Anda di halaman 1dari 10

Peran Lembaga Anak Dalam Melindungi Hak-Hak Anak Sebagai Tersangka

Vilda Aslinda
1812011122

Abstrak
Perlindungan anak terkait erat dengan lima pilar yakni, orang tua, keluarga, masyarakat,
pemerintah, pemerintah daerah dan negara. Perlindungan Anak tersebut adalah segala kegiatan
untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang,
dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Perlindungan anak mengupayakan
agar setiap hak anak tidak dirugikan. Perlindungan anak bersifat melengkapi hak-hak lainnya
menjamin bahwa anak-anak akan menerima apa yang mereka butuhkan agar mereka dapat
bertahan hidup, berkembang dan tumbuh. Pelanggaran hukum setiap tahun terus meningkat,
bahkan anak menjadi pelaku pelanggar hukum. Anak sebagai generasi penerus harus mendapat
perlindungan. Karena Negara Indonesia merupakan Negara Hukum. Maka adanya Undang-
Undang Tentang Bantuan Hukum yang memberi perlindungan hukum pada masyarakat yang
tidak mampu. Permasalahan dari penelitian ini adalah 1) Bagaimana peran lembaga anak dalam
melindungi hak-hak anak sebagai tersangka? 2) Apa yang menjadi penghambat dalam proses
perlindungan hukum terhadap tersangka anak? Metode penelitian yang digunakan dalam
penulisan ini adalah empiris yaitu data primer bersumber dari penelitian data sekunder
bersumber dari penelitian kepustakaan dalam bentuk bahan-bahan hukum.

Kata Kunci : Peran, Lembaga Anak, Hak-Hak Anak

Pendahuluan

Negara Indonesia merupakan Negara Hukum. Pemberian Bantuan Hukum diatur dalam
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Secara khusus ketentuan
yang mengatur masalah Anak yang Berhadapan dengan Hukum ditetapkan dalam Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Anak mempunyai jiwa
labil, bahkanbertingkah yang sangat mengganggu ketertiban umum. Tapi ketika anak
melakukan tindakan mengganggu atau merusak bukan sebagai kejahatan, melainkan kenakalan
karena kondisi psikologis yang tidak seimbang, dan kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi. Anak- anak tidak dapat kasih sayang dari orang tua mereka dan maka mudah
terjerumus pada pergaulan yang kurang baik. Hak Asasi Anak merupakan bagian dari hak asasi
manusia yang termuat dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
dan Konvensi perserikatan bangsa-bangsa tentang Hak- hak Anak. Ketentuan Pasal 28B ayat
(2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa setiap anak berhak
atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi. Pengacara mempunyai peran melakukan pembelaan kepentingan
hukum pada tersangka anak di tahap Litigasi yaitu pada saat di peradilan juga secara aktif
kebenaran yang terjadi pada perkara yang sedang dihadapi oleh anak.

Oleh karenanya, dalam rumusan Undang- Undang SPPA bahwa anak wajib memperoleh
bantuan hukum pada saat proses peradilan pidana anak dan pada setiap tingkat pemeriksaan.
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, penulis melakukan penelitian dan menulis
skripsi yang berjudul tentang “Peranan Lembaga Anak Dalam Melindungi Hak-Hak Anak
Sebagai Tersangka”.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan beberapa
permasalahan hukum sesuai judul yang penulis pilih, maka rumusan masalah yang penulis
temukan adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana peran Lembaga Anak dalam menangani Anak Sebagai Tersangka?
2. Bagaimana efektivitas Lembaga Anak dalam menangani Anak Sebagai Tersangka?
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian
ini adalah:
1. Untuk mengetahui peran Lembaga Anak dalam menangani Anak Sebagai Tersangka.
2. Untuk mengetahui evektifitas Lembaga Anak.
Metode
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah empiris, data sekunder.
Adapun sumber data yang didapat dari penelitian di lapangan secara Kualitatif dapat berupa
sumber data sekunder:
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua berupa pengkajian kepustakaan
(library reseach) seperti buku- buku, hasil penelitian, jurnal-jurnal hukum, dan ensiklopedi
yang berkaitan dengan.
Sistem peradilan anak dan perlindungan anak, serta hasil karya dari kalangan hukum yang
berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.Dalam pengumpulan data untuk penelitian
skripsi ini akan disesuaikan dengan sumber data, baik data primer maupun data sekunder
dengan menggunakan cara-cara sebagai berikut:
1. Studi Kepustakaan (Library Research) yaitu dilakukan dengan cara mencari data dan
informasi dengan bantuan berbagai buku untuk memperoleh data, dengan cara
mengutip hal-hal yang penting terhadap literatur, asas, wacana, pandangan (pendapat)
yang kemudian dijadikan sebagai landasan teori dan peraturan perundang- undangan
yang berhubungan dengan materi pembahasan.
2. Studi Lapangan yaitu situasi peran antar pribadi bertatap muka antara narasumber dan
pewawancara tujuannya untuk mendapatkan informasi yang tepat dari narasumber.
Adapun analisis bahan hukum di dalam penulisan ini, dilakukan dengan menggunakan metode
Kualitatif yaitu dengan metode studi dokumen dan wawancara agar penelitian sesuai dengan
fakta di lapangan.

Hasil Dan Pembahasan

Pengertian anak
Pengertian anak adalah seorang yang masih ada di bawah usia ter- tentu dan belum dewasa
serta belum kawin.4 Anak adalah keadaan manusia normal yang masih berusia muda dan
sedang menentukan identitasnya serta, sangat labil jiwanya sehingga sangat mudah terke-
na.pengaruh lingkungan.5 Menurut Pasal 1 ayat 1 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang
masih dalam kandungan. Pasal 1 ayat 1 UU No. 3 Tahun 1997 menyebutkan anak adalah orang
yang berperkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (de- lapan) tahun, tetapi belum mencapai
umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.Sedangkan dalam Kamus Bahasa
Indone- sia dinyatakan, bahwa anak adalah manusia yang masih kecil. Setiap anak berhak
untuk hidup, tumbuh dan berkembang dan berpartisi- pasi secara wajar sesuai dengan harkat
dan martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Menurut UU No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Undang- Undang ini
mengklasifikasikan anak ke dalam pengertian berikut ini:
a. Anak pidana adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di LAPAS
anak paling lama sampai berumur 18 tahun
b. Anak Negara adalah anak yang berdasarkan putusan pengadi- lan diserahkan pada Negara
untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS anak paling lama sampai berumur 18 tahun
Anak sipil adalah anak yang atas permintaan orang tua atau wal- inya memperoleh ketetapan
pengadilan untuk dididik di LAPAS anak paling lama sampai berumur 18 tahun.

Hak-Hak anak
1. Hak anak Dalam Deklarasi Hak-Hak anak
Hak anak secara universal telah ditetapkan melalui Sidang Umum PBB tanggal 20 Nopember
1959, dengan memproklamasikan Deklarasi Hak- Hak Anak. Dengan Deklarasi tersebut,
dimaksudkan agar anak-anak dapat menjalani masa kecil yang membahagiakan, berhak
menikmati hak-hak dan kebebasan baik untuk kepentingan mereka sendiri mauun masyarakat.
Semua pihak baik individu, orang tua, organisasi sosial, pemerintah dan masyarakat diharapkan
mengakui hak-hak tersebut dan mendorong semua upaya untuk memenuhinya.
Pemerintah Indonesia juga meratifikasi Konvensi Hak Anak melalui Keppres No. 39 tahun
1990. Secara hukum telah timbul kewajiban untuk menghormati dan menjamin hak-hak- yang
ditetapkan dalam Konvensi tersebut. Menurut Konvensi Hak Anak yang diadopsi dari Majelis
Umum PBB tahun 1089, setiap anak tanpa memandang ras, jenis kelamin, asal-usul keturunan,
agama maupun bahasa, mempunyai hak-hak yang mencakup empat bidang:
1. Hak atas kelangsungan hidup, menyangkut hak atas tingkat hidup yang layak dan
pelayanan kesehatan
2. Hak untuk berkembang, mencakup hak atas pendidikan, informasi, waktu luang,
kegiatan seni dan budaya, kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama, serta
hak anak cacat (berkebutuhan khusus) atas pelayanan, perlakuan dan perlindungan
khusus.
3. Hak perlindungan, mencakup perlindungan atas segala bentuk eksploitasi,
perlakuan kejam, dan perlakuan sewenang- wenang dalam proses peradilan pidana
4. Hak partisipasi, meliputi kebebasan untuk menyatakan penda- pat, berkumpul dan
berserikat, serta hak untuk ikut serta da- lam pengambilan keputusan yang
menyangkut dirinya.
5.
2. Hak anak Dalam undang-undang no. 39 tahun 1999 tentang Hak asasi Manusia.
Hak anak dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) tercantum di
dalam bab X (sepuluh) yang tercantum dalam Pasal 52 sampai dengan 66. Pasal 52
menyebutkan bahwa 1) Setiap anak berhak atas perlindungan orang tua, keluarga, masyarakat
dan negara. 2) Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu
diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan.

3. Hak anak dalam undang-undang no. 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak.
Hak anak dalam undang-undang ini diatur dalam Pasal 2 sampai Pasal 8. Pasal-Pasal tersebut
diantaranya:
Pasal 1 ayat 1) anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan berdasarkan
kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan
berkembang dengan wajar.
Ayat 2) Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan
ssialnya,sesuai dengan negara yang baik dan berguna.
Ayat 3) Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan
maupunsesudah dilahirkan.
Ayat 4) Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan
atau menghambat pertumbu- han dan perkembangannya dengan wajar.
Pasal 6 ayat 1) Anak yang mengalami masalah kelakuan diberi pelayanan dan asuhan yang
bertujuanmenolongnya guna mengatasi hambatan yang terjadi dalam masa pertumbuhan dan
perkembangannya.
Ayat 2) Pelayanan dan asuhan, sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1), juga diberikan
kepada anak yang telah dinyatakan bersalah melakukan pelanggaran hukum berdasarkan
keputusan hakim.
Pasal 7 Anak cacat berhak memperoleh pelayanan khusus untuk mencapai tingkat pertumbuhan
dan perkembangan sejauh batas kemampuan dan kesanggupan anak yang bersangkutan.
Pasal 8 Bantuan dan pelayanan, yang bertujuan mewujudkan kes- ejahteraan anak menjadi hak
setiap anak tanpa membedakan jenis kelamin, agama, pendirian politik dan kedudukan sosial.

4. Hak dan kewajiban anak dalam undang-undang no. 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan anak
Pasal yang ada di dalam undang-undang ini disamping mengatur hak- hak anak yang tercantum
dalam pasal 4-18 meliputi:
1. Tumbuh kembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan.
2. Memperoleh nama sebagai identitas diri dan status kewar- ganegaraan
3. Beribadah menurut agamanya, berfikir dan berkreasi sesuai dengan tingkat kecerdasan
usianya.
4. Mendapatkan bimbingan dari orang tuanya, atau diasuh dan diangkat sebagai anak asuh
atau anak angkat orang lain bila orang tuanya dalam keadaan terlantar sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
5. Memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial dengan kebutuhan fisik, mental,
spiritual dan sosial.
6. Memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengem- bangan pribadinya dan
tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
7. Menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari dan memberikan informasi
sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai
dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.
8. Beristirahat, memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain,
berekreasi sesuai minat, bakat dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.
9. Anak yang memiliki kemampuan berbeda (cacat) berhak memperoleh rehabilitasi,
bantuan sosial dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
10. Mendapatkan perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi baik ekonomi
maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan serta
ketidakadilan dan perlakuan salah lainnya.
11. Dirahasiakan identitasnya bagi anak yang menjadi korban kekerasan seksual maupun
berhadapan dengan hukum.
12. Mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya bagi anak yang menjadi korban dan
pelakunya dijerat hukum se- bagai pelaku tindak pidana.

Hak mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum
Ketentuan untuk didampingi oleh penasehat hukum, dalam KUHAP ditentukan sebagai
berikut: guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan
hukum dari seorang atau lebih pe- nasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat
pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini.
Pasal 55 diperjelas bahwa untuk mendapatkan penasihat hukum tersebut, tersangka atau
terdakwaberhak memilih sendiri penasihat hukumnya. Kemudian setiap anak yang dirampas
kebebasannya berhak untuk mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya
dipisahkan dari orang dewasa memperoleh bantuan hukum. atau bantuan lainnya secara efektif
dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku dan membela diri dan memperoleh keadilan
di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.
Dan setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan
dengan hukum ber- hak dirahasiakan (Pasal 17).
Dalam hal untuk memperoleh bantuan hukum, Pasal 18 menentukan, setiap anak yang menjadi
korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.
Berdasarkan instrumen hukum di atas, maka penulis melihat secara normatif sebenarnya
keberadaan penasihat hukum bukan saja dijamin oleh KUHAP namun dimasukkan sebagai
komponen sistem peradilan pidana yang sama pentingnya dengan komponen yang lain. Dengan
demikian keberadaan penasihat hukum tidak dapat dipisahkan dengan komponen lainnya. Hal
ini dilandaskan atas beberapa pertimbangan yang dalam kenyataannya keberadaan penasihat
hukum khususnya dalam proses penyidikan sangat sempit, karena dalam pelaksanaan tugas-
tugasnya dibatasi oleh ketentuan yang justru bersifat informal, seperti surat penolakan
didampingi penasehat hukum.
Disisi lain ketentuan untuk didampingi penasihat hukum terhadap saksi-saksi yang tidak jelas
sehingga kerap kali penyidik menolak kehadiran penasihat hukum untuk mendampingi saksi
padahal hal ini penting untuk menghindari tekanan-tekanan dari penyidik agar saksi
memberikan keterangan sesuai dengan skenario yang sudah disiapkan.

Peran Lembaga Anak


Lembaga Anak dalam menjalankan perannya untuk memberikan pemahaman kepada
masyarakat agar masyarakat memiliki kesadaran hukum dan mengerti akan hak serta kewajiban
menurut hukum.
Peran Lembaga Anak yaitu memberi bantuan hukum dengan membela yang meliputi segala
pekerjaan pengacara terhadap yaitu pada tahap Non Litigasi mapun Litigasi. Selain itu,
Lembaga Bantuan Hukum APIK BALI tidak hanya mendampingi pada peradilan saja untuk
membela perempuan dan anak tapi juga memberi pemberdayaan dengan meberi pelatihan,
sosialisasi dan advokasi. Melakukan pembaharuan hukum dengan Advokasi, karena banyak
peraturan hukum di tingkat pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan dan desa yang perlu diganti
karena kebutuhan hukum masyarakat tidak terpenuhi, bahkan sering menghalangi dan tidak
sesuai pada keadaan sekarang. Dalam hal ini, Lembaga Anak dapat meberi usulan/ saran pada
perbaikan dengan perubahan undang-undang (law reform) pada pembaharuan hukum agar
sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekarang. Serta mengadakan MoU dengan Lembaga
Swadaya Masyarakat dan instansi pemerintah untuk berjejaring dalam hal pemberian
perlindungan terhadap perempuan dan anak.
Pada Anak Naka, bentuk pendampingannya dengan cara pendampingan dalam setiap tingkat
pemeriksaan, memberi pendampingan ke psikolog, dan memberi pendampingan ketika Diversi.
Pada Anak sebagai korban (Anak Korban) dengan memberi pendampingan pada saat Anak
Korban melapor ke aparat penegak hukum tentang tindak pidana yang dialami oleh dirinya
sendiri, serta mengajak mereka ke psikolog untuk meberikan penguatan pada anak korban.
Tersangka anak yaitu bukan seorang pelaku, tapi dia adalah korban, karena pengaruh
lingkungannya. Secara umum anak yang melakukan kenakalan ringan sebisa mungkin
melakukan diversi. Jika proses diversi ditahap penyidikan di kepolisian mengalami kegagalan
maka kasus pidana anak dapat dilimpahkan kepada pihak kejaksaan untuk dilakukan
penuntutan.
Proses diversi pada peradilan anak dilakukan untuk memberi perlindungan kepada anak agar
terhindar dari tindak kekerasan, alasan melakukan diversi untuk memberi kesempatan pada
anak yang melakukan pelanggaran hukum agar menjadi anak yang lebih baik dan tidak
melakukan kesalahannya kembali. Dengan melakukan pendekatan dan pemberian kesempatan
kepada anak pelaku tindak pidana untuk berubah. Petugas harus menunjukkan pentingnya
ketaatan kepada hukum dengan cara pendekatan persuasif dan menghindarkan penangkapan
dengan menggunakan tindakan kekerasan dan pemaksaan untuk melaksanakan diversi.
Penggunaan kekerasan akan membawa kepada sifat keterpaksaan sebagai hasil dari penegakan
hukum.

Faktor yang menjadi penghambat dalam perlindungan hukum terhadap tersangka anak
Menurut keterangan dari penyidik, ada beberapa kendala yang menjadi penghambat
perlindungan hukum terhadap tersangka anak dalam proses penyidikan, diantaranya:
1. Rata-rata tersangka anak itu adalah anaknya golongan menengah kebawah, jadi tidak
mampu membayar pengacara.
2. Dalam proses penyidikan terkadang penyidik juga susah meminta keterangan kepada
anak.
3. Dalam aturan kasus anak harus tertutup tetapi dalam realitanya media selalu mencari
cari berita, akhirnya terekpos
4. Belum maksimalnya peran PPT (Pusat Pelayanan Terpadu) sehing ga visum untuk
perbuatan tindak pidana (korban/pelaku) khususnya anak harus bayar sendiri dan
hasilnya kadang membutuhkan waktu lama
5. Ruangan pemeriksaan dan shelter yang terbatas
6. Belum adanya LSM yang benar-benar konsen menangani masalah anak yang
bermasalah dengan hukum
7. Selama ini PPT terfokus pada perlindungan korban, sedangkan dalam aturan dan
prakteknya juga, masih sangat minim sekali perlindungan terhadap pelaku terutama
masalah pelayanan kesehatan

Perlindungan hak asasi anak adalah meletakkan hak anak ke dalam status sosial anak dalam
kehidupan masyarakat, sebagai bentuk perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan anak
yang mengalami masa- lah sosial. Selama ini anak hanya dipaksa menuruti kehendak orang tua
tanpa diperhatikan kehendak anak. Oleh Karena itu perlindungan mutlak diperlukan. Proses
perlindungan anak tersebut sebagai proses edukasional terhadap ketidakpahaman dan
kemampuan anak dalam melakukan suatu tugas-tugas sosial kemasyarakatan. Perlindungan
hak asasi anak dapat diberikan dengan cara sistematis, melalui serangkaian program, stimulasi,
latihan, pendidikan, bimbingan keagamaan, permaianan dan dapat juga diberikan melalui
bantuan hukum yang dinamakan advokasi dan hukum perlindungan anak.
Pemeriksaan ditingkat penyelidikan dan penyidikan kepada anak apabila semata-mata untuk
memperoleh keadilan secara retributif yang melihat kejahatan sebagai pelanggaran sistem,
fokus hanya menjatuhkan kesalahan, menimbulkan rasa bersalah, korban diabaikan, pelaku
pasif, pertanggungjawaban pelaku adalah hukum, respon terfokus pada perilaku masa lalu
pelaku, stigma tak terhapuskan, tidak didukung untuk menyesal dan memaafkan, bergantung
pada aparat, maka hak-hak asasi anak akan sulit untuk dilindungi. Oleh karena itu diperlukan
suatu perubahan para- digma, misalnya dengan melakukan perubahan paradigma konsepkeadi-
lan yang retributif menjadi keadilan restoratif.39 Keadilan restoratif adalah sustu proses
dimana semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu bersama-sama
memecahkan masalah bagaimana menangani aki- batnya dimasa yang akan datang. Dilihat dari
kacamata keadilan restoratif, tindak pidana adalah suatu pelanggaran terhadap manusia dan
relasi antar manusia. Tindak pidana menciptakan suatu kewajiban untuk membuat segala
sesuatunya menjadi lebih baik dengan melibatkan korban, pelaku dan masyarakatdalam
mencari solusi untuk memperbaiki rekonsiliasi dan menentramkan hati.
Keadilan restoratif menganggap kejahatan adalah perlakuan terhadap individu atau
masyarakat, fokusnya pada pemecahan masalah dan memperbaiki kerugian, hak adalah
kebutuhan korban diperhatikan, pelaku didorong untuk bertanggung jawab,
pertanggungjawaban pelaku adalah menunjukkan empati dan menolong untuk memperbaiki
kerugian, respon terfokus pada konsekuensi menyakitkan akibat perilaku pelaku, stigma dapat
hilang melalui tindakan yang tepat, pelaku didukung agar menyesal dan maaf sangat mungkin
diberikan, bergantung pada keterli- batan langsung orang-orang yang terpengaruh oleh
kejadian.
Prinsip dari keadilan restoratif adalah membuat pelanggar bertanggung jawab untuk
memperbaiki kerugian yang ditimbulkan oleh kesalahannya, memberikan kesempatan kepada
pelanggar untuk memperbaiki kesalahannya, membarikan kesempatan kepada pelanggar untuk
membuktikan kapasitas dan kualitasnya disamping mengatasi rasa bersalahnya secara
konstruktif, melibatkan korban, orang tua, keluarga besar, sekolah dan teman sebayanya;
mencipatakan forum untuk bekerjasama dalam menyelesaikan masalah, menetapkan hubungan
langsung dan nyata antara kesalahan dengan reaksi sosial yang formal.

Penutup
Dalam proses penyidikan, guna melindungi hak asasi anak, anak mempu- nyai beberapa hak
diantaranya hak untuk segera diperiksa penyidik wa jib meminta pertimbangan atau saran dari
pembimbing kemasyarakatan, penyidik tidak memakai pakaian dinas, hak anak yang
dikenakan upaya paksa penahanan, maka tempat tahanan anak harus dipisahkan dari tem- pat
tahanan orang dewasa, dan selama anak ditahan, kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial anak
harus tetap dipenuhi, hak mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat
hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, hak untuk memberi
keterangan dalam keadaan bebas, tidak butuh waktu lama, menggunakan bahasa lugas dan
dimengerti anak, dalam penyidikan anak perlu dirahasiakan, dan lamanya waktu penahanan.
Hak-hak tersebut diatas, dalam prakteknya belum semuanya terpenuhi dengan baik dengan
beberapa alasan, diantaranya keterbatasan personel, ruangan yang terbatas, prosedur yang
lambat, keter- batasan dana dan kurangnya kesadaran dari penyidik.
Faktor-faktor yang menjadi penghambat perlindungan hukum terhadap anak diantaranya rata-
rata tersangka anak itu adalah anaknya golongan menengah kebawah, jadi tidak mampu
membayar pengacara; dalam proses penyidikan terkadang penyidik juga susah meminta
keterangan kepada anak dalam aturan kasus anak harus tertutup tetapi dalam realitanya media
selalu mencari cari berita, akhirnya terexpose belum maksimalnya peran PPT (Pusat Pelayanan
Terpadu) sehingga visum untuk perbuatan tindak pidana (korban/pelaku) khususnya anak harus
bayar sendiri dan hasilnya kadang membutuhkan waktu lama ruangan pemeriksaan dan shelter
yang terbatas; belum adanya LSM yang benar-benar konsen menangani masalah anak yang
bermasalah dengan hukum; selama ini PPT terfokus pada perlindungan korban, sedangkan
dalam aturan dan prak- teknya juga, masih sangat minim sekali perlindungan terhadap pelaku
terutama masalah pelayanan kesehatan.
Untuk melindungi hak anak dalam proses penyidikan bahkan sampai kepada persidangan peran
dari orang tua, masyarakat, LSM, pemer intah (penegak hukum) sangat diperlukan.
Sosialisasi tentang hak-hak anak dalam proses penyidikan bah- kan sampai persidangan sangat
diperlukan di masyarakat sehingga apabila terdapat anak yang bermasalah dengan hukum,
orang tua dan masyarakat tahu bagaimana mereka harus bersikap.
Perlindungan Anak merupakan pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat,
pemerintah daerah, pemerintah dan negara yang merupakan rangkaian kegiatan yang
dilaksanakan secara terus menerus demi terlindunginya hak-hak anak, sebagai penyelenggara
perlindungan anak. Dalam bentuknya yang paling sederhana, perlindungan anak
mengupayakan agar setiap hak anak tidak dirugikan. Perlindungan anak bersifat melengkapi
hak-hak lainnya menjamin bahwa anak-anak akan menerima apa yang mereka butuhkan agar
mereka dapat bertahan hidup, berkembang dan tumbuh.
Pengaturan tentang hak-hak anak telah terakomodir dalam beberapa perundang- undangan
Negara Republik Indonesia, tetapi implementasinya masih jauh dari harapan karena masih
banyaknya kasus pelanggaran perlindungan anak diindonesia artinya penyelenggaraan
perlindungan anak belum dapat memberikan jaminan terpenuhinya hak-hak anak agar dapat
hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat
manusia. Selain itu, untuk mendapat perlindungan dari segala macam kekerasan,ketidakadilan,
penelantaran, diskriminasi, eksploitasi, maupun perbuatan negatif lain.

Saran
Penyelengara perlindungan anak harus bisa menangani masalah-masalah pemenuhan hak-hak
anak yang maksimal dan Semua penyelenggara perlindungan anak bangkit bersama untuk
membangun Indonesia yang lebih baik di masa mendatang. Mulailah dengan mendidik anak-
anak dengan nilai-nilai kebaikan universal dan tanamkan moral dan pendidikan yang
berkarekter.
Daftar Pustaka

Ahmad Kamil dan Fauzan.Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia. PT


RajaGrafindo Persada. Jakarta 2016

Prakoso, A. (2016). Hukum Perlindungan Anak.

Nugroho, O. C. (2017). Peran balai pemasyarakatan pada sistem peradilan pidana anak
ditinjau dalam perspektif hak asasi manusia. Jurnal HAM, 8(2), 161-174.

Pribadi, D. (2018). Perlindungan terhadap anak berhadapan dengan hukum. Jurnal Hukum
Volkgeist, 3(1), 14-25

Juliana, R., & Arifin, R. (2019). Anak dan Kejahatan (Faktor Penyebab dan Perlindungan
Hukum). Jurnal Selat, 6(2), 225-234.

Beni Ahmad, Sosiologi Hukum, Pustaka Setia, Jakarta 2007

Hardjon, Perlindungan Hukum Terhadap Anak, Eresco, Jakarta 2015

Maulana Hasan Wadang, Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Widiasarana, Jakarta,
2000.

Mulyana Kusuma. Hukum dan Hak-hak Anak, CV Rajawali. Bandung :3Hukum Perlindungan
Anak

Candra, M. (2018). Aspek Perlindungan Anak Indonesia. Prenada Media.

Rihardi, S. A. (2018). Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Anak Perempuan Sebagai


Korban Eksploitasi Seksual. Literasi Hukum, 2(1), 61-72.

Agatha, T. (2021). HAMBATAN-HAMBATAN YANG MUNCUL DALAM


IMPLEMENTASI HAK-HAK ANAK DALAM PROSES PEMERIKSAAN
PERKARA DI TINGKAT PENYIDIKAN. Verstek, 9(3).

Fitriani, R. (2016). Peranan Penyelenggara Perlindungan Anak Dalam Melindungi Dan


Memenuhi Hak-Hak Anak. Jurnal Hukum Samudra Keadilan, 11(2), 250-358.

Putri, A., & Akmal, A. (2019). Sekolah Ramah Anak: Tantangan dan Implikasinya Terhadap
Pemenuhan Hak Anak. Journal of Civic Education, 2(3), 228-235.

Lestari, R., & Fachri, Y. (2017). Implementasi Konvensi Internasional Tentang Hak Anak
(Convention On The Rights Of The Child) di Indonesia (Studi Kasus: Pelanggaran terhadap
Hak Anak di Provinsi Kepulauan Riau 2010-2015) (Doctoral dissertation, Riau University).

Darmi, R. (2017). Implementasi Konvensi Hak Anak Terkait Dengan Perlindungan Anak
Yang Berhadapan Dengan Proses Hukum (Implementation of Children Rights Convention
Related to Children Protection Against the Law). Jurnal Penelitian Hukum De Jure, 16(4),
439-450.
Hibata, N. (2016). HAK-HAK TERSANGKA SEBAGAI PERWUJUDAN HAK ASASI
MANUSIA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI TINGKAT PENYIDIKAN. LEX ET
SOCIETATIS.

Anda mungkin juga menyukai