Anda di halaman 1dari 16

PELAKSANAAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN

BERDASARKAN UU NO. 4 TAHUN 1996

Oleh
KELOMPOK IV
HELDA AMELIA 2014020416
JAYANTI AZHARI 2015020099
KHAIRIYAH NOR 2015020262
NUNU NUGRAHA 2015020118
RANGGA WANDI 2015020163

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PAMULANG
BANTEN
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Teori
dan Praktik Hak Tanggungan sebagai materi pembelajaran ini dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya. Berbagai kendala kami hadapi dalam menyelesaikan makalah ini,
namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat
bantuan, dorongan dan juga kerjasama kelompok yang baik, sehingga kendala-kendala dapat
teratasi dan makalah ini dapat terselesaikan. Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak
YUSMAN,SH, MH, selaku Dosen mata kuliah Teori dan Praktik Hak Tanggungan
Universitas Pamulang yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai Teori dan Praktik Hak Tanggungan. Dalam makalah ini,
terutama dibahas tentang Eksekusi Hak Tanggungan. Kami juga menyadari sepenuhnya di
dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Akhir kata, kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi
perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Tangerang, 22 April 2017

Tim Penyusun

Page i of 13
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................2
C Tujuan.......................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................3
A. Pengertian Hak Tanggungan...................................................................................3
B. Eksekusi Hak Tanggungan.....................................................................................7
BAB III PENUTUP.......................................................................................................11
A. Kesimpulan............................................................................................................11
B. Kritik.....................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................13

Page ii of 13
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah
satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Dalam rangka memelihara kesinambungan
pembangunan tersebut, yang para pelakunya meliputi baik Pemerintah maupun
masyarakat sebagai orang perseorangan dan badan hukum, sangat diperlukan dana dalam
jumlah yang besar. Dengan meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat juga
keperluan akan tersedianya dana, yang sebagian besar diperoleh melalui kegiatan
perkreditan.
Mengingat pentingnya kedudukan dana perkreditan tersebut dalam proses pembangunan,
sudah semestinya jika pemberi dan penerima kredit serta pihak lain yang terkait mendapat
perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan yang dapat pula
memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.
Dalam rangka mengadakan unifikasi hukum tanah nasional UUPA menyediakan lembaga
hak jaminan atas tanah yang disebut Hak Tanggungan. Hak Tanggungan ini
menggantikan lembaga hipotik dan creditverband yang merupakan lembaga hak jaminan
atas tanah yang lama. Sehubungan dengan itu sejak berlakunya UUPA, Hak Tanggungan
merupakan satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah yang ketentuannya diatur dalam
hukum tertulis.
Undang Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-
benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, biasa disebut dengan UUHT bertujuan
memberikan landasan untuk dapat berlakunya lembaga Hak Tanggungan yang kuat, yang
di dalamnya antara lain menegaskan atau meluruskan persepsi yang kurang tepat di waktu
yang lalu. Adanya penegasan/pelurusan berkenaan dengan beberapa masalah tersebut,
memerlukan perubahan persepsi dan sikap semua pihak yang berkaitan dengan
pelaksanaan Hak Tanggungan ini. UUHT merupakan upaya unifikasi lembaga hukum
jaminan. Undang-undang ini memberikan hak kepada kreditor pemegang Hak
Tanggungan
Pertama untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri apabila debitor
cidera janji (wanprestasi) untuk dieksekusi melalui proses yang singkat dan sederhana, yang
Page 1 of 13
pada dasarnya dapat dilakukan dengan cara lelang maupun penjualan dibawah tangan sebagai
tindakan pelaksanaan perjanjian.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Hak Tanggungan ?
2. Apa itu Eksekusi Hak Tangungan ?
3. Cara Eksekusi Hak Tanggungan?

C. Tujuan
1. Mengetahui Hak Tanggungan
2. Mengetahui Eksekusi Ha Tanggungan
3. Mengetahui Cara Eksekusi Hak tanggungan

Page 2 of 13
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HAK TANGGUNGAN


Hak tanggungan adalah Hak jaminan yang dibebankan pada hak-hak atas tanah,
sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan
satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan utang tertentu yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditur-kreditur lain, vide
Pasal 1 butir 1 UU No. 4 Tahun 1996.
Hak Tanggungan dapat juga dibebankan kepada benda-benda atau bangunan yang
merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, apabila benda-benda atau bangunan
tersebut adalah juga milik dari pemilik atas tanah yang dibebankan hak tanggungan
tersebut. Tetapi apabila benda-benda atau bangunan yang ada diatas tanah yang dibebani
hak tanggungan itu bukan milik dari pemilik tanah yang ditanggungkan, maka
pembebanan hak tanggungan atas benda-benda atau bangunan yang diatas tanah tersebut
dan yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, hanya dapat dilakukan dengan
persetujuan pemilik benda-benda atau bangunan tersebut atau yang di beri kuasa olehnya
dengan akta otentik dan ikut bertanda tangan pada Akta Pemberian Hak Tanggungan. Vide
Pasal 4 ayat 4 dan ayat 5 UUHT.
Suatu objek Hak Tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari satu Hak
Tanggungan guna menjamin pelunasan lebih dari satu utang. Apabila suatu objek hak
tanggungan dibebani lebih dari satu hak tanggungan, maka peringkat masing-masing hak
tanggungan, ditentukan menurut tanggal pendaftarannya pada Kantor Pertanahan dan
apabila tanggal pendaftaran pada Kantor Pertanahan adalah sama, maka peningkatnya
ditentukan menurut tanggal pembuatan akta pemberian hak tanggungan pada Kantor
Pejabat Pembuat Akta Tanah dimana Akta itu dibuat.
1. Ciri dan Sifat Hak Tanggungan
Sebagai jaminan pemenuhan kewajiban debitur kepada bank, Hak Tanggungan punya
ciri dan sifat khusus yaitu :
a. Hak Tanggungan memberikan hak preference (Droit De Preference) atau
kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu dari pada kreditur lain.
Dalam hal ini pemegang Hak Tanggungan sebagai kreditur memperoleh hak
didahulukan dari kreditur lainnya untuk memperoleh pembayaran piutangnya
Page 3 of 13
dari hasil penjualan objek jaminan kredit yang diikat dengan Hak Tanggungan
tersebut. Kedudukan kreditur yang mempunyai hak didahulukan dari kreditur
lain akan sangat menguntungkan pada pihak yang bersangkutan dalam
memperoleh pembayaran kembali pinjaman uang yang diberikannya kepada
debitur yang cidera janji (wanprestasi).
b. Hak Tanggungan mengikuti tempat benda berada (Droit De Suite). Ini
merupakan salah satu kekuatan lain Hak Tanggungan. Jadi, walaupun tanah
yang dibebani dengan Hak Tanggungan tersebut dialihkan kepada pihak lain
atau orang lain (dalam hal ini misalnya di jual), Hak Tanggungan tersebut
tetap melekat pada tanah tersebut, sepanjang belum dihapuskan (dalam
praktiknya dikenal dengan istilah dilakukan “roya”) oleh pemegang Hak
Tanggungan dimaksud. Peralihan Hak Tanggungan bisa terjadi melalui proses
hukum: merger (penggabungan perusahaan), akuisisi (pengambil alihan
perusahaan), hibah, maupun pewarisan.
c. Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi, kecuali telah diperjanjikan
sebelumnya. Hak Tanggungan dapat digunakan untuk menjamin utang yang
sudah ada atau yang akan ada. Yang dimaksud dengan utang yang akan ada
adalah utang yang pada saat di buat dan ditandatangani akta pemberian Hak
Tanggungan tersebut belum ditetapkan jumlah ataupun bentuknya.
d. Hak Tanggungan memiliki kekuatan eksekutorial. Sertipikat Hak Tanggungan
punya kekuatan eksekusi tanpa melalui putusan pengadilan melalui penjualan
dimuka umum.
e. Hak Tanggungan memiliki sifat spesialitas dan publisitas. Sifat spesialitas dan
publisitas yang menyebabkan timbulnya hak preference kreditur. Dengan
adanya publisitas tersebut, pihak ketiga bisa mengecek status tanah melalui
kantor pertanahan setempat. Tujuannya untuk menghindari terjadinya suatu
transaksi peralihan hak atas tanah dimaksud tanpa persetujuan dari kreditur
selaku pemegang Hak Tanggungan (Purnamasari, 2011: 41-45).
Sifat lain dari Hak Tanggungan adalah Hak Tanggungan merupakan accecoir dari
perjanjian pokok, artinya bahwa perjanjian Hak Tanggungan bukan merupakan
perjanjian yang berdiri sendiri, tetapi keberadaannya adalah karena adanya perjanjian
lain yang disebut dengan perjanjian pokok. Perjanjian pokok bagi perjanjian Hak
Tanggungan adalah perjanjian hutang piutang yang menimbulkan hutang yang

Page 4 of 13
dijamin itu. Jadi apabila perjanjian pokok berakhir maka secara otomatis perjanjian
Hak Tanggungan juga berakhir.
2. Subjek dan objek Hak Tanggungan
a. Subjek Hak Tanggungan Hak Tanggungan di dalam Pasal 8 sampai dengan
Pasal 9 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 adalah :
 Pemberi Hak Tanggungan, dapat perorangan atau badan hukum, yang
mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap
objek Hak Tanggungan;
 Pemegang Hak Tanggungan, terdiri dari perorangan atau badan hukum
yang berkedudukan sebagai pihak berpiutang.
b. Objek Hak Tanggungan dalam UUHT diuraikan bahwa tidak semua hak atas
tanah dapat dibebani dengan Hak Tanggungan. Hak Atas Tanah yang dapat
dibebani dengan Hak Tanggungan hanyalah hak atas tanah yang berstatus Hak
Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas tanah
Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut
sifatnya dapat dipindahtangankan, sebagaimana Pasal 4 ayat (1) dan (2)
UUHT.
3. Pembebanan Hak Tanggungan
Sesuai dengan sifat Accecoir dari Hak Tanggungan, maka pembebanan Hak
Tanggungan didahului dengan perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum hutang
piutang yang dijamin pelunasannya, yang merupakan perjanjian pokoknya. Hal ini
sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Hak Tanggungan yang
menyatakan bahwa pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk
memberikan Hak Tanggungan sebagaimana jaminan pelunasan hutang tertentu, yang
dituangkan di dalam dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjanjian hutang
piutang yang bersangkutan.
Menurut Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan, pemberian Hak
Tangggungan wajib didaftarkan pada kantor Pertanahan. Pemberian Hak Tanggungan
dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh PPAT
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta pemindahan Hak
Atas Tanah dan akta lain dalam rangka pembebanan Hak Atas Tanah, sebagai bukti

Page 5 of 13
perbuatan hukum tertentu mengenai tanah yang terletak dalam daerah kerjanya
masing-masing.
4. Hapusnya Hak Tanggungan
Dalam Pasal 18 UUHT disebutkan beberapa hal yang menyebabkan hapusnya Hak
Tanggungan yaitu : hapusnya hutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan,
dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan, pembersihan Hak
Tanggungan berdasarkan peringkat oleh Ketua pengadilan Negeri, dan hapusnya hak
atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.
Hapusnya Hak Tanggungan, karena dilepaskan oleh pemegang Hak Tanggungan
dilakukan dengan pemberian pernyataan tertulis oleh pemegang Hak Tanggungan
tersebut kepada pemberi Hak Tanggungan. Sedangkan hapusnya Hak Tanggungan,
karena pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan peringkat Ketua Pengadilan
Negeri, terjadi karena adanya permohonan dari pembeli hak atas tanah yang dibebani
Hak Tanggungan tersebut. Selanjutnya hapusnya Hak Tanggungan karena hapusnya
hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan, tidak menyebabkan hapusnya hutang
yang dijamin dengan Hak Tanggungan tersebut.
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan hak atas tanah yang dibebani Hak
Tanggungan itu hapus, yaitu:
a. Jangka waktunya berakhir, kecuali hak atas tanah yang dijadikan obyek Hak
Tanggungan diperpanjang sebelum berakhirnya jangka waktunya;
b. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir, karena suatu syarat batal;
c. Dicabut untuk kepentingan umum;
d. Dilepaskan dengan suka rela oleh pemilik hak atas tanah;
e. Tanahnya musnah.
Setelah Hak Tanggungan hapus, berdasarkan Pasal 22 UUHT, Kantor Pertanahan
harus mencoret catatan Hak Tanggungan tersebut pada buku tanah hak atas tanah dan
sertipikatnya. Sertipikat Hak Tanggungan yang bersangkutan ditarik dan bersama-
sama buku tanah Hak Tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor
Pertanahan. Apabila sertipikat Hak Tanggungan tersebut karena sesuatu tidak
dikembalikan kepada Kantor Pertanahan, maka hal tersebut dicatat pada buku tanah
Hak Tanggungan.

Page 6 of 13
B. EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN
Salah satu ciri dari Hak Tanggungan adalah mudah dan pasti dalam
pelaksanaan eksekusinya apabila dikemudian hari debitor wanprestasi. Eksekusi adalah
pelaksanaan secara paksa putusan pengadilan dengan bantuan kekuatan hukum apabila
pihak yang kalah (tereksekusi atau pihak tergugat) tidak mau menjalankan secara
sukarela. Eksekusi Hak Tanggungan yaitu apabila debitor cidera janji maka obyek Hak
Tanggungan dijual melalui pelelangan umum sesuai cara yang ditentukan dalam Pasal 6
UUHT dan pemegang Hak Tanggungan berhak mengambil seluruh atau sebagian dari
hasilnya untuk pelunasan piutangnya, dengan hak mendahului daripada kreditor-
kreditor lain.
Pada dasarnya pelaksanaan putusan atau eksekusi merupakan suatu
pelaksanaan terhadap suatu putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap yang
dilakukan dengan bantuan pengadilan. Eksekusi objek jaminan adalah pelaksanaan hak
kreditur pemegang hak jaminan terhadap objek jaminan apabila terjadi perbuatan
ingkar/wanprestasi oleh debitur dengan cara penjualan benda objek jaminan untuk
melunasi piutangnya. Hak untuk melaksanakan pemenuhan hak kreditur ini dilakukan
dengan cara menjual benda objek jaminan yang hasilnya digunakan sebagai pelunasan
piutang krediturnya.
Eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada
pihak yang kalah dalam suatu perkara merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari
proses pemeriksaan perkara. Suatu putusan pengadilan tidak ada artinya apabila tidak
dapat dilaksanakan. Oleh karena itu, putusan hakim mempunyai kekuatan eksekutorial,
yaitu kekuatan untuk dapat dilaksanakan apa yang ditetapkan dalam putusan itu secara
paksa oleh alat-alat negara.
Eksekusi Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 20 UUHT yang telah
menentukan bahwa jika debitor wanprestasi, maka :
a. berdasarkan hak yang ada pada pemegang Hak Tanggungan pertama yaitu janji
untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan
umum atau atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan dapat dijual
dibawah tangan;
b. berdasarkan irah-irah yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan mempunyai
kekuatan eksekutorial yang sama dengan keputusan hakim yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap.

Page 7 of 13
Ketentuan ayat ini merupakan perwujudan dari kemudahan yang disediakan oleh
undang-undang ini bagi para kreditur pemegang Hak Tanggungan dalam hal harus
dilakukan eksekusi.
Rumusan ini secara jelas menyatakan bahwa eksekusi Hak Tanggungan
berdasarkan janji yang diberikan dalam Pasal 11 ayat (2) huruf e UUHT jo. Pasal 6
UUHT, dan irah-irah eksekutorial “DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA” yang disebut dalam Pasal 14 ayat (2) UUHT
dapat dilaksanakan melalui pelelangan umum, kecuali dalam hal-hal tertentu yang
menguntungkan dan disetujui oleh kedua belah pihak, dimungkinkan untuk
melaksanakan eksekusi melalui penjualan sukarela, dengan segala konsekuensinya
bagi pembeli (Pasal 19 UUHT).
Berdasarkan Pasal 6 UUHT, kreditur pemegang Hak Tanggungan pertama
mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri
melalui pelelangan umum, dari hasil pelelangan tersebut kreditur mengambil untuk
pelunasan piutangnya, atau yang biasa disebut dengan parate eksekusi. Penjelasan
Pasal 6 UUHT memberikan ketentuan, bahwa parate eksekusi tersebut didasarkan
pada yang diperjanjikan dalam suatu Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).
Kelebihan dari parate eksekusi bahwa ia tidak memerlukan keterlibatan
Pengadilan Negeri sehingga merupakan jalan yang mudah dan cepat dalam
menyelesaikan piutang kreditur. Kelemahannya, apabila debitur atau pihak ketiga
yang tidak berkenan atas eksekusi yang dilakukan oleh kreditur, maka pihak ketiga
harus mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri. Oleh karena cara yang digunakan
harus dengan gugatan, maka gugatan yang diajukan tersebut akan "dapat" menunda
eksekusi apabila belum dilakukan pelelangan, sehingga eksekusi dapat menjadi
berlarut-larut. Demikian pula bagi pemenang lelang, apabila debitur tidak bersedia
mengosongkan obyek Hak Tanggungan cara penyelesaiannya juga dengan
mengajukan gugatan, sehingga akan tetap membutuhkan waktu dan biaya yang tidak
sedikit.
Eksekusi berdasarkan kekuatan eksekutorial ada sisi lebih dan
kekurangannya. Kelebihan eksekusi berdasarkan kekuatan eksekutorial sertifikat Hak
Tanggungan yang melibatkan Pengadilan Negeri, yaitu meskipun ada perlawanan,
Pengadilan dapat melaksanakan eksekusi. Bagi pemenang lelang, pengosongan obyek
Hak Tanggungan berdasarkan pasal 224 HIR akan lebih mudah dan pasti

Page 8 of 13
dibandingkan dengan parate eksekusi yang terlebih dahulu harus mengajukan gugatan.
Sedangkan kelemahannya adalah, apabila memang tidak ada masalah dalam Sertifikat
Hak Tanggungan yang menyangkut syarat formil atau nyata materiil, akan
memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit, dibanding parate eksekusi. Walaupun
masing-masing eksekusi tersebut terdapat kelemahan dan kelebihan, akan tetapi
preferensi kreditur pemegang Hak Tanggungan tetap dijamin untuk kepastian
hukumnya.
Dalam praktiknya, eksekusi Hak Tanggungan dapat dilakukan dengan 2
(dua) cara, yaitu melalui melalui proses lelang dan melalui penjualan di bawah tangan.
Proses eksekusi Hak Tanggungan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Penjualan jaminan melalui lelang
Yang dimaksud penjualan jaminan melalui proses lelang adalah penawaran
langsung oleh peserta lelang dengan sistem harga naik-naik, yakni penawaran
pertama dilemparkan oleh juru lelang dengan standar harga terbatas dan
pemenangnya adalah penawar harga tertinggi. Proses Pelelangan tersebut
merupakan pelelangan umum yang diatur dalam Pasal 20 ayat (1) Undang-undang
Hak Tanggungan. Pelelangan umum adalah cara alternatif apabila penyelamatan
kredit bermasalah yang dilakukan oleh pihak kreditur tidak berhasil. Dalam Pasal 6
Undang-Undang Hak Tanggungan memberikan kewenangan kepada pemegang
Hak Tanggungan pertama untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan
sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil
penjualan tersebut, apabila debitur cidera janji, dan pemegang Hak Tanggungan
pertama tidak perlu meninta persetujuan terlebih dahulu dari pemberi Hak
Tanggungan serta tidak perlu pula meminta penetapan dari Ketua Pengadilan
Negeri setempat untuk melakukan eksekusi tersebut. Sehingga cukuplah apabila
pemegang Hak Tanggungan pertama itu mengajukan permohonan kepada kepala
kantor lelang negara setempat untuk pelaksanaan pelelangan umum dalam rangka
eksekusi objek Hak Tanggungan tersebut. Sebab kewenangan pemegang Hak
Tanggungan pertama itu merupakan kewenagan yang diberikan oleh
undangundang artinya kewenangan tersebut dipunyai demi hukum. Karena itu
Kepala Kantor Lelang Negara harus menghormati dan mematuhi kewenangan
tersebut. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor
93/PMK.06/2010 tentang petunjuk pelaksanaan lelang, pengertian lelang adalah

Page 9 of 13
penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara
tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai
harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang.
2. Penjualan dibawah tangan.
Yang dimaksud dengan penjualan dibawah tangan adalah penjualan atas tanah
yang dijadikan sebagai jaminan dan dibebani dengan Hak Tanggungan oleh
kreditur sendiri secara langsung kepada orang atau pihak lain yang berminat,
tetapi dibantu juga oleh pemilik tanah dimaksud. Namun hati-hati pelaksanaan
penjualan jaminan dibawah tangan ini harus didahului dengan pemberitahuan
kepada pihak-pihak terkait dan diumumkan dalam 2 (dua) surat kabar yang
terbit di daerah tempat lokasi tanah dan bangunan berada. Hal ini dilakukan
minimal 1 (satu) bulan sebelum penjualan dilakukan, serta tidak ada
sanggahan dari pihak manapun, apabila tidak dilakukan penjualan batal demi
hukum.
Pelaksanaan penjualan dibawah tangan dapat dilakukan ketika debitur atau
pemilik tanah yang dibebani hak tanggungan masih kooperatif dengan pihak
bank. Debitur bersedia pula untuk hadir lagi guna membuat dan
menandatangani akta-akta atau dokumen-dokumen berkaitan dengan penjualan
tanah yang dibebani Hak Tanggungan.

Page 10 of 13
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak-hak atas tanah,
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan
Dasar Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu
kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan
yang di utamakan kepada kreditor. Vide Pasal 1 butir 1 UU. No.4 Tahun 1996.
Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan dalam tenggang waktu
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah penanda tanganan Akta Pemberian Hak
Tanggungan pada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Sebagai bukti adanya hak
tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan sertifikat Hak tanggungan yang memuat
irah-irah dengan kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Maha Esa”.
Sertifikat hak tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan
putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Suatu objek Hak tanggungan
dapat dibebani dengan lebih dari satu hak tanggungan, guna menjamin pelunasan lebih
dari satu utang. Dan dalam hal suatu objek tanggungan dibebani lebih dari satu hak
tanggungan maka peringkat hak tanggungan tersebut ditentukan menurut tanggal
pendaftaran pada Kantor Pertanahan dan apabila tanggal pendaftaran pada Kantor
Pertanahan adalah sama maka peringkat ditentukan menurut tanggal pembuatan Akta
Pemberian Hak Tanggungan pada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Eksekusi Hak Tanggungan terjadi apabila debitor cidera janji dan dapat dilakukan
secara dibawah tangan atau melalui Pengadilan Negeri. Eksekusi Hak Tanggungan
melalui Pengadilan dilakukan sebagaimana eksekusi putusan Pengadilan yang telah
berkekuatan tetap yang diawal dengan pemanggilan debitor untuk di tegor atau
dinasehati, untuk memenuhi kewajibannya kepada kreditor dalam tanggungan waktu 8
(delapan) hari dan apabila hal ini tidak dipenuhi, maka akan diadakan pelelangan atas
objek hak tanggungan dengan meminta bantuan Kantor Lelang Negara.

B. Kritik
Page 11 of 13
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu kami
mohon kepada pembaca agar memberikan kritik dan sarannya terhadap makalah kami.
Kritik dan saran tersebut akan sangat berguna bagi kami dalam memperbaiki dan
menyempurnakan isi dari makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Page 12 of 13
http://mas-marto.blogspot.co.id/2014/11/eksekusi-hak-tanggungan.html

Page 13 of 13

Anda mungkin juga menyukai