Anda di halaman 1dari 24

Vol. 4 No.

1 Tahun 2019 Raihana, Tri Wahyuni Lestari, Asrizal

USIA MINIMAL MENIKAH BAGI PEREMPUAN PASCA-PUTUSAN MK


PERSFEKTIF HAK ASASI MANUSIA

Raihana, Tri Wahyuni Lestari, Asrizal


Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Riau
STAIN Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau
raihana.nasution@umri.ac.id, triwahyuni@umri.ac.id, asrizalsaiin@gmail.com

ABSTRACT
This paper will discuss how the post-judicial decision of the Constitutional Court has a
minimum age of marriage for women and consideration in the values of human rights.
This paper aims to provide an understanding to the public that the importance of paying
attention to the age of marriage is a form of protection of children's rights, and as an
effort to prevent discrimination against women. After the verdict of the Constitutional
Court at a minimum age is married to a 19-year-old woman in terms of the values of
human rights, and this is one form of public awareness and responsibility of the state for
the protection and fulfillment of human rights (children's rights and principles of non-
discrimination ) and constitutional rights. This issue further looks at the future impact of
child marriage for women can lead to discriminatory actions against women related to
the issue of legal position between men and women who will directly violate children's
rights.
Keywords: Post MK Decision, Minimum Married Age, Human Rights

Abstrak
Tulisan ini akan membahas bagaimana pasca-putusan Mahkamah Konstitusi usia
minimal menikah bagi perempuan dan pertimbangan dalam nilai-niali hak asasi
manusia. Tulisan ini bertujuan: memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa
pentingnya memperhatikan usia menikah sebagai salah satu bentuk perlindungan
terhadap hak-hak anak, dan sebagai salah satu upaya pencegahan tindakan diskriminasi
terhadap perempuan. Pasca-putusan Mahkamah Konstitusi usia minimal menikah bagi
perempuan 19 (sembilan belas) tahun syarat dengan pertimbangan nilai-niali hak asasi
manusia, dan ini merupakan salah satu bentuk kesadaran masyarakat dan
tanggungjawab negara atas perlindungan dan pemenuhan terhadap hak asasi (hak-hak
anak, dan prinsip non diskriminasi) dan hak konsitusi. Persoalan ini lebih jauh melihat
kedepan dampak dari perkawinan usia anak bagi perempuan dapat menimbulkan
tindakan diskriminasi terhadap perempuan terkait dengan persoalan kedudukan hukum
antara laki-laki dan perempuan yang secara langsung akan terjadinya pelanggaran
terhadap hak-hak anak.
Kata Kunci: Pasca Putusan MK, Usia Minimal Menikah, Hak Asasi Manusia

Journal Equitable 101


ISSN: 2541-7037
e-ISSN: 2614-2643
Raihana, Tri Wahyuni Lestari, Asrizal Vol. 4 No. 1 Tahun 2019

PENDAHULUAN International Covenant on Civil and


Pernikahan merupakan hak dasar Political Rights (ICCPR) atau Kovenan
manusia yang tidak boleh dibatasi dan Hak Sipil dan Politik, dimana keluarga
dikurangi oleh siapapun termasuk negara, merupakan suatu kelompok masyarakat
hal ini sebagaimana ditegaskan dalam alamiah yang berhak untuk dilindungi,
artikel 161 Universal Declaration of dan dalam membentuk keluarga melalui
Human Rights (Deklarasi Universal Hak suatu perkawinan harus diakui
Asasi Manusia/DUHAM). Kemudian berdasarkan persetujuan bebas para pihak
ditindak lanjuti dalam artikel 232 yang hendak menikah. Sehingga dalam
pemenuhan hak-hak sipil, negara sebagai
1
Artikel 16 DUHAM: “(1). Men and
women of full age, without any limitation due to pemangku tanggungjawab untuk
race, nationality or religion, have the right to memenuhi (to fullfil), menghormati (to
marry and to found a family. They are entitled to
equal rights as to marriage, during marriage and respect), dan melindungi (to protect)
at its dissolution; (2). Marriage shall be entered
into only with the free and full consent of the hanya bersifat pasif atau sering disebut
intending spouses; (3). The family is the natural
and fundamental group unit of society and is dengan istilah negative rights (hak-hak
entitled to protection by society and the State.
(Artinya: (1) Laki-laki dan Perempuan yang sudah negatif). Artinya, hak-hak dan kebebasan
dewasa, dengan tidak dibatasi kebangsaan, yang dijamin di dalam Kovenan SIPOL
kewarganegaraan atau agama, berhak untuk
menikah dan untuk membentuk keluarga. Mereka tersebut akan dapat terpenuhi apabila
mempunyai hak yang sama dalam soal
perkawinan, di dalam masa perkawinan dan di peran negara terbatasi atau negara bersifat
saat perceraian; (2) Perkawinan hanya dapat
dilaksanakan berdasarkan pilihan bebas dan tidak aktif, apabila negara bersifat aktif,
persetujuan penuh oleh kedua mempelai; (3)
Keluarga adalah kesatuan yang alamiah dan provision shall be made for the necessary
fundamental dari masyarakat dan berhak protection of any children. (Artinya: (1). Keluarga
mendapatkan perlindungan dari masyarakat dan adalah kesatuan kelompok masyarakat yang
Negara)”. alamiah serta mendasar dan berhak dilindung oleh
2
Artikel 23 Kovenan SIPOL : “(1). The masyarakat dan Negara. (2). Hak laki-laki dan
family is the natural and fundamental group unit perempuan dalam usia perkawinan untuk menikah
of society and is entitled to protection by society dan membentuk keluarga harus diakui. (3). Tidak
and the State; (2). The right of men and women of ada satu pun perkawinan yang dapat dilakukan
marriageable age to marry and to found a family tanpa persetujuan yang bebas dan penuh dari para
shall be recognized; (3). No marriage shall be pihak yang hendak menikah. (4). Negara Pihak
entered into without the free and full consent of dalam Kovenan ini harus mengambil langkah-
the intending spouses; (4). States Parties to the langkah yang memadai untuk menjamin
present Covenant shall take appropriate steps to persamaan hak dan tanggung jawab pasangan
ensure equality of rights and responsibilities of suami istri tentang perkawinan, Dalam halnya
spouses as to marriage, during marriage and at berakhirnya perkawinan harus dibuat ketentuan
its dissolution. In the case of dissolution, yang diperlukan untuk melindungi anak-anak)

102 Journal Equitable ISSN: 2541-7037


e-ISSN: 2614-2643
Vol. 4 No. 1 Tahun 2019 Raihana, Tri Wahyuni Lestari, Asrizal

maka hak-hak dan kebebasan dalam dalam ketentuan hukum negara masing-
kovenan tersebut akan dilanggar oleh masing. Akan tetapi, perkawinan dibawah
negara3. usia minimal yang telah ditentukan oleh
Pada perkembangannya persoalan undang-undang tetap terus terjadi.
perkawinan suatu circle yang tidak Di Indonesia, pernikahan usia
pernah habis-habisnya dan masih anak mulai menjadi sorotan dengan
menduduki trading topic hangat untuk menyebarnya foto-foto pernikahan anak-
dibahas, mulai persoalan poligami, anak di berbagai media sosial yang
pernikahan beda agama, pernikahan siri, mengundang pro dan kontra dari
perceraian, hak pengasuhan anak, hak masyarakat. Terjadinya pergeseran faktor
anak luar kawin, hak waris, dan persoalan penyebab anak melakukan pernikahan
lainnya. Terlepas dari persoalan tersebut, yang dulunya dikarenakan desakan
yang akhir-akhir ini menjadi sorotan ekonomi atau paksaan orang tua bergeser
dalam hal perkawinan adalah, mengenai ke arah faktor suka sama suka dan
batas usia nikah. Pernikahan sebagai pergaulan yang meresahkan orang tua.
suatu momen yang saksal yang Seperti: pernikahan antara pria dengan
dilaksanakan apabila para pihak telah inisial MAA usia 16 tahun dengan
cukup usia, mapan, sehat jasmani dan seorang wanita berinisial DAM yang
rohani. Akan tetapi yang menjadi usianya 14 Tahun yang terjadi pada
persoalan adalah, ketika tolok ukur cukup tanggal 3 Maret 2019 di Kecamatan
usia, mapan, sehat jasmani dan rohani Soreang, Kota Parepare, Sulawesi
tidak ditemukan kesepakatan penafsiran Selatan, dan pernikahan ini dilaksanakan
secara konkrit patokan pada batas usia dengan mengajukan dispensasi ke
berapa. Walaupun negara-negara dunia Pengadilan Agama4, dan pernikahan salah
hampir semua membatasi usia minimal seorang cucu Mbah RT desa Sawangan
perkawinan 18 (delapan belas) tahun Magelang Jawa Tengah, yang masih usia

3 4
Ifdhal Kasim, Kovenan Hak-Hak Sipil https://www.liputan6.com/regional/read/3
Dan Politik Sebuah Pengantar, Lembaga Studi 909348/sepasang-anak-di-bawah-umur-
dan Advokasi Masyarakat, Jakarta, 2007, hlm. 2, dinikahkan-usai-kabur-dari-rumah, akses tanggal
http://lama.elsam.or.id. Akses 20 juni 2019. 20 Juni 2019

Journal Equitable 103


ISSN: 2541-7037
e-ISSN: 2614-2643
Raihana, Tri Wahyuni Lestari, Asrizal Vol. 4 No. 1 Tahun 2019

15 tahun dengan seorang laki-laki usia 16 review pemohon, dengan alasan:


tahun. Dengan memilih untuk menikah di penentuan batas usia minimum
usia anak, maka cucu mbah RT tidak lagi merupakan kebijakan hukum yang
5
melanjutkan sekolah . bersifat terbuka (open legal policy), dan
Apabila merujuk pada ketentuan MK tidak memiliki kewenangan untuk
Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 melahirkan norma baru, sehingga apabila
Tahun 1974 Tentang Perkawinan, batas ingin melakukan perubahan hukum,
usia minimal menikah seorang laki-laki sebaiknya melalui legislative revie,
19 tahun dan usia perempuan 16 tahun6. perkawinan merupakan hak setiap orang
Norma ini dipandang selain melanggar yang tidak boleh dibatasi, negara hanya
hak-hak anak. Untuk itu, pemerhati hak- bersifat mengakomodasi perintah agama.
hak anak melalui gerakan solidaritas Persoalan meningkatnya
berusaha memperjuangkan hak-hak anak pernikahan dibawah batas usia minimum,
melalui judicial review Pasal 7 ayat (1) oleh pemerhati perempuan dan anak
tentang batas usia minimal 16 tahun. memandang ini sebagai suatu tindakan
Akan tetapi, putusan Mahkamah diskriminasi yang diyakini dalam tatanan
Konstitusi (MK) nomor: 30-74/PUU- norma diskriminasi terhadap perempuan
XII/20147 menolak permohonan judicial terjadi. Pada tahun 2017 upaya judicial
review diajukan kembali ke Mahkamah
5
Obrolan singkat penulis dengan Mbah RT
Desa Sawangan-Magelang, Jawa Tengah, saat Konstitusi dengan register nomor:
penulis menjenguk anak ke Pondok Modern 8
Gontor 6 Darul Qiyam. Beliau mengungkapkan: 22/PUU-XV/2017 dengan objek
“ya, lebih baik saya suruh menikah ta bu, dari
pada kelayapan naik motor, bonceng sana
bonceng sini, nanti kalau terjadi apa-apa yang ayat (1) UU Perkawinan terhadap Pasal 1 ayat (3),
malu juga kan orang tua, ya sudah menikah saja, Pasal 28A, Pasal 28B ayat (1), Pasal 28B ayat (2),
biar merasa punya tanggungjawab, dan sekarang Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G
cucu mbah tinggal dengan suaminya di daerah ayat (1), Pasal 28H ayat (1), Pasal 28H ayat (2),
dekat gunung merapi”, Sawangan-Magelang, 9 Pasal 28I ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) UUD
Juni 2019. 1945.
6 8
Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Baca Putusan MK Perkara Nomor:
Tahun 1974 Tentang Perkawinan: “ Perkawinan 22/PUU-XV/2017, yang diuji Pasal 7 ayat (1)
hanya diizinkan bila pihak mencapai umur 19 sepanjang frasa “16 (enams belas) tahun” UU
(sembilan belas) tahun dan ihak wanita sudah Perkawinan telah melanggar prinsip “Segala
mencapai usia 16 (enam belas) tahun”. warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
7
Baca Putusan MK Perkara Nomor 30- hukum”, sehingga bertentangan: (1). Pasal 27 ayat
74/PUU-XII/2014 yang diujikan adalah Pasal 7 (1) UUD 1945; (2). Ketentuan a quo

104 Journal Equitable ISSN: 2541-7037


e-ISSN: 2614-2643
Vol. 4 No. 1 Tahun 2019 Raihana, Tri Wahyuni Lestari, Asrizal

perkara: judicial review Pasal 7 ayat (1) menimbulkan tindakan diskriminasi dan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 didukung oleh permasalahan empiris
tentang Perkawinan sepanjang frasa yang menunjukkan meningkatnya angka
“16 (enam belas) tahun” terhadap pernikahan dibawah umur, hal ini akan
Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang melanggar hak-hak anak, seperti: hak atas
Dasar 1945. Oleh Mahkamah pendidikan, hak atas kesehatan,
Konstitusi mengabulkan judicial review perlindungan terhadap tindakan
Pemohon dan menyatakan ketentuan kekerasan, eksploitasi anak dan
Pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 seksualitas. Untuk itu, melalui tulisan ini,
tentang Perkawinan, sepanjang frasa penulis mengupas kembali bagaimana
“umur 16 (enam belas) tahun”, pasca putusan Mahkamah Konstitusi usia
bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) minimal menikah bagi perempuan dan
UUD 1945, merupakan suatu pertimbangan dalam nilai-niali hak asasi
diskriminasi dan inkonstitusi karena manusia?
membedakan batas usia minimum
perkawinan antara laki-laki dan METODE PENELITIAN
perempuan yang kemudian Jenis kajian penelitian ini
menyebabkan perempuan mengalami merupakan kajian pustaka (library
tindakan diskriminatif dalam research) yaitu metode yang datanya
pemenuhan hak-hak konstitusionalnya. diperoleh dari penelusuran bahan-bahan
Berangkat dari penomena- atau data berbentuk tertulis. Adapun
penomena tersebut, adanya persoalan teknik pengumpulan data dilakukan
pertentangan norma hukum internasional dengan mencermati buku-buku, teks-teks,
dan hukum nasional yang dapat arsip-arsip dan dokumen-dokumen.
Adapun tipe pelaksanaannya yaitu
menimbulkan pembedaan kedudukan hukum dan
diskriminasi terhadap anak perempuan dalam hak deskripsi, dengan analisis data bersifat
kesehatan; (3). Ketentuan a quo menimbulkan deskriptif-analitis. Deskripsi maksudnya
pembedaan kedudukan hukum dan diskriminasi
terhadap anak perempuan dalam hak pendidikan; tulisan ini pada umumnya bertujuan
(4). Ketentuan aquo menimbulkan pembedaan
kedudukan hukum dan diskriminasi terhadap anak untuk mendeskripsikan data yang telah
perempuan dalam resiko eksploitasi anak

Journal Equitable 105


ISSN: 2541-7037
e-ISSN: 2614-2643
Raihana, Tri Wahyuni Lestari, Asrizal Vol. 4 No. 1 Tahun 2019

9
terkumpul dan menganalisis secara dengan kekal, yang diakui oleh negara.
sistematis-faktual dan akurat mengenai Sehingga hubungan tersebut bersifat
usia minimal menikah bagi perempuan abadi.10 Apabila merujuk pada ketentuan
paska putusan MK sesuai dengan undang-undang perkawinan, yang
pandangan Hak Asasi Manusia (HAM). dimaksud dengan perkawinan adalah:
Sehingga tujuan dari hasil tulisan ikatan lahir batin antara seorang pria dan
ini memberikan pemahaman kepada wanita sebagai suami istri dengan tujuan
masyarakat bahwa pentingnya membentuk keluarga (rumah tangga)
memperhatikan usia menikah sebagai yang bahagia dan kekal berdasarkan
salah satu bentuk perlindungan terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa11.”
hak-hak anak, sehingga tidak terjadinya Makna kalimat “ikatan lahir batin‟
ketimpangan hak-hak antara anak laki- disini, dimaksudkan hubungan sebagai
laki dan anak perempuan yang dapat satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan,
menyebabkan terjadinya tindakan adanya kewajiban terpenuhinya kedua-
diskriminasi. Laki-laki dan perempuan dua unsur tersebut. Ikatan lahir sebagai
memiliki kedudukan yang sama di ikatan konret atau hubungan formal yang
hadapan hukum, dan pemenuhan hak-hak dapat dilihat melalui bersikaf, bertindak,
anak, baik terhadap anak laki-laki dan berbuat dan bertingkahlaku melalui
anak perempuan tidak boleh ada kehidupan berumah tangga sebagai suami
perbedaan (diskriminasi). istri. Melalui hubungan formal ini
masing-masing pihak memiliki peran dan
HASIL PENELITIAN tanggungjawab bagi dirinya maupun bagi
orang lain atau masyarakat. Sedangkan
Hukum Perkawinan di Indonesia
makna kalimat: „ikatan bathin‟
Perkawinan merupakan hubungan
hukum antara seorang laki-laki dengan 9
R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Asis
seorang perempuan untuk hidup bersama Safioedin, Hukum Orang dan Hukum Keluarga,
Alumni, Bandung, 1985, hlm. 31.
10
Soediman Kartohadiprojo, Pengantar
Tata Hukum di Indonesia, Cetakan Kesepuluh,
Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984, hlm. 36.
11
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1997 tentang Perkawinan

106 Journal Equitable ISSN: 2541-7037


e-ISSN: 2614-2643
Vol. 4 No. 1 Tahun 2019 Raihana, Tri Wahyuni Lestari, Asrizal

dimaksudkan adanya hubungan yang tahun dan pihak wanita sudah mencapai
bersifat abstrak yang tidak dapat dilihat 16 (enam belas) tahun. Dalam hal
yang menjadi dasar atau pondasi bagi terjadinya penyimpangan atau
ikatan batin tersebut. Tanpa adanya pengecualian dapat meminta dispensasi
ikatan bathin, maka ikatan lahir akan kepada pengadilan dan pejabat lain yang
menjadi rapuh12. Kemudian Pasal 2 ayat ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria
(1) UU Perkawinan menegaskan kembali maupun wanita15. Ketentuan usia
bahwa syarat sah perkawinan apabila perkawinan tersebut berdasarkan
dilakukan menurut hukum masing- pertimbangan kemaslahatan keluarga dan
masing agamanya dan kepercayaannya rumah tangga, sehingga yang diharapkan
itu. Dengan demikian hakekat para pihak memiliki kematangan fisik dan
perkawinan tersebut bukanlah sekadar psikis yang dapat mewujudkan tujuan
perjanjian, melainkan ikatan lahir batin perkawinan itu sendiri.
yang keabsahannya didasarkan kepada
hukum agama. Fenomena Pernikahan Usia Anak
Ikatan lahir batin antara suami dan Pernikahan di usia anak ini
istri hukum Islam diawali dengan adanya kembali menjadi sorotan publik dalam
akad („aqd) yaitu dengan adanya ijab dan lingkup dunia internasional, dibuktikan
qabul perkawinan13. Perkawinan dengan tingginya tingkat pernikahan usia
mensyaratkan harus didasarkan suka anak dibelahan dunia. Berdasarkan hasil
sama suka atau yang disebut dengan data UNICEF bahwa: ada 115 juta anak
istilah persetujuan kedua belah pihak14. menikah dibawah umur, berdasarkan data
Selain itu hukum positif menyatakan: populasi di 82 (delapan puluh dua)
perkawinan hanya diizinkan jika pria negara. Seperti: Republik Afrika Tengah
sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) dengan prevalensi pengantin anak laki-
12
K. Watjik Saleh, Hukum Perkawinan laki tertinggi di dunia mencapai angka
Indonesia, Ghalia, Jakarta, 1992, hlm. 14 – 15. 28% , Nikaragua sebesar 19%,
13
Khoiruddin Nasution, Hukum
Perkawinan 1, (Yogyakarta: Academia Tazzafa,
2005), hlm. 23-24.
14 15
Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor Pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. 1974 Tentang Perkawinan

Journal Equitable 107


ISSN: 2541-7037
e-ISSN: 2614-2643
Raihana, Tri Wahyuni Lestari, Asrizal Vol. 4 No. 1 Tahun 2019

Madagaskar 13%16. Melalui UNICEF Leiden University, pada tanggal 9 Maret


sebagai lembaga pemerhati anak 2018, berdasarkan hasil risetnya di
menghimbau pentingnya kesadaran untuk kawasan Sukabumi sejak 2014 hingga
memperjuangkan hak-hak sipil anak 2017, Mies Grijns mengatakan bahwa:
sebagai hak dasar atau hak asasi dalam pernikahan anak cenderung dilatar
bentuk gerakan solidaritas sebagaimana belakangi: (1). Alasan suka sama suka;
ditegaskan dalam Deklarasi Universal (2). Keinginan menghindari kekerasan
Hak Asasi Manusia (Universal rumah tangga yang melibatkan orang tua;
Declaration of Human Rights), Konvensi (3). Karena ditelantarkan atau ditinggal
Hak-hak Anak Perserikatan Bangsa- oleh orang tua yang bekerja ke luar kota/
Bangsa (United Nations Convention on luar negeri; (4). Pemenuhan kebutuhan
the Rights of the Child) yang mengatur hidup mencakup materi atau sosial17.
hak-hak sipi, politik, ekonomi, sosial, dan Pernikahan usia anak tidak hanya
kultural anak-anak, dan Konvensi tentang terjadi di masyarakat pedesaan, tapi juga
penghapusan segala bentuk diskriminasi merambah ke perkotaan. Hal ini
terhadap perempuan (Convention on the berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi
Elemination of all Forms of (Susesnas) pada tahun 2013 bahwa:
Discrimination Againts Women/ 13,6% perempuan usia 20 tahun sampai
CEDAW). Ajakan ini dengan 24 tahun saat disurvei telah menikah di
menggaungkan semboyan: “Jangan bawah usia 18 tahun dan masih
Biarkan Anak-Anak Mempunyai Anak”. mempertahankan rumah tangganya.
Mies Grijns (seorang antropolog), Sementara data pernikahan perempuan di
dalam diskusi bertajuk “Child, Early, and bawah usia 18 tahun yang sudah bercerai
Forced Marriages in Indonesia: Impact mencapai 24,17%. Jumlah ini cukup
and Counter Measures”. Yang tinggi, jika melihat dari data UNICEF
dilaksanakan oleh Pusat Kajian 2017 yang menempatkan Indonesia
Antropologi Universitas Indonesia dan

16 17
https://www.liputan6.com/unicef-115- https://tirto.id/mengorek-yang-terjadi-di-
juta-anak-laki-laki-menikah-di-bawah-umur. pernikahan-bawah-umur-zaman-now-cFV9, akss
Akses 20 Juni 2019. tanggal 20 Juni 2019

108 Journal Equitable ISSN: 2541-7037


e-ISSN: 2614-2643
Vol. 4 No. 1 Tahun 2019 Raihana, Tri Wahyuni Lestari, Asrizal

sebagai negara dengan peringkat ketujuh memilih tidak melanjutkan sekolah.


dalam hal pernikahan anak di dunia18. Sehingga presentase perkawinan usia
Kemudian, berdasarkan hasil data anak perempuan yang lulus SD mencapai
susenas 2015 di daerah Sulawesi Tengah. 40,5 %20. Berdasarkan data Badan Pusat
Rata-rata anak berusia 15-19 tahun Statistik pada Tahun 2017, sebaran angka
berstatus nikah dan pernah nikah, yang perkawinan anak berada diatas 25% di 23
terdapat di Kabupaten Banggal Laut Provinsi dari 34 Provinsi yang di survei21.
sevesar 15.83%, Kabupaten Banggal Hal ini dapat dilihat pada diagram di
kepulauan 15.73%, Kabupaten Sigi bawah ini:
13.77%, Kabupaten Tojo Una-Una
12.84% dan Kota Palu 6.90 %. Usia
perkawinan di sulawesi tengah mencapai
20.19 %19. Lebih dari 700 juta
perempuan ketika menikah masih anak-
anak dan satu dari tiga diantaranya
menikah sebelum usia 15 tahun. Anak-
anak perempuan yang menikah muda,
akan menghadapi akibat buruk
diantaranya: (1). Rendahnya tingkat
pendidikan; (2). Akibat buruk terhadap
kesehatan seksual dan reproduksi; (3).
Peningkatan tingkat kekerasan dalam
rumah tanggal. Misalnya, terkait dengan
tingkat pendidikan, rata-rata anak
perempuan di Indonesia yang menikah
sebelum usia 18 Tahun cenderung akan 20

https://www.unicef.org/indonesia/id/Laporan_Per
18
Ibid. kawinan_Usia_Anak.pdf, hlm: 1-3, akses 20 juni
19
https://www.liputan6.com/health/read/39 2019.
21
57344/angka-perkawinan-anak-di-sulawesi- http://theconversation.com/5-alasan-
tengah-masih-tinggi. 4 Mei 2019. Akses 20 Juni mengapa-perkawinan-anak-harus-dilarang-
2019 107817, akses 24 Juni 2018

Journal Equitable 109


ISSN: 2541-7037
e-ISSN: 2614-2643
Raihana, Tri Wahyuni Lestari, Asrizal Vol. 4 No. 1 Tahun 2019

Diagram I : Perkawinan usia Anak di Indonesia 2017

Kett: Presentase perempuan berumur 20-24 tahun yang pernah kawin yang umur
perkawinan pertamanya dibawah 18 tahun.
Pasca - Putusan Mahkamah Konstitusi Usia Minimal Menikah Bagi Perempuan
Dan Pertimbangan Dalam Nilai-Niali Hak Asasi Manusia.

Hak asasi manusia sebagai salah merupakan hak dasar yang dimiliki
satu disiplin ilmu yang ruang lingkup manusia dikarenakan ia manusia.
kajiannya sangat luas dan melintasi aspek Sehingga ketika membahas hak asasi
ilmu lainnya22. Hak asasi manusia manusia, maka akan memandang semua
manusia memiliki hak-hak yang sama
22
A. Masyhur Effendi dan Taufani
Sukmana Evandri, HAM Dalam Dimensi/
Dinamika Yuridis, Sosial, Politik ; Proses Asasai Manusia Dalam Masyarakat), Ghalia
Penyusunan/ Aplikasi HA-KHAM (Hukum Hak Indonesia, Bogor, 2010, hlm : 36.

110 Journal Equitable ISSN: 2541-7037


e-ISSN: 2614-2643
Vol. 4 No. 1 Tahun 2019 Raihana, Tri Wahyuni Lestari, Asrizal

tanpa membedakan warna kulit, ras, terhadap hukum dan masyarakat


keturunan, jenis kelamin, bahasa, budaya, Internasional25. Instrumen hukum HAM
kewarganegaraan, dan agama. Instrumen Internasional dinyatakan sebagai standar
hukum hak asasi manusia umum semua negara untuk menjamin
dikumandangkan pada tanggal 10 pengakuan dan penghargaan terhadap hak
Desember 1948 melalui Universal asasi manusia. Perkembangan hak asasi
Declaration of Human Rights yang manusia oleh Karel Vasak (ahli hukum
substansi hak-nya meliputi: hak sipil, Prancis) membagi menjadi 3 (tiga)
politik, ekonomi, sosial, dan budaya23. negerasi yaitu26:
Hak asasi manusia adalah, hak Generasi pertama : perjuangan
dasar dan suci melekat pada setiap terhadap hak Sipil dan Politik dengan
manusia sepanjang hidupnya sebagai slogan kebebasan (freedom of) yang
anugerah Tuhan. Substansi hak asasi dituangkan dalam International Covenant
seiring dengan tujuan Piagam PBB dalam on Civil and Political Right (ICCPR) atau
pencapaian perdamaian dan ketertiban disebut dengan Kovenan Internasional
24
dunia yang membawa pengaruh besar tentang Hak Sipil dan Politik (Hak
SIPOL). Hak-hak ini pada hakekatnya
23
Karel Vasak membagi perkembangan melindungi, menghormati kehidupan
substansi tersebut dengan menggunakan istilah
”generasi”, hal ini bertujuan untuk menunjukkan pribadi manusia sebagai manusia otonom,
substansi hak-hak tersebut berdasarkan kurun
waktunya. Pembagian perkembangan generasi seperti: hak hidup, perlindungan terhadap
HAM tersebut dilakukan berdasarkan slogan
Prancis yaitu ; ”Kebebasan, Persamaan, dan hak milik, kebebasan berpikir, beragama
Persaudaran. Rhona K.M. Smith dkk, Hukum
Hak Asasi Manusia, PUSHAM-UII, Yogyakarta, membahayakan perdamaian dan semua tindakan
2010, hlm : 14. yang dimaksudkan untuk perdamaian, dan
24
Article 1 (1) Piagam PBB yaitu : “to bersesuaian dengan dasar keadilan hokum
maintain international peace and security, and to internasional, bersesuai dan bersetuju untuk
that end to take effective collective measures for menghilangkan pertengkaran internasional yang
the prevention and removal of threats to the mengganggu perdamaian. Lebih jelasnya baca
peace, and to bring about by peaceful means, and Frans Bona Sihombing, Ilmu Politik Internasional
in comformity with the principles of justice and (Teori, Konsep, Dan Sistem), Ghalia Indonesia,
international law, adjustment or settlement of Jakarta, 1984, hlm : 248.
25
international disputes or situations which might l Mahadewa, Hak Azasi
ead to a breach of the peace”. (Mempertahankan Manusia,http://id.shvoong.com, hlm : 1
26
keamanan dan perdamaian internasional, sampai Rhona K.M. Smith etl.,Op Cit, hlm.15-
titik akhir secara bersama menyelesaikan 16.
perselisihan-perselisihan yang mungkin

Journal Equitable 111


ISSN: 2541-7037
e-ISSN: 2614-2643
Raihana, Tri Wahyuni Lestari, Asrizal Vol. 4 No. 1 Tahun 2019

dan berkeyakinan, kebebasan menyediakan, memenuhi kebutuhan dasar


berkeluarga, dan hak-hak lainnya. Hak manusia, seperti: hak atas pendidikan,
Sipil dan Politik sering disebut dengan hak atas pekerjaan dan upah yang layak,
hak-hak negatif (negatif right), yang hak atas jaminan sosial, hak atas pangan,
dalam pemenuhannya negara tidak boleh hak atas perumahan, hak atas lingkungan
bersifat aktif, karena keberadaan hak ini sehat, hak atas kesehatan dan hak-hak
tidak menginginkan adanya intervensi lainnya. Tuntutan pemenuhan hak ini
oleh pihak-pihak luar (baik negara membutuhkan peran aktif negara, apabila
maupun kekuatan-kekuatan sosial negara menunjukkan sikap pasif dalam
lainnya) terhadap kedaulatan individu. pemenuhan hak-hak tersebut, maka dapat
Apabila negara bersifat aktif dalam diikatakan akan terjadinya pelanggaran
pemenuhan hak tersebut, maka disitulah hak asasi manusia. Sehingga dalam
akan terjadi pelanggaran hak asasi pemenuhan hak-hak positif (positif right)
manusia. negara wajib merumuskan, menyusun dan
Generasi kedua: Perjuangan menjalankan program bagi pemenuhan
terhadap hak ekonomi, sosial, dan budaya hak-hak tersebut. Misalnya pemenuhan
dengan menggunakan slogan terhadap hak atas pendidikan, dalam hal
“persamaan” sehingga dalam pemenuhan ini negara telah mencanangkan program
hak tersebut tidak lagi menggunakan pendidikan wajib belajar 9 tahun. Melalui
istilah “freedom of” akan tetapi program ini setiap anak (usia 7 sampai
menggaungkan istilah “right to” (hak dengan usia 15 tahun) wajib memperoleh
atas). Hak-hak ini dituangkan dalam perlindungan dalam menuntaskan
International Covenant on Economic, pendidikan 9 tahun.
Social and Cultural Rights (ICESCR) Generasi Ketiga: merupakan
atau disebut dengan Kovenan bentuk perjuangan untuk
Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, mengkonseptualisasikan kembali tuntutan
Sosial dan Budaya (EKOSOB). terhadap pemenuhan hak sipil, politik,
Pemenuhan hak ini menimbulkan adanya ekonomi, sosial, dan budaya. Sehingga
tuntutan kepada negara untuk generasi ini lebih memfokuskan pada

112 Journal Equitable ISSN: 2541-7037


e-ISSN: 2614-2643
Vol. 4 No. 1 Tahun 2019 Raihana, Tri Wahyuni Lestari, Asrizal

gerakan “persaudaraan” atau “hak mempunyai hak yang sama dalam


soal perkawinan, di dalam masa
solidaritas”atau “hak bersama” yang
perkawinan dan di saat perceraian;
menginginkan terciptanya suatu tatanan (2). Perkawinan hanya dapat
dilaksanakan berdasarkan pilihan
ekonomi atas hukum internasional yang
bebas dan persetujuan penuh oleh
adil. Seperti: hak atas perdamaian; hak kedua mempelai;
(3). Keluarga adalah kesatuan yang
atas sumber daya alam sendiri; hak atas
alamiah dan fundamental dari
lingkungan hidup yang baik; dan hak atas masyarakat dan berhak
mendapatkan perlindungan dari
warisan budaya sendiri.
masyarakat dan Negara)”.
Perlindungan hak berkeluarga
Artikel 23 Kovenan hak SIPOL:
dalam hukum hak asasi manusia
(1). The family is the natural and
misalnya, sebagai salah satu hak sipil,
fundamental group unit of society
telah memberikan jaminan perlindungan and is entitled to protection by
society and the State;
melalui ketentuan artikel 16 DUHAM
(2). The right of men and women of
dan artikel 23 Kovenan hak SIPOL marriageable age to marry and to
found a family shall be recognized;
Artikel 16 DUHAM
(3). No marriage shall be entered into
(1). Men and women of full age, without the free and full consent of
without any limitation due to race, the intending spouses;
nationality or religion, have the (4). States Parties to the present
right to marry and to found a Covenant shall take appropriate
family. They are entitled to equal steps to ensure equality of rights
rights as to marriage, during and responsibilities of spouses as to
marriage and at its dissolution; marriage, during marriage and at
(2). Marriage shall be entered into only its dissolution. In the case of
with the free and full consent of the dissolution, provision shall be made
intending spouses; for the necessary protection of any
(3). The family is the natural and children.
fundamental group unit of society
and is entitled to protection by
Artinya:
society and the State.
(1). Keluarga adalah kesatuan kelompok
Artinya: masyarakat yang alamiah serta
(1). Laki-laki dan Perempuan yang mendasar dan berhak dilindung oleh
sudah dewasa, dengan tidak dibatasi masyarakat dan Negara;
kebangsaan, kewarganegaraan atau (2). Hak laki-laki dan perempuan dalam
agama, berhak untuk menikah dan usia perkawinan untuk menikah dan
untuk membentuk keluarga. Mereka membentuk keluarga harus diakui;

Journal Equitable 113


ISSN: 2541-7037
e-ISSN: 2614-2643
Raihana, Tri Wahyuni Lestari, Asrizal Vol. 4 No. 1 Tahun 2019

(3). Tidak ada satu pun perkawinan disyaratkan bagi negara-negara anggota
yang dapat dilakukan tanpa
untuk mengimplementasikannya ke
persetujuan yang bebas dan penuh
dari para pihak yang hendak dalam ketentuan hukum nasional
menikah;
negaranya masing-masing, dengan
(4). Negara Pihak dalam Kovenan ini
harus mengambil langkah-langkah memperhatikan nilai-nilai budaya negara
yang memadai untuk menjamin
masing-masing. Akan tetapi, apabila
persamaan hak dan tanggung jawab
pasangan suami istri tentang dalam penerapan HAM ditemukan
perkawinan, Dalam halnya
pertentangan antar keduanya, maka yang
berakhirnya perkawinan harus
dibuat ketentuan yang diperlukan lebih diutamakan adalah nilai-nilai HAM.
untuk melindungi anak-anak.
Demikian halnya permasalahan
Berdasarkan artikel 16 DUHAM perlindungan hak berkeluarga, merujuk
dan artikel 23 Kovenan Sipol, pada Konstitusi Indonesia, perlindungan
perlindungan hak berkeluarga, hak berkeluarga merupakan satu kesatuan
mensyaratkan: laki-laki dan perempuan dengan jaminan perlindungan terhadap
yang sudah dewasa, berdasarkan pilihan hak anak, sehingga perlindungan hak
bebas dan persetujuan penuh oleh kedua- berkeluarga dan perlindungan hak-hak
nya, tidak dibatasi kebangsaan, anak selain sebagai hak asasi juga
kewarganegaraan atau agama, dengan merupakan hak konstitusi. Adapun hak-
memiliki hak yang sama baik dalam soal hak individu terkait perlindungan
perkawinan, di dalam masa perkawinan terhadap hak-hak anak dalam Konstitusi
dan di saat perceraian. Dengan UUD 1945 lebih jelasnya dapat dilihat
dijadikannya DUHAM sebagai standar pada tebel berikut ini:
umum yang bersifat universal, maka
Tabel I.1 : Hak-Hak Individu Terkait Dengan Perlindungan Terhadap Hak-hak Anak
Dalam Konstitusi UUD 1945.
No Konstitusi Uraian Kata Kunci
UUD 1945
1. Pasal 28 A Setiap orang berhak untuk hidup serta 1. Hak Hidup
berhak mempertahankan hidup dan 2. Hak untuk
kehidupannya. mempertahankan
hidup &
Kehidupan

114 Journal Equitable ISSN: 2541-7037


e-ISSN: 2614-2643
Vol. 4 No. 1 Tahun 2019 Raihana, Tri Wahyuni Lestari, Asrizal

2. Pasal 28B (2) Setiap anak berhak atas kelangsungan 3. Hak untuk
hidup, tumbuh, dan berkembang serta kelangsungan
berhak atas perlindungan dari hidup dan
kekerasan dan diskriminasi. berkembang;
4. Hak atas
Perlindungan dari
tindakan
kekerasan &
diskriminasi
3. Pasal 28C (1) Setiap orang berhak mengembangkan 5. Hak
diri melalui pemenuhan kebutuhan mengembangkan
dasarnya, berhak mendapat pendidikan diri dan
dan memperoleh manfaat dari ilmu pemenuhan
pengetahuan dan teknologi, seni dan kebutuhan dasar;
budaya, demi meningkatkan kualitas 6. Hak atas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat pendidikan;
manusia. 7. Hak memperoleh
manfaat IP &
teknologi
4. Pasal 28D (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, 8. Hak atas
jaminan, perlindungan, dan kepastian Pengakuan;
hukum yang adil serta perlakuan yang 9. Hak atas Jaminan
sama dihadapan hukum. dan kepastian
hukum yang adil;
10. Hak atas
Perlakuan yang
sama dihadapan
hukum
5. Pasal 28G (1) Setiap orang berhak atas perlindungan 11. Hak atas
diri pribadi, keluarga, kehormatan, perlindungan diri
martabat, dan harta benda yang di pribadi, keluarga,
bawah kekuasaannya, serta berhak atas kehormatan,
rasa aman dan perlindungan dari martabat;
ancaman ketakutan untuk berbuat atau 12. Hak atas
tidak berbuat sesuatu yang merupakan perlindungan
hak asasi. harta benda yang
di bawah
kekuasaannya;
13. hak atas rasa
aman;
14. Hak atas
Perlindungan dari
ancaman

Journal Equitable 115


ISSN: 2541-7037
e-ISSN: 2614-2643
Raihana, Tri Wahyuni Lestari, Asrizal Vol. 4 No. 1 Tahun 2019

ketakutan untuk
berbuat atau tidak
berbuat sesuatu.

6. Pasal 28 H (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera 15. Hak hidup
lahir dan batin, bertempat tinggal, dan sejahtera lahir
mendapatkan lingkungan hidup yang dan batin,
baik dan sehat serta berhak bertempat
memperoleh pelayanan kesehatan. tinggal, dan
mendapatkan
lingkungan hidup
yang baik;
16. Hak memperoleh
pelayanan
kesehatan
4. Pasal 28D (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, 17. Hak atas
jaminan, perlindungan, dan kepastian pengakuan,
hukum yang adil serta perlakuan yang jaminan,
sama dihadapan hukum. perlindungan,
dan kepastian
hukum yang adil;
18. Hak atas
perlakuan yang
sama dihadapan
hukum.

7. Pasal 28 H (2) Setiap orang berhak mendapat 19. Hak mendapat


kemudahan dan perlakuan khusus kemudahan dan
untuk memperoleh kesempatan dan perlakuan khusus
manfaat yang sama guna mencapai untuk
persamaan dan keadilan. memperoleh
kesempatan dan
manfaat yang
sama guna
mencapai
persamaan dan
keadilan.

8. Pasal 28 I (1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak 20. Hak untuk hidup;
disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran 21. Hak untuk tidak
dan hati nurani, hak beragama, hak disiksa;
untuk tidak diperbudak, hak untuk 22. Hak untuk
diakui sebagai pribadi dihadapan kemerdekaan

116 Journal Equitable ISSN: 2541-7037


e-ISSN: 2614-2643
Vol. 4 No. 1 Tahun 2019 Raihana, Tri Wahyuni Lestari, Asrizal

hukum, dan hak untuk tidak dituntut pikiran dan hati


atas dasar hukum yang berlaku surut nurani;
adalah hak asasi manusia yang tidak 23. Hak beragama;
dapat dikurangi dalam keadaan apapun. 24. Hak untuk tidak
diperbudak;
25. Hak untuk diakui
sebagai pribadi
dihadapan hokum;
26. Hak untuk tidak
dituntut atas dasar
hukum yang
berlaku surut.
9. Pasal 28I (2) Setiap orang bebas dari perlakuan yang 27. Hak mendapatkan
bersifat diskriminatif atas dasar apapun perlindungan
dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap
terhadap perlakuan yang bersifat perlakuan yang
diskriminatif itu bersifat
diskriminatif.
*UUD1945
Berdasarkan tabel diatas, dapat Bertolak dari pengaturan hak-hak
dipahami bahwa ada hubungan yang erat individu dan hak-hak anak sebagai satu
antara perlindungan hak-hak individu kesatuan, kembali kepermasalahan dalam
dengan perlindungan terhadap hak-hak tulisan ini tentang pasca - putusan MK
anak. Ketika membahas tentang hak-hak usia minimal menikah bagi perempuan
anak tidak lepas dari norma-norma dan nilai-nilai hak asasi manusia,
perlindungan hak-hak individu, hal ini merujuk kepada Pasal 28B ayat (1) UUD
dikarenakan anak dipandang sebagai 1945 tentang perlindungan terhadap hak
manusia individu yang bebas yang berkeluarga bahwa: “Setiap orang berhak
memiliki hak yang sama dengan manusia membentuk keluarga dan melanjutkan
lainnya. Kemudian, perlindungan keturunan melalui perkawinan yang
terhadap hak-hak anak tersebut dalam sah”. Kemudian Pasal 28 ayat (1) B
norma hukum internasional diatur secara Undang-Undang Dasar 1945, ditegaskan
tegas pada Kovenan hak-hak Anak, dan kembali dalam ketentuan Pasal 10
dalam norma hukum nasional diatur pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
Undang-Undang Perlindungan Anak. Tentang Hak Asasi Manusia, dalam hal

Journal Equitable 117


ISSN: 2541-7037
e-ISSN: 2614-2643
Raihana, Tri Wahyuni Lestari, Asrizal Vol. 4 No. 1 Tahun 2019

perlindungan terhadap hak berkeluarga Merujuk pada ketentuan tersebut,


bahwa: ada perbedaan substansi terhadap
(1). Setiap orang berhak membentuk konstruksi hukum penetapan usia
suatu keluarga dan melanjutkan minimal perempuan menikah dalam
keturunan melalui perkawinan ketentuan hukum HAM Internasional dan
yang sah. Hukum HAM nasional. Lebih jelasnya
(2). Perkawinan yang sah hanya dapat penulis uraikan dalam bentuk tabel
berlangsung atas kehendak bebas berikut ini:
calon suami dan calon istri yang
bersangkutan, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Berdasarkan ketentuan tersebut
mensyaratkan bahwa perkawinan yang
sah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, yang dalam hal ini adalah
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan. Perkawinan: ikatan
lahir batin antara seorang pria dan wanita
sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa27. Dengan
batas usia laki-laki minimal 19 tahun dan
batas usia minimal perempuan 16 tahun28.

27
Pasal 1 ayat (1) Undang-UndangNomor
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
28
Pasal 7 ayat (1) Undang-UndangNomor
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

118 Journal Equitable ISSN: 2541-7037


e-ISSN: 2614-2643
Vol. 4 No. 1 Tahun 2019 Raihana, Tri Wahyuni Lestari, Asrizal

Tabel I.2 : Konstruksi Hukum Perlindungan Hak Berkeluarga dalam ketentuan Hukum
HAM Internasional dan Hukum HAM Nasional.
No. Dasar Hukum Substansi Hukum
1. Artikel 16 DUHAM 1. Syarat :
a. Laki-laki dan Perempuan yang sudah dewasa
(“sudah dewasa” dalam artian bukan termasuk
pada kategori anak. Sedangkan yang dimaksud
dengan anak menurut artikel 1 Kovenan Hak-
Hak Anak: anak adalah setiap manusia dibawah
umur 18 (delapan belas) tahun kecuali
menurut UU yang berlaku pada anak,
kedewasaan dicapai lebih awal);
b. Tidak dibatasi : kebangsaan, kewarganegaraan;
agama;
c. mempunyai hak yang sama dalam soal
perkawinan, di dalam masa perkawinan dan di
saat perceraian;
2. Berdasarkan pilihan bebas dan persetujuan penuh
oleh kedua mempelai;
3. Tanggungjawab negara dan masyarakat to protect

2. Artikel 23 Kovenan 1. Tanggungjawab negara dan masyarakat to protect


Sipol 2. Laki-laki dan perempuan dalam usia perkawinan
3. Persetujuan bebas dan penuh dari para pihak yang
hendak menikah;
4. Tanggungjawab negara untuk memenuhi (to
respect) persamaan hak dan tanggung jawab dalam
perkawinan dan berakhirnya perkawinan untuk
melindungi anak-anak.

3. Pasal 28 B UUD‟45 1. Hak atas Perkawinan yang sah;


2. Tanggungjawab negara untuk melindungi (to
protect) hak-hak anak atas:
a. Kelangsungan hidup
b. Tumbuh dan berkembang;
c. Tindakan kekerasan dan diskriminasi.

4. Pasal 10 UU No. 39/ 1. Hak atas perkawinan yang sah.


1999 Ttg HAM 2. Syarat:
a. Kehendak bebas calon suami dan calon istri
yang bersangkutan;
b. berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan (UU No.1/1974) Psl. 7 (1) tentang

Journal Equitable 119


ISSN: 2541-7037
e-ISSN: 2614-2643
Raihana, Tri Wahyuni Lestari, Asrizal Vol. 4 No. 1 Tahun 2019

syarat umur menikah:


1. Laki-laki umur minimal 19 tahun
2. Perempuan umur minimal 16 tahun

Berdasarkan tabel tersebut, telah menyatakan secara tegas pada usia


memberikan gambaran bahwa berapa. Akan tetapi, ketentuan tersebut
terdapatnya perbedaan substansi dalam mengisyaratkan pada kalimat: “yang
konstruksi hukum antara hukum HAM sudah dewasa”. Maksudnya dewasa disini
internasional dengan hukum HAM adalah seseorang yang telah
nasional. Substansi konstruksi hukum menunjukkan kematangan baik secara
HAM Internasional membatasi bahwa biologis, fisik dan psikis, dalam hukum
perlindungan hak berkeluarga diberikan islam dikenal dengan istilah sudah akil
kepada laki-laki dan perempuan yang baligh atau yang telah lepas dari dunia
“sudah dewasa”. Sementara konstruksi anak-anak. Tolok ukur kalimat “yang
hukum Konstitusi Indonesia Pasal 28 B sudah dewasa” atau yang telah lepas dari
UUD 1945 dan Pasal 10 Undang-Undang dunia anak-anak dapat ditafsirkan dengan
Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM merujuk kepada norma hukum lainnya
menyatakan: melindungi hak atas yang memiliki relevansi, seperti:
perkawinan yang sah dengan syarat Kovenan Hak-Hak Anak, Oleh norma
berdasarkan peraturan perundang- hukum Kovenan Hak-Hak anak
undangan, yang dalam hal ini menyatakan bahwa anak adalah:
berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 seseorang yang belum berusia 18
tahun 1974 Tentang Perkawinan, tepatnya (delapan belas) tahun. Sehingga secara
pasal 7 ayat (1) mensyaratkan umur inplisit kalimat “yang sudah desawa”
menikah: “bagi laki-laki umur minimal dalam artikel 16 DUHAM dan artikel 23
19 tahun dan bagi perempuan umur Kovenan SIPOL adalah seseorang yang
minimal 16 tahun”. telah berusia 18 (delapan belas) tahun
Artikel 16 DUHAM dan artikel 23
Kovenan Hak Sipol memang tidak

120 Journal Equitable ISSN: 2541-7037


e-ISSN: 2614-2643
Vol. 4 No. 1 Tahun 2019 Raihana, Tri Wahyuni Lestari, Asrizal

atau lebih29. Sehingga ketentuan batasan tindakan diskriminasi. Sehingga oleh


usia minimal menikah 16 tahun bagi putusan Mahkamah Konstitusi
perempuan menurut artikel pasal 1 mengabulkan gugatan pemohon dan
Kovenan hak-hak anak termasuk kategori menyatakan batas usia minimal menikah
anak, dan ini bertentangan dengan norma bagi perempuan yaitu: 19 (sembilan
artikel 16 DUHAM dan artikel 23 belas) tahun.
Kovenan SIPOL dengan syarat “yang Jadi, pasca – putusan MK dengan
sudah dewasa” tersebut. ditetapkannya usia minimal menikah bagi
Pertentangan dalam tatanan norma perempuan 19 (sembilan belas) tahun,
ini kemudian telah diajukan 2 (dua) kali membuktikan bahwa jika terjadi
judicial review ke Mahkamah Konstitusi, perbenturan norma HAM dengan norma
dengan perdekatan pertimbangan yang hukum lainnya, yang lebih diutamakan
berbeda. Akan tetapi pada pengajuan adalah norma hak asasi manusia. Lebih
judicial review kedua terhadap norma lanjut, norma tersebut perlu dibangun
Pasal 7 ayat (1) undang-undang Nomor 1 kesadaran tentang pentingnya pemenuhan
tahun 1974 Tentang Perkawinan tersebut dan perlindungan oleh negara bersama
dikabulkan dengan pertimbangan adanya masyarakat.
perbenturan norma antara Pasal 7 ayat (1)
undang-undang Nomor 1 tahun 1974 KESIMPULAN
Tentang Perkawinan dengan Pasal 27 Pasca-putusan Mahkamah
UUD 1945 terkait dengan kedudukan Konstitusi usia minimal menikah bagi
persamaan dihadapan hukum antara laki- perempuan 19 (sembilan belas) tahun
laki dengan perempuan. Dengan adanya syarat dengan nilai-niali hak asasi
perbedaan batas usia minimal menikah manusia, sebagai salah satu bentuk
antara laki-laki 19 (sembilan belas) tahun kesadaran masyarakat dan tanggungjawab
dengan perempuan 16 (enam belas) negara atas perlindungan dan pemenuhan
tahun, maka hal ini merupakan suatu terhadap hak-hak anak, prinsip non

29
diskriminasi, dan hak konsitusi. Persoalan
Baca artikel 1 Konvensi Hak-hak Anak
dan Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 23 melihat kedepan dampak dari perkawinan
tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Journal Equitable 121


ISSN: 2541-7037
e-ISSN: 2614-2643
Raihana, Tri Wahyuni Lestari, Asrizal Vol. 4 No. 1 Tahun 2019

usia anak bagi perempuan dapat lembaga swadaya lainnya yang ada di
menimbulkan tindakan diskriminasi daerah untuk sosialisasi dalam
terhadap perempuan terkait dengan memberikan penyuluhan kepada
persoalan kedudukan hukum antara laki- masyarakat (orang tua, pemuka agama,
laki dan perempuan dan terjadinya dan stake holders yang ada) di desa-desa
pelanggaran terhadap hak-hak anak. akan pentingnya kesadaran melindungi
Dengan ditetapkannya batas usia pemenuhan terhadap hak-hak anak dan
minimal menikah 19 (sembilan belas) pemahaman prinsip non diskriminasi
tahun bagi perempuan, diharapkan terhadap anak (perempuan) dengan cara
kepada Pemerintah Daerah agar pencegahan terjadinya perkawinan usia
bersinergi ddengan LSM dan lembaga- anak.

122 Journal Equitable ISSN: 2541-7037


e-ISSN: 2614-2643
Vol. 4 No. 1 Tahun 2019 Raihana, Tri Wahyuni Lestari, Asrizal

DAFTAR PUSTAKA International Covenant on Economic,


Buku-buku Social and Cultural Rights (ICESCR)
Effendi, A. Masyhur dan Taufani Kovenan Hak-Hak Anak
Sukmana Evandri, HAM Dalam Putusan MK Perkara Nomor 30-74/PUU-
Dimensi/ Dinamika Yuridis,
XII/2014
Sosial, Politik ; Proses
Penyusunan/ Aplikasi HA-KHAM Putusan MK Perkara Nomor: 22/PUU-
(Hukum Hak Asasai Manusia XV/2017
Dalam Masyarakat), Ghalia
Undang-Undang Dasar 1945
Indonesia, Bogor, 2010.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Kartohadiprojo, Soediman, Pengantar
Tata Hukum di Indonesia, Tentang Perkawinan
Cetakan Kesepuluh, Ghalia Undang-undang Nomor 23 tahun 2002
Indonesia, Jakarta, 1984. Tentang Perlindungan Anak.
Nasution, Khoiruddin, Hukum Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
Perkawinan I, Academia Tazzafa,
Tentang HAM
Yogyakarta, 2005.
Universal Declaration of Human Rights
Prawirohamidjojo, R. Soetojo dan Asis
Safioedin, Hukum Orang dan (DUHAM)
Hukum Keluarga, Alumni,
Bandung, 1985. Artikel Dan Data Internet
Saleh, K. Watjik, Hukum Perkawinan Ifdhal Kasim, Kovenan Hak-Hak Sipil
Indonesia, Ghalia, Jakarta, 1992. Dan Politik Sebuah Pengantar,
Sihombing, Frans Bona, Ilmu Politik Lembaga Studi dan Advokasi
Internasional (Teori, Konsep, Dan Masyarakat, Jakarta, 2007,
Sistem), Ghalia Indonesia, Jakarta, http://lama.elsam.or.id. Akses 20
1984. juni 2019.
Smith, Rhona K.M. dkk, Hukum Hak Mahadewa, Hak Azasi Manusia,
Asasi Manusia,PUSHAM-UII, http://id.shvoong.com.
Yogyakarta, 2010. https://www.liputan6.com/health/read/39
57344/angka-perkawinan-anak-di-
Peraturan Hukum sulawesi-tengah-masih-tinggi. 4
Mei 2019. Akses 20 Juni 2019

Journal Equitable 123


ISSN: 2541-7037
e-ISSN: 2614-2643
Raihana, Tri Wahyuni Lestari, Asrizal Vol. 4 No. 1 Tahun 2019

https://www.liputan6.com/regional/read/3
909348/sepasang-anak-di-bawah-
umur-dinikahkan-usai-kabur-dari-
rumah, akses tanggal 20 Juni
2019.
https://www.liputan6.com/unicef-115-
juta-anak-laki-laki-menikah-di-
bawah-umur. Akses 20 Juni 2019.
https://tirto.id/mengorek-yang-terjadi-di-
pernikahan-bawah-umur-zaman-
now-cFV9, akss tanggal 20 Juni
2019.
https://www.unicef.org/indonesia/id/Lapo
ran_Perkawinan_Usia_Anak.pdf,
akses 20 juni 2019.
http://theconversation.com/5-alasan-
mengapa-perkawinan-anak-harus-
dilarang-107817, akses 24 Juni
2018

124 Journal Equitable ISSN: 2541-7037


e-ISSN: 2614-2643

Anda mungkin juga menyukai