DISPENSASI PERKAWINAN
OLEH PENGADILAN NEGERI
SINGARAJA TERHADAP
PERKAWINAN ANAK DI
BAWAH UMUR DESA
JAGARAGA
by I Putu Agus Satyawan B.m
JAC.ARAC.A
OLEH :
SINCARAJA
2020
EFEKTIFITAS PEMBERIAN DISPENSASI PERKAWINAN OLEH PENCADILAN
JACARACA
Oleh :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami bagaimana efektifitas Undang-U ndang
Nomor 1 6 Tahun 2019 tentang Perkawinan dalam pemberian dispensasi perkawinan dibawah
umur di Desa Jagaraga dan faktor yang melatarbelakangi rnasyarakat Desa Jagaraga tidak meminta
surat dispensasi perkawinan dalam melaksanakan perkawinan dibawah umur. Penelitian ini
merupakan penelitian yang menggunakan metode penelitian hukum empiris dengan menggunakan
jenis pendekatan deskriptif, yang kemudian dianalisis dengan menggunakan data primer,
sekunder, dan terrier untuk mendapatkan kesimpulan yang relex’an dari permasalahan yang
dihadapi pada penelitian ini. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa , I ) Penerapan Aturan
dispensasi perkawinan bagi perkawinan di bawah umur yang terrnuat dalam Pasal 7 Undang-
Undang Nomor I Tahun 1974 tentang perkawinan belum efektif diterapkan di Desa Jagaraga.
Tidak Efektifn ya aturan tersebut dikarenakan oleh dua hal yaitu ditinjau dari segi aparatur yang
menerapkan aturan tersebut dan Kebudayaan Hukum di mas yarakat, 2) Faktor yang
melatarbelangi Masyarakat Desa Jagaraga Tidak Meminta Surat Dispensasi Perkawinan Dalam
Melaksanakan Perkawinan Dibawah IJ mur disebabkan oleh beberapa faktor yakni faktor
ekonomi, faktor budaya, faktor waktu , dan faktor aparatur yang terkesan lambat dan berat
sebelah.
OF JAGARAGA V lLLAGE
By:
ABSTRACT
This study aims to find out and understand how the effectiveness of Law N urnber 1 6 Year 2019
regarding Marriage in the granting of underage marriage dispensations in Jagaraga Village and the
factors underlying the Jagaraga Village community do not ask for marriage dispensation letters in
carrying out underage marriages. This research is a research that uses empirical legal research
methods using a descriptive approach, which is then analyzed using primary, secondary, and
tertiary data to obtain relex’ant conclusions from the problems faced in this study. The results
showed that, I ) The application of the marriage dispensation rules for underage marriages
contained in Article 7 of Law Number 1 of 1974 concerning marriages had not been effecti›’ely
applied in Jagaraga Village. The ineffectix’eness of the rule is due to two things, in terms of the
apparatus that applies the rule and t he legal culture in the community, 2) Factors underlying the
Jagaraga Village Community Do Not Request a Marriage Dispensation Letter in Implementing
Marriage Under Age due to several factors namely economic factors, factors culture, time factor,
and personnel factors that seem slow and biased.
PENDAHULUAN
Manusia adalah salah satu makhluk cipt aan tuhan yang paling sempurna. Sebagiamana
yang telah dikatakan oleh Aristoteles, bahwa manusia sebagai makhluk sosial ciptaan Tuhan yang
membutuhkan orang lain atau pasangan di dalam hidu pnya untuk bisa memiliki keturunan yang
diharapkan nantinya akan memiliki keluarga yang bahagia dan harmonic. Oleh karea itulah,
manusia akan melalu kan suatu tindakkan untuk tetap mempertahankan popul asinya yaitu dengan
Perkawinan merupakan hal yang sangat diminati oleh semua manusia di dunia ini.
Perkawinan adalah hubungan yang dilegalkan oleh hukum antara pria dan wanita yang dimana dua
orang saling menyetujuinya. Hal ini diatur sebagaiman dalam Pasal I Undang- Undang Nomor I
Tahun 1974 tentang perkawinan, bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai sepasang suami istri yang dengan tujuan untuk menciptakan
keluarga atau ruinah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhaan Yang Maha Esa. Suatu
perkawinan dianggap sah apabila di dalamnya memenuhi syarat -syarat perkawinan dan di lakukan
menurut hukum adat atau agamanya masing-making serta dicatat menurut peraturan perundang-
undangan
Perkawinan merupakan masalah yang penting yang dimana didalam perkawinan bukan
hanya ikatan atau hubungan antara mempelai pria dengan mempelai wanita saja, tetapi juga ada
hubungan antar keluarga mempelai pria dan keluarga mempelai wanita, serta pernikahan ini
merupakan unsur atau kegiatan yang nantinya akan ada hubungan antara kedua mempelai dengan
masyarakat di sekitar mereka, dan juga terdapat hu bungan yang sangat sakral yang dimana di
dalam perkawinan ada hubungan antara manusia dengan Tuhan yang diharapkan dengan adanya
hubungan antara manusia dengan Tuhan ini, maka perkawinan pada diri seseorang hanya akan
Hu bungan perkawinan yang terjadi ini ditentukan dan diawasi oleh sistem norma-norma
yang berlaku di masyarakat itu sendiri. Perkawinan yang ideal ialah suatu perkawinan yang terjadi
dan dikehendaki oleh kedua belah pihak, yaitu mempelai wanita dan mempelai pria serta
dikehendaki pula oleh masyarakat yang perlu adanya pertimbangan-pertimbangan yang matang
yang di mana tidak boleh menyimpang dengan aturan-aturan atau norma-norma yang berlaku di
mas yarakat. Sehingga semua acara perkawinan yang berlangsung merupakan rirrs br yn.t.tagr
yaitu upacara-upacara peralihan yang melambangkan sebuah perubahan status dari yang awalnya
kedua mempelai hidup secara terpisah dan setelah melaksanakan perkawinan keduanya
melaksanakan hidup bersama menyatukan batin dan raga yang disebut suami istri.
Dalam agarna Hindu, Perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan manusia. Salah satu tujuan utama perkawinan menurut huku m hindu
adalah untuk memperoleh keturunan (anak) yang dapat inenyel ainatkan arwah orang tuanya dari
hidup yang sakral dan abadi sifatnya. Menurut hukum Hindu sejak peristiwa tersebut, seseorang
itu berada pada tahapan hid up yang disebut Grsh‹is‹i (Grivoh‹ist‹i) (Gede Puja, 1975:7 I ).
Dalam Undang-Undang Nomor 1 6 Tahun 2019 tentang perkawinan Pasal 7 ayat I telah
ditetapkan bahwa pria dan wanita dizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun,
dan bila belum mencapai umur tersebut harus mendapatkan dispensasi dari pengadil an. Dalam
hubungan ini perlu dicatat, bahwa seorang wanita walaupun telah berusia cukup dewasa (rnisalnya
19 tahun lebih), namun orang bersangkutan tidak pernah datang bulan, dianggaplah tidak
memenuhi syarat untuk kawin. Bahkan tidak saja dinilai selaku seseorang yang kurang sehat
secara fisik, melainkan dianggap “letuh”, atau secara keagamaan dan karenanya dilarang untuk
Dalam masyarakat Bali, tidak ada u kuran pasti bagi orang yang dianggap pantas untuk
melangsungkan suatu perkawinan, karena ditempat satu dengan yang lainnya dipakai kreteria yang
2. Untuk laki-laki apabila sudah dianggap rnampu rnencari nafkah sendiri, atau sudah dapat
inengundang padi satu pikul atau sudah mampu melaksanakan ayahan (kewajiban) desa
atau sudah terjadi perubahan suara yang disebut ngembakin (Tim Peneliti Fakultas Huku m
Secara umum perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kek ul berdasarkan
Ketuhanan Yang Matta Esa. Untuk dapat melangsungkan perkawinan yang bahagia dan kekal,
menurut U ndang-undang perkawinan nomor I tahun 1974 pasal 2 ayat ( 1), “sah atau tidaknya
suatu perkawinan ditentukan oleh hukum agarnanya dan kepercayaan masing-masing. Selain itu
di dalam Undang-Undang Nomor 1 6 Tahun 2019 tentang perkawinan Pasal 7 ayat I telah dengan
tegas menentu kan umur seseorang untuk dapat melangsungkan perkawinan. Kenyataan dalam
masyarakat pedesaan sering dijumpai perkawinan di bawah umur. Biasanya pernikahan dibawah
umur (pernikahan dini) ini terjadi karena antara calon mempelai laki- laki dan calon mempelai
wanita telah terjadi hubungan badan, baik yang rnengakibatkan pihak wanita harnil maupun tidak
hamil. Atau sering disebut MBA, morird hv ‹i‹ ‹ ident, nikah karena kecelakaan.
Dengan dernikian, yang dimaksud dengan perkawinan di bawah umur adalah perkawinan
yang dilakukan di bawah batas perkawinan yang sudah ditetapkan oleh U ndang-U ndang Nomor
1 6 Tahun 2019 tentang perkawinan I diatas. Umur ini penting untuk inelangsungkan perkawinan
karena dalam membina rumah tangga perlu adanya kesiapan biologis dan psikologis agar dapat
Pada dasarnya perkawinan yang ada di Indonesia kini sudah banyak di pengaruhi oleh
hukum adat, hal ini dikarenakan beranekaragamnya ad at dan kebudayaan di Indonesia, dan salah
satu daerah yang terkenal akan adat dan kebudayaannya adalah Bali. Dimana runtutan acara dan
pelaksanaan upacara perkawinanya yang cukup banyak. Hal ini sebagaimana yang telah diketahui
Berkaitan dengan hal di atas, dalam halnya perkawinan yang dilakukan secara adat, ada beberapa
corak yang harus di pahami menurut Bew‹i R‹ip‹i wine (Bewa Ragawino : 10- 13) :
3. Bercorak demokrasi.
4. Bercorak konkrit.
Hu bungan yang terjadi adalah hubungan yang sedemikian rapatnya sehingga merupakan
satu kesatuan atau ketunggalan yang utu h. B ukti dari ketunggalan itu ialah :
Di 1ndonesia, khususnya di Bali terdapat beberapa jenis perkawinan yang ada antara lain sebagai
berikut :
1. Perkawinana N yeburin.
Perkawinan nyeburin atau yang lebih sering dikenal di masyarakat Bali dengan istilah
nventono merupakan kebalikan dari perkawinan biasa, yang dimana pihak keluarga dari
perernpuanlah yang membaca atau yang merninang sang laki-laki unutk tinggal di rumah
sang perempuan dan melepaskan semua ikatan hokum antara laki-laki dan keluarganya.
Perkawinan pade gelahang ini merupakan bentuk perkawinan yang bisa dikatakan baru di
rnasyarakat, dimana perkawinan ini terdapat kesepakatan antara keluarga laki-laki dan
keluarga perempuan bahwa keduanya sama-sama tidak akan melepas hubungan huku m
terhadap keluarga masing-masing. Biasanya perkawinan pade gelahang ini terjadi terhadap
keluarga yang sama-sama memiliki satu anak. Dan keturunan dari laki-laki dan perempuan
ini akan menjalankan hak dan kewajiban sebagai purusa dari keluarga laki-laki dan juga
pereinpaun.
menurut informasi yang saya terima bahwa masih ada rnasyarakat di desa ini yang melakukan
perkawinan di bawah u mur tanpa dimintakannya surat dispensasi ke Pengadilan, padahal menurut
U ndang-U ndang Nomor 1 6 Tahun 2019 perkawinan di bawah u mur tanpa dimintakannya surat
perkawinan di bawah umur Desa Jagaraga tanpa diinintakannya surat dispensasi ke Pengadilan
Tabel. 1.1 Data Perkawinan Desa Jagaraga di bawah Umur Tidak Meminta Surat
Dispensasi ke Pengadilan
2 Kangin Teben 16
3 Kauh Luan 41
4 Kangin Luan 17
Kau h Teben 36
yang menerapkan pembatasan umur untuk kawin, maka perkawinan anak-anak rilestinya sekarang
tidak dapat dilangsungkan lagi, namun dalam kenyataannya dirnasyarakat masih ada terjadi
perkawinan di bawah umur. Adapun yang menjadi alasan perkawinan di bawah umur, dengan
berlakunya undang-undang No.1 tahun 1974 masyarakat hendaknya menyesuaikan diri dengan
undang- undang tersebut. Oleh karena perkawinan anak-anak itu sampai batas umur 1 9 tahun bagi
pria dan wanita. Orang tua tidak boleh lagi melaksanakan perkawinan anak-anak yang rnasih
dibawah umur.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dengan ini tertarik melakukan penelitian
terhadap pelaksanaan perkawinan di bawah umur di Desa Jagaraga dengan judul “Efektifitas
1d Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah yang sebagai
berikut :
I . Di Desa Jagaraga masih ban yak terjadinya pelaksanaan perkawinan di bawah u mur
setiap banjar.
2. Di Desa Jagaraga perkawinan di bawah umur tetap dilaksanakan menurut agama hindu
meskipun secara hukum nasional perkawinan di bawah umur tan pa dimintakannya surat
dispensasi ke Pengadilan.
1d Pembatasan Masalah
Untuk terarahn ya dalam penyusunan proposal ini maka peneliti mengarnbil batasan masalah
yang diteliti. Penelitian ini rnemfokuskan pada bagaimana efektifitas U ndang-Undang Nomor
16 Tahun 2019 tentang perkawinan dalam pemberian dispensasi perkawinan dibawah umur di
1 A Rumusan Masalah
2. Apakah faktor yang melatarbelakangi masyarakat Desa Jagaraga tidak meminta surat
1 Tu,juan Penelitian
I . Tujuan Umum.
kususnya mengenai yang mengatur tentang perkawinan di bawah umur di desa Jagaraga
dan Sebagai sarana untuk mengungkapkan pikiran secara ilmiah melalui penelitian ini.
2. Tujuan Khusus.
Desa
dibawah umur.
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat memberikan pencerahan mengenai permasal ahan huku m yang
dihadapi sehingga menjadi dasar pemikiran yang teoritis, dan memberikan wawasan bagi
para pernbaca dan penulis tentang “Efektifitas Pemberian Dispensasi Perkawinan Oleh
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis
b. Bagi Masyarakat
Sebagai sarana pengembangan pemi kiran bagi masyarakat bahwa pentingnya mernohon
KAJIAN PUSTAKA
perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan rnembentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan ke-Tuhanan yang maha esa”. Jadi menurut
perundangan perkawinan itu ialah ‘ikatan antara seorang pria dengan seorang
wanita berarti perkawina sama dengan perikatan’. Menurut pasal 26 K UHPer data
perdata’ dan dalam pasal SI K UHPerdata dikatakan bahwa ‘tidak ada upacara
kepada pejabat agama mereka, bahwa perkawinan di hadapan pegawai catalan sipil
telah berlangsung. Pasal 81 K U HPerdata ini di perkuat pula oleh pasal 530 ( 1)
bahwa pelangsungan
di hadapan pejabat itu sudah di laku kan, di ancam dengan pidana denda paling
catatan sipil” tersebut menjunjukkan bahwa peraturan ini tidak berlaku bagi hukum
adat, yaitu orang-orang yag dahulu disebut pribumi dan timur asing tenentu, diluar
ikatan perdata tapi juga merupakan “perikatan keagamaan”. Hal mana dilihat dari
1974 bahwa perkawinan itu bertujuan untuk rnembentuk keluarga yang bahagia dan
kekal berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Kalimat demikian itu tidak ada
tanggal 30 April 1847 (S.1847/23) dan berlaku di Indonesia sampai tahun 1974,
selama 1 27 Tahun dan sampai dengan buku K UHPedrata (BW) di tulis Tahun
1990 berarti sudah berlaku selama 143 tahun. Pengertian perkawinan sebagaimana
benar-benar oleh mas yarakat, oleh karena ia merupakan landasan pokok dari
aturan hukum perkawinan lebih lanjut, baik yang terdapat dalam Undang-undang
No I Tahun 1974 maupun dalam U ndang-U ndang Nomor 1 6 Tahun 2019 tentang
Perkawinan.
Pengertian perkawinan adalah lepas dari pengertian hidup bersama di pandang
dari sudut ilrnu hayat (biologi). Pengertian perkawinan ditentukan oleh hukum
yang di tiap-tiap Negara berlaku mengenai suatu hidu p bersama tertentu antara
dalam Bur pet li jk lVrr6r›rk yang masih berlaku di Indonesia tidaklah termuat
yang rnungkin tentang perkawinan diadakan oleh suatu agama tertentu. I ika
persetujuan jual beli, tu kar menukar, sewa, dan lain-lain. Namun, tidak demikian
dalam persetujuan biasanya para pihak bebas untuk rnenentukan sendiri isi janji-
dengan Undang- Undang, kesusilaan, dan ketertiban umum cina (Ragawino, 2008:
30).
Suatu perkawinan sernula ditentukan oleh hukum dari persetujuan antara suarni
dan istri itu. I ika perempuan dan laki-laki berkata sepakat untuk melaksanakan
perkawinan satu sama lain, berarti mereka saling berjanji akan menaati peraruran-
peraturan hu kum yang berlaku mengenai hak dan kewajiban masing-making pihak
selama hidup bersama dan mengenai kedudukan dalam masyarakat dari anak-anak
keturunannya .
I . Monogami.
dibu barkan.
yang belum mencapai umur genap 18 tahun, sepertipun seorang gadis yang belu m
perkawinan. Sementara itu, dalam hal adanya alasan-alasan yang penting presiden
tentang perkawinan Pasal 7 ayat I jelaslah bahwa pria dan wanita diizinkan
pernah kawin dan hendak kawin lagi harus mengtidahkan waktu 300 hari setelah
penerimaan bahwa 300 hari sebagai waktu paling lama seorang perempuan di
dalam keadaan mengandungi. Di camping itu ketentuan 300 hari memang penting
sekali di dalam menentukan ayah bagi anak yang dilahirkan tersebut. Apabila
memberi izin yang di perluka untuk kawin, maka harus di bedakan adanya dua
kelompok, :
1. Orang yang belum dewasa, yaitu belum mencapai umur 2 I tahun dan belu
m pernah kawin.
2. Orang yang sudah dewasa akan tetapi belum mencapai umur 30 tahun.
2. syarat formal.
langsungkan, yaitu :
berikut :
b. Akta yang di buat oleh seseorang pegawai catatan sipil dan di bu kukan
dalam register izin kawin atau sebuah akte otentik lain yang memuat
izin dari bapak ibu kakek nenek wali atau wali pengawas, ataupun izin
yang di peroleh dari hakim, dalam hal bilamana izin itu di perlukan.
berikutnya, akta kematian suami atau istri yang dahulu, atau akta
perceraiaan atau pun turunan surat izin hakirn yang di berikan dalam
izin kawin.
gugurkan.
h. Izin bagi para per wira dan militer rendahan yang di perlukan untuk
kawin.
bahwa “jika di antara kedua calon istir itu ada kiranya yang tak dapat
yang lalu, maka kekurangan yang demikian itu dapat di perbaiki dengan
akta kenal yang diberikan oleh kepala pemerintah daerah tempat kelahiran
atau tempat
tinggal si calon suami atau istri itu , atas keterangan dna saksi laki atau
Ketiadaan akte kelahiran dapat juga diperbaiki, baik dengan keterangan yang
yang berisi bahwa ia tak dapat memperoleh akta kelahiran atau akta kenal.
dalam pasal 7 I nomor 5, maka kekurangan itu dapat diperbaiki dalam cara
yang sama seperti dalam hal termasuk dalam pasal yang lalu . Ketentuan ini
inendengar pula akan pegawai catatan sipil, secara tingkat dan tanpa
boleh di perhitungkan.
6. Jiak ada alsan penting, maka kepala pemerintah daerah yang arnan dalam
dispensasi dari pengumuman dan dari waktu tunggu yang di haruskan. Jika
ada pemberiaan dispensasi, maka berita tentang pemberit ahuaan itu harus
segera di tempelkan pada gedung termasuk dalam ayat pertama pasal 52.
Dalam beriuta temple itu harus di sebut juga saat bilamana perkawinan akan
tempat tinggal salah satu dari kedua beelah pihak dan dengan di hadiri oleh
dua orang saksi, baik keluarga maupun bu kan keluarga, yang telah
salah satu dari kedua belah pihak terhalang pergi ke gedung tersebut, maka
Undang perkawinan pasal 2 ayat I Undang-kl ndang Nomor I Tahun 1974 yang
hindu.
Pinandita.
agama hindu. Dan jika salah satu dari calon mempelai tidak menganut
agama hindu maka perkawinan di anggap tidak sah. Dan apabila salah
satu mempelai ingin menjadi agama hindu dan agar perkawinannya bisa
dahulu.
Menurut Dirksen dalam Arthayasa perkawinan di u mat hindu sudah
dianggap sah apabila sudah dilaksanakan upacara Tri Saksi, yaitu (Arthayasa,
2000:43) :
kerabat.
(diletakkan di pertiwi)
1974 adalah :
“Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19
“pada asasnya dalam suatu perkawinana seorang pria hanya bnleh mempunyai seorang
istri. Seorang wanita hanya bnleh mempunyai seorang suami”. Isis pasal ini sama
“dalam waktu yang sama seorang laki-laki hanya dibnlehkan mempunyai satu orang
perempuan sebagai istrinya, seorang perempuan hanaya satu orang sebagai suaminya”.
Perkawinana ini bukan saja merupakan penyatuan kedua belah pihak antara
laki-laki dengan perempuan saja dalam hubungannya dengan hukin perdata, tetapi
yang berlaku di daerah mereka. Berikut asas-asas perkawinanan menurut hokum adat
ialah
b. Perkawinan tidak saja harus sah menurut hukum agama dan kepercayaan, tetapi
namun harus mendapat izin dari orang tual keluarga dan kerabat.
d. Perkawinan dapat dilakukan oleh seorang pria dengan beberapa wanita sebagai
setempat.
e. Perkawinan harus didasarkan pada persetujuan anat ar orang tua dan juga
kerabat, masyarakat adat rnenolak kedudukan suami istri yang tidak diakui oleh
masyarakat adat.
hokum yang berlaku di tiap-tiap hoku m adat. Larangan perkawinan dalam hoku m
adat.
perubahan mengenai dispensasi perkawinan yang diatur dalam Pasal 7, yang agak berbeda
rumusannya dari U ndang-Undang No. I Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dispensasi adalah
pemberian hak kepada seseorang untuk rnenikah meskipun usianya belum mencapai batas
minimal 19 tahun. Prinsipnya, seorang laki-laki dan seorang perempuan diizinkan menikah
jika mereka sudah berusia 19 tahun ke atas. Jika tern yata keadaan menghendaki, perkawinan
dapat dilangsungkan meskipun salah satu dari pasangan atau keduanya belum mencapai usia
dimaksud.
Artinya, para pihak dapat rnengesampingkan syarat minimal usia perkawinan.
Menurut US Perkawinan yang baru, penyimpangan hanya dapat dilakukan melalui pengajuan
permohonan dispensasi oleh orang tua dari salah satu atau kedua belah pihak calon mempelai.
Bagi pasangan yang beragaina Islam, permohonan diajukan ke Pengadilan Agama. Bagi
Pasal 7 ayat (2) Undang-U ndang Perkawinan yang baru rnenegaskan bahwa
dispensasi perkawinan dapat diberikan atas alasan mendesak. Apa yang dimaksud ‘alasan
mendesak’? U U Perkawinan menjelaskan bahwa alasan mendesak adalah keadaan tidak ada
Alasan mendesak itu tak bisa sekadar klairn. Harus ada bukti-bukti pendukung yang
cukup. Menurut U U Perkawinan yang baru menjelaskan bukti-bukti pendukung yang cukup
adalah surat keterangan yang mernbuktikan bahwa usia mempelai masih di bawah ketentuan
undang- undang dan surat keterangan dari tenaga kesehatan yang rnendukung pernyataan
(hukumonline.com).
Alat bu kti yang cukup itu termasuk keterangan saksi lain. Sekadar contoh adalah salah
satu permohonan yang diajukan ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada April 2010.
Seorang ibu rumah tangga berusia 39 tahun mengajukan dispensasi perkawinan untuk anak
laki-lakinya yang belu m genap usia 19 tahun. Calon pengantin perempuan kala itu sudah
melebihi usia 16 tahun, syarat minimal yang ditentukan U ndang-U ndang Perkawinan 1974.
Hakim meminta keterangan saksi-saksi yang menguatkan permohonan, dan rnendapat kan
perempuan sudah hamil enam bulan. “Hubungan mereka sudah sedemikian eratnya sehingga
orang tua mereka khawatir kalau tidak segera dinikahkan akan terjadi pelanggaran huku m
agama yang berkepanjangan serta menimbulkan kemudlaratan,” urai majelis hakirn (Tarnah,
Muh. Kailani dan Farchanah) dalam pertirnbangan perkara yang dikutip (huku monline.com).
pertirnbangan moral, agama, adat dan budaya, aspek psikologis, aspek kesehatan, dan dampak
yang ditirnbulkan. Berkaitan ini U ndang-U ndang Perkawinan yang baru mewajibkan
Pemerintah untuk melakukan sosialisasi dan pernbinaan kepada masyarakat dalam rangka
mencegah perkawinan dini, bahaya seks bebas, dan mencegah perkawinan tidak tercatat.
Menurut Lawrence M. Friedman, ada tiga elemen utama dari sistem hukum (legal
hukum suatu aturan huku m tergantung tiga unsur sistem hukum, yakni struktur hukum I'*R^!
.srru‹ rare), substansi hukum (le pal .su6sronrej dan budaya hukum (Ie pal ‹ ulture ). Struktur
hukum rnenyangkut aparat penegak hukum, substansi hukum meliputi perangkat perundang-
undangan dan budaya hukum merupakan hukum yang hidup ( livinp low ) yang dianut dalam
sistem Struktural yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan dengan
baik. Struktur hukum berdasarkan U U No. 8 Tahun 1981 meliputi; rnulai dari
Dalam teori ini terdapat adagium yang menyatakan “/iri/ yo.v/i/iri cl ye rent
niunJu.s” rneskipun dunia ini runtuh hukum harus tetap ditegakkan. Hukum tidak
dapat berjalan atau tegak bila tidak ada aparat penegak hukum yang kredibilitas,
bila tidak didukung dengan aparat penegak hukum yang baik maka keadilan hanya
lernahnya pemahaman agama, ekonomi, proses rekruitmen yang tidak transparan dan
lain sebagainya. Sehingga dapat dipertegas bahwa faktor penegak hukum memainkan
peran penting dalam rnemfungsikan hukum. Kalau peraturan sudah baik, tetapi
kualitas penegak hukum rendah maka akan ada rnasalah. Demikian juga, apabila
dan tata cara naik banding dari pengadilan ke pengadilan lainnya. Smiktur juga
berarti bagaimana badan legislatif ditata, apa yang bnleh dan tidak boleh dilakukan
oleh presiden, prosedur ada yang diikuti oleh kepolisian dan sebagainya. Jadi smiktur
(legal struktur) terdiri dari lembaga hukum yang ada dimaksudkan untuk
pengadilan, pembuat hukum dan badan serta proses hukum itu berjalan dan
dijalankan. Di Indonesia misalnya jika kit a berbicara tentang struktur sistem huku m
2. Substansi Hukum
Dalam teori Lawrence M. Friedman hal ini disebut sebagai sistem substantial
yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan. Substansi juga berani
produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem hukum yang mencakup
keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun. Substansi juga
mencakup hukum yang hidup (li ing lvi‹ ), bukan hanya aturan yang ada dalam kitab
undang-undang (luw frank.t). Sebagai negara yang masih menganut sistem 6"i il Luw
undangan juga telah menganut C’ummun Lai‹ Sistem atau Anglo .i‹zrr›o) dikatakan
hukum adalah peraturan-peraturan yang tertulis sedangkan peraturan-peraturan yang
adalah adanya asas Legalitas dalam KU HP. Dalam Pasal 1 K.UHP ditentukan “tidak
ada suatu perbuatan pidana yang dapat di hukum jika tidak ada aturan yang
mengaturnya”. Sehingga bisa atau tidaknya suatu perbuatan dikenakan sanksi hukum
perundang-undangan.
substansinya adalah aturan, norma, dan pola perilaku nyata rnanusia yang berada
yang berlaku yang memiliki kekuatan yang rnengikat dan menjadi pedoman bagi
3. Budaya Hukum
hukum adalah suasana pemikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan
masyarakat maka akan tercipta budaya hukum yang baik dan dapat merubah pola pikir
Hubungan antara tiga unsur sistem hukum itu sendiri tak berdaya, seperti
pekerjaan rnekanik. Struktur diibaratkan seperti mesin, substansi adalah apa yang
dikerjakan dan dihasilkan oleh mesin, sedangkan kultur hukum adalah apa saja atau
siapa saja yang memutuskan untuk rnenghidupkan dan rnematikan mesin itu, serta
Indonesia, Teori Friedman tersebut dapat kita jadikan patokan dalam mengukur proses
penegakan hukum di Indonesia. Polisi adalah bagian dari struktur bersama dengan
organ jaksa, hakirn, advokat, dan lernbaga permasyarakatan. lnteraksi antar komponen
pengabdi hukum ini menentukan kokoh nya struktur hukum. Walau demikian,
tegaknya hukum tidak hanya ditentukan oleh kokohnya struktur, tetapi juga terkait
dengan kultur hukum di dalam masyarakat. Namun demikian, hingga kini ketiga unsur
sebagaimana yang dikatakan oleh Friedman belum dapat terlaksana dengan baik,
khususnya dalam struktur hukum dan budaya hukum (Putri dkk, 20 l7: 3-4).
(termasuk budaya hukum aparat penegak hukumnya) terhadap hukum dan sistem
hukum. Sebaik apapun penataan struktur hukum untuk menjalankan aturan hukum
yang ditetapkan dan sebaik apapun kualitas substansi hukum yang dibuat tanpa
didukung budaya hukum oleh orang-orang yang terlibat dalam sistem dan masyarakat
maka penegakan hukum tidak akan berjalan secara efektif (Putri dkk, 20 l7:4).
Hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat atau rekayasa sosial tidak lain
hanya merupakan ide-ide yang ingin diwujudkan oleh hukum itu. Untuk menjamin
tercapainya fungsi hukum sebagai rekayasa masyarakat kearah yang lebih baik, maka
bukan hanya dibutuhkan ketersediaan hukum dalam arti kaidah atau peraturan,
rnelainkan juga adanya jaminan atas perwujudan kaidah hukum tersebut ke dalam
praktek hukum, atau dengan kata lain, jaminan akan adanya penegakan hukum (low
enforcement ) yang baik (Fuady, 201 6 : 40). Jadi bekerjanya hukum bukan hanya
soal hukum pada dasar nya tidak dapat dipisahkan dari asas-asas paradigrna hukum
yang terdiri atas fundamental hukum dan sistem hukum. Beberapa fundamental
meliputi substansi, stnlktur dan kultur hukum. Kesernuanya itu sangat berpenganih
terhadap efektivitas kinerja sebuah hukum. Dari beberapa definisi tersebut, dapat kita
tersebut telah mencapai tujuan hukum, yaitu benisaha untuk rnempertahankan dan
ditentukan oleh beberapa tinggi tingkat kepatuhan warga masyarakat terhadap aturan
METODE PENELITIAN
Sebagaimana diketahui bahwa dalam penulisan suatu kar ya ilmiah, salah satu
komponen penentu sebagai suatu syarat metode yang dipergunakan untuk pencarian data karya
tulis ini adalah metode penelitian. Secara harfiah metode diartikan suatu jalan yang harus
diternpuh sebagai pen yelidikan atau penelitian berlangsung berdasarkan suatu rencana tertentu
(Ibrahim, 2016:26), sedangkan penelitian merupakan proses pencarian suatu pengetahuan yang
benar guna menjawab suatu pertanyaan atau ketidak tahuan tertentu (Sunggono, 20 l7:27).
Dengan demikian metr›de penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengernbangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni, yang bertujuan untu k mengungkapkan kebenaran
prakteknya ” (Surachmad, 1970:56). Menurut Soetrisno Hadi yang dimaksud dengan metode
penelitian ialah suatu cara/metode untuk memberikan garis-garis yang cermat dan mengajukan
syarat-syarat yang keras, yang dimaksudnya ialah agar menjaga ilmu pengetahuan yang
dicapai dari suatu reo.term h dapat mempunyai harga ilmiah yang setinggi-tinggin ya (Hadi,
20 l7 : 4).
3J jenis Penelitian
Jenis penelitian yang di gunakan dalam penelitian proposal ini adalah jenis
penelitian Yuridis Ernpiris. Yang dimana yuridis art in ya hukum dilihat sebagai norma atau
aturan, karena didalam pembahasan penelitian ini menggunakan bahan-bahan hu kum yang
tertulis maupun bahan- bahan hukum yang tidak tertulis. Sedangkan empiris artinya huku m
sebagai kenyataan di lapangan, ini dikarenakna dalam rilelaku kan penelitian menggunakan
3J jenis Pendekatan
Pendekatan merupakan cara pandang peneliti dalam memilih ruang bahasa yang diharap
mampu memberi kejelasan uraian dari suatu substansi karya ilmiah. Berdasarkan pada
rumusan masalah dan tujuan dari penelitian yang merupakan penelitian yuridis normatif, maka
pemasalahan (isu hu kum) yang sedang dihadapi. Dalam penelitian ini undang-undang
yang digunakan adalah Undang- Undang Nomor I Tahun 1974 tentang Perkawinan,
Undang-U ndang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan dan Kitab Undang-
2. Pendekatan kasus (‹o.tr ‹ipp rem h ) adalah pendekatan yang dilakukan dengan
menelaah kasus-kasus yang berkaitan dengan isu hukum yang sedang dihadapi yang
mana dalam hal ini adalah fenomena pelaksanaan perkawinan di bawah umur di desa
Adapun sumber bahan hukum yang digunakan dalam penulisan proposal ini
bersumber dari sumber bahan hukum primer dan sumber bahan hukum sekunder. sumber
bahan hukum primer yang bersu mber dari penelitian langsung di lapangan, yaitu sumber
bahan hukum yang di peroleh langsung dari sumber pertama di lapangan yaitu baik dari
responden maupun informan. Sumber bahan hukum yang diperoleh dan diolah dalam
penelitian hukum norinatif merupakan data sekunder yang diperoleh dari sumber
membuat orat-orang taat pada hoku m yang ada, seperti peraturan perundang-
undangan atau putusan hakim. Sedangkan dalam proposal ini bahan hoku m
yang penulis gunakan adalah Undang- Undang No. I Tahun 1974 tentang
2. Bahan hukum sekunder ineru pakan bahan hokum yang tidak mengikat tetapi
pemikiran atau pendapat para pakar hokum yang ahli dalam suatu bidang
tertentu secara khusus yang akan memberikan petunjuk ke mana penelitian ini
akan mengarah. Bahan hokum sekunder ini bisa diperoleh dari buku-buku yang
internet.
Adapun teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini sebagai berikut :
a. Teknik Observasi
terhadap kondisi yang sebenarn ya yang terjadi di lapangan, peneliti tidak ikut
serta dalam pelaksanaan kinerja hanya saja mengamati secara langsung tanpa
Negeri Singaraja.
b. Teknik Wawancara
Adapun teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara terbu ka yang
Pengolahan data merupakan tahap dimana data dikerjakan dan di manfaat kan
menjawab permasalahan yang timbul dalam proposal ini. Pengolahan data dilakukan
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif.
Deskripsi merupakan penelitian eksplorasi dan rnemainkan peran yang amat penting dalam
inenciptakan hipotesis atau pemahaman orang tentang bebagai variabel sosial. Studi ini
disifatkan sebagai ekplorasi, jadi tidak bertujuan menguji hipotesis, atau membuat
dinyatakan responden, baik secara tertulis maupun lisan serta perilaku nyata yang dipelajari
dan diteliti sebagai sesuatu yang utuh. dengan mengambil kesimpulan berdasarkan
pemikiran yang logis dari hasil wawancara dengan para informan maupun dari data yang
di peroleh dari studi kepustakaan dan analisis dalam bentuk deskriptif. Deskriptif analisis
inasalah yang di hadapi dan kemudian di analisa untuk mendapatkan kebenaran serta
Buleleng, Provinsi Bali, Indonesia. Desa ini memiliki rata-rata ketinggian 1 25 meter dari
permukaan laut. Penduduk desa Jagaraga berju mlah 2.657 jiwa terdiri dari 1.326 laki-
laki dan I .33 I perempuan yang tersebar ke dalam lima Banjar, yaitu Banjar Kangin
Teben, Kauh Teben, Kangin Luan, Kau h Luan, dan Triwangsa. Mayoritas penduduk
Awal nama Desa Jagaraga adalah I agat Sari yang berarti daerah hamparan bunga,
wilayah Jagat Sari sebenarnya wilayah 2 (dua) desa yang terdahulu ada yaitu Desa
Menyali disebelah selatan dan Desa Bungkulan disebelah utara. Data-data peninggalan
desa-desa tersebut masih ada sekarang ini yaitu antara lain : Pura Puseh Menyali, yang
berada disebelah tiinur Pura Dalem Desa Pakrainan Jagaraga, sedangkan Pura Subak
Bungkulan, yang berada disebelah barat Pura Dalem Desa Pakraman Jagaraga
(bulelengkab.go.id).
Perubahan nama dari Jagat Sari menjadi Jagaraga, berawal dari kejadian hilangnya
penari rejang dewa yang berada paling terakhir pada setiap upacara piodalan di Pura
Puseh Menyali, melalui suatu pengamatan yang seksama, diketahuilah penari rejang
dewa itu diambil oleh seorang pertapa digoa sebuah lereng tukad/sungai gelung sangsit
dekat banjar abasan, yang mana petapa tersebut mernperaktikkan ajian ilmu hitam
disekitar pada masa itu agar selalu rna was diri / jagra (Jaga-Ragane) , agar tidak
penguasa Buleleng Timur, dalam hal ini adalah Ki Pasek Bulian, mengutus seorang yang
dianggap mampu mengatasi perusuh dari petapa itu. Beliau bernarna 1 Gusti Tarnbahan,
beliau sebenarnya berasal dari daerah Bangli, dalam perpindahannya ke Denbu kit
(Buleleng), beliau telah berjasa pada Ki Pasek Bulian hingga diberikanl ah suatu daerah
Melalui usaha yang keras dapatl ah 1 Gusti Tarnbahan inembunuh pertapa itu serta
nama I agat Sari setelahnya berkembang serta diganti namanya menjadi Jagaraga.
Kantor Perbekel Desa Jagaraga terletak di Banjar Kauh Teben, Desa Jagaraga,
Kecamatan Sawan, Kabu paten Buleleng. Kantor Perbekel Desa Jagaraga memiliki stru
1. Perbekel
2. Sekretaris Desa
b. Kaur Keuangan
c. Kaur Perencanaan
3. Kasi Pemerintahan
4. Kasi Kesejahteraan
5. Kasi Pelayanan
8. KBD. Triwangsa
VISI
Visi Desa ataupun cita-cita yang ingin dicapai masyarakat Desa Jagaraga adalah “
TERW UJU DNY A DESA JAGARAGA YANG BERSIH, SEHAT, DAMA1 DAN
BERK MW AL1TAS “
MISI
Misi Pembangunan Desa Jagaraga tahun 20 I I — 2015, dalam mencapai cita — cita
masyarakat yang terkait Visi tersebut diatas, dengan cara menggali, mernbangun, serta
kesehatan desa.
dibawah kekuasaan Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagai salah satu penyelenggara
penegakan hukum di Indonesia, dalam hal ini Pengadilan Negeri Singaraja sebagai birokrasi
penyelenggara kekuasaan kehakiman. Sebagai unit kerja yang berada dibawah Mahkamah
Secara umum kebijakan yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Singaraja dalam
Pertama, baik yang bersifat adininistratif, keuangan dan organisasi mengacu pada Peraturan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 7 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata
Bersih dan Bebas Koru psi, Kolusi dan Nepotisme dan 1nstru ksi Presiden N ornor 7 Tahun
sumberdaya, dan su mber dana serta kewenangan yang ada yang dipercayakan kepada
public.
yurisdiksi Pengadilan Tinggi Bali dan berpuncak pada Mahkamah Agung Republik
Indonesia. Pengadilan Negeri Singaraja belugas dan berwenang memeriksa, mernutus, dan
Pengadilan Negeri Singaraja beralamat di Jalan Kartini No. 2, Telpon (0362) 21445.
Singaraja sebagai kawal depan (Vonrj pnst) Mahkamah Agung, bertugas dan berwenang
menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara yang masuk di tingkat pertama
di wilayah hukum Kabupaten Buleleng. Disamping tugas pnkok tersebut, masih ada tugas-
tugas lain yang oleh peraturan perundang-undangan yang diamanatkan kepada Pengadilan
Negeri untuk melaksanakan tugas non kedinasan. Tugas-tugas tersebut antara lain
1. Pirnpinan Pengadilan Negara yang dipimpin oleh seorang Ketua dan seorang Wakil
Ketua.
3. Pada setiap Pengadilan Negeri ditetapkan adanya Kepaniteraan yang dipimpin oleh
seorang Panitera.
4. Pada setiap Pengadilan Negeri ditetapkan adanya Sekretariat yang dipimpin oleh
seorang Sekretaris.
5. Dalam melaksanakan tugasnya Panitera dibantu oleh 3 (tiga) orang Panitera Muda
yaitu Panitera M uda Perdata, Panitera Muda Pidana, dan Panitera Muda Hukum.
Disainping itu Panitera juga dibantu oleh beberapa orang Panitera Pengganti dan
Kasub.Bag. Kepegawaian, Organisasi dan Tata Laksana; dan Kasub.Bag. Umum dan
Keuangan
4d Hasil Penelitian
4.2.1 Faktor Yang Melatarbelakangi Masyarakat Desa Jagaraga Tidak Meminta Surat
hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan Perbekel Desa Jagaraga, Bapak N yoman
Partha S.H., menyatakan bahwa adapun faktor yang melatarbelakangi masyarakat Desa
3. Faktor Bantuan Aparat terkait yang terkesan lambat dan berat sebelah. Aparat
yang dimaksud disini adalah Pengadilan yang mana bantuan dalam rnenangani
rnenghindari adanya persepsi negatif dari mas yarakat. Mereka takut akan aib
keluarga mereka jika telah hamil di nluar nikah. Oleh karena itulah, para Orangi
ua
rnenyegarakan pelaksanaan perkawinan tersebut ineskipun tanpa adan ya surat
dilaksanakan selama itu sesuai dengan adat dan kepercayaan agama masing-
making.
mengenai batas u mur melaksanakan perkawinan yang diatur dalam Pasal 7 ayat
Hal ini juga diperkuat dengan wawancara yang peneliti lakukan dengan sebagian
selama ini mereka tidak pernah tahu adanya suatu aturan yang mengatur mengenai
membutuhkan waktu yang terbilang cukup larna dan membutuhkan biaya yang tidak
murah.
4JJ Efektifitas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan Dalam
Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah terkait adanya
banyak pelaksanan perkawinan di bawah umur tanpa adanya surat dispensasi, yang mana
dalah hal ini terjadi di Desa Jagaraga dan memberi kesan tidak dipatuhinya syarat-syarat
Perkawinan, maka perlu adanya suatu penelitian mengenai efektifitas Undang-U ndang
Undang- Undang Nomor 1 6 Tahun 2019 tentang Perkawinan tersebut di Desa Jagaraga.
Adapun hasil wawancara yang penelit i lakukan dengan Perbekel Desa Jagaraga dan
bahwa rnemang benar fenomena pelaksanaan perkawinan di bawah u mur banyak terjadi
Kantor Perbekel Desa Jagaraga, Nyornan Partha S.H. sebagai Perbekel Desa
bukanlah menjadi hal yang tabu lagi, rnelainkan sudah menjadi hal yang wajar di
kacamata mas yarakat. Dalam beberapa tahun terakhir ini pelaksanaan perkawinan di
bawah umur di Desa Jagaraga sendiri memang banyak terjadi, yang mana dalam hal ini
tersebar di setiap banjar yang ada di Desa Jagaraga. Banjar Triwangsa sebanyak 8 KK,
Kangin Teben 16 KK, Kau h Luan sebanyak 41 KK, Kangin Luan sebanyak 17 KK, dan
Kauh Teben 36 KK. Berbicara mengenai pelaksanaan perkawinan di bawah umur di Desa
Jagaraga dilaksanakan sesuai dengan adat dan agama hindu. Terkait dilaksanakannya
perkawinan di bawah u mur di desa Jagaraga tanpa adanya surat dispensasi memang
benar adanya dan perkawinan ini tetap dilaksanakan ineskipun tanpa adanya surat
dispensasi
tersebut. Kami sebagai aparatur desa mengetahui bahwa hal tersebut mernang tidak
Perkawinan Pasal 7 Ayat I yang menyatakan bahwa Perkawinan hanya diizinkan jika
pihak pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun, kami tetap melaksanakan
perkawinan tersebut karena rnelihat dari segal a aspek dan pertimbangan. Adapun aspek
sementara masyarakat tidak mampu untu k membayarnya dan tidak sabar untuk
melaksanakan perkawinan.
2. Perkawinan di bawah umur banyak terjadi karena disebabkan pihak wanita sudah
membutuhkan waktu yang cukup lama dan dikhawatirkan pihak wanita sudah
menimbulkan persepsi negatif di masyarakat dan tentunya hal ini akan berdampak
Desa Jagaraga adalah dikarenakan beberapa hal, antara lain Hamil di luar nikah,
menikahkan anaknya untuk rnenghindari hal yang tidak diinginkan (Partha, Wawancara
1 2 Juni 2020).
perkawinan di bawah umur. Mereka menyatakan bahwa memang benar kami melakukan
perkawinan di bawah umur tanpa dimintakannya surat permohonan dispensasi,
mengingat hal tersebut membutuhkan waktu yang sangat lama sehingga kami tetap
melaksanakannya selama perkawinan itu dilaksanakan sesuai dengan adat desa dan
perkawinan itu nantinya tidak dicatatkan di Kantor Pencatatan Sipil, namun kita balik
lagi bahwa mengenai hal tersebut bisa dilakukan di kemudian hari. Disamping itu juga
menyat akan bahwa mereka tidak mengetahui adanya aturan yang mengatur mereka
perkawinan di bawah umur, mengingat mereka dalam huku m belum dianggap sebagai
cakap hukum.
4d Pembahasan
4.3.1 Faktor Yang Melatarbelakangi Masyarakat Desa Jagaraga Tidak Meminta Surat
diatur dalam Pasal 7 Undang-U ndang N oinor 1 6 Tahun 2019 tentang perkawinan, hal
telah dianut suatu prinsip bahwa suatu aturan hukum itu dilanggar, pasti ada sebab dan
akibat yang ada. Hal ini juga berlaku untuk fenomena masyarakat Desa Jagaraga yang
dalam hal ini tidak meminta surat dispensasi perkawinan dalam melaksanakan
faktor itu sendiri, faktor adalah hal (keadaan, peristiwa) yang ikut menyebabkan
dalam melaksanakan perkawinan di bawah umur, tak terlepas dari hasil wawnacara
yang peneliti lakukan dengan Perbekel Desa Jagaraga dan Masyarakat yang
2. Faktor Ekonomi
tersebut.
3. Faktnr Waktu
bahwa dalam memohon surat dispensasi ke Pengadilan membutuhkan waktu
dispensasi yang terkesan lambat dan berat sebelah. Aparat yang dimaksud
terbilang lambat dan terkesan berat sebel ah. Mereka lebih mementingkan
cum a).
adanya persepsi negatif dari rnasyarakat. Mereka takut akan aib keluarga
mereka jika telah hamil di luar nikah. Oleh karena itulah, para Orangtua
yang dinyatakan oleh Sr›erjono Soekanto dalam Teori Efektivitas Hukum yaitu,
efektif atau tidaknya suatu aturan hukum di pengaruhi oleh faktor-faktor berikut
faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. Keempat; faktor
Kelirna ; faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Selain itu merujuk pada
rr‹›ri yrin‹iy/r ‹› rJr‹rim rnr.t.t dari Hans Kelsen, dimana realitas hukum artinya
seharusnya orang bertingkah laku atau bersikap sesuai dengan tata kaidah hukum.
Dari beberapa faktor yang mempengaruhi efektif atau tidaknya suatu aturan
hukum menurut Soerjono Sr›ekanto akan dikaji efektif tidaknya aturan dispensasi
Efektivitas hukum jika ditinjau dari aspek sosial yuridis dapat mengkaji
2019 tentang Perkawinan baik dari segi materi hukuinnya, perangkat hukum,
fasilitas pendukung pelaksanaan hukum serta kepatu han hukum dan prilaku
soerjono soekanto bahwa berlakunya aturan hukum secara efektif ditentukan oleh
keserasian empat indikator yaitu hukum atau peraturan itu sendiri, rnetalitas
Selain itu adanya ketegasan sanksi dari suatu aturan dapat rnenunjang
dikeluarkan dengan sanksi yang berdasar pada kekuasaan masyarakat yang n yata
( Ali, 2017:20).
Desa Jagaraga dalam pelaksanaan perkawinan di bawah u mur antara lain sebagai
berikut. Dilihat dari segi aturannya dispensasi termuat dalam Undang-U ndang
Pasal 7
1. Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19
dimaksud pada ayat (1), orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita
dispensasi kepada Pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang
Menurut pasal tersebut, perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria dan
wanita sudah mencapai umur 19 tahun. Ketentuan tersebut tidaklah mutlak karena
maka diperlukan persetujuan dari pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh
orangtua pihak pria maupun wanita, sepanjang hukum yang bersangkutan tidak
rnenentukan lain.
Selain itu juga dalam agama hindu terdapat aturan yang mengatur
lX.59-90 yang menyatakan bahwa walaupun seorang gadis telah mencapai usia
layak untuk kawin, akan lebih baik tinggal bersama orangiuanya hingga akhir
hayatnya, bila ia tidak memperoleh calon suarni yang memiliki sifat yang baik
atau orang tua harus menuggu 3 tahun setelah putrinya mencapai umur yang layak
untuk kawin, baru dapat dinikahkan dan orang tua harus memilihkan calon suarni
yang sederajat untuknya. Dari sloka tersebut disimpulkan umur yang layak adalah
perkawinan adalah telah mencapai cukup umur yang layak untuk melaksanakan
bawah umur diharuskan untuk meminta surat dispensasi ke Pengadilan. Hal ini
sudah terlihat jelas bahwa baik aparatur desa maupun masyarakat telah melanggar
dan hal ini menandakan bahwa aturan dispensasi yang terdapat dalam Undang-
Dari wawancara yang peneliti laku kan dengan Perbekel Desa Jagaraga
dispensasi tersebut. Hal yang harus dil akukannya adalah rnembimbing dan
Tahun 201 9 tentang perkawinan juga disebabkan karena faktor aparatur desa dan
peneliti lakukan dengan rnasyarakat desa Jagaraga dan Perbekel Desa Jagaraga
yang menyatakan bahwa perkawinan di bawah umur yang terjadi di desa Jagaraga
rneru pakan hal yang wajar dan sudah terbiasa terjadi di mas yarakat, dapat
dikatakan sudah menjadi kebudayaan masyarakat itu sendiri. Hal ini menandakan
1 2 Juni 2020).
dispensasi perkawinan diajukan oleh orang tua calon mempelai yang belum cukup
yang biasanya disebut perkara rr›/unrnir, dimana dalam perkara olunt‹iir yang
terlibat dalam permohonan hanya sepihak yaitu pemohon sendiri maka, proses
2016 :34).
Berdasarkan apa yang telah diuraikan tersebut, telah jelas bahwa aturan
perkawinan belum efektif berjalan di Desa Jagaraga hal ini dikarenakan oleh
bawah umur tanpa adanya surat dispensasi merupakan hal yang wjar dilakukan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
I . Faktor yang rnelatarbelangi Masyarakat Desa Jagaraga Tidak Meminta Surat Dispensasi
faktor yakni kurangnya kesadaran hukum masyarakat akan aturan yang ada, faktor
ekonomi dan waktu yang dalam hal ini membutuhkan biaya dan waktu yang cukup lama
untuk mendapatkan surat dispensasi tersebut, faktor bantuan aparat yang terkesan lambat
dan be rat sebelah, serta faktor kehendak orangtua yang ingin segeran mengawinkan
anaknya.
2. Penerapan Aturan dispensasi perkawinan bagi perkawinan di bawah umur yang termuat
dalam Pasal 7 U ndang-U ndang Nomor I Tahun 1974 tentang perkawinan belum efektif
diterapkan di Desa Jagaraga. Tidak Efektifnya aturan tersebut dikarenakan oleh dua hal
yaitu ditinjau dari segi aparatur yang menerapkan aturan tersebut dan Kebudayaan Huku m
di rnasyarakat. Ditinjau dari segi aparatur yang menerapakan aturan hukiurn tersebut, Hal
ini sebagaimana diperoleh dari hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan Perbekel
Desa Jagaraga yang menyatakan memang benar bahwa sebagian masyarakat ada yang
melakukan perkawinan di bawah umur tanpa meminta surat dispensasi ke Pengadilan dan
pengakuan bahwa penerapan aturan dispensasi belu m berjalan efektif. Hal ini disebabkan
Kemudian dilihat dari segi Budaya Hukumnya, dapat dilihat dari hasil wawancara yang
peneliti lakukan dengan masyarakat desa Jagaraga dan Perbekel Desa Jagaraga yang
menyatakan bahwa perkawinan di bawah umur yang terjadi di desa Jagaraga merupakan
hal yang wajar dan sudah terbiasa terjadi di masyarakat, dapat dikatakan sudah menjadi
5.2 Saran
I . Bagi aparatur desa untuk kedepannya seharusnya harus bertindak tegas dalam
bawah umur dan seharusnya memberikan pengarahan yang tepat. dengan begitu aturan
dispensasi tersbeut akan berjalan efektif sesuai dengan aturan yang berlaku dan realita
keadaan mas yarakat, dan bila perlu memberikan sanksi terhadap rnasyarakat yang
perkawinan.
2. Bagi masyarakat seharusnya rnngetahui dan tunduk terhadap aturan yang ada sehingga
kedepannya tidak menimbulkan akibat hukum yang kan merugikan bagi dirinya sendiri
dan masyarakat dituntut untuk rnembuka wawasannya tentang huku m dan aturan yang
17 %
SIMILARITY INDEX
17% 6% 15%
INTERNET SOURCES PUBLICATIONS STUDENT PAPERS
PRIMARY SOURCES
1 dokumen.tips
Internet Source 3%
2 pn-negara.go.id
Internet Source 2%
3 otakotakblog.blogspot.com
Internet Source 2%
4 indonesian-usdmarkets.blogspot.com
Internet Source 1%
5 syamsul89.blogspot.com
Internet Source 1%
6 fh.unram.ac.id
Internet Source 1%
7 jurnal.iain-padangsidimpuan.ac.id
Internet Source 1%
8 media.neliti.com
Internet Source 1%
9
pn-timikakota.go.id
Internet Source 1%
10
repository.unpas.ac.id
Internet Source 1%
11
mafiadoc.com
Internet Source 1%
12
khoreanita.blogspot.com
Internet Source 1%
13
Submitted to Universitas Islam Indonesia
Student Paper
1%
14
ejournal.uin-suska.ac.id
Internet Source
1%
15
www.basishukum.com
Internet Source
1%