hindia
Belanda kemudian dibuka kembali, seperti Bank of Taiwan, Yokohama Bank, Mitsui Bank dan
Nanpo Kaihatsu Kinko yang pada tanggal 1 Apri 1943 membuka 4 kantor di pulau Jawa dan
Sumatera.

Masa orde lama


Dalam Sidang Dewan Menteri tanggal 19 September 1945 Indonesia mengambil keputusan
untuk mendirikan sebuah bank sirkulasi berbentuk bank milik Negara. Pelaksanaannya
dipercayakan kepada R.M Margono Djojohadikusumo. Realisasinya pada tanggal 14 Oktober
1945 dengan akta notaris P.M Soerojo terbentuklah Yayasan Pusat Bank Indonesia.
Tanggal 17 Agustus 1946 diresmikanlah Bank Negara Indonesia 1946, yang didirikan
berdasarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 2 tahun 1946, pada tanggal 5
Juli 1946. Selain sebagai bank komersil, BNI 46 juga berfungsi sebagai bank sentral. Bank
pemerintah lainnya adalah Bank Rakyat Indonesia yang beroperasi berdasarkan peraturan
pemerintah nomor 1 tahun 1946. Disamping berdirinya bank-bank pemerintah pada masa awal-
awal kemerdekaan banyak pula berdiri bank-bank swasta sampai kedaerah-daerah.
Pengaturan dalam undang-undang mengenai perbankan untuk pertama kali diatur dalam Undang-
undang Nomor 11 tahun 1953 tentang undang-undang pokok Bank Indonesia, yang kemudian
dicabut dengan undang-undang nomor 14 tahun 1967. undang-undang nomor 14 tahun 1967 ini
kemudian dicabut kembali dengan undang-undang nomor 7 tahun 1992 dan diubah lagi dengan
undang-undang nomor 10 tahun 1998.
Bank Belanda yang pertama kali dinasionalisasikan adalahNasionale Handels Bank yang
merupakan sebuah perseroan terbatas yang bergerak dibidang pembiayaan perusahaan
perkebunan. Lalu pemerintah menasionalisasikan juaga PT Escompto Bank, untuk keperluan
tersebut pemerintah mendirikan bank Dagang Negara dengan undang-undang nomor
13/prp/1960. Disamping bank-bank hasil nasionalisasi bank-bank pemerintah Belanda, pada
masa tersebut berdiri pula Bank-bank Pembangunan Daerah yang dimiliki dan dikelola oleh
pemerintah daerah.

Masa orde baru sebelum pakto 1988


Tumbangnya rezim pemerintahan orde lama, maka masalah pembangunan ekonomi dan
pembenahan moneter dikembangkan secara serius. Dengan demikian digunakanlah prinsip
anggaran berimbang dan lalu lintas devisa besar. Oleh karena itu pada tahun 1967 dengan
undang-undang nomor 14 tahun 1967 diundangkanlah undang-undang perbankan yang baru,
yang diikuti dengan pembuatan undang-undang tentang bank sentral nomor 13 tahun 1968 yang
menggantikan undang-undang pokok Bank Indonesia tahun 1963. Setelah dibenahi perangkat
perundang-undangan pokok tersebut, diterbitkanlah peraturan perundang-undangan yang bersifat
administratif yang sebenarnya lebih merupakan deregulasi. Beberapa hal yang penting dalam
deregulasi juni 1983 ini adalah penghapusan pagu kredit bank-bank negara dibebaskan untuk
menetapkan tingkat suku bunga dan pengurangan jumlah kredit likuiditas.

Masa orde baru setelah pakto 1988


Setelah deregulasi tahun 1983, deregulasi yang lebih fundamental dilakukan tahun 1988 dengan
Paket Deregulasi Oktober 1988 (pakto 1988). Paket deregulasi 1988 ini memberi kemudahan
bagi pertumbuhan bank-bank swasta hingga tidak mengherankan setelah paket deregulasi ini
bank-bank swasta tumbuh bagai jamur dimusim hujan.
Perkembangan perbankan setelah pakto 1988 memang pesat, tetapi kurang terkontrol hingga
menimbulkan berbagai masalah dalam praktek dan prinsip Prudent Banking sama sekali
diabaikan. Akibatnya tahun 1991, Bank Duta sempat limbung karena banyak rugi dalam
permainan valas yang tidak terkendalai, Bank Majapahit megap-megap karena kejahatan yang
dilakukan oleh pimpinan sekaligus pemiliknya dan beberapa bank lain yang hamper limbung.

Masa setelah krisis moneter 1997


Gejolak moneter dipenghujung 1997 mengakibatkan ditutupnya (dilukidasi) 16 bank yang
dilakukan oleh menteri keuangan dalam keputusannya masing-masing tertanggal 1 november
1997. Terhadap nasabah keenambelas bank yang telah diluidasi tersebut diberikan talangan oleh
Bank Indonesia yakni mengembalikan secara penuh atas tabungan/deposito dan giro untuk
jumlah sampai dengan dua puluh juta rupiah.
Pemerintah juga menganjurkan pada bank-bank yang terlalu banyak jumlahnya tersebut untuk
melakukan merger hingga dapat bertahan sampai abad 21. Setelah merger, bank-bank pemerintah
menciut menjadi:
a. Bank hasil merger antara Bank dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Ekspor Impor
Indonesia dan Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo)
b. BNI 1946, sedangkan BTN menjadi anak perusahaan BNI 1946
c. Bank Rakyat Indonesia.

Sebelum rencana merger terhadap 3 bank tersebut diatas dilaksanakan, pemerintah mengubah
lagi rencananya untuk menggabungkan kelima bank pemerintah tersebut menjadi hanya satu
bank yang disebut dengan bank Mandiri. Dimulai sejak masa krisis moneter 1997 oleh
pemerintah dibentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), dimana bank-bank yang
dalam kondisi tidak sehat dimasukkan kedalam perawatan BPPN.

C. HUBUNGAN HUKUM ANTARA BANK DENGAN NASABAH

Apabila diperhatikan secara seksama Undang-Undang No.10 Tahun 1998, tidak ditemui
ketentuan yang mengatur secara tegas perihal hubungan hukum antara bank dengan nasabah.
Namun dari beberapa ketentuan dapat disimpulkan , bahwa hubungan hukum antara bank
dengan nasabah diatur oleh suatu perjanjian. Hal ini dapat disimpulkan dari Pasal 1 Angka 5
Undang-Undang No.10 Tahun 1998, simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat
kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dan dalam bentuk giro, deposito, sertifikat
deposito, tabungan, dan atau untuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Jadi simpanan
masyarakat di bank dapat berupa :
a) Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek, billyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan pemindah
bukuan (Pasal 1 Angka 6)
b) Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu,
berdasarkan perjanjian nasabah panyimpan dengan nasabah (Pasal 1 Angka 7).
c) Sertifikat Deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti
penyimpannya dapat dipindahtangankan (Pasal 1 Angka 8).
d) Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat
tetentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik kembali dengan cek, bilyet giro dan alat lainnya
yang dapat dipersamakan dengan itu ( Pasal 1 Angka 9).
e) Penitipan adalah penyimpan harta berdasarkan perjanjian atau kontrak antara Bank Umum
dengan penitip, dengan ketentuan Bank umum yang bersangkutan tidak mempunyai hak
kepemilikan atas harta tersebut (Pasal 1 Angka 14).
Dari ketentuan diatas terlihat bahwa hubungan hukum antara bank dengan nasabah diatur oleh
hukum perjanjian. Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada
orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melakukan suatu hal. Perjanjian
tersebut menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya.
Hubungan kontraktual bank dengan nasabah yang ternyata mempunyai dasar yang dapat
dikaitkan pada beberapa ketentuan, sesuai dengan perikatan yang dilakukan antara mereka.
Dalam kepentingan perlindungan konsumen perlu dijelaskan tanggungjawab hukum yang dipikul
oleh kedua belah pihak. Dengan demikian harus terbentuk rasa saling mempercayai, sehingga
akan terwujud suatu praktek perbankan yang sehat.
Nasabah dalam hubungan dengan bank, mengharapkan tidak adanya pembedaan perlakuan,
dengan kata lain harus terbentuk perlakuan yang sama. Tetapi saat ini kenyataan yang ada
menampakkan bahwa masih menonjol adanya kesan ada suatu pembedaan perlakuan kepada
nasabah. Perlakuan kepada nasabah besar tampak berbeda dengan perlakuan kepada nasbah
kecil, contoh nyata terlihat dalam pelayanan kredit yang menyangkut agunan, model penagihan
kredit macet dan sebagainya. Adanya hal seperti itu harus diubah sehingga perlakuan kepada
nasabah haruslah sama. Dengan perlakuan yang sama akan dirasakan oleh nasabah bahwa
adanya rasa kekeluargaan, adanya keamanan terhadap uang atau barang berharga yang disimpan
untuk dikelola oleh bank, juga kerahasiaan atas semua data serta informasi yang diketahui dari
nasabah tersebut.
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992
tentang Perbankan nasabah dibedakan menjadi dua macam, yaitu nasabah penyimpan dan
nasabah debitur. Nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank
dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.
Sedangkan nasabah debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank
dengan nasabah yang bersangkutan.
Dalam praktik perbankan nasabah dibedakan menjadi tiga yaitu :
a. Nasabah deposan, yaitu nasabah yang menyimpan dananya pada suatu bank, misalnya
dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito.
b. Nasabah yang memanfaatkan fasilitas kredit atau pembiayaan perbankan, misalnya kredit
kepemilikan rumah, pembiayaan murabahah, dan sebagainya.
c. Nasabah yang melakukan transaksi dengan pihak lain melalui bank (walk in customer),
misalnya transaksi antara importir sebagai pembeli dengan eksportir di luar negeri dengan
menggunakan fasilitas letter of credit (L/C).
D. FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA PELANGGARAN RAHASIA BANK.

Hukum dibuat untuk menegakkan keadilan meskipun tetap ada ketidaksempurnaan dan mungkin
ada hukum yang tidak adil. Sungguh ironis jika ada hukum yang dibuat secara baik dengan
mendasarkan kepada azas-azas hukum yang tepat, tetapi dalam pelaksanaannya ditafsirkan dan
diselewengkan sehingga meniadakan keadilan dan dijadikan perisai bagi mereka yang memiliki
niat jahat. Bank dianggap bisa digunakan dan memberi jalan bagi mereka yang ingin berbuat
kriminal.
Rahasia bank tidak boleh dijadikan alat untuk melindungi pelaku kejahatan. Ketentuan rahasia
bank seharusnya tidak boleh dipegang secara absolut, informasi tentang data bank harus lentur
serta mengingat kepentingan yang lebih besar artinya keterbukaan akan informasi dapat jalan
asalkan untuk kepentingan masyarakat. Jadi keterbukaan informasi dapat didahulukan
dibandingkan tetap mempertahankan kerahasiaan bank sehingga melindungi pelaku kejahatan.
Nasabah penyimpan adalah sumber dana bagi bank. Oleh karena itu wajar jika undang-undang
mengatur agar bank melindungi nasabahnya. Tetapi disisi lain tentu ada juga nasabah
penyimpanyang berstatus debitur beritikad jahat (bad faith) dengan berlindung di balik rahasia
bank melakukan perbuatan tercela terhadap mitra bisnisnya, misalnya membayar dengan cek
atau bilyet giro kosong. Mitra bisnis yang menerima cek atau bilyet kosong tersebut sudah tentu
tidak mungkin mengetahui saldo simpanan nasabah penyimpan yang berstatus debitur itu karena
dilindungi oleh rahasia bank. Hal semacam itu tentu akan mempengaruhi citra kepercayaan
masyarakat terhadap bank. Oleh karena itu melakukan tindakan black list dan melaporkannya
kepada Bank Indonesia selaku pengawas dan pembina perbankan. Penegakan hukum yang tegas
justru meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap bank.
Jadi mengenai faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya pelanggaran rahasia bank itu ada
2 yaitu faktor intern dan faktor ekstern :
1. Faktor Intern
Yaitu faktor yang berasal dari dalam bank itu sendiri antara lain moral atau perilaku dari
karyawan atau pejabat bank itu sendiri, dimana jika ia mempunyai moral yang baik maka ia akan
memegang teguh rahasia bank itu sebaliknya jika dia mempunyai moral yang jelek orang seperti
inilah yang akan membongkar rahasia bank itu sendiri. sikap yang buruk dari para karyawan
bank atau pejabat bank seperti adanya rasa iri hati, cemburu ataupun dendam yang membuat para
karyawan ataupun pejabat bank dapat membongkar rahasia bank itu.
2. Faktor Ektern
Yaitu faktor yang berasal dari luar bank itu antara lain adanya persaingan usaha antar bank
sehingga dapat terjadi suatu kerjasama antara pihak bank dengan pihak luar untuk membongkar
rahasia bank itu.
BAB III

PENUTUP
KESIMPULAN
Hubungan antara bank dengan nasabah adalah ternyata tidaklah seperti hubungan kontraktual
biasa. Akan tetapi dalam hubungan tersebut terdapat pula kewajiban bagi bank untuk tidak
membuka rahasia dari nasabahnya kepada pihak lain manapun kecuali jika ditentukan lain oleh
perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dinamakan rahasia bank. Dengan demikian istilah
rahasia bank mengacu pada rahasia dalam hubungan antara bank dengan nasabah. Nasabah
dalam hubungan dengan bank tidak adanya pembedaan perlakuan baik itu nasabah penyimpan
maupun nasabah debitor, semua nasabah itu harus mendapatkan perlindungan hukum yang sama.
Faktor-aktor yang menyebabkan terjadinya pelanggaran rahasia bank, ada 2 yaitu faktor intern
dan faktor ektern. Faktor intern yaitu faktor yang berasal dari dalam bank itu sendiri antara lain
adanya sikap yang buruk dari para karyawan bank atau pejabat bank seperti adanya rasa iri hati,
cemburu ataupun dendam yang membuat para karyawan ataupun pejabat bank dapat
membongkar rahasia bank itu. Sedangkan faktor ektern adalah faktor yang berasal dari luar bank
itu antara lain adanya persaingan usaha antar bank sehingga dapat terjadi suatu kerjasama antara
pihak bank dengan pihak luar untuk membongkar rahasia bank itu.
Adapun salah satu upaya yang dilakukan sebuah bank untuk menjaga keamanan rahasia bank
adalah apabila ada orang yang menanyakan identitas nasabah atau aktivitasnya di bank selain
dari pihak-pihak yang memang telah diberi kuasa atau wewenang untuk meminta informasi
tersebut sebagaimana yang telah ditentukan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 maka bank tidak
akan memberikan informasi apapun. Bank akan merahasiakannya. Dengan melakukan upaya
menjaga keamanan rahasia bank berarti secara tidak langsung juga menjaga keamanan keuangan
nasabah karena rahasia bank mencakup perlindungan terhadap nasabah dan
simpanan/keuangannya.

DAFTAR PUSTAKA
Asikin Zainal, SH,S.U. 1995. Pokok-pokok Hukum Perbankan di Indonesia. PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta
Wijdjanarto. 2003. Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia. PT. Pusataka Utama Grafiti, Jakarta.
Yani Ahmad, Widjaja Gunawan. 1999. Kepailitan. PT. Grafindo Persada, Jakarta.
Hukumonline.com.Klinikdetail.asp?id=429236kcashedsimilar pages.
http://hukumperbankan.blogspot.com/2008/12/pengertian-rahasia-bank-dan-ancaman.html.
http://nurulilma93.wordpress.com/2012/03/31/rahasia-bank-dan-contoh-implementasinya.html.
http://www.geocities.com/hukum97/rahasiabank.pdf.
Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
Undang-Undang RI No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
Undang-Undang RI No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia

Anda mungkin juga menyukai