PENDAHULUAN
Anak sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak asasi sebagaimana
manusia lainnya, sehingga tidak ada manusia ataupun pihak lain yang boleh
merampas hak tersebut. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah
masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa sehingga setiap anak
berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil
dan kebebasan.
Akhir-akhir ini banyak terjadi kasus kekerasan terhadap anak dimana pelakunya
adalah orang tua sendiri. Secara umum kekerasan terhadap anak melampiasan
emosi dari orang tuanya sendiri. Dalam suatu kehidupan berbangsa dan bernegara
dikenal institusi terkecil yaitu sebuah keluarga yang merupakan unit terkecil
dalam masyarakat tempat anak tumbuh dan berkembang secara wajar menuju
generasi muda yang potensial untuk pembangunan nasional. Pada dasarnya anak
adalah tuas harapan bangsa yang akan melanjutkan eksistensi bangsa Indonesia.
1
Pada anak-
2
anak terletak masa depan bangsa, anakpun menjadi dambaan keluarga diharapkan
dapat meneruskan keturunan dengan kualitas yang lebih baik, anak merupakan
aset bangsa sebagian dari generasi berperan sangat strategis sebagai penerus suatu
dimilikinya.
Indonesia merupakan salah satu dari 192 negara yang telah meratifikasi Konvensi
Hak-Hak Anak(convention on the rights of the child) pada Tahun 1990. Dengan
anak bagi semua anak tanpa terkecuali. Salah satu hak anak untuk memperoleh
proses hukum yang adil (due process of law) dan bermartabat, hal ini berpendapat
ratifikasi terlebih dahulu atas hasil Konvensi, sebelum dituangkan dalam bentuk
Anak adalah anugerah dan amanah dari allah swt yang wajib dirawat dan
dilindungi, anak merupakan generasi penerus pembangunan dan cita-cita
bangsa, negara dan agama karena anak tersebut kelak akan memelihara,
mempertahankan, serta mengembangkan hasil dari pendahulunya seorang
anak pada dasarnya membutuhkan perawatan, perlindungan, pengajaran,
dan kasih sayang. Hal ini dilakukan untuk menjamin pertumbuhan fisik
dan mental mereka.Setiap anak kelak akan memikul tanggung jawab maka
untuk bisa memikul tanggung jawab tersebut mereka perlu mendapat
keselamatan untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik,
mental, maupun sosial, melalui upaya perlindungan untuk mewujudkan
kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-
hak tanpa adanya perlakuan diskriminasi, pelecehan, penelantaran, dan
kekerasan.
1
. Romli Atmasasmita. 2000. Pengantar Hukum Pidana Internasional, Refika Aditama,
Bandung, hlm. 52
3
Perlindungan hukum terhadap anak dapat diartikan sebagai upaya perlindungan
hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak (fundamental rights and
kesejahteraan anak.2 Perhatian dalam bidang perlindungan anak menjadi salah satu
adanya perlindungan anak akan menimbulkan bebagai masalah sosial yang dapat
a. Non Diskriminasi
Pengertian asas kepentingan terbaik bagi anak adalah bahwa suatu tindakan yang
dan badan yudikatif. Maka kepentingan terbaik bagi anak harus menjadi
perkembangan adalah bahwa hak-hak asasi yang mendasar bagi anak wajib
2
. Waluyadi. 2009. Hukum Perlindungan Anak, Mandar Maju, Bandung, hlm. 1
3
Irma Setyo Wati Soemitro. 1990. Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara,
Jakarta, hlm. 10
4
untuk mengambil keputusan, terutama terhadap hal yang berkaitan dengan
Lebih spesifik lagi mengenai kewajiban memelihara dan mendidik anak, Pasal 45
ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo Undang-Undang
Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik
baiknya.
Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku
sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku
terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.
Anak merupakan subjek hukum yang memiliki hak dan kewajiban. Hak itu
peraturan, anak dalam pengertian yang umum mendapat perhatian tidak saja
dalam ilmu pengetahuan, tetapi dapat diperhatikan dari sisi pandang sentralistis
kehidupan, seperti agama, hukum dan sisiologis yang menjadikan anak semakin
4
. Salim HS. 2005. Pengantar Hukum Perdata Tertulis, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 33
5
nasional dan aktual dalam lingkungan sosial.5
Tanggung jawab orang tua tidak hanya terbatas pada segi fisik semata tetapi yang
lebih penting adalah usaha peningkatan potensi positif agar menjadi manusia
berkualitas. Orang tua bertanggung jawab agar anak tidak menyimpang karena
setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kuatnya hubungan emosional ibu
dalam membentuk jiwa anak itu sendiri. Di dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa’ ayat
(9) berpesan kepada orang tua, agar jangan sampai meninggalkan generasi yang
lemah : Hendaklah mereka takut kepada Allah jika meninggalkan generasi yang
hendak mereka bertaqwa pada Allah dan mengucapkan perkataan yang baik.
Tanggung jawab orang tua tidak hanya menjaga dan membesarkan secara fisik
tetapi juga membutuhkan potensi dan cita-cita anak, artinya jika anak hidup secara
fisik tetapi secara fisikologis, moral, keilmuan, kehidupan ekonomi, dan sosial
lemah dan tidak berdaya. Potensi anak yang baik harus dihidupkan, orang tua
dituntut memiliki perhatian khusus dan serius dalam mendidik anaknya. Orang tua
Orang tua harus menjadi teladan yang baik, satu kata dan perbuatan, adil dan tidak
membeda bedakan anak baik dari segi usia, jenis kelamin, kelebihan maupun
kekurangananya serta menghargai potensi anak dengan sikap kasih dan saying.
Fenomena kelalain dan penelantaran anak merupakan permasalahan yang sering
terjadi dimasyarakat, anak yang menjadi korban penelantaran sering kurang
memperoleh perhatian publik secara serius karena penderitaan yang dialami
korban
5 Maulana Hasan Wadang. 2003. Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Gramedia
Widiasarana, Jakarta, hlm. 1
6
dianggap tidak dramatis sebagaimana layaknya anak-anak yang teraniaya secara
fisik.6
sudah sejak Tahun 1979 ketika membuat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979
anak masih jauh dari apa yang diharapkan, hal tersebut mebuktikan bahwa
sebenarnya masalah kedudukan anak dan kewajiban orang tua terhadap anak ini
secara melawan hukum dan lingkup rumah tangga. Sebagaimana diatur dalam
Kekerasan Dalam Rumah Tangga tidak hanya dimotivasi oleh diskriminasi atau
6
Bintania, Aris. 2008. Hak Dan Kedudukan Anak Dalam Keluarga Dan Setelah Terjadinya
Perceraian, Majalah Hukum Islam Volume.VIII Nomor 2 Desember 2008., hlm. 154
6
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Penghapusan Dalam Rumah Tangga (selanjutnya
1. Permasalahan Penelitian
berikut :
444/Pid.Sus/2020/PN. Tjk) ?
7
a. Apa yang menjadi Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Kekerasan
444/Pid.Sus/2020/PN. Tjk).
berikut:
1. Tujuan Penelitian
444/Pid.Sus/2020/PN. Tjk.
Dalam Rumah Tangga Yang Dilakukan Orang Tua Terhadap Anak Kandung
2. Kegunaan Penelitian
berikut :
8
a. Kegunaan Teoritis
ilmu hukum serta sebagai bahan penyuluhan hukum, dan bahan acuan bagi
b. Kegunaan Praktis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan baru bagi yang
2. Sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaiakan studi dan meraih gelar
D. Kerangka Pemikiran
Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang suatu aturan hukum, larangan yang
mana disertai ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu bagi barang siapa
a. Perbuatan (manusia);
7
Moeljatno. 2003. Asas – asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 9
9
c. Bersifat melawan hukum obyektif dan subyektif (syarat materiil);8
Tindak Pidana atau straafbarfeit dalam Kamus Hukum artinya adalah suatu
perbuatan yang merupakan suatu tindak pidana yang dapat dijatuhi hukuman. 9
Tiap-tiap perbuatan pidana harus terdiri atas unsur-unsur lahir, oleh karena itu
perbuatan yang mengandung kelakuan dan akibat yang ditimbulkan adalah suatu
kejadian dalam alam lahir. Di samping kelakuan dan akibat untuk adanya
perbuatan pidana, biasanya diperlukan juga adanya hal ihwal atau keadaan tertentu
yang menyertai perbuatan.10
a. Perbuatan Manusia
b. Yang dirumuskan dalam Undang-Undang
c. Dilakukan dengan kesalahan
d. Patut dipidana11.
Menurut W.P.J. Pompe pengertian Strafbaar Feit dibedakan antara definisi yang
bersifat teoritis dan yang bersifat Undang-Undang. Menurut Teori : Strafbaar Feit
adalah suatu pelanggaran terhadap norma yang dilakukan karena kesalahan si
pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan
menyelamatkan kesejahteraan umum. Menurut Undang-Undang / Hukum Positif
Strafbaar Feit adalah suatu kejadian (Feit) yang oleh peraturan perundang-
undangan dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.12
8
Ibid hlm. 69.
9
J.C.T. Simorangkir, Rudi T. Erwin dan J.T. Prasetyo. 2006. Kamus Hukum, Edisi
Kesepuluh, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 161
10
Leden Marpaung. 2005. Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Cetakan Keenam, Sinar
Grafika, Jakarta, hlm. 10
11
Ibid, hlm. 61
12
Bambang Purnomo. 1985. Asas-asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, hlm. 91
10
Adapun yang termasuk ruang lingkup rumah tangga yaitu Suami, istri, serta anak,
tangga dan/atau orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam
rumah tangga tersebut selalu berada dalam rumah tangga bersangkutan. Adapun
kejahatan secara sistematis merupkan hal baru, meskipun sebenarnya hal tersebut
11
telah dibahas oleh banyak ahli kriminologi. Di dalam kriminologi dikenal beberapa
teori yaitu :
12
dengan anggotanya antara kelompok dengan kelompok sepanjang hubungan
itu dapat menimbulkan kejahatan. Terjadinya suatu kejahatan sangatlah
berhubungan dengan kemiskinan, pendidikan, pengangguran dan faktor-
faktor sosial ekonomi lainnya. Utamanya pada Negara-negara berkembang,
dimana pelanggaran norma dilatarbelakangi oleh hal-hal tersebut. Disamping
faktor ekonomi, faktor yang berperan dalam menyebabkan kejahatan adalah
faktor pendidikan yang dapat juga bermakna.14
Suatu cara dalam mempelajari suatu masyarakat adalah dengan melihat pada
bagian-bagian komponennya dalam usaha mengetahui bagaimana masing-
masing berhubungan satu sama lain. Dengan kata lain, kita melihat kepada
struktur dari suatu masyarakat guna melihat bagaimana ia berfungsi. Jika
masyarakat itu stabil, Bagian-bagiannya beroperasi secara lancar, susunan-
susunan sosial berfungsi. Masyarakat seperti itu ditandai dengan kepaduan,
kerjasama, dan kesepakatan. Namun jika bagian-bagian komponennya tertata
dalam satu keadaan yang membahayakan keteraturan/ketertiban sosial,
susunan masyarakat itu tidak berfungsi.
Menurut J.E Sahetapy faktor penyebab tindak pidana adalah pendekatan sobural,
yaitu akronim dari nilai-nilai sosial, aspek budaya, dan faktor struktur yang
merupakan elemen-elemen yang terdapat dalam setiap masyarakat. Aspek budaya
dan faktor struktural merupakan dua elemen yang saling berpengaruh dalam
14
Ibid, hlm. 54-56
15
Ibid, hlm. 59
13
masyarakat. Oleh karena itu, kedua elemen tersebut bersifat dinamis sesuai
dengan dinamisasi dalam masyarakat yang bersangkutan. Ini berarti, kedua
elemen tersebut tidak dapat dihindari dari adanya pengaruh luar seperti ilmu
pengetahuan dan teknologi dan sebagainya. Kedua elemen yang saling
mempengaruhi nilai-nilai sosial yang terdapat dalam masyarakat. Dengan
demikian, maka nilai-nilai sosial pun akan bersifat dinamis sesuai dengan
perkembangan aspek budaya dan faktor struktural dalam masyarakat yang
bersangkutan.16
(interelasi) dan saling mempengaruhi satu sama lain. Melalui pendekatan ini
Sistem Peradilan Pidana sebagai suatu sistem pada dasarnya merupakan suatu
open system. Open system merupakan suatu sistem yang di dalam gerakan
maka sistem peradlian pidana dalam geraknya akan selalu mengalami interface
16
JE Sahetapy. 1992. Paradoks dalam Kriminologi, Jakarta, hlm. 3.
17
. Rusli Muhammad. 2011. Sistem Peradilan Pidana Indonesia, UII Press, Yogyakarta,
hlm. 13
14
subsistem dari sistem peradilan pidana itu sendiri (subsystem of criminal justice
system).18
a. Mardjono Reksodiputro
tetap ada selama masih ada manusia di dalam masyarakat. Jadi, dimana ada
b. Muladi
pidana
18
. Ibid, hlm. 15
19
. Mardjono Reksodiputro. 1993. Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Melihat Kepada
Kejahatan Dan Penegakan Hukum Dalam Batas–Batas Toleransi), Fakultas Hukum Unversitas
Indonesia, Jakarta, hlm. 1
15
20
Romli Atmasasmita. 1996. Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System)
Perspektif Eksistensialisme Dan Abolisionalisme, Bina Cipta, Jakarta, hlm. 15
16
materiil, hukum pidana formil maupun hukum pelaksanaan pidana.21
kepada ketidakadilan.22
sosial.23
Secara umum tindak pidana terhadap tubuh dalam KUHP disebut penganiayaan.
Dari segi tata bahasa, penganiayaan adalah suatu kata jadian atau kata sifat yang
berasal dari kata dasar ”aniaya” yang mendapat awalan “pe” dan akhiran “an”
sedangkan penganiayaan itu sendiri berasal dari kata benda yang berasal dari kata
aniaya yang menunjukkan subyek atau pelaku penganiayaan itu.25
16
21
. Muladi. 1995. Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang, hlm. 18
22
. Ibid, hlm. 4
23
. Ibid, hlm. 14
24
. Romli Atmasasmita, Op-cit, hlm. 15
25
. Muladi, Op.cit, hlm. 20
16
Akan tetapi suatu perbuatan yang menyebabkan sakit atau luka pada orang lain
tidak dapat dianggap sebagai penganiayaan kalau perbuatan itu dilakukan untuk
26
menjaga keselamatan badan.
17
26
Leden Marpaung. 2002. Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh (Pemberantas dan
Prevensinya), Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 5
18
telah diatur dalam Pasal 53 ayat (1). Sedangkan percobaan yang ada dalam
penganiayaan ini tidak akan membahayakan orang lain.
berikut :
Penganiayaan berat dirumuskan dalam Pasal 354 KUHP yang rumusannya adalah
sebagai berikut :
a. Siapa sengaja melukai berat orang lain, dipidana kerena melakukan
penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
b. Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah di pidana
dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.
Penganiayaan berat berencana, dimuat dalam Pasal 355 KUHP yang rumusannya
adalah sebagai berikut :
a. Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu,
dipidana dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
b. Jika perbuatan itu menimbulkan kematian yang bersalah di pidana dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Penganiayan berat (zwar lichamelijk letsel toebrengt) atau dapat disebut juga
menjadikan berat pada tubuh orang lain haruslah dilakukan dengan sengaja.
Kesengajaan itu harus mengenai ketiga unsur dari tindak pidana yaitu, pebuatan
yang dilarang, akibat yang menjadi pokok alasan diadakan larang itu dan bahwa
Seorang Hakim dalam memutus suatu perkara di dalamnya ada beberapa teori
Rivai, ada beberapa teori atau pendekatan yang dapat dipergunakan oleh Hakim
berikut:
2. Teori Pendekatan Seni dan Intuisi Pejatuhan putusan oleh hakim merupakan
diskresi atau kewenangan dari hakim. Sebagai diskresi, dalam penjatuhan
putusan, hakim akan menyesuaikan dengan keadaan dan hukuman yang wajar
bagi setiap pelaku tindak pidana atau dalam perkara perdata, hakim akan
melihat keadaan pihak yang berperkara, yaitu penggugat dan tergugat, dalam
perkara perdata, pihak terdakwa atau Penuntut Umum dalam perkara pidana.
Penjatuhan putusan, hakim mempergunakan pendekatan seni, lebih ditentukan
oleh instink atau intuisi daripada pengetahuan dari hakim.
3. Teori Pendekatan Keilmuwan Titik tolak dari ilmu ini adalah pemikiran
bahwa proses penjatuhan pidana harus dilakukan secara sistematik dan penuh
kehati- hatian khususnya dalam kaitannya dengan putusan-putusan terdahulu
dalam rangka menjamin konsistensi dari putusan hakim.
20
27 Ahmad Rifai. 2005, Penemuan Hukum Oleh Hakim, Sinar Grafika, Yogyakarta, hlm.
96
21
5. Teori Ratio Decindendi. Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang
mendasar yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan
pokok perkara yang disengketakan kemudian mencari peraturan perundang-
undangan yang relevan dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai
dasar hukum dalam penjatuhan putusan serta pertimbangan hakim harus
didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dan
memberikan keadilan bagi para pihak yang berperkara.
E. Metode Penelitian
1. Pendekatan Masalah
b. Pendekatan Empiris
28
Ibid, hlm.102
20
2. Sumber dan Jenis data
a. Sumber Data
b. Jenis Data
1) Data Sekunder
seperti:
(Hasil Amandemen);
21
6. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem
2) Data Primer adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan
Tjk).
22
3. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data
Data penelitian ini, prosedur pengumpulan data dilakukan dengan Studi Pustaka
yaitu :
a. Pengamatan ( Observation)
b. Wawancara (Interview)
23
1. Penyidik Unit PPA Polresta Bandar Lampung : 1 Orang
Bandar Lampung
Jumlah 3 Orang
Setelah data sekunder dan data primer diperoleh, selanjutnya diolah dengan
cukup lengkap, sudah benar dan sudah sesuai/ relevan dengan masalah.
4. Analisis Data
Apabila semua data sekunder telah didapatkan melalui studi pustaka (library
24
memperhatikan hierarki Peraturan Perundang-undangan yang kemudian diuraikan
dalam kalimat perkalimat, dari pokok masalah yang ada dan disusun secara
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan tesis ini disesuaikan dengan format yang telah ditentukan
oleh program studi ilmu hukum di Magister Hukum Pasca Sarjana Universitas
Bab I Pendahuluan, Bab ini berisi latar belakang masalah, permasalahan dan
Pidana, Pengertian dan Dasar Hukum Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Faktor
Pidana.
ini berisi tentang Tugas dan Fungsi Pengadilan Negeri Kelas I A Tanjung Karang,
25
Bab IV Analisis Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan
Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Yang Dilakukan Orang Tua Terhadap
Dalam Rumah Tangga Yang Dilakukan Orang Tua Terhadap Anak Kandung
26