PENDAHULUAN
pergaulan hidup di masyarajat. Kepentingan manusia begitu luas, mulai dari kepentingan
pribadi, masyarakat hingga Negara. Hukum perikatan yang terdapat dalam buku II kitab
undang-undang hukum perdata merupakan hukum yang bersifat khusus dalam melakukan
perjanjian dan perbuatan hukum yang bersifat ekonomis serta perbuatan hukum yang
Buku II KUH Pdt atau BW terdari dari suatu bagian umum dan bagian khusus.
Bagian umum bab I sampai dengan bab IV, memuat peraturan-peraturan yang berlaku
bagi perikatan pada umumnya, misalnya tentang bagaimana lahir dan hapusnya perikatan,
macam-macam perikatan dan sebagainya. Buku III KUH Pdt menganut azas “kebebasan
berkontrak” dalam membuat perjanjian, asal tidak melanggar ketentuan apa saja, asal
tidak melanggar ketentuan Undang-Undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Azas ini
dapat disimpulkan dari pasal 1338 KUH Pdt yang menyatakan bahwa segala perjanjian
yang dibuat secara sah, berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya.
Yang dimaksud dengan pasal ini adalah bahwa semua perjanjian “mengikat” kedua belah
pihak. Dari pemaparan tersebut, penyusun tertarik untuk lebih mempelajari hukum
1
4. Akta dalam Perjanjian?
1.3 Tujuan
Tujuan penyusunan makalah mengenai “Asas atau Dasar Hukum Perjanjian” ini
adalah guna memenuhi tugas mata kuliah Aspek Hukum dalam Ekonomi.
Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk memperluas wawasan penyusun dan
para pembaca tentang Hukum Perjanjian.
2
BAB II
LANDASAN TEORI
Perikatan” (Verbintenis), yang mempunyai arti lebih luas dari perkataan perjanjian.
juga dinamakan persetujuan karena dua pihak itu setuju untuk melaksanakan sesuatu.
Mengenai perjanjian/persetujuan itu sendiri diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang
berbunyi :”Persetujuan adalah suatu perbuatan dengan nama satu orang atau lebih
lebih.”
Terhadap rumusan Pasal 1313 KUH Perdata, terdapat beberapa pendapat yang
dikemukakan oleh para sarjana hukum diantaranya adalah R. Subekti yang memberikan
pengertian perjanjian sebagai berikut: “Perjanjian ialah suatu peristiwa dimana seseorang
berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan
suatu hal.
perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri atau saling mengikatkan dirinya
saja, sehingga pasal tersebut kurang lengkap, karena dengan menggunakan kata
3
mengikatkan diri mempunyai kesan seolah-olah perjanjian itu hanya janji sepihak,
menimbulkan pengertian terlalu luas. Sehubungan dengan hal itu kiranya ada perbaikan
perbuatan hukum.
Pasal 1313 KUH Perdata menjadi sebagai berikut: “Perjanjian adalah suatu
perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih saling mengikatkan diri.
melahirkan perikatan, yaitu hubungan hukum antara dua pihak yang menimbulkan hak
pada satu pihak dan kewajiban para pihak lainnya atas suatu prestasi sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 1233 KUH Perdata berbunyi: “Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik
4
BAB III
PEMBAHASAN
verbintenis. Untuk Verbintenis dikenal tiga istilah Indonesia, yaitu Perikatan, Perutangan
dan Perjanjian. Sedangkan untuk Overeenkomst dipakai dua istilah yaitu Perjanjian dan
Persetujuan. Verbintenis berasal dari kata kerja Verbinden yang artinya mengikat.
Overeenkomst berasal dari kata kerja Overeenkomen yang artinya setuju atau sepakat.
pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu. Menurut Pitlo,
“Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang
atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak dan pihak lain berkewajiban atas
sesuatu prestasi.
Menurut Pasal 1313 KUH Perdata Perjanjian adalah Perbuatan dengan mana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari peristiwa
ini, timbullah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang disebut Perikatan
5
3.1.2 Azas-azas Hukum Perjanjian
Ada beberapa azas yang dapat ditemukan dalam Hukum Perjanjian, namun ada
dua diantaranya yang merupakan azas terpenting dan karenanya perlu untuk diketahui,
yaitu:
1. Azas Konsensualitas, yaitu bahwa suatu perjanjian dan perikatan yang timbul
telah lahir sejak detik tercapainya kesepakatan, selama para pihak dalam perjanjian
tidak menentukan lain. Azas ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata
2. Azas Kebebasan Berkontrak, yaitu bahwa para pihak dalam suatu perjanjian
dengan ketertiban umum, kesusilaan dan kepatutan. Azas ini tercermin jelas dalam
Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat
Dalam Pasal 1320 KUH Perdata disebutkan, untuk sahnya suatu perjanjian
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, artinya bahwa para pihak yang
mengadakan perjanjian itu harus bersepakat atau setuju mengenai perjanjian yang
2. Kecakapan, yaitu bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian harus cakap
Mengenai kecakapan Pasal 1329 KUH Perdata menyatakan bahwa setiap orang
cakap melakukan perbuatan hukum kecuali yang oleh undang-undang dinyatakan tidak
cakap. Pasal 1330 KUH Perdata menyebutkan orang-orang yang tidak cakap untuk
6
Orang yang belum dewasa.
Menurut Pasal 330 KUH Perdata: Kecakapan diukur bila para pihak yang
membuat perjanjian telah berumur 21 tahun atau kurang dari 21 tahun tetapi
Kecakapan bagi pria adalah bila telah mencapai umur 19 tahun, sedangkan bagi
perjanjian tertentu.
1. Mengenai suatu hal tertentu, hal ini maksudnya adalah bahwa perjanjian
2. Suatu sebab yang halal, yaitu isi dan tujuan suatu perjanjian haruslah
Syarat No.1 dan No.2 disebut dengan Syarat Subyektif, karena mengenai orang-
orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan syarat No.3 dan No.4
Apabila syarat subyektif tidak dapat terpenuhi, maka salah satu pihak mempunyai
hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat meminta
7
pembatalan itu, adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya
Jadi, perjanjian yang telah dibuat itu akan terus mengikat kedua belah pihak yang
mengadakan perjanjian, selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang
berhak meminta pembatalan tersebut. Sedangkan apabila syarat obyektif yang tidak
terpenuhi, maka perjanjian itu akan batal demi hukum. Artinya sejak semula tidak pernah
Kelalaian atau Wanprestasi adalah apabila salah satu pihak yang mengadakan
dilakukan oleh salah satu pihak dapat berupa empat macam, yaitu:
a. Pembayaran
Pembayaran adalah setiap pemenuhan hak dan kewajiban para pihak dalam
sampai dengan 1403 KUH Perdata. Subrogatie dapat terjadi karena pasal 1401 KUH
8
b. Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan atau penitipan uang atau
(kreditur) menolak pembayaran utang dari debitur, setelah kreditur menolak pembayaran,
pembayaran itu yang diikuti dengan penyerahan uang atau barang sebagai tanda
lama. Menurut Pasal 1413 KUH Perdata ada 3 macam cara melaksanakan suatu
pembaharuan utang atau novasi, yaitu yang diganti debitur, krediturnya (subyeknya) atau
atau memperhitungkan utang piutang secara timbal-balik antara kreditur dan debitur.
berutang (debitur) berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu
menikah dengan krediturnya, atau debitur ditunjuk sebagai ahli waris tunggal oleh
krediturnya.
Menurut pasal 1439 KUH Perdata, Pembebasan utang adalah suatu perjanjian
yang berisi kreditur dengan sukarela membebaskan debitur dari segala kewajibannya.
9
Adalah jika barang tertentu yang menjadi obyek perjanjian musnah, tak lagi dapat
diperdagangkan, atau hilang, hingga sama sekali tak diketahui apakah barang itu masih
ada, maka hapuslah perikatannya, jika barang tadi musnah atau hilang di luar kesalahan si
h. Batal/Pembatalan
Menurut pasal 1446 KUH Perdata adalah, pembatalan atas perjanjian yang telah
dibuat antara kedua belah pihak yang melakukan perjanjian, dapat dimintakan
pembatalannya kepada Hakim, bila salah satu pihak yang melakukan perjanjian itu tidak
untuk memenuhi perjanjian dan baru mengajukan kekurangan dari perjanjian itu.
Menurut pasal 1265 KUH Perdata, syarat batal adalah suatu syarat yang apabila
terpenuhi, menghentikan perjanjian dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan
Menurut pasal 1946 KUH Perdata, daluwarsa atau lewat waktu adalah suatu
upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perjanjian dengan
lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-
undang.
Dalam pasal 1967 KUH Perdata disebutkan bahwa segala tuntutan hukum, baik
yang bersifat kebendaan, maupun yang bersifat perseorangan hapus karena daluwarsa
10
dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun. Dengan lewatnya waktu tersebut, maka
Berdasarkan pasal 1233 KUH perdata dapat diketahui bahwa perikatan dibagi
Selanjutnya, menurut pasal 1353 KUH. Perdata perikatan-perikatan tersebut dibagi lagi
yang tidak melanggar hukum. Misalnya sebagaimana yang diatur dalam pasal
1359 KUH. Perdata yaitu tentang mengurus kepentingan orang lain secara
yang melanggar hukum. Hal ini diatur dalam pasal 1365 KUH. Perdata.
Pada umumnya tidak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta
ditetapkan suatu janji, selain untuk dirinya sendiri. Menurut Mariam Darus Badrul Zaman
2. Para ahli waris mereka dan mereka yang mendapat hak dari padanya
3. Pihak ketiga
11
3.3 AKTA
Akta adalah suatu tulisan yang memang dengan sengaja dibuat untuk dijadikan bukti
Berdasarkan ketentuan pasal 1867 KUH Perdata suatu akta dibagi menjadi 2 (dua), antara
lain:
Adalah akta yang dibuat tidak di hadapan pejabat yang berwenang atau Notaris.
Akta ini yang dibuat dan ditandatangani oleh para pihak yang membuatnya. Apabila
suatu akta di bawah tangan tidak disangkal oleh Para Pihak, maka berarti mereka
mengakui dan tidak menyangkal kebenaran apa yang tertulis pada akta di bawah tangan
tersebut, sehingga sesuai pasal 1857 KUH Perdata akta di bawah tangan tersebut
Akta Waarmerken, adalah suatu akta di bawah tangan yang dibuat dan
ditandatangani oleh para pihak untuk kemudian didaftarkan pada Notaris, karena
maupun tanda tangan para pihak dalam dokumen yang dibuat oleh para pihak.
Akta Legalisasi, adalah suatu akta di bawah tangan yang dibuat oleh para pihak
12
namun Notaris tidak bertanggungjawab terhadap materi/isi dokumen melainkan
Akta Otentik ialah akta yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang yang
memuat atau menguraikan secara otentik sesuatu tindakan yang dilakukan atau suatu
keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh pejabat umum pembuat akta itu. Pejabat umum
yang dimaksud adalah notaris, hakim, juru sita pada suatu pengadilan, pegawai
Suatu akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna bagi para
pihak beserta seluruh ahli warisnya atau pihak lain yang mendapat hak dari para pihak.
Sehingga apabila suatu pihak mengajukan suatu akta otentik, hakim harus menerimanya
dan menganggap apa yang dituliskan di dalam akta itu sungguh-sungguh terjadi, sehingga
Akta itu harus dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum.
Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang.
Pejabat umum oleh atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai
13
Akta otentik berlaku sebagai akta di bawah tangan (tulisan
tersebut.
Bilamana disangkal oleh pihak Bilamana tulisan atau tanda
api.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
14
Dalam uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
2. Suatu perikatan bisa timbul balik karena perjanjian maupun karena undang-
undang dan perjanjian merupakan sumber perikatan. Dalam suatu perjanjian, para
3. Suatu perjanjian yang legal biasanya selalu ada surat tertulis berupa akta. Akta
tersebut terbagi menjadi dua macam yaitu akta resmi (otentik) dan akta dibawah
tangan.
4.2 Saran
menambah wawasan para pembaca khususnya dimata kuliah aspek hukum dalam
ekonomi. Disamping itu penyusun juga menyadari bahwa pada makalah ini masih jauh
dari kata kesempurnaan, maka dari itu penyusun menerima kritik maupun sarannya yang
15
DAFTAR PUSTAKA
http://rahmadhendra.staff.unri.ac.id/files/2013/04/HUKUM-Perjanjian.pdf
Subekti, R, Prof, S.H. dan Tjitrosudibio, R, 2001, Kitab Undang Undang Hukum
16