PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
mahluk sosial yang tidak dapat hidup menyendiri atau terpisah dari kelompok
manusia lainnya.1 Menurut Aristoteles seorang ahli pikir Yunani yang di terdapat
“Manusia itu adalah Zoon Politicon, artinya bahwa manusia itu sebagai
mahluk hidup pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan
sesame manusia lainnya. Jadi mahluk yang suka bermasyarakat. Oleh
karena itu sifatnya yang suka bergaul satu dengan yang lain, maka
manusia disebut mahluk sosial”2
Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan seperangkat hak
disebut dengan hak asasi manusia, yaitu hak yang diperoleh sejak kelahirannya
1
Lili Rasjidin, Hukum Perkawinan dan perceraian di Malaysia dan di Indonesia. PT.Remaja
Rosdakarya.Bandung.hlm.1
2
C.S.T.Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,1989,hlm
3
Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mendefinisikan “Hak
Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia”. Lembaran Negara RI Tahun 1999 No. 165, Tambahan Lembaran Negara RI No.
3886.
komunitas sosial untuk dapat menjaga derajat kemanusiaan dan mencapai
tujuannya. Hal ini tidak mungkin dapat dilakukan secara individual. Akibatnya,
sosial tersebut.
tetapi harus bersama-sama. Maka dibuatlah perjanjian sosial yang berisi tentang
apa yang menjadi tujuan bersama, batas-batas hak individual, dan siapa yang
bentuk konstitusi sebagai hukum tertinggi di suatu negara (the supreme law of
the land), yang kemudian dielaborasi secara konsisten dalam hukum dan
kebijakan negara.
yang menyendiri, namun manusia sebagai mahluk sosial tidak dapat dipisahkan
merupakan suatu gejala yang biasa bagi seorang manusia, dan hanya manusia-
4
Harus diingat bahwa paling tidak terdapat tiga macam teori kontrak sosial masing-masing dikemukakan
oleh John Locke, Thomas Hobbes, dan J.J. Rousseu yang masing-masing melahirkan konsep negara yang
berbeda-beda. Lihat George H. Sabine, A History of Political Theory, Third Edition, (New York-Chicago-
San Fransisco-Toronto-London; Holt, Rinehart and Winston, 1961), hal. 517 – 596.
2
diri dari orang-orang lainnya. Dalam bentuknya yang terkecil hidup bersama itu
mengabdikan diri satu dengan yang lain dan saling menghormati perasaan serta
merupakan tali ikatan yang melahirkan keluarga sebagai dasar masyarakat dan
adanya landasan yang kokoh dan kuat sebagai titik tolak pada masyarakat yang
adil dan makmur. Dalam hal ini, Pemerintah telah mengeluarkan beberapa
disebutkan :
“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa”.
mahluk sosial dan merupakan kesatuan masyarakat terkecil yang terdiri dari
3
Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam
dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak sebagai
kedudukan anak yang sah. Anak merupakan persoalan yang selalu menjadi
tuanya, bahkan juga dalam kehidupan masyarakat dan negara melalui kebijakan-
Anak sebagai generasi penerus dan pengelola masa depan bangsa perlu
dipersiapkan sejak dini melalui pemenuhan hak-haknya yakni hak untuk hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan
diskriminasi.
anak juga mengandung pengertian sebagai manusia yang masih kecil. Selain itu,
anak pada hakekatnya seorang yang berada pada satu masa perkembangan
6
Anton M. Moeliono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (cet-2; Jakarta: Balai Pustaka, 1988), hal. 30-1.
4
1. Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui beberapa proses seiring dengan pertambahan usianya. Oleh karena itu
anak memerlukan bantuan, bimbingan dan pengarahan dari orang tua. Akan
yang sering terjadi dalam masyarakat, sebaliknya juga perebutan anak antara
orang tua yang bercerai sering terjadi seakan-akan anak adalah harta benda
yang dapat dibagi-bagi, dan setelah dibagi seolah putuslah ikatan orang tua yang
anak dan kewajiban orang tua terhadap anak ini telah diatur dalam berbagai
peraturan perundang-undangan.
7
Pasal 1 Convention on the Rights of the Childs.
5
Anak sah sebagaimana yang disebut dalam Pasal 42 Undang-Undang
“Anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah”.
Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam, atau sebagai akibat
dari, perkawinan yang sah atau hasil pembuahan suami isteri yang sah di luar
rahim dan dilahirkan oleh isteri tersebut, sedangkan anak yang dilahirkan di luar
ibunya.
autentik oleh pejabat yang berwenang, jika akta autentik tidak ada maka asal-
6
syarat untuk kemudian dibuatkan akte kelahiran pada instansi pencatat
kelahiran.8
Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri (dewasa) adalah 21 tahun,
sepanjang ia tidak cacat fisik atau pun mental atau belum kawin. Orang tua
pengadilan. Apabila kedua orang tua anak tidak mampu, Pengadilan dapat
orang tuanya.9
Landasan kewajiban ayah menafkahi anak selain karena hubungan nasab juga
anak adalah ayah dan ibunya, apabila ibu bertanggung jawab atas pengasuhan
anaknya yang mempunyai harta untuk membiayai diri sendiri. Seorang ayah
yang mampu akan tetapi tidak memberi nafkah kepada anaknya padahal
8
Pasal 55 UU. Perkawinan; Pasal 103 KHI
9
Pasal 98 KHI.
7
anaknya sedang membutuhkan, dapat dipaksa oleh hakim atau dipenjarakan
nafkah anaknya tetapi ternyata anaknya tidak sedang membutuhkan nafkah dari
mampu membiayai diri sendiri, akan tetapi jika anak tidak mempunyai dana
Di sisi lain, si anak wajib menghormati orang tuanya dan wajib mentaati
kehendak dan keinginan yang baik orang tuanya, dan jika anak sudah dewasa ia
hubungan perkawinan orang tua si anak putus. Suatu perceraian tidak berakibat
hilangnya kewajiban orang tua untuk tetap memberi nafkah kepada anak-
ayah dan ibu yang berhak menjalankan kuasa orang tua demi kelangsungan
10
Satria Effendi, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, (cet-2, Kencana, Jakarta, 2004),
hal. 157-63.
11
Pasal 46 UU. Perkawinan
8
pemeliharaan dan pengasuhan anak, tidak jarang terjadi perebutan mengenai
hak asuh anak, masing-masing bekas suami isteri merasa paling berhak dan
sengketa harta putusan hakim bersifat menafikan hak milik pihak yang kalah,
tetapi putusan hak asuh sama sekali tidak menafikan hubungan pihak yang kalah
dengan anak yang disengketakan, sehingga tidak sepatutnya sengketa hak asuh
akibat terhadap anak-anaknya baik secara moril maupun materiil. Secara moril
tuanya tidak bersama lagi dalam suatu rumah tangga dan otomatis perhatian dan
kasih sayang yang tercurah pada anak tidak seperti saat berkumpul dulu. Secara
materiil ialah Diberikan nafkah, yang menjadi hak seorang anak yang didapat
yang begitu banyak dan rumit, baik itu mengenai hak asuh anak yang masih
skripsi ini, penulis lebih menyoroti tentang hak asuh anak yang masih
minderjarig, yang dimaksud minderjarig itu sendiri adalah anak-anak yang masih
kecil atau dibawah umur, karena anak merupakan masa depan bangsa.
9
sesuatu kewajiban bagi bekas isteri maupun anak. Sebagai ibu atau bapak
mereka tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anak dan jika ada
diperlukan anak dan jika bapak ternyata tidak dapat memenuhi kewajibannya
Anak mempunyai hak tertentu yang harus dipenuhi orang tua, sebaliknya
orang tua juga memiliki hak yang harus dipenuhi anaknya. Hak anak untuk
dan kesehatan merupakan nafkah anak (alimentasi) yang harus dipenuhi orang
tua, terutama ayah, baik dalam masa perkawinan atau pun setelah terjadi
perceraian.
harus mampu menyesuaikan diri terhadap tuntutan yang timbul dari perubahan-
perubahan tetapi tetap dalam koridor keyakinan agama yang dianut. Hal ini juga
terjadi pada keluarga dalam mengasuh anak anaknya. Mempunyai anak berarti
anak sejak dalam kandungan hingga dewasa nanti. Orang tua atau keluarga
12
Pasal 41 UU. Perkawinan 40
10
Maha Esa serta pendidikan nilai-nilai moral sejak dini. Diharapkan terjadi
yang mempunyai kepribadian yang matang dan budi pekerti yang baik, penuh
rasa cinta kasih, saling menghargai dan menghormati, taat serta mampu
Banyak anak yang tidak berkembang potensinya karena orang tua tidak
kebutuhan dan perlindungan khusus perlu pendidikan khusus. Banyak anak yang
minimal seperti membuat sapu atau keset. Anak yang mengalami ketunaan
masih memiliki potensi yang tinggi paling tidak untuk menolong dirinya sendiri
perhatian orang tua dalam mendidik anak. Orang tua harus sadar tidak selama
mereka ada disamping anaknya dan tidak mungkin orang tua memantau anak
selama 24 jam, Anak harus diberi kesempatan belajar untuk menjadi dirinya
sendiri. Anak-anak terjebak menjadi anak konflik hukum atau terpaksa masuk
yang dilakukan anak-anak saat ini berentang dari tindakan yang tergolong pada
pelanggaran lalu lintas, kejahatan kecil, kejahatan dengan alat, kejahatan susila,
menjadi anak konflik hukum karena tidak memperoleh dasar pendidikan agama
yang cukup, tidak diajarkan dan diberi contoh yang baik bagaimana berperilaku
11
berdasarkan norma malah ada orang tua yang mengajari dan melibatkan
yang sering terjadi dalam masyarakat, sebaliknya juga perebutan anak antara
orang tua sering terjadi seakan-akan anak adalah harta benda yang dapat
dibagi-bagi, dan setelah dibagi seolah putuslah ikatan orang tua yang tidak
mendapatkan hak asuhnya. Namun nafkah anak seringkali dilalaikan ayah yang
tidak mendapat hak asuh setelah terjadinya perceraian, sebenarnya nafkah anak
yang dilalaikan dapat dimintakan eksekusi oleh ibu atau anak. Jenis eksekusi
nafkah anak adalah eksekusi dengan membayar sejumlah uang yang dimulai
dari permohonan, aanmaning, sita eksekusi, dan diakhiri dengan lelang. Bahkan
Seorang PNS pria yang bercerai sudah tidak berhak penuh atas gajinya, di situ
ada hak isteri dan anak, hak PNS hanya 1/3 dari gajinya jika ia punya anak dan
malapetaka bagi anak, anak tidak akan dapat lagi menikmati kasih sayang orang
tua secara bersamaan yang sangat penting bagi pertumbuhan mentalnya, tidak
orang tua terhadap anak ini telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-
undangan. Oleh karena itulah, maka penulis tertarik untuk menganngkat judul:
12
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi
C. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi Tujuan
Penelitian adalah:
1. Mendeskripsikan dan menganalisis perlindungan anak setelah kedua
D. Kegunaan Penulisan
1. Mengetahui perlindungan anak setelah kedua orang tuanya bercerai
E. Kerangka Teoritis
lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan
Ikatan lahir adalah hubungan formal yang dapat dilihat karena dibentuk
menurut undang-undang, hubungan mana mengikat kedua pihak dan pihak lain
13
dalam masyarakat. Antara seorang pria dan seorang wanita, artinya dalam suatu
masa ikatan lahir batin itu hanya terjadi antara seorang pria dan seorang wanita
saja. Seorang pria artinya seorang yang berjenis kelamin pria, sedangkan
seorang wanita artinya seorang yang berjenis kelamin wanita, jenis kelamin ini
adalah kodrat karunia Tuhan, bukan bentukan manusia. suami istri adalah fungsi
masing-masing pihak sebagai akibat dari ikatan lahir batin. Tidak ada ikatan lahir
batin berarti tidak ada pula ada fungsi sebagai suami istri. 13
sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Perceraian adalah salah satu cara
yang didaftarkannya pada Catatan Sipil 15, di sini yang dimaksud adalah
perceraian yang dilakukan oleh suami atau istri yang beragama non muslim.
13
Muhammad Abdulkadir, Hukum Perdata Indonesia, PT Citra Aditya Bakti-Bandung, 2000, hlm.135.
14
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, cet.XXVI, Jakarta-Internusa, 1994, h.42.
15
Ibid.
14
Pasal 19 menyatakan bahwa perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-
alasan:
berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam
rumah tangga.
g. Perlindungan hukum
F. Metode Penelitian
sebagai berikut :
1. Tipe Penelitian
15
simposium atau karya ilmiah yang tersaji dalam artikel, serta menelaah
peraturan-peraturan yang berkaitan dengan hak cipta yang dikenal dengan Studi
Kepustakaan.
pakar hukum.
kamus Inggris-Indonesia.16
menyimpulkan :
16
Ibid, hal 116.
16
a. Teknik wawancara, dilakukan secara terstruktur dalam bentuk
memperjelas informasi.
maupun kepustakaan.
17
G. Sistimatika Penulisan
Sesuai dengan aturan baku penulisan karya ilmiah dan untuk
Sistematika Penulisan.
Bab II menjabarkan tentang Tinjauan Pustaka yang ada kaitannya
.
Pada BAB III merupakan Hasil Dan Pembahasan yang berisi .Cara
menentukan hak perwalian bagi anak, apabila terjadi perceraian; Hak dan
anak setelah orang tuanya bercerai dikaitkan dengan hak asasi manusia.
Bab IV merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
Daftar Pustaka
18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Perkawinan
ikatan lahir batin antara seorang pria dewasa dengan seorang wanita sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Jadi menurut Undang-
dalam perjanjian itu 2 (dua) orang pria saja ataupun 2 (dua) orang wanita saja.
Demikian juga tidaklah merupakan perkawinan bila dilakukan antara banyak pria
dan banyak wanita. Dan tentulah juga mungkin tidak merupakan perkawinan
kalau sekiranya ikatan lahir batin itu tidak bahagia, atau perkawinan itu tidak
kekal dan tidak berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut Wirjono
19
Indonesiers), yang menetapkan bahwa tentang perkawinan undang-undang
maka dapat dipahami bahwa para ahli memandang perkawinan itu merupakan
19
Mulyadi, Hukum Perkawinan Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 1997, hal. 8.
20
H. F.A. Voolmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, Rajawali, Jakarta, 1983, hal. 50.
21
Wirjono Prodjodikoto, Op. Cit, hal. 7.
22
Ali Afandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian Menurut Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, Bina Aksara, Jakarta, 1984, hal. 98.
23
R. Soebekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1976, hal. 23.
20
perjanjian untuk membentuk rumah tangga berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.24
sama dengan perjanjian dalam Buku III KUHPerdata, karena antara perjanjian
oleh undang-undang.
5. Hak-hak yang timbul dari perjanjian pada umumnya dapat
25
sedangkan di dalam perkawinan bentuklah yang paling utama.
24
Mulyadi, Op. Cit, hal. 9.
25
Ali Afandi, Op. Cit, hal. 83.
21
a. Perkawinan tidak dapat dilakukan tanpa unsur suka rela dari kedua
belah pihak.
b. Kedua belah pihak (laki-laki dan perempuan) yang mengikat
melakukan perkawinan satu sama lain ini berarti mereka saling berjanji akan taat
masing-masing pihak selama dan sesudah hidup bersama itu berlangsung, dan
dalam menghentikan perkawinan, suami dan istri tidak leluasa penuh untuk
26
Mohammad Idris Ramulyo, 1999, Hukum Perkawinan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, hlm. 17.
22
menentukan sendiri syarat-syarat untuk penceraian itu, melainkan terikat juga
yang dianut adalah asas monogami sebagaimana diatur di dalam Pasal 3 ayat
Kaidah Pasal 3 ayat (1) tersebut terdapat kemiripan dengan bunyi Pasal
sebagai berikut :
antara suami isteri. Hak dan kewajiban antara suami isteri diatur dalam Pasal 30
berikut :
27
Hilman Hadikusuma, Op. Cit, hlm.33.
23
2. Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan
pergaulan masyarakat.
3. Suami-isteri berhak melakukan perbuatan hukum.
4. Suami adalah kepala rumah tangga dan isteri ibu rumah tangga.
berikut :
Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama,
sedangkan harta bawaan dari masing-masing suami atau isteri dan harta benda
Apabila ditentukan oleh suami isteri, maka harta bawaan suami isteri tersebut
menjadi harta bersama. Untuk menentukan agar harta bawaan suami dan isteri
menjadi harta bersama, maka suami dan isteri tersebut harus membuat
perjanjian kawin. Perjanjian kawin harus dibuat secara tertulis dan disahkan oleh
24
Pegawai Pencatat Perkawinan sebelum atau pada saat perkawinan
kekayaan mereka.
Perjanjian kawin diatur dalam Pasal 29 UU No. 1 Tahun 1974, yang
menetapkan :
a. Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak
dirubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk
bendanya. Adapun hak suami dan isteri untuk mempergunakan atau memakai
harta bersama dengan persetujuan kedua belah pihak secara timbal balik
suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam
25
Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut
yaitu hukum agama (kaidah agama), hukum adat dan hukum-hukum lainnya.
menimbulkan hak dan kewajiban antara orang tua dan anak secara timbal balik.
a. Keadaan orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak sebaik-
baiknya, sampai anak itu kawin atau kawin atau dapat berdiri sendiri-
kedua orang tua putus; Dalam praktek, apabila perkawinan putus karena
tersebut kepada suami atau isteri yang benar-benar beriktikad baik, untuk
dari kekuasaannya;
c. Orang tua mewakili anak tersebut, mengenai segala perbuatan hukum
atas permintaan orang lain, keluarga anak dalam garis lurus ke atas dan
26
tetap berkewajiban memberi biaya pemeliharaan anak mereka. Apabila No. 1
No. 1 sampai dengan No. 5 tersebut merupakan kewajiban orang tua kepada
anak mereka.
Menurut penulis, yaitu apa yang menjadi kewajiban orang tua itu
merupakan hak dari anaknya. Sebaliknya, anak tidak hanya mempunyai hak
terhadap orang tuanya saja, akan tetapi anak juga mempunyai kewajiban
yang baik;
b. Jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya,
orang tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas bila mereka
memerlukan bantuannya.
Menurut penulis, apa yang menjadi kewajiban anak terhadap orang
tuanya itu, merupakan hak dari orang tuanya. Kedudukan anak menurut UU No.
1 Tahun 1974 diatur dalam dalam Pasal 42 sampai dengan Pasal 44. Dari ini
antara anak sah dengan anak luar kawin Anak sah, yaitu anak yang dilahirkan
dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Dengan demikian anak yang
dilahirkan di luar perkawinan yang sah disebut anak luar kawin. Anak yang
27
Kemudian meskipun anak itu dilahirkan dalam atau sebagai akibat
isterinya telah berzinah dan anak itu akibat dari perzinahan, maka suami dapat
keputusan tentang sah dan tidaknya anak, atas permintaan pihak yang
berkepentingan.
Apabila kita lihat isi Pasal 43 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 Jo. Surat
1974 dapat diketahui, bahwa Pasal 42 sampai dengan Pasal 44 tersebut belum
1974:
“Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat
perkawinan yang sah.”
28
Dengan demikian untuk kedudukan anak, dengan sendirinya masih
berikut :
belah pihak. Sehubungan dengan adanya ketentuan bahwa perceraian itu harus
dilakukan di depan pengadilan, maka ketentuan ini berlaku juga bagi mereka
yang beragama Islam. Walaupun pada dasarnya hukum Islam tidak menentukan,
bahwa perceraian itu harus dilakukan di depan pengadilan. Namun ketentuan ini
Untuk melakukan perceraian harus ada alasan, bahwa antara suami istri
itu tidak dapat hidup rukun sebagai suami istri. Perceraian dapat terjadi karena
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, penjudi yang sulit
untuk disembuhkan;
28
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, Liberty, Yogyakarta, 1986, hal.
128.
29
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-
dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Tata cara perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam Peraturan
30
tersebut dalam Pasal 20 sampai dengan Pasal 36 Peraturan
Pemerintah.
dan Pengadilan Negeri untuk orang-orang non Islam. Akibat dari putusnya
perkawinan karena perceraian baik bagi pihak suami maupun istri tetap
kepentingan anak.
perkawinan bubar karena kematian, karena keadaan tidak hadir si suami atau
delapan belas. Karena putusan hakim setelah perpisahan meja dan ranjang
Register Catatan Sipil. Ketentuan ini terdapat di dalam Pasal 189 Kitab
31
Berdasarkan ketentuan tersebut diatas terdapat tiga hal yang memerlukan
B. Pengertian Anak
Dikatakan anak yaitu seorang yang dilahirkan antara seorang perempuan
dikatakan anak.
Anak merupakan cikal bakal lahirnya suatu generasi baru yang merupakan
nasional. Anak adalah suatu aset bangsa, semakin baik kepribadian anak maka
masa yang terpanjang dalam rentang kehidupan. Bagi kebanyakan anak mereka
tidak sabar menunggu saat yang didambakan yaitu pengakuan dari masyarakat
bahwa mereka bukan lagi anak-anak tetapi orang dewasa. Menurut Hurlock
secara berurutan, terus menerus dan dalam tempo perkembangan yang tertentu
dan bisa berlaku umum. Lebih jelasnya tahapan perkembangan tersebut dapat
32
Masa remaja : 13 - 21 tahun
Masa dewasa : 21 - 41 tahun
Masa tengah baya : 40 – 60 tahun
Masa tua : 60- meninggal29
Anak dalam pemaknaan yang umum mendapat perhatian tidak saja dalam
bidang ilmu pengetahuan (the body of knowlegde). Tetapi dapat dilihat dari sisi
sosial.
masyarakat bangsa dan negara. Dalam hal ini anak diposisikan sebagai
Arti anak dari aspek sosial ini mengarahkan pada perlindungan kodrati
karena keterbatasan yang dimiliki oleh anak sebagai wujud untuk berinterkasi
berada pada proses pertumbuhan, proses belajar, dan proses sosialisasi dari
akibat usia yang belum dewasa: disebabkan kemampuan daya nalar (akal) dan
kondisi fisik dalam pertumbuhan atau mental spritual yang berada di bawah
29
Aminah Aziz. Aspek Hukum Perlindungan Anak, Medan, 1998. Hal 5-6
30
Maulana Hasan Wadong, Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak. Grasindo. Jakarta. 2000.
Hal 5
33
b. Pengertian Anak dari Aspek Ekonomi
yang non produktif. Jika terdapat kemampuan ekonomi yang persuasif dalam
1979 tentang kesejahteraan anak adalah “hak asasi anak harus diusahakan
bersama.”31
31
Ibid. Hal 13
34
Pandangan anak dari pengertian religius akan dibangun sesuai ajaran
agama, anak mendapat kedudukan istimewa . Anak adalah titipan Tuhan kepada
didalam hal ini adalah sebagai akibat dari tiap-tiap peraturan Perundang-
sendiri. Pengertian anak dalam kedudukan hukum meliputi pengertian anak dari
pandangan sistem hukum atau disebut kedudukan dalam arti khusus sebagai
ukur kapan seseorang dikatakan sebagai anak, akan tetapi hal tersebut tersirat
dalam pasal 6 ayat (2) yang memuat ketentuan syarat perkawinan bagi orang
yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tuanya.
Pada pasal 7 ayat (1) undang-undang ini memuat batas minimum usia
untuk dapat kawin bagi pria 19 (sembilan belas) tahun dan wanita 16 (enam
belas) tahun.
35
Menurut Prof. H. Hilman Hadikusuma, menarik batas antara dewasa dan
Kesejahteraan Anak
mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin”.
Anak dalam UU No. 3 Tahun 1997 tercantum dalam pasal 1 ayat (2) yang
berbunyi : “ anak adalah orang dalam perkara anal nakal yang telah mencapai
umur 8 tahun (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas)
Didalam hal ini pengertian anak dibatasi dengan syarat sebagai berikut:
(delapan belas) tahun. Sedangkan syarat kedua si anak belum pernah kawin,
artinya tidak sedang terikat dalam perkawinan ataupun pernah kawin dan
bercerai, apabila anak sedang terikat dalam hal perkawinan atau perkawinannya
32
Irma Setyowati Soemitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak. Bumi Aksara
36
putus karena perceraian oleh karena itu anak sudah dianggap dewasa walaupun
Perlindungan Anak
Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang
senanantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan
terhadap hak-hak anak yang harus dilindungi, karena secara kodrat memiliki
subtansi yang lemah dan didalam sistem hukum dipandang sebagai subjek
hukum positif terhadap proses normalisasi anak dari perilaku menyimpang untuk
anak tersebut berhak atas kesejahteraan yang layak dan masa depan yang baik.
33
Darwin Prinst. Hukum Anak Indonesia. Citra Aditya Bakti, Bandung. 2003. Hal 2
37
a. Ketidak mampuan untuk bertanggung jawab tindak pidana.
keperdataan yang ada pada anak sebagai seorang subjek hukum yang tidak
mampu. Aspek tersebut meliputi: status belum dewasa sebagai subjek hukum
dan hak anak dalam hukum perdata. Pada pasal 339 KUHP Perdata
memberikan makna anak adalah orang yang belum dewasa yang belum
mencapai umur genap 21 tahun, dan tidak kawin. Dalam ketentuan hukum
perdata anak mempunyai kedudukan sangat luas dan mempunyai peranan yang
38
dilahirkan bilamana kepentingan si anak menghendaki sebagaimana yang
Pada hakekatnya anak tidak dapat melindungi diri sendiri terhadap berbagai
macam ancaman mental, fisik, sosial dalam berbagai bidang kehidupan. Oleh
karena itu anak harus dibantu orang lain dalam melindungi diri mengingat situasi
demi terciptanya kontiunitas negara, karena anak merupakan cikal bakal suatu
yang tertulis maupun tidak tertulis yang menjamin anak benar-benar dapat
berbagai kebebasan dan hak asasi anak ( fundamental rights and freedom of
anak.35
34
Romli Atmasasmita. Peradilan Anak di Indonesia. Mandar Maju. Bandung, 1997. Hal 165
35
Aminah Aziz, Op Cit Hal 15
39
Pengertian perlindungan anak dalam arti luas adalah semua usaha yang
Setiap anak melaksanakan haknya, ini berarti dilindungi untuk memperoleh dan
anak yang lahir saja, tetapi termasuk anak yang masih didalam kandungan
ibunya, bilamana kepentingan si anak mengendaki dan jika anak tersebut mati
sebelum dilahirkan maka anak dianggap tidak pernah ada, hal ini termuat dalam
pasal 2 KHUP Perdata. Dalam pasal 330 KHUP Perdata anak yang belum
dewasa atau belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin
Selain diatur dalam pasal 330 KUHP Perdata perlindungan anak ini diatur
juga dalam pasal 345, 353, 365, dan 395 KUHP Perdata. 37
subtansi hukum (legal subtance), tetapi juga perlu dukungan oleh pemantapan
struktur hukum (legal structure) dan budaya hukum (legal culture). Perlindungan
anak dalam hukum pidana terbagi dua yaitu: didalam KHUP dan diluar KHUP
36
Romli Atmasasmita, Op Cit. Hal 167
37
Ibid. Hal 42
40
perlindungan lagi atas perlindungan anak sebagai pelaku tindak pidana dan
Perlindungan anak dalam KHUP diatur dalam pasal 283, 287,290, 292,
293, 294,295, 297, 314, 330, 332, 337, 342, 364, 347 (1) dan pasal 348 KHUP
dapat dilihat dalam UU No. 12 Tahun 1948 jo. UU No.1 tahun 1951 tentang
Kerja Malam bagi Wanita, UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak,
Anak, karena penulis berpendapat bahwa UU ini sangat relevan dengan judul
tulisan ini.
perlindungan khusus kepada anak yang berhadapan dengan hukum. Anak dari
penyalah gunaan NAPZA, anak korban kekerasan fisik maupun mental, anak
41
penyandang cacat, serta anak yang mendapat perlakuan penelantaraan.
3. Perlindungan kesejahteraan
anak (dalam lingkungan keluarga, pendidikan dan lingkungan
sosial).
hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara
38
Aminah Aziz, Op Cit. Hal 41
42
sebagai upaya perlindungan terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak
tumbuh kembang, perlidungan dan peran serta anak yang didasarkan pada tiga
43
Perlindungan anak adalah segala upaya yang ditujukan untuk mencegah,
dan tumbuh kembang anak secara wajar, baik fisik, mental maupun sosialnya.
undang Nomor 23/2002 dalam Bab III Pasal 4 sampai 18 sebagai berikut:
kepada anak yang tidak mempunyai orang tua dan terlantar, anak
44
atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan
1979).
3. Hak atas perlindungan lingkungan hidup, Anak berhak atas
berhak memperoleh asuhan oleh negara, atau orang, atau badan lain
anak yang tidak mempunyai orang tua itu dapat tumbuh dan
undang No. 4 Tahun 1979). Menurut PP No. 2 Tahun 1988, bantuan itu
bersifat tidak tetap dan diberikan dalam jangka waktu tertentu kepada
45
BAB III
Hak dan kewajiban orang tua setelah terjadi nya perceraian merupakan
peranan penting dan sangat berpengaruh untuk masa depan anak. Untuk itu
diperlukan lah peraturan-peraturan untuk hak asuh anak dibawah umur akibat
kewajiban apa saja yang harus di laksanakan oleh orang tua setelah perceraian.
Perlindungan yang harus diperoleh anak ialah masalah pendidikan, nafkah dan
hal – hal yang terkait pada Undang-undang perlindungan anak dari segi
Kedua orang tua wajib memberikan hak dan kewajiban terhadap anak
46
sesuai kepentingan si anak dan bila ada perselisihan maka Pengadilan yang
memberikan keputusan.
Jika pihak ayah atau ibu tidak melaksanakan hak dan kewajibannnya
maka maka salah satu pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut melalui
berbunyi :
memberi keputusannya.
47
yang tetap. Mengacu pada ketentuan Pasal 41 huruf a diatas, dapat dipahami
Jika dibedakan menjadi dua sisi antara perceraian dan hak asuh anak,
sebelumnya. Sementara sebuah tuntutan akan hak asuh anak dilakukan karena
salah satu orang tua tersebut telah mengabaikan ketentuan tentang “ Hak dan
Kewajiban sebagai orang tua.” Kewajiban sebagai orangtua diatur dalam Pasal
a. Mengasuh, memelihara,
anak.
dan minatnya.
48
Penggabungan proses perceraian pemeliharaan anak dan perceraian
asuh anak dalam suatu gugatan, sepanjang dalam gugatannya, penggugat dapat
perkara salah satu pihak selalu ada yang tidak setuju dengan apa yang telah
wewenang untuk menyelesaikan perkara jika salah satu pihak ayah atau ibu
tidak menjalankan hak dan kewajibannya, sepanjang salah satu pihak yang
Hak dan kewajiban terhadap hak asuh anak dibawah umur terkadang
tidak terlaksana sebagaimana yang telah diputuskan oleh majelis hakim. Setelah
terjadinya perceraian mayoritas dari pasangan suami isteri yang bercerai selalu
49
dengan cara tidak efektif, padahal bentuk dari penyelesaian persengketaan itu
Bentuk penyelesaian dari jika salah satu dari ayah atau ibu tidak
berhak mendapat:
dia akan tinggal. Setelah bercerai, banyak anak yang tidak mendapatkan
kasih sayang secara penuh akibat keegoisan dari orang tua itu sendiri.
salah satu orang tua nya yang tidak memiliki kuasa secara penuh. Dalam
hal anak yang telah dewasa dapat menentukan pilihan kepada siapa ia
akan tinggal, namun pada anak yang belum dewasa dapat ditentukan oleh
50
karma, etika dan moral si anak agar ank tersebut dapat bersosialisai
maupun non fisik, perlindungan segi fisik disini merupakan menjaga agar
4. Tempat tinggal yang layak, Memberikan tempat tinggal yang layak, yang
kedua orang tua nya telah bercerai. Diperlukannya kerja sama yang baik
dari kedua orang tua, karena dari tempat tinggal yang berbeda akan lebih
salah satu orang tuanya dan mungkin di tempat yang berbeda dan
Keempat unsur dasar di atas harus dipenuhi oleh orangtua terhadap anak,
jika mereka bercerai. Tetapi tidak bisa dipungkiri pula, jika ada orangtuanya
bercerai, maka salah satu pihak tidak memenuhi hak-hak anak, sehingga hak-
hak anak tersebut terabaikan. Untuk kondisi seperti ini, sang orangtua bisa saja
mendapat sanksi sesuai dengan kesepakatan yang sudah ditetapkan pada saat
51
menyelesaikan sengketa perceraian mereka dengan cara damai dan
kekeluargaan.
satu kelemahan, yakni dalam hal monitoring atau pengawasan. Setelah dibuat
kesepakatan, bisa saja salah satu dari pasangan orangtua yang sudah bercerai
ini tidak menjalankan kesepakatannya sehingga tidak ada sanksi yang bisa
diterapkan. Terlebih lagi, jika pasangan orangtua ini menikah secara siri, Dalam
kasus ini, tidak akan ada dokumen sah dan lengkap yang harus
menggoreskan luka batin yang dalam bagi mereka yang terlibat, terutama anak-
anak. Sekalipun perceraian tersebut dapat diselesaikan dengan baik dan damai
oleh orangtuanya, hal itu tetap saja menimbulkan masalah bagi anak-anak
Semua tergantung pada umur, intensitas serta lamanya konflik yang berlangsung
berusia sekolah atau remaja, biasanya akan merasa ikut bersalah dan
bertanggung jawab atas kejadian itu. Mereka juga merasa khawatir terhadap
akibat buruk yang akan menimpa mereka. Adakalanya bagi sebagian anak,
52
mereka. Paling tidak perceraian tersebut menyebabkan munculnya rasa cemas
Membuat aturan yang lebih ketat dalam proses perceraian di pengadilan bisa
menjadi salah satu alternatif bagi perlindungan terhadap anak. Dengan demikian
maka keluarga sangat dibutuhkan oleh setiap anak karena dalam keluargalah
anak akan tumbuh dan berkembang secara baik. Mereka akan mendapatkan
mereka sebaik-baiknya.
b. Kewajiban orang tua yang di maksud dalam ayat (1) Pasal ini
berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban
putus.
53
Berdasarkan ketentuan Pasal 45 tersebut, selama perceraian belum di
putus, kedua orang tua tetap berkewajiban untuk menanggung segala kebutuhan
anaknya. Tidak ada yang lebih berhak dan tidak ada pula yang dapat
berdua yang menguasai anak yakni memelihara dan mendidiknya, apabila ada
perselisihan antara keduanya. Keputusan pengadilan dalam hal ini tentu juga
berikut:
terhadap anaknya yaitu meliputi ketidakbecusan si orangtua itu atau sama sekali
dijatuh hukuman penjara yang memerlukan waktu lama, sakit udzur atau gila dan
54
Sedangkan berkelakuan buruk meliputi segala tingkah laku yang tidak senonoh
yang baik.
Perlindungan Anak, dalam hal orangtua anak tidak cakap melakukan perbuatan
anak mengenai hak dan kewajiban, karena adanya keterbatasan salah satu
pihak orang tua melarang anaknya untuk bertemu salah satu pihak orang tua
yang tidak memilki kuasa penuh. Keterbatasan yang diberikan oleh salah satu
orang tua terhadap salah satu orang tua yang tidak memiliki kuasa secara penuh
dapat dikatakan bahwa hanya perkawinan lah yang diputuskan bukan hubungan
antara orang tua dan anak, dengan terjadinya keterbatasan ini akibatnya
membawa negatif terhadap anak, yaitu psikologis anak yang terabaikan atau
terlantarkan.
menimbulkan masalah, akibat dari anak tersebut di asuh oleh salah satu pihak
yang tidak mengasuh anak tersebut secara penuh. Hal ini dikarenakan pasangan
55
suami isteri yang telah bercerai tidak dapat bekerja sama dengan baik dalam
orang tua yang tidak memilki hak pengasuhan penuh adalah kepada anak
yang sangat besar yang mempengaruhi perkembangan pola pikir anak tersebut.
Agar tidak tumbuhnya pola pikir yang tidak baik terhadap anak tersebut,
seharusnya orang tua dapat mencari bentuk penyelesaian jalan yang terbaik
demi kepentingan si anak yang lebih bisa diterima oleh anak sehingga tidak
Dalam hal penyelesaian bentuk dari masalah hak asuh anak ini
merupakan kerjasama yang baik antara kedua orang tua agar tidak
kedua orang tua itu adalah hal terburuk dan hal yang menakutkan, sehingga
adanya rasa kebencian yang timbul dari pemikiran anak terhadap salah satu
orang tuanya.
melalui mediasi, yaitu perdamaian di luar Pengadilan, namun hal ini jarang dapat
mediasi yang dilakukan banyak yang tidak membuahkan hasil dan mencapai titik
56
temu sehingga menimbulkan masalah baru dari kedua belah pihak, sehingga
memilih menunggu keputusan dari Majelis Hakim yang dianggap lebih jelas,
pihak agar dapat diselesaikan, jika tidak mantan suami ingin memperkara kan
membawa anak tersebut tanpa sepengetahuan mantan suami dan tidak sesuai
dengan apa yang telah diputuskan oleh majelis hakim bahwa hak pengasuhan
perceraian dalam Pasal 300 KUHPerdata disebutkan bahwa kecuali jika terjadi
bahwa bila si ayah dalam keadaan tidak mungkin untuk melakukan kekuasaan
orangtua, kekuasaan itu dilakukan oleh si ibu, kecuali dalam hal adanya pisah
meja dan ranjang. Pada ayat (2) disebutkan pula bila si ibu ini juga tidak dapat
atau tidak berwenang, maka oleh Pengadilan Negeri diangkat seorang wali
ada kekhawatiran bahwa tidak ada persesuaian antara ayah dan ibu dalam hal
kekuasaan orangtua, sehingga pihak ketiga, hakimlah yang harus turut campur.
57
Menurut Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pada Pasal 41
ayat (2) menegaskan bahwa bapak lah yang memiliki tanggung jawab atas
namun jika bapak terbukti tidak dapat untuk memenuhi kewajiban tersebut maka
pihak Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.
melaksanakan hak dan kewajiban untuk anak tersebut hingga tidak adanya
Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945), untuk itu setiap
masyarakat. Hal tersebut, dapat dilihat dari ketentuan yang mengatur tentang
tanpa terkecuali. Ada beberapa pendapat yang dapat dikutip sebagai suatu
58
Menurut Satjipto Rahardjo:
Menurut Setiono:
39
Satjipto Rahardjo, Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia, (Jakarta : Kompas, 2003), hal. 121
40
Setiono, Rule of Law (Supremasi Hukum), (Surakarta : Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret, 2004), hal. 3
41
Musrihah, Dasar dan teori Ilmu Hukum. (Bandung: Grafika Persada,2000), hal. 30.
59
b. Perlindungan Hukum Represif
Salah satu sifat dan sekaligus merupakan tujuan dari hukum adalah
hukum diberi batasan sebagai suatu upaya yang dilakukan di bidang hukum
“aspek hukum perlindungan anak lebih dipusatkan kepada hak- hak anak
yang yang diatur hukum dan bukan kewajiban, mengingat secara hukum
(yuridis) anak belum dibebani kewajiban“42
42
Wagiati Sutedjo, 2006, Hukum Pidana Anak, Bandung: PT. Refika Aditama, hal. 62
60
a. Dalam pengertian luas : segala aturan hidup yang memberi perlindungan
dalam :
memperhatikan dan berpatokan pada asas- asas dan tujuan perlindungan anak.
Undang- undang Dasar 1945 serta sesuai dengan prinsip dasar Konvensi Hak-
anak tidak boleh membeda- bedakan antara yang satu dengan yang lain,
61
masyarakat, badan legislatif, dan badan yudikatif, maka kepentingan yang
unsur ini adalah hak asasi yang paling mendasar bagi anak yang
kehidupannya.
banyaknya anak jalanan (street children), pekerja anak (child labour), eksploitasi
62
seks pada anak-anak (child prostitution), dan perdagangan anak (child
trafficking).
seluruh dunia. Hak-hak anak yang termaktub dalam Konvensi Hak-Hak Anak
hak anak dimulai dengan usaha perumusan draf hak-hak anak yang dilakukan
oleh Save the Children International Union,Tahun 1924 :Hak yang disetujui
63
oleh League Of Nation (hal ini merupakan upaya internasional menanggapi
pengalaman anak yang menjadi korban perang), Tahun 1948 : Majelis Umum
PBB mengesahkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Walapun hak anak
bahwa kebutuhan khusus anak perlu disusun dalam suatu dokumen secara
terpisah, Tahun 1959: Majelis Umum PBB mengangkat Deklarasi Kedua Hak
Anak. Kelompok Komisi Hak Asasi Manusia PBB mulai mengerjakan konsep
Konvensi Hak-Hak Anak, Tahun 1989: Konsep Konvensi Hak-Hak Anak disetujui
prinsip universal dan norma hukum mengenai kedudukan anak. Konvensi Hak-
Universal Hak Asasi Manusia, PBB menyatakan bahwa anak-anak berhak atas
perawatan dan bantuan khusus. Selain itu juga disebutkan bahwa, demi
pengertian.
64
Latar belakang disahknya Konvensi Hak-Hak Anak secara praktis muncul
karena penegakan hak-hak anak sebagai manusia dan sebagai anak masih
sebagai bagian dari hukum nasional negara tersebut, hal ini merupakan sebuah
Kelangsungan Hidup (survival rights), yaitu hak-hak anak dalam Konvensi Hak-
Hak Anak yang meliputi hak-hak untuk melestarikan dan mempertahankan hidup
(the rights of life) dan hak untuk memperoleh standar kesehatan tertinggi dan
perawatan yang sebaik-baiknya (the rights to the higest standart of health and
perlindungan dari eksploitasi anak, tindak kekerasan dan keterlantaran bagi anak
65
Hak untuk Tumbuh Kembang (development rights), yaitu hak-hak anak
dalam Konvensi Hak-Hak Anak yang meliputi segala bentuk pendidikan (formal
dan non formal) dan hak untuk mencapai standar hidup yang layak bagi
Konvensi Hak-Hak Anak yang meliputi hak anak untuk menyatakan pendapat
dalam segala hal yang mempengaruhi anak (the rights of a child to express
terbuka. Artinya Konvensi Hak-Hak Anak terbuka untuk diratifikasi oleh negara-
negara lain yang belum menjadi perserta (state parties). Pada tanggal 25
materi pada pembuatan hukum dan harmonisasi hukum tentang anak. Kaidah
hukum yang terdapat dalam Konvensi Hak-Hak Anak merupakan materi hukum
yang memberi isi peraturan perundang-undangan tentang anak, oleh karena itu
Konvensi Hak-Hak Anak menjadi bagian integral dari hukum tentang anak.
66
Sebagai perwujudan komitmen Pemerintah dalam meratifikasi Konvensi
UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang berorientasi pada hak-
hak anak seperti yang tertuang dalam Konvensi Hak-Hak Anak. Berdasarkan
tersebut sedikit berbeda dengan pengertian anak dalam UU No. 23 Tahun 2002,
yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan anak adalah : “Anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang
anak yang masih berada di dalam kandungan. Dalam ketentuan Pasal 1 butir 2
UU No. 23 Tahun 2002 yang dimaksud dengan perlindungan anak adalah segala
kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat
dan diskriminasi.
UUD 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak yang meliputi: a.
67
non diskriminasi, b. kepentingan yang terbaik bagi anak; c. hak untuk hidup,
pendapat anak, hal ini tentu saja merupakan cerminan bahwa prinsip-prinsip
dalam Konvensi Hak-Hak Anak merupakan materi pokok yang diatur dalam UU
No. 23 Tahun 2002. Secara keseluruhan materi pokok yang diatur dalam UU No.
mengatur tentang hak-hak anak. Oleh karena itu dalam ketentuan hukum
anak sebelumnya sudah diatur dalam UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
tahun dan belum menikah termasuk anak yang masih didalam kandungan harus
dalam lingkup keluarga juga diatur dalam UU No. 23 Tahun 2004 Tentang
Hak Anak dapat dilihat dalam Pasal 25 yang mengatur peninjauan penempatan
anak secara berkala (periodic review of placement) Pasal 26 yang mengatur hak
68
anak atas jaminan sosial dan tunjangan sosial, dan pasal 27 yang mengatur
tentang hak anak untuk menikmati standar hidup yang memadai. Jauh sebelum
Salah satu hak yang dilindungi dalam Konvensi Hak-Hak Anak adalah hak
Nasional. Sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU No. 20 Tahun 2003 (1) Setiap
warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib
dalam UU No 12 Tahun 2006. Dalam ketentuan pasal 4-6 UU No. 12 Tahun 2006
diatur secara rinci tentang kewarganegaraan anak, baik anak hasil perkawinan
orang tua yang berwarga Negara Indonesia, maupun anak hasil perkawinan
campuran. Pengertian anak dalam UU No. 12 Tahun 2006 juga sejalan dengan
69
pengertian anak dalam Konvensi Hak-Hak anak, yaitu seseorang yang berumur
peradilan anak telah di atur secara khusus dalam hukum nasional yaitu dalam
anak dalam UU No. 3 Tahun 1997 sejalan dengan tujuan dari Konvensi Hak-Hak
Anak, yaitu untuk memberikan perlindungan terhadap anak, yaitu agar anak-
manfaat dari segenap aspek proses hukum, termasuk bantuan hukum atau
penyelundupan anak dalam Konvensi Hak-Hak Anak secara khusus juga telah
70
seseorang yang berusia dibawah 18 tahun termasuk anak didalam kandungan.
Dalam ketentuan Umum Pasal 1 UU No. 21 tahun 2007 disebutkan bahwa yang
memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan dalam negara
bahwa anak-anak yang bekerja tidak boleh di ekpolitasi. Hukum nasional juga
sosial. Ketentuan ini sejalan dengan ketentuan Pasal 32 Konvensi Hak-Hak Anak
71
Dalam hal Konvensi Hak-Hak Anak, Pemerintah Indonesia telah
the Child(Konvensi Hak Anak). Melihat status Konvensi Hak-Hak Anak, dapat
disimpulkan bahwa dari segi kebijakan, perlindungan anak masih belum tertata
Perlindungan anak menjadi perhatian Negara dengan tertuang dalam UUD 1945
72
“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang
serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”
(1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka
sebaik-baiknya.
(2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku
sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku
terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.
menegaskan bahwa :
sejak anak masih berupa janin dalam kandungan ibunya sampai dengan anak
yang menyatakan :
73
yang meliputi : a. non diskriminasi, b. kepentingan terbaik bagi anak, c.
hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan, d. perhargaan
terhadap pendapat anak”. 44
bahwa asas perlindungan anak di sini sesuai dengan prinsip-prinsip pokok yang
dimaksud dengan asas kepentingan yang terbaik bagi anak dalam penjelasan
badan legislative, dan badan yudikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak
perlindungan anak:
tanpa sebab yang melatar belakangi, namun secara umum yang menjadi sebab
rumah tangga yang bahagia, aman, tenteram, dan damai merupakan dambaan
setiap orang. Dengan demikian, setiap orang dalam lingkup rumah tangga dalam
melaksanakan hak dan kewajiban harus didasari oleh agama. Hal itu perlu terus
44
Ibid, hal.14.
74
ditumbuhkembangkan dalam rangka membangun keutuhan rumah tangga.
setiap orang dalam lingkup rumah tangga, terutama kadar kualitas perilaku dan
pengendalian diri tidak dapat dikontrol, yang pada akhirnya dapat terjadi
terhadap orang yang berbeda dalam lingkup rumah tangga tersebut. Untuk
dan penindakan pelaku sesuai dengan falsafah Pancasila dan UUD 1945.
dalam rumah tangga, adalah pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan
tersebut diperlukan karena undang-undang yang ada belum memadai dan tidak
75
sesuai lagi dengan perkembangan hukum masyarakat. Oleh karena itu,
kekhasan, walaupun secara umum di dalam KUHP telah diatur mengenai delik
penganiayaan (vide pasal 351 KUHP), delik kesusilaan (vide pasal 284 KUHP)
serta delik penelantaran orang yang perlu diberikan nafkah dan kehidupan (vide
sebelumnya, antara lain UU No.1 thn 1946 tentang KUHP serta perubahannya,
dalam rumah tangga, juga mengatur secara spesifik kekerasan yang terjadi
dalam rumah tangga dengan unsur-unsur tindak pidana yang berbeda dengan
tindak pidana penganiayaan yang diatur dalam KUHP. Selain itu undang-undang
ini juga mengatur ihwal kewajiban bagi aparat penegak hukum, tenaga
76
kepentingan rumah tangga yang sejak awal diarahkan pada keutuhan dan
tangga.
77
Pasca perceraian orang tua wajib memperhatikan hak anak dalam hal
“semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah
menurut kemampuannya,sekurang-kurangnya sampai anak tersebut
dewasa dapat mengurus diri sendiri.” (21 tahun).
Pasal 105 Inpres No.1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam telah
secara spesifik mengatur bahwa hak asuh anak di bawah usia 12 tahun harus
diberikan kepada ibunya. Pasal 105 Inpres No.1 Tahun 1991 tentang Kompilasi
(humanity), sangat menyayat hati nurani apabila anak yang masih kecil
45
Arkola, Undang-Undang Perkawinan di Indonesia, Surabaya : Arkola, 2001, hal. 213.
78
terlebih jika anak tersebut masih harus menyusu (mendapatkan ASI)
ibunya.
dapat dipindahkan jika pemegang hak asuh dan perwalian anak tersebut
melalaikan kewajibannya terhadap anak. Pasal 156 huruf (c) Inpres No.1 Tahun
Pasca perceraian hak asuh anak yang dilakukan oleh kedua orang tuanya
hak dan perkembangan hidup si anak, jelas mengesampingkan seluruh hak anak
terhadap ketentuan pasal 4, pasal 13, pasal 16 ayat (1) dan (2), UU
”Bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh berkembang, dan
berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusian, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi”.47
“(1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua wali atau pihak lain
manapun yang bertanggungjawab atas pengasuhan berhak mendapat
perlindungan dari: a. diskriminasi, b. eksploitasi, c. penelantaran, d.
46
Ibid hal 230
47
Visi Media, Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Jakarta : Visi Media, 2007,
hal. 8.
79
kekejaman, kekerasan dan penganiayaan, e. ketidakadilan dan perlakuan
salah lainnya. (2) Dalam hal orang tua wali pengasuh anak melakukan
segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka
perlu dikenakan pemberatan hukuman“.48
bergaul dengan teman sebayanya. Hal ini jelas merupakan sebuah pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal 9 ayat (1) dan pasal 11 UU Perlindungan anak yang
menyatakan :
48
Ibid, hal. 10.
49
Syaifullah, dkk., Undang-Undang Rumah Tangga No.23 Tahun 2004 dan Undang- Undang Perlindungan
Anak No.23 Tahun 2002, Padang-Sumbar : Praninta Offset, 2008, hal. 49.
50
Ibid.
51
Kementrian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia dan Departemen Sosial Republik Indonesia,
Undang-Undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak, Jakarta : 2003, hal. 17.
52
ibid
80
Semua jaminan perlindungan hak-hak anak sebagaimana tersebut di atas
tidak hanya salah satu atau kedua orang tua yang memperebutkan hak asuh
anaknya, namun juga para aparat penegak hukum yang tidak mampu bertindak
menyatakan bahwa :
“Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika
ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa
pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan
pertimbangan terakhir”.54
penculikan dan penyekapan terhadap anak kandungnya sendiri. Jika tidak bisa
53
Ibid.Hal 13
54
Syaifullah, dkk., Undang-Undang, hal. 11.
55
Ibid. Hal 59
81
bersikap tegas, mungkin aparatur penegak hukum harus ditatar-ulang tentang
hak-hak anak. Sikap tegas aparat penegak hukum seharusnya adalah dengan
“(1) Barang siapa dengan sengaja mencabut orang yang belum dewasa
dari kuasa yang sah atasnya atau dari penjagaan orang yang dengan sah
menjalankan penjagaan itu, dihukum penjara selama tujuh tahun. (2)
Dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun, jika
perbuatan itu dilakukan dengan memakai tipu daya, kekerasan atau
ancaman dengan kekerasan atau kalau orang yang belum dewasa
umurnya di bawah dua belas tahun “. (pasal 330 KUHP).57
menyatakan :
56
Ibid. Hal 44
57
R. Soesilo, KUHP dengan Penjelasan, Bogor : Politeia, 1981.
82
Meskipun terkadang negara jelas-jelas telah melakukan perbuatan
dalam UU Perlindungan Anak ini, namun tidak ada tindakan tegas aparat hukum
masih mengabaikan hak pendidikan, hak kesejahteraan bagi anak dengan masih
hak asuh si anak, ayah kandungnya atau ibu kandungnya melalui putusan
anak kepada orang tua yang berhak sangat sulit dilakukan, ditambah lagi
tindakan orang tua yang tidak berhak membawa lari anaknya hingga
Mahkamah Agung hingga saat ini belum juga membuat kebijakan dan
kepastian hukum mengenai status anak dari pasangan cerai dan belum bisa
hukum mengenai status anak dari pasangan cerai dan menentukan lembaga
58
Minstry for Women’s Empowerment Republic of Indonesia and Department of Social Affairs Republic of
Indonesia, Republic of Indonesia Law Number 23 Year 2002 on Child Protection, Jakarta : 2003, hal. 23.
83
mana yang diberi mandat untuk melakukan “eksekusi” terhadap putusan
pengadilan tersebut.
Secara moril, tidak seharusnya orang tua dalam perceraian hanya demi
kepentingan egosentris orang tua. Orang tua seharusnya bisa berbesar hati atas
putusan pengadilan mengenai hak asuh anak jika memang hal tersebut nyata
“hak asuh anak” sebagai akibat perceraian orang tua, bukan untuk diperebutkan,
namun untuk kepentingan yang terbaik bagi anak (the best interest of the child)
yakni ditangan siapakah pertumbuhan jasmani dan rohani anak itu lebih baik
Bahwa dalam ketentuan pasal 229 KUH Perdata tidak secara spesifik
pasal ini hanya mengatur bahwa setelah perceraian orang tua harus pula
ditentukan perwalian bagi anak. Pasal 229 KUH Perdata menyatakan bahwa :
59
Ibid. Hal 14
60
R. Subekti-R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang HUkum Perdata Burgerlijk Wetboek dengan Tambahan
Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang-Undang Perkawinan, Jakarta : Pradnya Paramita, 2001, hal.
55.
84
Dengan demikian, melalui tulisan ini penulis mengetuk hati para orang tua
yang akan bercerai agar dalam menentukan hak asuh anak pertimbangkanlah
kepentingan yang terbaik bagi anak (the best interest of the child). Alangkah
baiknya manakala hak asuh anak tersebut tidak diperebutkan namun dibicarakan
secara baik-baik oleh kedua orang tua “di tangan siapakah pertumbuhan jasmani
BAB IV
PENUTUP
A . Kesimpulan
lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
adalah untuk hidup dalam pergaulan yang sempurna yang merupakan jalan yang
amat mulia untuk mengatur rumah tangga dan anak-anak yang akan dilahirkan
85
persaudaraan antara kaum kerabat suami dengan kaum kerabat istri yang
pertalian itu akan menjadi suatu jalan yang membawa kepada saling menolong
antara satu kaum dengan yang lain, dan akhirnya rumah tangga tersebut
dan pertengkaran yang terus menerus maupun sebab sebab lain yang kadang-
kedua belah pihak maupun keluarga tidak membawa hasil yang maksimal
sehingga pada akhirnya jalan keluar yang harus ditempuh tidak lain adalah
perceraian.
perceraian membawa akibat-akibat hukum bagi kedua belah pihak dan juga
harus hidup dalam suatu keluarga yang tidak harmonis sebagaimana mestinya
misalnya harus hidup dalam suatu keluarga dengan orang tua tunggal seperti
anak harus dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa yang sehat
86
rohani dan jasmani, cerdas, bahagia, berpendidikan dan bermoral tinggi. Untuk
Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dan UU No. 23 Tahun 2002 Tentang
kesejahteraan anak.
perceraian, maka anak tetap memiliki hak mendapat kasih sayang, pendidikan,
perhatian, dan tempat tinggal yang layak dari kedua orang tua sesuai dengan
B . Rekomendasi
adalah :
61
Aminah Aziz, Op Cit. Hal 41
87
1. Walaupun tindakan hukum oleh pemerintah dalam rangka memberikan
anak.
3. Mahkamah Agung harus membuat kebijakan dan memberikan
88