Anda di halaman 1dari 18

PUTUSAN MK NO.

22 /PUU-XV /2017 TENTANG


PERMOHONAN JUDICIAL REVIEW PASAL 7 AYAT (1) UU
NO. 1 TAHUN 1974 TENTANG USIA PERKAWINAN DALAM
PERSPEKTIF MASLAHAH
Samsul Hadi
Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
email: samsul.hadi@uin-suka.ac.id

Abstract
The Decision of Constitutional Court Number. 22 I puu-XV I 2017 granted the request for a judicial
review againt article 7 paragraph 1 (one) of cositution Number. 1 of 1974 concerning the age limit of
marriage. This article actually distinguishes the age of marriage for women and men. For women at least
16 years and for men 19 years. This distinction is discrimination against women's rights as citizens and
not in accordance with the principle of equality before the law as stated in article 12 paragraph 1 of the
constitution 1945. This discrimination has caused some women to be forced to marry at the age of under
16 years, which is detrimental to the right to education, reproductive health and life safety. This court
ruling gives hope for women to be better in the future. This decision is in accordance with the Purpose of
Islamic law, to realize the benefit and keep away from damage.

[Artikel ini membahas tentang Putusan Mahkamah Konstutusi Nomor. 22/PUU-XV/2017 tentang Usia
Perkawinan sebagai revisi terhadap Pasal 7 ayat 1( satu) undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang batasan
usia perkawinan. Pasal ini secara nyata membedakan umur perkawinan bagi wanita dan laki-laki. Bagi
wanita minimal 16 tahun dan bagi laki-laki 19 tahun. Pembedaan ini merupakan diskriminasi terhadap
hak-hak wanita sebagai warga negara dan tidak sesuai dengan prinsip kesamaan di depan hukum
sebagimana yang disebutkan dalam pasal 27 ayat 1 UUD tahun 1945. diskriminasi ini berdampak sebagian
wanita dikawinkan secara paksa pada umur di bawah 16 tahun, yang merugikan hak mendapatkan
pendidikan, kesehatan reproduksi, dan keselamatan jiwa. putusan mahkamah ini memberikan harapan
bagi wanita untuk lebih baik pada masa yang kan datang. hal ini sesaui dengan tujuan dalam hukum
Islam, merealisasikan kemaslahatan dan menjauhkan dari kerusakan.]
Kata Kunci: Mahkamah Konstusi, Batasan Usia Perkawinan, Diskriminasi, Kesamaan Di Depan
Hukum, Kawin Paksa, Tujuan Hukum Islam
A. Pendahuluan yang dianutnya. Lebih dari itu, perkawinan
UU No. 1 tahun 1974 tentang bagi umat Islam merupakan bentuk ibadah
perkawinan kepada Allah.
mendefinisikan perkawinan sebagai ikatan Salah satu aspek penting dalam
lahir batin antara seorang laki-laki dengan undang- undang perkawinan adalah
seorang perempuan untuk membentuk persoalan tentang kedewasaan dan batas
keluarga yang bahagia berdasarkan minimal usia pekawinan. Undang-undang
keTuhanan Perkawinan membuat ketentuan yang
Yang Maha Esa. 1 Sementara itu, Pasal 2 berbeda antara kedewassaan dan batas usia
Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyebutnya perkawinan. Pasal
sebagai akad yang sangat kuat atau miitsaqan 6 ayat (2) UU No. 1 tahun 1974 menegaskan
ghalidan untuk mentaati perintah Allah. 2 bahwa usia dewasa dalam pekawinan yang
Definisi ini menunjukkan bahwa perkawinan ideal yaitu 21 tahun. Jika calon mempelai
bukan hanya sekedar kontrak sosial biasa berusia di bawah 21 tahu, maka harus
yang mendapat dari orang tua. Sementara itu, usia
dilakukan oleh dua orang yang berbeda jenis perkawinan diatur dalam pasal 7 ayat (1) UU
kelamin untuk membentuk suatu keluarga
yang bahagia sesuai dengan ketentuan
agama
1
Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan,
2
Penggunaan frase miitsaqan ghaliidhan dalam Al-Qur'an menunjuk pada suatu ikatan ataupun perbuatan
yang mulya dan berkedudukan tinggi seperti dalam Q.S. an-Nisa' (4): 20 dan 154.
174 Al-Aḥwāl, Vol. 11, No. 2, Tahun 2018 M/1439 H
Samsul Putusan MK No.22 /PUU-XV /2017 tentang Permohonan Judicial
No. 1 tahun 1974. Berbeda dengan usia mengantarkan kepada kemaslahatan dan
dewasa yang memberikan batas usia 21 menghidarkan kemadaratan dalam
tahun baik untuk laki-laki maupun kehidupan berkeluarga.
perempuan, aturan tentang batas minimal Putusan MK No. 22/PUU-XV/2017
usia perkawinan tersebut menjelaskan telah mendapat perhatian dari para peneliti.
bahwa perkawinan hanya diizinkan jika Setidaknya terdapat dua tulisan yang telah
pihak pria sudah mencapai umur 19 mengkaji putusan MK tersebut dari
(Sembilan belas) tahun dan pihak wanita perspektif usul fiqh, yaitu tulisan Achmad
sudak mencapai usia 16 (enam belas) tahun. Fauzan dan Moch. Nurcholish. Ahmad
Ini menunjukkan adanya perbedaan batas Fauzan telah melihat putusan MK ini dari
minimal usia perkawinan bagi laki-laki dan perspektif maqāsid syarī’ah Jasser Audah. 6
perempuan menurut undang-undang yang Moch. Nurcholish telah melihat dari
berlaku di Indonesia. perspektif maqāṣid al-usrah.7
Batas usia perkawinan dalam undang- Keduanya menyimpulkan bahwa putusan
undang perkawinan yang membedakan MK tersebut seiring dengan ujuan utama
antara laki-laki dan perempuan tersebt syariat Islam dalam mendukung terciptanya
mendapat gugatan dari masyarakat. keluarga yang harmonis. Hanya saja, dari
Setidakya terdapat dua permohonan uji aspek-aspek yang mendukung kematangan
materi perundang- undangan (judicial usia perkawinan yang sebagai dasar
review) yang telah diajukan masyarakat maslahah dalam meningkatkan usia
untuk menguji aturan tersebut. Tahun 2014, perkawinan masih belum dikaji secara
terdapat permohonan yang diajukan oleh mendalam. Oleh karena itu, studi tentang
sebagian masyarakat dengan relasi antara batas usia pernikahan dengan
pertimbangan peraturan tersebut telah kesamaan hukum bagi laki- laki dan
menjadi pitu bagi adanya praktek nikah perempuan sebagai dasar maslahah untuk
bawah umur. Permohonan ini berujung terwujudnya tujuan perkawinan masih
dengan lahirnya Putusan MK No 33-74/ relevan untuk dilaksanakan.
PUU-XII/2014 yang menolak isi permohonan
uji materi tersebut.3 Permohonan uji materi B. Usia Dewasa Dan Usia Perkawinan
terhadap aturan mengenai batas minimal Dalam Hukum Positif Dan Hukum
usia perkawinan juga terjadi pada tahun Islam
2017. Tiga orang perempuan pelaku Dalam hukum positif terdapat beberapa
pernikahan dini, Endang peraturan dan perundangan yang membahas
Wasrinah,Maryanti, Rasminah, mengajukan tentang usia dewasa. Beberapa aturan
gugatan (judicial review) ke Mahkamah tersebut secara eksplisit menyebutkan
Konstitusi (MK) untuk menganulir ketentuan ketentuan umur yang berbeda antara satu
batas usia nikah tersebut dengan alasan dengan yang lainnya, sebagian menetapkan
bertentangan dengan pasal 27 ayat (1) usia dewasa adalah
Undang-undang Dasar 1945.4 Permohonan 18 tahun, dan sebagian yang menetapkan
judicial review ini dikabulkan oleh MK 21 tahun. Dalam UU no. 39 Tahun 1999
dengan keluarnya Putusan MK No. 22/PUU- Tentang Hak Asasi Manusia pasal 1 angka
XV/2017 tentang Batas usia perkawinan bagi (5)
perempuan dan menyatakan pasal 7 ayat (1) ditetapkan bahwa anak adalah ketika belum
UU No. 1 tahun 1974 bertentangan dengan mencapai 18 tahun, atau sudah menikah,
UUD 1945.5 Tulisan ini mengakaji putusan termasuk yang masih dalam kandungan.
MK tersebut dari aspek ushul fikih dengan Sementara itu, UU No. 23 Tahun 2002
fukus utama mengenai sejauhmana putusan tentang Perlindungan Anak, pasal 1 ayat (1)
tersebut menyatakan bahwa anak adalah seseorang
3
Putusan MK No 33-74/PUU-XII/2014.
4
Lihat Ringkasan Permohonan Perkara Nomor22/PUU-XV/2017 tentang Minimal Usia Perkawinan Pada
Perempuan, https://mkri.id/public/content/persidangan/resume/resume_perkara_1766_Perkara%20
No.%2022.pdf diakses 4 Agustus 2019.
5
Salinan Putusan No.22/PUU-XV/2017.
6
Achmad Fauzan, "Pertimbangan Mahkamah Konstitusi Terhadap Putusan Nomor 22/Puu-Xv/2017 Tentang
Batas Usia Minimal Menikah bagi Perempuan Perspektif Maqāsid Sharī’ah Jasser Auda." Indonesian Journal of
Islamic Law vol. 2, no. 1 (2019), hlm. 1-27.

1Al-Aḥwāl, Vol. 11, No. 2, Tahun 2018 M/1439 Al-Aḥwāl, Vol. 11, No. 2, Tahun 2018 M/143917
Samsul Putusan MK No.22 /PUU-XV /2017 tentang Permohonan Judicial
7
Moch. Nurcholis, "Penyamaan Batas Usia Perkawinan Pria dan Wanita Perspektif Maqasid Al-Usrah (Analisis
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/Puu-Xv/2017)." Mahakim: Journal of Islamic Family Law 3, no. 1
(2019).

1Al-Aḥwāl, Vol. 11, No. 2, Tahun 2018 M/1439 Al-Aḥwāl, Vol. 11, No. 2, Tahun 2018 M/143917
Samsul Putusan MK No.22 /PUU-XV /2017 tentang Permohonan Judicial
yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun pria dan wanita, tidak perlu menunggu
termasuk yang masih dalam kandungan. sampai baligh.10
Sedangkan dalam pasal 1 angka (36) UU Sebagian ulama seperti Abu Syibrimah,
No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan al-Bātī, dan Ab Bakr al-Asamm melarang
dinyatakan bahwa Anak adalah setiap orang pernikahan anak kecil secara mutlak,
yang berumur dibawah 18 (delapan belas) meskipun yang menikahkan(menjadi wali)
tahun. Aturan yang lain menyatakan bahwa adalah orang tuanya (bapak. Pernikahan
usia dewasa adalah 21 tahun, seperti dalam anak kecil adalah batal. Pendapat ini
pasal 1 ayat (2) UU No. 4 Tahun 1979 didasarkan pada Surat an- Nisā' (4) ayat 6.
Tentang Kesejahteraan Anak, pasal 6 ayat (2) Ayat ini berisi perintah untuk menjaga harta
UU No, 1 anak yatim sampai mereka cukup umur
Tahun 1974 tentang perkawinan dan pasal 98 untuk nikah (hatta iza balaghu an-nikah).
ayat (1) Kompilasi Hukum Islam Seandainya nikah sah dilakukan ketika usia
Di dalam hukum Islam ketentuan seseorang masih anak-anak , maka makna
berapa usia bagi seseorang untuk melakukan batasan pada ayat di atas menjadi tidak
perkawinan tidak disebutkan secara eksplisit memiliki makna. Selain itu, perkawinan anak
dan tegas. Di kalangan ulama terdapat tiga kecil tidak membawa faidah, karena
pendapat terkait usia perkawinan dalam hal pernikahan berarti mu'asyarah, ketenangan
ini bagaimana kalau anak/ calon mempelai jiwa, dan berketurunan. Hal-hal tersebut
masih anak-anak, yaitu boleh secara mutlak, tidak tepat kalau dialamatkan kepada anak
tidak boleh secara mutlak, dan hanya boleh kecil, bahkan mengantarkan kepada
bagi perempuan. Jumhur ulama, termasuk madharat yang besar, karena mengandung
Imam empat menyatakan bahwa pernikahan arti pemaksaaan terhadap suatu perbuatan
anak diperbolehkan dengan dasar Surat yang berlaku untuk kehidupannya
aţ-Ţalāq ayat 4. Dalam ayat ini dijelaskan sepanjang hayat, bukan memperkuat ikatan
bahwa tidak ada 'iddah kecuali bagi yang antara suami isteri. Apa hikmah yang
cerai/ptus perkawinan dan tidak ada cerai/ diambil dari perkawinan anak kecil? Karena
putus perkawinan kecuali yang nikah. Hal perkawinan anak kecil adalah atas
tersebut berarti menikah dengan anak kecil kehendak wali, padahal yang dimaksud
dibolehkan. 8 Selain itu, pendapat ini juga dengan perwalian adalah penjagaan
didasarkan pada sebuah hadits dan praktek kemaslahatan dan bukan menimbulkan
yang terjadi pada periode Sahabat. Sebuah kemadharatan bagi anak .11
hadits yang diriwayatkan oleh 'Aisyah yang Bagaimana dengan pernikahan Nabi
menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW dengan Aisyah yang masih anak-anak?
menikahi Aisyah ketika Aisyah berumur 6 Kelompok ini menyatakan bahwa pernikahan
tahun.9 Beberapa peristiwa perkawinan yang Nabi dengan 'Aisyah merupakan kekhususan
terjadi pada masa sahabat juga menunjukkan Nabi Muhammad SAW yang tidak dimiliki
pernikahan anak pada periode Sahabat oleh yang lain. Nabi memiliki kekhususan
seperti Ali bin Abi Thalib menikahkan dalam hukum, yang berbeda dengan
anak perempuan pamannya, Hamzah, yang umatnya. Pekawinan tersebut terjadi sebelum
bernama Ummi Kultsum ketika masih kecil. adanya perintah meminta izin (isti'mār dan
Demikian juga Qudamah yang menikahi isti'dzān) kepada perempuan untuk
anak perempuan az-Zubair ketika masih dinikahkan. sebagaimana dalam hadis
kecil. Bagi kelompok ini, yang penting dari yang terkenal.12
pernikahan adalah kesejajaran (kafa'ah) Berbeda dengan kedua kelompok di
antara mempelai atas, Ibn Hazm Adh-dhāhiry membedakan
anak laki-laki kecil dengan anak permpuan
8
Musţafā as-Sibā'ī, Syarh Qānūn al-Ahwāl asy-Syakhsiyyah, Juz I, Cet. 7 (Damsyiq: Maţba'ah Jaami'ah.
1966), hlm. 132.
9
‫( تز جنى انبى) ص ( انا مبنة ست) سنين ( بنى بى انا ابنة تسع‬Nabi Muhammad SAW menikahiku dan umurku ketika itu 6 tahun,
dan hidup bersamaku ketika aku berumur 9 tahun). Lihat Al-Imām Abī al- Husain Muslim bin al-Hajjāj,
Şahīh Muslim, Cet. V (Beirut: Dār al-Kutub al-'Ilmiyah, 2008). Hadis nomor 1419, hlm. 1422.
10
Musţafā as-Sibā'ī, Syarh Qānūn al-Ahwāl asy-Syakhsiyyah,, hlm. 133.
11
Ibid., hlm. 135.
12
Terdapat sebuah hadits yang menyatakan perintah untuk meminta izin calon mempelai perempuan untuk
dinikahkan: ‫ت نأ‬O‫أ نع تكس‬O ‫ره يب‬O ‫ر نأ ةري‬O‫ع الل ىلص الل لوس‬O ‫ك الل لوسر اي اوالق نذأتست ىتح ركبال حكنت ل رمأتست ىتح ميال حكنت ل الق ملس هيل‬O ‫ذإ في‬O ‫الق اهن‬. Al-Imām
Abī al-Husain Muslim bin al-Hajjāj, Şahīh Muslim, Cet. V (Beirut : Dār al-Kutub al-'Ilmiyah,
1Al-Aḥwāl, Vol. 11, No. 2, Tahun 2018 M/1439 Al-Aḥwāl, Vol. 11, No. 2, Tahun 2018 M/143917
Samsul Putusan MK No.22 /PUU-XV /2017 tentang Permohonan Judicial
2008). Hadis nomor 1430, hlm. 528.

1Al-Aḥwāl, Vol. 11, No. 2, Tahun 2018 M/1439 Al-Aḥwāl, Vol. 11, No. 2, Tahun 2018 M/143917
Samsul Putusan MK No.22 /PUU-XV /2017 tentang Permohonan Judicial
kecil. Ibn Hazm membedakan antara anak yang diberlakukan terhadap anak laki-laki
laki- laki dan anak perempuan. Anak dan perempuan. Para pemohon mengajukan
perempuan boleh dinikahkan sedangkan permohonan uji materi agar perempuan
anakl laki-laki tidak boleh. Kesimpulan ini memiliki kesamaan di depan hukum
didasarkan kepada pemahaman terhadap (equality before the law) sebagaimana kaum
ayat Al-Qur'an yang berisi perintah kepada pria dalam usia perkawinan, karena
wali adalah untuk menikahkan anak semuanya adalah warga Negara. Oleh
(perempaunnya). Ini berarti tidak berlaku karena itu, meskipun berhubungan dengan
untuk anak laki-laki. Pengqiyasan laki-laki uji materi usia perkawinan, perbedaan
kecil kepada perempuan kecil adalah batal 13. pokok perkara ini menunjukkan tidak
adanya pengulangan perkara di MK. Oeh
C. Putusan MK No. 22/PUU-XV/2017 karena itu, Putusan MK No. 22/PUU-
Putusan MK No. 22/PUU-XV/2017 XV/2017 mempunyai kedudukan dan
adalah putusan yang berasal dari pengajuan kekuatan hukum yang jelas.14
uji materi terhadap pasal 7 (1) UU No. 1 Perbedaan pokok perkara judicial
Tahun review pasal 7 ayat (1) UU Nomor tahun 1974
1974 tentang Perkawinan yang diajukan oleh antara Putusan No 33-74/PUU-XII/2014 dan
Tiga orang perempuan pelaku pernikahan Putusan No. 22/PUU-XV/2017 antara lain
dini, Endang Wasrinah,Maryanti, Rasminah. terletak pada pokok perkara dan
Permohonan uji materi ini dikabulkan oleh pertimbangan/ alasan yang digunakan
MK dengan munculnya putusan ini. Selain untuk mengajukan uji materi. Pokok perkara
putusan ini, pada tahun 2014 MK juga Putusan No. 33-74/ PUU-XII/2014 di tentang
telah membuat putusan yang berhubungan atas usia perkawinan dari 16 tahun menjadi
dengan uji materi tentang usia perkawinan, 18 tahun dengan alasan didasarkan pada
yaitu Putusan MK No 33-74/PUU-XII/2014. alasan empiris dengan menunjukkan fakta
Dua putusan di atas terlihat sama karena banyaknya kawin paksa yang terjadi dalam
pemohonan uji materiil pemohon pada masyarakat. Padahal pasal
putusan keduannya sama-sama terhadap 6 (2) UU No. 1 Tahun 1974 jelas menyatakan
pasal 7 (1) UU No. 1 tahun 1974 yang bahwa perkawinan harus dilakukan dengan
berbunyi persetujuan sukarela dari kedua mempelai.15
" Perkawinan hanya diizinkan jika pihak Namun kerena calon pengantin masih di
pria bawah usia 18 tahun mereka tidak
sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) bisa/mampu membuat keputusan terkait
tahun dan pihak wanita sudah mencapai 16 perkawinan16maka terajdilah pemaksaan
(enam belas) tahun". dalam perkawinan.
Meskipun keduanya putusan tersebut Alasan yang lain adalah alasan
di kesehatan reproduksi dan hak mendapatkan
atas berhubungan dengan gugatan terhadap pendidikan. Pada bagian alasan mengajuan
usia perkawinan, tetapi terdapat perbedaan judicial review, pemohon menyatakan bahwa
pokok perkara di antara keduanya. Putusan Kehamilan pada usia kurang dari 17 tahun
No 33-74/PUU-XII/2014 berkaitan dengan dapat meningkatkan resiko komplikasi
permohonan para pemohon untuk medis baik pada ibu ataupun pada anak.
menaikkan Hubungan sexual dan persalinan pada usia
usia perwainan bagi wanita dari umur 16 dini menyebabkan sebagain perempuan
tahun menjadi 18 tahun. Sedangkan Putusan megalami obstetric fistula, yaitu kerusakan
No. 22/PUU-XV/2017 berkaitan dengan pada organ kewanitaan yang
adanya perbe daan batas usia perkawinan
13
Ibid.
14
UU No. 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan terhadap UU No 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah konstitusi
menyatakan bahwa MK tidak dapat menangani materi muatan, pasal, dan/atau bagian dalam undang-undang
yang telah diuji; kecuali jika materi muatan dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang djadikan dasar pengujian berbeda. 2. Di dalam Peraturan Mahkamh Konstutusi Nomor
6/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang pasal 42 khususnya :
(1). Terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam UU yang telah diuji tidk dapat
dimohonkan pengujian kembali. (2). Terlepas dari Ketentuan ayat (1) di atas permohonan pengujian
UU terhadap muatan ayat, pasal, dan /atau bagian yang sama dengan perkara yang pernah diputus oleh
1Al-Aḥwāl, Vol. 11, No. 2, Tahun 2018 M/1439 Al-Aḥwāl, Vol. 11, No. 2, Tahun 2018 M/143917
Samsul Putusan MK No.22 /PUU-XV /2017 tentang Permohonan Judicial
Mahkamah dapat dimohonkan pengujian kembali dengan syara-syarat konstitusionalitas yang menjadi
alasan permohonan yang besangkutan berbeda.
15
UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 6 ayat (2). "Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai"
16
Salinan Putusan MK No. 33-74/PUU-XII/2014, hlm 94.

1Al-Aḥwāl, Vol. 11, No. 2, Tahun 2018 M/1439 Al-Aḥwāl, Vol. 11, No. 2, Tahun 2018 M/143918
Samsul Putusan MK No.22 /PUU-XV /2017 tentang Permohonan Judicial
yang dapat menyebabkan kebocoran urin maka jalur yang ditempuh dapat dilakukan
atau fases ke dalam kelamin wanita, serta melalui lembaga legislatif (pembuat Undang-
dominasi suami terhadap istri di dalam undang). Lebih lanjut, Mahkamah Konstitusi
berhubungan sexual, tingginya angka menyatakan bahwa dimungkinkan pada
kematian ibu dalam persalinan. Lebih dari masa yang akan datang, usia 18 tahun bukan
itu, perkawinan dini juga dapat lagi sebagai usia yang ideal untuk
menyebabkan dampak lain seperti potensi melakukan perkawinan. Sangat mungkin
kelahiran premature, bayi cacat lahir, bayi pada masa yang akan datang, batass usia
lahir dengan berat badan rendah/kurang, perkawinan yang ideal kurang dari 18 tahun,
anemia sang ibu, terjadinya pendarahan atau bahkan lebih dari 18 tahun sebagai
dalam persalinan, ibu mudah eklampsi akibat dari perkembangan teknologi,
(kejang pada perempuan hamil), kesehatan, sosial, budaya, ekonomi dan
meningkatnya angka depresi pada ibu lainnya.17
kaena kondisi psikologis yang belum Berbeda dengan Putusan MK No 33-
stabil, meningkatnya angka kematian Ibu, 74/ PUU-XII/2014 yang menjadikan praktek
Resiko terkena kanker serviks lebih tinggi nikah dini pada masyarakat sebagai alasan
dan semakin rentan, resiko tertular penyakit utama uji materi, alasan pengajuan uji materi
menular dan organ reproduksi belum pada Putusan MK No. 22/PUU-XV/2017
berkembang sempurna. didasarkan kepada peristiwa pernikahan dini
Pernikahan dini juga mengancam hak yang betul betul telah dialami oleh ketiga
pelaku untuk mendapatkan pendidikan. pemohon yang mengajukan permohonan uji
Semakin cepat wanita menikah semakin materi. Mereka telah dipaksa untuk
rendah pendidikan yang basa dicapai karena melakukan pernikahan bawah umur oleh
telah terbebani dengan tugas sebagai isteri keluarga mereka. Sebagai anak perempuan
dan ibu bagi anak-anaknya' lebih-lebih kalau pemohon I dinikahkan pada umur 14 tahun
kemudian harus turut serta mencari nafkah dengan seorang duda beranak satu.
untuk keluarga. Dengan demikian haknya Sementara itu, pemohon II dinikahkan pada
untuk mendapatkan pendidikan terampas umur 14 tahun dengan pria berumur 33
dengan dilakukannya perkawinan dini. tahun. Sedangkan pemohon III dinikahkan
Dalam konteks pendidikan formal, di pada umur 13 tahun dengan pria berumur 25
Indonesia terdapat kewajiban belajar 12 tahun. Pemaksaaan perkawinan ini dilakukan
tahun sehingga apabila dilakukan kepada mereka dan tidak dilakukan kepada
perkawinan di bawah 16 tahun maka hak saudara laki-laki mereka.18
konstutusinalnya untuk mendapatkan Menurut para pemohon, salah satu
pendidikan menjadi hilang dan hal ini faktor yang menyebabkan pernikahan dini
bertentangan dengan pasal 28 B ayat (2) dan yang meraka alami ini disebabkan oleh
pasal 28 C ayat (1) UUD 1945. adanya perbedaan ketentuan usia minimal
Mahkamah Konstitusi menolak perkawinan bagi laki-laki dan perempuan
permohonan uji materi di atas. Menurut yang ada dalam pasal 7 ayat (1) UU No. 1
Mahkamah Konsitusi, kebutuhan untuk Tahun 1974 yang berbunyi: "Perkawinan
menentukan batasan usia perkawinan bagi hanya diizinkan jika pihak pria sudah
wanita khususnya bersifat relatif. Usia mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun
perkawinan bagi perempuan menyesuaikan dan pihak wanita sudah mencapai umur 16
dengan perkembangan beragam aspek baik (enam belas) tahun". Pasal ini jelas
kesehatan hingga sosial ekonomi. Karenanya membedakan batas usia perkawinan antara
tidak ada jaminan bahwa dengan penetapant laki-laki dan perempuan. Ketentuan yang
batas usia perkawinan 18 tahun menjamin berbeda ini berakibat kepada perlakuan
berkurangnya perceraian, menanggulangi yang diskriminatif terhadap perempuan.
masalah kesehatan, amaupun meminimalisir Menurut para pemohon, pasal ini
permasalahan sosial lainnya. Problem yang bertentangan dengan UUD 1945 pasal 27 ayat
muncul bukan disebabkan oleh masalah usia (1) yang memberikan hak dan kedudukan
semata, tetapi juga berhubungan dengan yang sama bagi semua warga Negara
aspek yang lain sehingga jika hendak didepan hukum (equality before the law).
melakukan perubahan batas usia perkawinan "Segala warga Negara bersamaan
bagi wanita, kedudukannya di
1Al-Aḥwāl, Vol. 11, No. 2, Tahun 2018 M/1439 Al-Aḥwāl, Vol. 11, No. 2, Tahun 2018 M/143918
Samsul Putusan MK No.22 /PUU-XV /2017 tentang Permohonan Judicial
17
Salian Putusan MK No 33-74/PUU-XII/2014, hlm. 231
18
Salinan Putusan MK No. 22/PUU-XV/2017, hlm.6-8.

1Al-Aḥwāl, Vol. 11, No. 2, Tahun 2018 M/1439 Al-Aḥwāl, Vol. 11, No. 2, Tahun 2018 M/143918
Samsul Putusan MK No.22 /PUU-XV /2017 tentang Permohonan Judicial
dengan hukum dan pemerintahan dan wajib untuk berhenti dari sekolah, padahal sebagai
menjunjung hukum dan pemerintahan tanpa warga Negara mereka berhak mendapatkan
terkecuali".19 Keberadaan pasal 7 ayat (1) ini pendidikan yang baik, wajib belajar Sembilan
telah membuat perlakuan yang diskriminatif tahun. Dari segi ekonomi, mereka mempunyai
orang tua terhadap anak perempuannya akses ekonomi yang terbatas akibat keterbatasan
dengan memaksakan mereka menikah pendidikan yang mereka dapatkan. Karena
dengan umur yang masih anak anak. pendidikan yang rendah, mereka tidak bisa
Suatu perbuatan diketegorikan mencari nafkah secara memadai.
diskriminatif menurut berbagai instrument hukum Merekamenggantungkan hidup mereka pada
Internasional hak asasi manusia yang diakui; suami. Hal ini berakibat suami mendominasi
setiap bentuk pembedaan, tidak memasukkan dalam keluarga yang berujung pada tindakan
atau exclusion, pembatasan atau preferansi yang kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan
didasarkan pada alasan seperti ras, warna kulit, oleh suami.
kelamin, bahasa, agama, pandangan politik dan 22
Lebih dari itu, dari segi kesehatan, mereka
pandangan lain, asal rumpun bangsa atau asal juga mengalami berbagai masalah kesehatan
sosial dan lainnya yang mengakibatkan (reproduksi) seperti menderita infeksi reproduksi
penghilangan kesetaraan dalam hak dan karena organ kelamin dan reproduksinya masih
kewajiban.20 belum matang, dan keguguran pada kehamilan
Lebih lanjut, untuk memperkuat alasan umur di bawah 19 tahun dan lemahnya kondisi
perlunya perubahan aturan hukum mengenai usia anak yang dilahirkan.
perkawinan, para pemohon menyatakan bahwa Jika dalam Putusan MK No 33-74/
perkawinan yang dilaksanakan pada usia umur PUU-XII/2014, MK menolak permohonan
yang dini tidak sesuai dengan tujuan perkawinan, uji materi tentang batas usia pernikahan,
sebagaimana yang tertuang dalam penjelasan UU dalam Putusan MK No. 22/PUU-XV/2017
No. 1 tahun 1974 angka 4 huruf a dan d. ini MK mengabulkan permohonan uji materi.
Penjelasan mengenai tujuan perkawinan ini Mahkamah konstitusi dalam putusannya
menyatakan bahwa perkawinan bertujuan m engam bil keputus an m em
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. b e r i k a n pertimbangan bahwa berdasarkan
Untuk itu suami isteri perlu saling membantu dan penjelasan UU No.o 1 tahun 1974 angka 4
melengkapi agar masing- masing dapat huruf (d) yang menganut prinsip bahwa
mengembangkan kepribadiannya membantu dan calon suami isteri itu harus telah masak jiwa
mencapai kesejahteraan spiritual dan material. raganya untuk dapat melangsungkan
Lebih dari itu, poin (d) dari aturan penjelas ini perkawinan, maka perkawinan anak
menegaskan bahwa calon suami isteri itu harus merupakan sesuatu yang dilarang. Selain itu,
telah masak jiwa raganya untuk dapat MK juga mendasarkan bahwa terjadinya
melangsungkan perkawinan, supaya dapat pekawinan yang dialami oleh para
mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa pemohon tidak sesuai dengan pasal 13
berakhir pada persceraian dan mendapat dan Pasal 16 ayat (1) UU No. 23 tahun
keturunan yang baik dan sehat. Untuk itu harus 2002 Tentang Perlindungan Anak. Pasal 13
dicegah adanya perkawinan di antara calon sumi ayat (1) menyatakan bahwa selama dalam
isteri yang di bawah umur."21 pengasuhan orang tua, anak harus
Para pemohon juga mengajukan alasan dilindungi dari perlakuan diskriminatif,
personal yang mereka alami dan rasakan sebagai eksploitatif, kekejaman, ketidak adilan, dan
pelaku nikah bawah umur. Akibat perkawinan perilaku salah yang lain.23 Sedangkan pasal 16
dini yang dipaksakan terhadap mereka, mereka ayat (1) menyatakan bahwa orang tua bukan
mengalami berbagai persoalan, mulai dalam shanya bertanggung jawab untuk mengasuh,
kehidupan mereka mulai dari persoalan akses memelihara, mendidik dan melindungi anak,
pendidikan, buruknya kondisi ekonomi dan menumbuhkembangkan anak, bakat dan
masalah kesehatan reproduksi. Mreka dipaksa minatnya, tetapi juga berkewajiban mencegah
19
Ibid., hlm. 12. perkawinan anak"24
20
Ibid., hlm.11
21
Ibid., lihat juga Penjelasan Atas Undang-undang Negara Republic Indonesia Nomor 1 Tahun 1945 Tentang
Perkawinan.
22
Salinan Putusan MK No. 22/PUU-XV/2017, hlm 6-9.
23
Pasal 13 ayat (1) UU No. 23 tahun 2002 (1).
1Al-Aḥwāl, Vol. 11, No. 2, Tahun 2018 M/1439 Al-Aḥwāl, Vol. 11, No. 2, Tahun 2018 M/143918
Samsul Putusan MK No.22 /PUU-XV /2017 tentang Permohonan Judicial
24
Pasal 16 ayat (1) UU No. 23 tahun 2002 (1)

1Al-Aḥwāl, Vol. 11, No. 2, Tahun 2018 M/1439 Al-Aḥwāl, Vol. 11, No. 2, Tahun 2018 M/143918
Samsul Putusan MK No.22 /PUU-XV /2017 tentang Permohonan Judicial
Dalam bagian selanjutnya, MK menunjukkan bahwa dalam Islam
menyatakan bahwa agar tidak terjadi perkawinan bukan hanya sekedar
pelaanggaran terhadap hak-hak anak, serta pemenuhan psikologis, biologis, dan sosial,
menghilangkan ketidakpastian hukum tetapi juga spiritual. Perkawinan sebagai
akibat ketentuan minimal dalam usia media beribadah kepada Tuhan.
perkawinan yang disebutkan pasal 7 ayat Selain t ujuan perk awinan,
(1) UU no. Muhammad Yusuf Musa menambahkan
1 tahun 1974, maka ketentuan mengenai hikmah pensyari'atan hukum perkawinan.
usia perkawinan diubah menjadi 18 tahun Menurutnya, perkawinan berhubungan
sesuai dengan UU Perlindungan Anak. MK dengan tiga sisi manusia, yaitu sisi individu,
Juga menyatakan bahwa pasal 7 ayat (1) social, dan kelangsungan jenis manusia.
sepanjang frasa "usia 16 (enam belas) tahun" Hikmah secara individual. maksudnya adalah
Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang yag didapatkan oleh pelaku perkawinan yaitu
perkawinan bertntangan dengan Undang- suami dan isteri. Pada dasarnya Laki-laki
undang dasar Negara Republik Indonesia dan perempuan memiliki kecenderungan
tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan kepada yang lain. Kecenderungan ini dapat
hukum mengikat.25 direalisasikan dengan menciptakan ikatan/
Meskipun pokok perkara yang dajukan hubungan apapun menurut keinginan
dalam kedua putusan MK tersebut berbeda mereka. Tetapi ikatan yang benar adalah
tetapi pasal permohonan yang dimohonkan dengan perkawinan, yang telah menjadi
para pemohan pada kedua perkara tersebut syari'at para Nabi dan Rasul. Dengan
sama. Jika pada putusan yang kedua perkawinan maka pergaulan suami isteri akan
MK mengabulkan permohonan pemohon berlangsung sepanjang hayat, atau diputuskan
agar menyatakan bahwa pasal tersebut dengan perceraian atau kematian. Dengan
bertentangan dengan UUD tanyn 1945, maka perkawinan terjagalah nasab. Perkawinan
sebenarnya secara tidak langsung, apa yang juga mengakibatkan terjadi saling tolog
dimohonkan oleh pemohon pada perkara menolong antara suami dan isteri dalam
yang pertama telah dikabulkan pada putusan menjalani kehidupan.
yang kedua. Hal tersebut berarti dengan Perkawinan juga berpengaruh terhadap
putusan MK No. 22/PUU-XV/2017, hal- kehidupan bermasyarakat. Suatu masyarakat
hal yang terkait pekawinan baik itu usia tidak akan menjadi masyarakat yang baik
dini yang di bawah umur 18 tahun, atupun kecuali di dalamnya adalah keluarga-
diskriminasi yang terajadi dengan keluarga yang baik. Untuk membangun
pembedaan umur perempuan dan laki- keluarga satu satunya cara adalah dengan
laki, setelah putusan ini sudah tidak terjadi. melakukan perkawinan. Dengan perkawinan
Dan kalau masih terajadi berarti merupakan maka anak
pelanggaran terhadap konstitusi. -anak mengetahui jelas keluarganya yang
melakukan pendidikan kepada mereka danan
D. Relevans i Usia Dewasa Dengan tidak menjadikan cacat dalam masyarakat.
Pencapaian Tujuan Perkawinan Dengan pekawinan anak- anak akan berada
Tujuan perkawinan sebagaimana yang dalam pengkuan kedua orang tuanya dan
telah disebutkan pada pebahasan di atas perlindungan keluarganya, anak akan
adalah untuk mencapai suatu kehidupan tumbuh dengan bahagia sampai dewasa
yang bahagia; sakinah, mawaddah dan dan memiliki rasa bangga dengan nasabnya.
rahmah. Khoiruddin Nasution menyatakan Lebih lanjut, dalam kaitannya dengan
bahwa perkawinan dilakukan bukan hanya hikmah perkawinan bagi kelangsungan jenis
bertujuan untuk memperoleh ketenangan manusia, Yusuf Musa menyatakan bahwa
hidup berkeluarga, membentuk keluarga dalam perkawinan terjadilah hubungan
yang penuh cinta dan kasih saying, tetapi seksual yang bukan semata mata untuk
juga mendatangkan kenikmatan biologis tetapi
tujuan reproduksi dan biologis, serta bertujuan untuk mendapatkan keturunan.
menjaga Dengan demikian
kehormatan dan ibadah kepada Tuhan.26 Ini

3 Abd al-Wahhāb Khallāf, 'Ilm uşūl al-Fiqh, edisi terbaru (Libanon: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah, 1971), hlm,102-
18 103. Vol. 11,
Al-Aḥwāl, No. 2, Tahun 2018 M/1439 Al-Aḥwāl, Vol. 11, No. 2, Tahun 2018 M/143918
Samsul Putusan MK No.22 /PUU-XV /2017 tentang Permohonan Judicial
25
Ibid., hlm. 59-60.
26
Khoiruddin Nasution, "Filsafat Perkawinan Islam:Studi Interkoneksitas", dalam Khoriruddin Nasution, Hukum
Perkawinan
dan Warisan di Dunia Muslim Modern, Cet. 1, (Yogyakarta, Pernerbit ACAdeMIA, 2012), hlm. 281-282.

3 Abd al-Wahhāb Khallāf, 'Ilm uşūl al-Fiqh, edisi terbaru (Libanon: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah, 1971), hlm,102-
18 103. Vol. 11,
Al-Aḥwāl, No. 2, Tahun 2018 M/1439 Al-Aḥwāl, Vol. 11, No. 2, Tahun 2018 M/143918
Samsul Putusan MK No.22 /PUU-XV /2017 tentang Permohonan Judicial
ketika terdapat seorang pemuda yang ataupun memilih di antara melakukan atau
menolak melakukan pernikahan padahal meninggalkan, apabila telah memenuhi
dirinya memiliki kemampaun maka pada syarat sebagai mukallaf atau cakap hukum.
dasarnya dia membahayakan dirinya, Secara umum seseorang menjadi mukallaf
keluarganya, masyarakat dan manusia harus memenuhi dua syarat, yaitu mampu
semuanya27. Untuk mewujudkan tujuan dari memahami perintah dan cakap hukum.
perkawinan, suami harus melaksnakan Mampu memahami dalil dari perintah yang
kewajibannya sebagai suami, isteri hrus terdapat dalam nas, baik berdasarkan
melakukan kewajibannya sebagi ister. kemapuannya sendiri ataupun dari
Kewaj iban s uam i yang harus keterangan orang lain. Kemampuan ini
d i l a k s a n a k a n a n t a r a l a i n k e w a j ib a n mengharuskan kemampuan akal, karena akal
memberikan nafkah lahir yang berupa adalah alat untuk memahami. Karena itulah
makanan, pakaian dan tempat tinggal,28 dan anak kecil dan orang yang gila tidak bisa
mempergauli isteri dengan baik, termasuk di disebut mukallaf karena akal mereka
dalamnya pemenuhan kebutuhan batiniyah, belum/tidak mampu untuk memahami
kesetaraan, tidak melakukan kekerasan taklif (beban dalam agama). Anak kecil tidak
terhadap isteri, dan menjaga rahasia isteri.29 terkena beban kewajiban melakukan atau
Beberapa riwayat, seperti riwayat dari meninggalkan, kalau kemudian melakukan
Muawiyah Al Qusyairi, dan Abu Said al- yang dilarang atau meninggalkan yang
Khuri menjelaskan bahwa Rasulullah SAW diwajibkan dia tidak mendapatkan dosa atau
sangat menekankan pentingnya pemenuhan sanksi. Cakap hukum (memiliki kekampuan)
hak-hak lahiriyah dan batin isteri. Hak-hak yang meliputi ahliyyat al-wujūb dan ahliyyat
lahir seperti kebutuhan makan dan pakaian al-adā' ada. Ahliyyat al-wujūb adalah orang
sesuai dengan kemampuan suami. yang memiliki kemampuan untuk menerima
Sedangkan kebutuhan batin berupa hak dan kewajiban, sedangkan ahliyyat al-
perlakuan baik dan menghargai isteri.30 adā' adalah kemampuan seseorang untuk
Di dalam UU No 1 tahun 1974, melakukan hak dan kewajibannya.31
peraturan mengenai hak dan kewajiban Dengan memperhatikan bahwa
suami isteri terdapat pada pasal 30, 31. 32, perkawinan adalah suatu akad yang besar
33 dan 34. Pasal-pasal tersebut juga dan berdampak besar, maka pelaku akad
mengatur tentang hak dan kewajiban orang perkawinan, suami dan isteri adalah orang
tua dan anak. Untuk merealisasikan hak yang memenuhi syarat mukallaf dalam hal
dan kewajiban dalam perkawinan tentunya ini adalah sudah dewasa. Hak dan kewajiban
menuntut kematangan dan kemandirian dari baru sah dan bisa dilakukan kalau orang
segi pikiran, psikoligis, biologis dan ekonomi yang melakuknnya adalah yang memiliki
serta mampu bersikat terbuka dan kemampuan atau cakap hukum.
bertanggungjawab. Kemapuan- kemampuan Syari'ah agama yang berupa
ini sangat sulit untuk diwujudkan kalau perkawinan dengan berbagai ketentuan yang
suami isteri masih anak anak, di mana masih ada- mulai dari syarat dan rukun
tergantung dengan orang tua dan masih perkawinan, hak dan kewajban dalam
secara umum masih berwatak egois. perkawinan, mu'asyarah dalam perkawinan
sampai akibat perkawinan- sangat mungkin
E. Urgensi Cakap Hukum Dalam tidak terwujud apabila perkawinan itu
Perkawinan. dilakukan oleh orang yang tidak memenuhi
Di dalam hukum Islam seseorang syarat sebagai mukallaf. Hal ini juga dapat
mendapatkan beban untuk melakukan dilihat dari pendapat ulama, bahwa kalau
suatu kewajiban, meninggalkan larangan mereka menikah waktu kecil atas keinginan
orang tua, kemudian kalau mereka sudah
dewasa mereka bisa
27
Muhammad Yūsuf Mūsā. Ahkām Al-Ahwāl asy-Syakhsiyyah Fī al-fiqh al-Islāmī, Cet 1, (Mesir: Dār Al-Kutub Al-
'Arabi, 1956), hlm. 37-39.
28
Aţ-Ţalāq (65): 6.
29
An-Nisā' (4): 19.
30
Al-Imām Abī al- Husain Muslim bin al-Hajjāj, Şahīh Muslim, Cet. V (Beirut : Dār al-Kutub al-'Ilmiyah, 2008).
Hadis nomor 1437, hlm. 539.
3 Abd al-Wahhāb Khallāf, 'Ilm uşūl al-Fiqh, edisi terbaru (Libanon: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah, 1971), hlm,102-
18 103. Vol. 11, No. 2, Tahun 2018 M/1439
Al-Aḥwāl, Al-Aḥwāl, Vol. 11, No. 2, Tahun 2018 M/1439 18
Samsul Putusan MK No.22 /PUU-XV /2017 tentang Permohonan Judicial
memiliki hak khiyar untuk melanjutkan
32
menjadi alat untuk mencapai kebaikan, maka
perkawinan atau mengakhiri perkawinan. mubah tersebut diperintahkan .c. sesuatu
Dalam kaitanny a dengan makna dan yang tidak membawa kepada kajahatan dan
tujuan perkawinan pandangan ini seperti juga tidak membawa kepada kebaikan, maka
mengurangi makna pentingnya perkawinan. bisebut mubah mutlak. Inlah mubah yang
Perkawinan merupakan suatu akad yang asli.35
kuat dan bukan akad yang bersifat sementara Dalam kontek ini, perkawinan yang
atau bahkan akad yang bersifat "spekulatif". dilakukan pada usia dini ataupun
Oleh karena itu, kedewasaan dalam diskriminasi umur di mana perempuan
perkawinan merupakan sarat penting dalam ditetapkan uisa minimal 16 tahun untuk
perkawinan. Dalam konteks ini, Putussan melakukan perkawinan dan berbeda dengan
MK No. 22/PUU- XV/2017 yang laki-laki dengan usia 19 tahun, secara nyata
mengabukan permohonan untuk menyebabkan perkawinan tidak sesuai
meningkatkan batas usia perkawinan bagi dengan tujuan perkawinan, karena
perempuan dan melarang pernikahan menyebabkan penderitaan pada wanita dan
bawah umur menemukan relevansinya kehilangan hak-haknya sebagai seorang
dengan doktrin keagamaan (Islam). anak. Maka berdasarkan persektif ibāhah,
perkawinan yang mubah tersebut seharusnya
F. Hukum Pernikahan Dini: Dari dilarang dan ditetapkan ketentuan baru
"Ibāḥah" Menjadi Makrūhah. tentang usia perkawinan yang mendatangkan
Di dalam nas baik Al-Qur'an maupun kemaslahatan.
hadis memang tidak ada ketentuan yang Dalam ushul fikih terdapat metode
baku terkait batas minimal yang pasti dalam dalam penetapan hukum untuk menganalisis
melakukan perkawinan. Kondisi ini telah putusan MK tersebut, yaitu sadd az-zarī'ah
menjadikan adanya perbedaan pendapat dan Al-maslahah al-Mursalah. Sadd az- zarī'ah
di kalangan ulama (Fuqaha) sebagaimana adalah suatu cara atau metode menetapkan
disebutkan di atas. Secara hukum sesuatu hukum, di mana hal-hal yang pada asalnya
yang tidak ada ketentuannya bermakna hukumnya mubah bisa dilarang kerena
mubah/ibā ah, kebolehan melakukan atau mengantarkan kepada kemadharatan. Tidak
meninggalkan33. adanya ketentuan tentang usia nikah berarti
Ibā ah berasal dari kata ab ahtuka asy- tidak ada perintah berapa usia seseorang
syai'a, artinya a laltuhu laka atau athlaqtuka sehingga dia diwajibkan untuk menikah
ftihi. Mubah adalah memilih di antara dan kalau tidak melakukan dia tidak akan
melakukan sesuatu atau meninggalkannya. mendapatkan dosa. Demikian juga tidak
Menurut al-Ghazali sinonimnya adalah al- ada larangan tentang usia berapa seseorang
jawāz ynag berarti kebolehan. Al-Amidī dilarang untuk menikah, sehingga apabila
mendefinisikan ibā ah adalah sesuatu yang dia melannggarnya juga akan terkena dosa.
tidak membawa bahaya ketika dilakukan Ketentuan pasal 7 ayat (1) UU no. 1
atau ditinggalkan dan tidak membawa tahun
kemanfaatan dalam hal akhirat34. 1974 karena dalam kenyataannya
Asy-Syāţibī memaknai mubah bukan menyebabkan
semata mata melihat zatnya tetapi akibat perkawinan dini dan diskriminasi yang
yang bisa ditimbulkan oleh yang mubah memebdakan umur peremuan dan laki-
tersebut: a. mubah yang bisa membawa laku, yang juga menyebabkan ketidakadilan
kepada hal yang dilarang, maka harus perlakukan terhadap anak yang kedunaya
ditinggalkan. b. mubah yang membawa menyebabkan dampak yang negatif, maka
kepada kebaikan, seperti pelarangan terhadap pernikahan dini
merupakan tindakan sadd az-zarī'ah 36 yang
sesuai untuk merealisasikan kemaslahatan.
32
Seorang anak kecil tidak tidak sah untu menerima nikah sendiri, meskipun dia mumayyiz. Orang tua atau
kakeknya yang menikahkannya apabila melihatkemaslahatan, Tetapi setelah baligh dia memiliki hak khiyar.
Lihat Musţafā abd al-Qīdir 'Aţā, Ahkām az-Zawāj 'Alā Al-Mażāhib al-Arba'ah, Cet 1 (Beirut: Dār Kutub
Alilmiyah,
1986), hlm. 135-136.
33
Muhammad Salām Mazkūr, Al-Ibāhah 'Ind al-Uşūliyyīn Wa Al-Fuqahā, Cet. 2 (Kairo: Dār an-Nahdhah al-'Arab,
3 Abd al-Wahhāb Khallāf, 'Ilm uşūl al-Fiqh, edisi terbaru (Libanon: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah, 1971), hlm,102-
18 103. Vol. 11, No. 2, Tahun 2018 M/1439
Al-Aḥwāl, Al-Aḥwāl, Vol. 11, No. 2, Tahun 2018 M/1439 18
Samsul Putusan MK No.22 /PUU-XV /2017 tentang Permohonan Judicial
1965), hlm. 42.
34
Ibid., hlm.35
35
Ibid., hlm. 96.
36
A. Hanafi, Usu! Fikih, cet. 11 (Jakarta: Wijaya, 1989), hlm. 147.

3 Abd al-Wahhāb Khallāf, 'Ilm uşūl al-Fiqh, edisi terbaru (Libanon: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah, 1971), hlm,102-
18 103. Vol. 11,
Al-Aḥwāl, No. 2, Tahun 2018 M/1439 Al-Aḥwāl, Vol. 11, No. 2, Tahun 2018 M/143918
Samsul Putusan MK No.22 /PUU-XV /2017 tentang Permohonan Judicial
Al-maslahah al-mursalah adalah suatu tujuan dari syari'at Islam yang bertujuan
kemaslahatan yang tidak ditetapkan didalam nas
(Al-Qur'an dan hadis) dan tidak ditolak oleh nas,
disebut juga kemaslahatan yang lepas. 37
Ketentuan terhadap usia perkawinan tidak
didapatkan di dalam nas. Persoalan usia
perkawinan dalam realitasnya adalah persoalan
yang sangat penting. Karena itulah pengaturan
terkait batasan umur perkawinan dari 16 menjadi
18 tahun atau yang lebih tinggi adalah suatu
lengkah yang sesuai dengan prinsip al-maslahah
al-mursalah ini.
Dalam hal ini adalah adanya perintah MK
kepada lembaga pembuat Undang-undang untuk
segera melakukan perubahan terhadap pasal 7
ayat (1) dengan menaikkan usia menikah. Dengan
ketentuan yang baru yang harus segeraa disusun,
diharapkan kemaslahatan akan terwujud baik dari
aspek kematangan berfikir, psikologis, biologis,
ekonomi sehingga perkawinan sesuai dengan
yang diharapkan dan mencapai tujuannya.

G. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa, putusan MK No. 22/
PUU-XV/2017 yang berisi diterimanya
permohonan uji meteriil pasal 7 ayat (1) UU
no.
1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Pemohon
berpendapat bahwa Pasal 7 ayat (1) UU
Perkawinan tersebut dianggap bertentangan
dengan pasal 27 ayat (1) UUD Tahun 1945
tentang kesamaan hak dan kedudukan
semua warga Negara. Putusan MK tersebut
merupakan sebuah putusan yang tidak
hanya
memberikan rasa keadilan bagi para
pemohon
yang merasa telah mendapatkan tindakan
diskriminatif sebagai warga Negara dan bagi
para pemohon pada perkara putusan No.
33-74/PUU-XII/2014 yang berjuang untuk
meniadakan perkawinan dini. Lebih dari itu,
putusan tersebut juga membawa
kemalahatan
pada seluruh masyarakat Indonesia berupa
kesetaraan laki-laki dan perempuan di
depan hukum sekaligus kemaslahatan bagi
calon mempelai dalam bidang kognitif
(cara berfikir), psikologis, biologis, maupun
ekonomi. Putusan tersebut memberikan
jaminan yang lebih baik bagi kematangan
calon mempelai dari berbagai bidang
tersebut. Dari perspektif normatif hukum
Islam, kemaslahatan ini juga sesuai dengan
Al-Aḥwāl, Vol. 11, No. 2, Tahun 2018 M/1439 1
Samsul Putusan MK No.22 /PUU-XV /2017 tentang Permohonan Judicial
untuk merealisasikan kemaslahatan dan (Yogyakarta, Pernerbir ACAdeMIA, 2012),
menghindarkan kemadaratan. Dalam Kompilasi Hukum Islam, Inpres No. I tahun
konteks ini, kemaslahatan yang dimaksud 1991
adalah usaha yang lebih baik dalam Muhammad Salām Mazkūr, Al-Ibāhah 'Ind al-
menyelamatkan lembaga perkawinan Uşūliyyīn Wa Al-Fuqahā, Cet. 2 (Kairo: Dār
sebagai lembaga yang mulia sebagai an-Nahdhah al-'Arab, 1965).
pelaksanaan peritah agama dan ketentuan Muhammad Yūsuf Mūsā. Ahkām Al-Ahwāl
Negara dengan meningkatkan batas usia asy-
perkawinan bagi perempuan. Syakhsiyyah Fī al-ftqh al-Islāmī, Cet 1, (Mesir:
Dār Al-Kutub Al-'Arabi,1956)
DAFTAR PUSTAKA Musţafā abd al-Qīdir 'Aţā, Ahkām az-Zawāj
'Alā Al-Mażāhib al-Arba'ah, Cet 1 (Beirut:
Al-Imām Abī al- Husain Muslim bin al- Dār Kutub Alilmiyah, 1986).
Hajjāj, Şahīh Muslim, Cet. V (Beirut: Dār al- Musţafā as-Sibā'ī, Syarh Qānūn al-Ahwāl
Kutub al-'Ilmiyah, 2008 asy-Syakhsiyyah, Juz I, Cet. 7 (Damsyiq:
Abd al-Wahhāb Khallāf, 'Ilm uşūl al-Fiqh, Maţba'ah Jaami'ah. 1966).
edisi Salinan Putusan MK No. 30-7/PUU-XII/2014
terbaru (Libanon: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah, Salinan Putusan MK No.22/PUU-XV/2017.
1971) UUD Tahun 1945
Abū Dāwūd Sulaimān al-Asy'at, Sunan Abī UU No. 13 tahun 2003 Tentang
Dāwūd, (ttp: Dār al-Fikr, t.t.), Ketenagakerjaan
A. Hanafi, Usul Fikih , cet . 11( Jakarta: UU No. 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan
Wijaya, anak
1989). UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Khoiruddin Nasution, "Filsafat Perkawinan manusia
Islam:Studi Interkoneksitas", dalam UU No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan
Khoriruddin Nasution, Hukum Perkawinan Anak
dan Warisan di Dunia Muslim Modern, Cet. 1, UU No. I tahun 1974 Tentang Perkawinan

37
Abd al-Wahhāb Khallāf, 'ilm Uşūl al-Fiqh., hlm.63

Al-Aḥwāl, Vol. 11, No. 2, Tahun 2018 M/1439 1

Anda mungkin juga menyukai