Kelompok 4 :
Anak merupakan suatu pribadi yang menjadi sebuah aset bagi negara, masyarakat serta
keluarga. Adanya istilah anak sebagai aset bagi negara menunjukan betapa pentingnya
seorang anak bagi suatu negara dan bangsa. Tanpa adanya anak negeri/anak bangsa, maka
suatu negeri/bangsa akan mengalami kepunahan, karena tidak akan ada generasi penerus.
Demikian juga di masyarakat, anak juga mempunyai peranan yang amat penting sebagai
penerus generasi yang akan melanjutkan hak dan kewajiban yang diperlukan untuk
kelangsungan hidup suatu masyarakat. Sama halnya di dalam keluarga, peranan anak justru
paling penting, karena di dalam keluargalah anak-anak dilahirkan dan dipelihara, serta
tumbuh berkembang. Anak diperlukan untuk penerus keturunan, sebab tanpa keturunan
keluarga akan punah/campur Di dalam keluarga, anak mempunyai beberapa peranan penting,
antara lain, anak sebagai pengikat keutuhan keluarga, karena tanpa adanya anak seringkali
pasangan suami istri bercerai. Selain itu, anak juga berperan sebagai ahli waris yang akan
mewarisi hak dan kewajiban orang tua., baik di dalam keluarga maupun hak dan kewajiban di
masyarakat dan, anak juga mempunyai peranan penting menjadi penjamin di hari tua, dengan
demikian dibutuhkan anak dengan kualitas yang baik agar tercapai masa depan yang baik dan
tertata.
Dalam kasus nyata tumbuh kembang anak yang baik tidak dapat dirasakan oleh semua anak
dalam negara kita ini. Contoh mudahnya dapat kita ambil dari istilah atau motto hidup orang
jaman dulu yang mengatakan bahwasannya “Banyak Anak banyak rezeki.” yang membuat
banyak anak yang terlantar tidak terurus akibat kurangnya daya ekonomi untuk mencukupi
kebutuhan mereka. Namun seiring berjalannya waktu pemerintah dapat mengatasi masalah
tersebut dengan sistem Keluarga Berencana atau dapat disingkat KB, lama kelamaan
pandangan seperti itu telah bergeser, karena program KB dengan gencar mempropagandakan
slogan : “Keluarga Kecil Keluarga Bahagia ” Dua Anak Cukup, Laki-Perempuan Sama Saja.”
Setelah menempuh puluhan tahun, akhirnya masyarakat pun sadar akan pentingnya jumlah
anak sedikit, atas dasar pertimbangan ekonomi maupun kesehatan. Namun hal tersebut hanya
mengatasi masalah tumbuh kembang anak dalam hal kuantitas tidak dalam hal kualitas,
nyatanya sering kali kita melihat kasus kekerasan terhadap anak bukan hanya berasal dari
Orang Tua namun dari masyarakat yang kerap melakukan suatu diskriminasi secara sepihak
kepada seorang Anak. Hal tersebut tentu saja dapat mengganggu kondisi psikis dan mental
dari seorang anak. Masalah kekerasan terhadap anak memang telah sering diperbincangkan
dalam pertemuan-pertemuan ilmiah, akan tetapi penelitian tentang kekerasan terhadap anak
tampaknya belum banyak dilakukan. Penelitian-penelitian tentang anak memang telah banyak
dilakukan dari berbagai aspek, antara lain, kesehatan, sosial budaya, psikologi, pendidikan,
ketenagakerjaan, hukum, bahasa, budaya, dan seni.” Topik kekerasan terhadap anak relatif
masih sering diabaikan maupun dianggap sepele, oleh topik ini masih layak untuk diangkat
untuk diteliti.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah kasus kekerasan anak di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui hukum dari kasus kekerasan anak di Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara Teoritis penelitian ini bertujuan mengedukasi masyarakat mengenai kepedulian
dalam tumbuh kembang dan mental seorang anak.
2. Manfaat Praktis
Dapat digunakan sebagai referensi dalam memajukan upaya menanggulangi masalah
kekerasan terhadap anak maupun digunakan untuk para yat seorang anak.
E. Kerangka Berpikir
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anak-anak merupakan harapan bangsa, maka dari itu mereka seharusnya dilindungi
sebagaimana layaknya memperhatikan generasi penerus bangsa, ternyata justru sering
mendapatkan perlakuan yang tidak semestinya seperti kekerasan fisik, eksploitasi anak, anak
bekerja, anak dijadikan alat pemuas seksual, anak ditelantarkan, dan anak korban perang.
Kejadian seperti ini sangat disayangkan serta patut untuk dipertanggungjawabkan
sebagaimana hal yang tidak manusiawi seharusnya diantisipasi.
1. Konsep Anak
Tidak ada batasan yang seragam tentang berapa usia seorang individu disebut sebagai anak.
Seseorang masih dapat dikatakan anak-anak bila masih berusia dibawah 12 tahun, selebihnya
sudah dianggap remaja dan dewasa. Menurut kacamata hukum, antara lain Undang-Undang
Perlindungan Anak (Undang-Undang No 23 /2002), batasan usia anak adalah maksimum 18
tahun atau belum pernah kawin. Artinya, seseorang yang berusia di bawah/sama dengan 18
tahun akan tetapi sudah kawin/sudah pernah kawin tidak lagi digolongkan sebagai anak.
2. Hak Perlindungan Anak
Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-hak
anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan
harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminatif. Mengabaikan
perlindungan anak akan membawa akibat yang sangat
merugikan masa depan bangsa, yang dalam arti luas juga berarti mengabaikan amanat
konstitusi.Perlindungan anak adalah perlindungan terhadap bagian penting dalam hal
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, karena anak adalah generasi mendatang
yang diharapkan kehidupannya jauh lebih baik dari generasi saat ini.
Dalam pasal 28 B U.U.D 1945 disebutkan bahwa negara menjamin setiap anak untuk hidup,
tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pasal ini mempunyai korelasi dengan pasal 28 G yang menyatakan bahwa setiap orang
berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang
di bawah kekuasaan, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan
untuk berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Pasal 52 dan 66 Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga menyebutkan mengenai hak-hak sipil, politik,
dan kultural anak yang perlu dihargai dan dilindungi. Selanjutnya dalam pasal 59
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dikatakan, bahwa
pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk
memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan
dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak ter-eksploitasi secara
ekonomi dan/ atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban
penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban
penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/ atau mental,
anak yang mengandung cacat, dan anak korban penelantaran.
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam Pasal 1 nomor 2 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979, tentang Kesejahteraan anak
disebutkan bahwa :
“Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah
kawin”.
“Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur delapan tahun,
tetapi belum mencapai umur 18 tahun danbelum pernah kawin”.
Pengertian anak menurut UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak tercantum
dalam Pasal I butir I UU No. 23/2002 berbunyi:
“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas tahun), termasuk anak yang
masih dalam kandungan”.
Dalam pengertian dan batasan tentang anak sebagaimana dirumuskan dalam pasal I butir I
UU No.23/2002 ini tercakup 2 (dua) isu penting yang menjadi unsur definisi anak, yakni:
Pertama, seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun.Dengan demikian, setiap
orang yang telah melewati batas usia 18 tahun, termasuk orang yang secara mental tidak
cakap, dikualifikasi sebagai bukan anak, yakni orang dewasa. Dalam hal ini, tidak
dipersoalkan apakah statusnya sudah kawin atau tidak.
Kedua, anak yang masih dalam kandungan. Jadi, UU No.23/2002 ini bukan hanya
melindungi anak yang sudah lahir tetapi diperluas, yakni termasuk anak dalam kandungan.
Pengertian dan batasan usia anak dalam UU No. 23/2002, bukan dimaksudkan untuk
menentukan siapa yang telah dewasa, dan siapa yang masih anak-anak. Sebaliknya, dengan
pendekatan perlindungan, maka setiap orang (every human being) yang berusia di bawah 18
tahun – selaku subyek hukum dari UU No. 23/2002 – mempunyai hak atas perlindungan dari
Negara yang diwujudkan dengan jaminan hukum dalam UU No. 23/2002.
BAB IV
INSTRUMEN PENELITIAN
1. Kasus Kekerasan pada pelajar SMP yang dianiaya hingga meninggal dunia
Seorang siswi yang masih berusia 13 tahun tahun akhirnya meninggal dunia setelah
dianiaya oleh gurunya di sekolah karena tidak mengerjakan tugas. Sebelumnya,
korban diketahui tidak mengerjakan tugas dan langsung dihukum oleh pelaku dengan
memukul korban di bagian atas kepala menggunakan tangannya. Selain itu, pelaku
juga menendang pantat dan memukul betis korban dengan bambu hingga terdapat
luka bengkak di sejumlah bagian. Kejadian tersebut terjadi di Kecamatan Alor Timur,
Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Sumber : Akurat.com
2. Kasus Penganiayaan Bayi 5 Bulan Di Surabaya
ES, warga Kecamatan Wonocolo, Kota Surabaya, Jawa Timur, ibu dari bayi laki-laki
berusia 5 bulan yang dilaporkan meninggal di dalam rumah ditetapkan sebagai
tersangka.Polisi menyebut ES telah melakukan kekerasan terhadap putranya sendiri
AD. Dia dijerat pasal 80 ayat 3 Undang-Undang Perlindungan Anak dan Pasal 44 ayat
3 serta ayat 4 Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Ancaman hukumannya 20 tahun penjara. Kapolsek Roycke menyebut, motif
penganiayaan yang dilakukan tersangka karena jengkel dan emosi kepada korban.
ADO diketahui terus menangis dan rewel. Terlebih jika tersangka dan suaminya
tengah bertengkar.
"Pelaku merasa jengkel, emosi karena korban suka menangis dan rewel apabila
tersangka bertengkar dengan suaminya. Jadi, ini adalah salah satu alasannya, motif
pelaku," tutur Roycke
Meski Eka kerap emosi dan melampiaskan ke anaknya, suami korban tidak pernah
mengetahui penganiayaan yang dilakukan istrinya. Suami Eka bekerja di perusahaan
pelayaran dan jarang di rumah. Menurut Roycke, status pernikahan tersangka dengan
suaminya adalah siri.
"Suami tersangka tidak pernah mengetahui penganiayaan, iya siri," ujar Roycke.
3. Pelecehan Seksual anak 7 Tahun
Seorang pria berinisial EN (35) ditangkap polisi atas kasus pencabulan terhadap
bocah perempuan berusia 7 tahun. Korban adalah anak tetangganya.
"Unit Reskrim Polsek Tambora melakukan penangkapan tersangka diduga cabul atas
nama EN (35). Pelaku tetangga korban anak," kata Kapolsek Tambora Kompol Putra
dalam keterangannya, Selasa (29/11/2022).
Aksi bejat pelaku terjadi pada Minggu (13/11) sekitar pukul 08.30 WIB. Modus
pelaku adalah berpura-pura memandikan korban.
Korban sempat menolak, tapi pelaku memaksanya. Setelah melampiaskan nafsu
bejatnya, pelaku yang merupakan seorang tunawicara memberikan isyarat kepada
korban untuk diam. "Ketika korban dimandikan oleh pelaku, kemudian terjadilah
perbuatan cabul. Setelah korban selesai dimandikan oleh pelaku kemudian
memberikan isyarat dengan meniup jari telunjuknya seperti isyarat jangan bicara
(diam). Diketahui pelaku ini adalah seorang tunawicara," jelas Putra. Korban
mengadukan pelaku kepada orang tuanya. Orang tua tak terima lalu melaporkan
pelaku ke Polsek Tambora. Tak butuh waktu lama, Unit Reskrim Polsek Tambora
kemudian menangkap pelaku pada Selasa (15/11) di kamar kosnya. EN kini jadi
tersangka dan dijerat dengan Pasal 82 juncto 76E UU RI Nomor 35 Tahun 2014
tentang perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan
ancaman maksimal 15 tahun penjara. "Pemeriksaan korban didampingi orang tua
korban dan petugas dari P2TP2A. Setelah kejadian, kondisi korban ketakutan jika
bertemu dengan pelaku," pungkas Putra.
A. Kasus 1
Hal ini
menyebabkan guru
mengalami stres
saat mengajar di
kelas, sehingga
menunjukkan
perilaku kasar
ketika mengajar
B. Kasus 2
C. Kasus 3
BAB V KESIMPULAN
1. KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian tentang kekerasan terhadap anak
adalah kekerasan kepada anak tidak boleh dilakukan karena anak merupakan pribadi
yang penting Bagi suatu negara.Kekerasan terhadap anak dapat menyebabkan trauma
mendalam bagi sang anak sehingga dapat menyebabkan hal yang buruk.Seharusnya
anak mendapatkan kebahagiaan dan perkembangan yang baik sehingga dapat tumbuh
sempurna.Banyak pasal yang melarang kekerasan terhadap anak karena maraknya
kekerasan terhadap anak.
2. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Web
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.kpai.go.id/publikasi/
artikel/perlindungan-hukum-terhadap-anak-korban-kejahatan-perkosaan-dalam-pemberitaan-
media-massa/amp&ved=2ahUKEwiE2cnRoND7AhXTILcAHfqdAR8QFnoECAoQBQ&usg
=AOvVaw2xrGPITcWJGpLfbs37vUge
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://kemenpppa.go.id/index.ph
p/page/read/29/4113/kawal-kasus-kekerasan-seksual-terhadap-anak-sd-di-ciputat-kemenpppa-
dorong-proses-hukum-dengan-uu-tpks&ved=2ahUKEwi4sb6AodD7AhX02XMBHWC7AlA
QFnoECBgQAQ&usg=AOvVaw1J6ryKWNhcu7nyISvZsQEP
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://e-journal.uajy.ac.id/11228/1
/1HK10898.pdf&ved=2ahUKEwj57KiNodD7AhWTIrcAHXPoC3oQFnoECBUQAQ&usg=
AOvVaw1z4Mr_oSnGn9f_5FyW5QZC
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.poltekkes-denpas
ar.ac.id/555/3/BAB%2520II%2520pdf.pdf&ved=2ahUKEwjw9J6godD7AhXVQ3wKHdxcA
DQQFnoECBQQAQ&usg=AOvVaw0pilV_t6i_FwU4ENJzTTZ-
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://opac.fhukum.unpatti.ac.id/
index.php%3Fp%3Dfstream-pdf%26fid%3D6158%26bid%3D8186%23:~:text%3DAnak%25
20Menurut%2520UU%2520No.%252023,anak%2520yang%2520masih%2520dalam%2520k
andungan.&ved=2ahUKEwj0tNyoodD7AhVA73MBHZYXCkAQFnoECAkQBg&usg=AOv
Vaw2c2QK2_dS7lIG-tOPwb8z6
https://amp.kompas.com/megapolitan/read/2020/12/04/15364621/kasus-orangtua-aniaya-anak
-saat-belajar-online-kembali-terekspos