Anda di halaman 1dari 19

Tema : Hukum di Indonesia

Kelompok 4 :

- Fransiskus Adrian Grenius H

- Grace Olivia Hutagalung

- Ivana Yohana Debora

- Sarmauli Zefanya Sumanta S

- Sitanggang, Daniel Hasiholan

- Zalix Razera Resmana

Judul : KEKERASAN TERHADAP ANAK


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Anak merupakan suatu pribadi yang menjadi sebuah aset bagi negara, masyarakat serta
keluarga. Adanya istilah anak sebagai aset bagi negara menunjukan betapa pentingnya
seorang anak bagi suatu negara dan bangsa. Tanpa adanya anak negeri/anak bangsa, maka
suatu negeri/bangsa akan mengalami kepunahan, karena tidak akan ada generasi penerus.
Demikian juga di masyarakat, anak juga mempunyai peranan yang amat penting sebagai
penerus generasi yang akan melanjutkan hak dan kewajiban yang diperlukan untuk
kelangsungan hidup suatu masyarakat. Sama halnya di dalam keluarga, peranan anak justru
paling penting, karena di dalam keluargalah anak-anak dilahirkan dan dipelihara, serta
tumbuh berkembang. Anak diperlukan untuk penerus keturunan, sebab tanpa keturunan
keluarga akan punah/campur Di dalam keluarga, anak mempunyai beberapa peranan penting,
antara lain, anak sebagai pengikat keutuhan keluarga, karena tanpa adanya anak seringkali
pasangan suami istri bercerai. Selain itu, anak juga berperan sebagai ahli waris yang akan
mewarisi hak dan kewajiban orang tua., baik di dalam keluarga maupun hak dan kewajiban di
masyarakat dan, anak juga mempunyai peranan penting menjadi penjamin di hari tua, dengan
demikian dibutuhkan anak dengan kualitas yang baik agar tercapai masa depan yang baik dan
tertata.

Dalam kasus nyata tumbuh kembang anak yang baik tidak dapat dirasakan oleh semua anak
dalam negara kita ini. Contoh mudahnya dapat kita ambil dari istilah atau motto hidup orang
jaman dulu yang mengatakan bahwasannya “Banyak Anak banyak rezeki.” yang membuat
banyak anak yang terlantar tidak terurus akibat kurangnya daya ekonomi untuk mencukupi
kebutuhan mereka. Namun seiring berjalannya waktu pemerintah dapat mengatasi masalah
tersebut dengan sistem Keluarga Berencana atau dapat disingkat KB, lama kelamaan
pandangan seperti itu telah bergeser, karena program KB dengan gencar mempropagandakan
slogan : “Keluarga Kecil Keluarga Bahagia ” Dua Anak Cukup, Laki-Perempuan Sama Saja.”
Setelah menempuh puluhan tahun, akhirnya masyarakat pun sadar akan pentingnya jumlah
anak sedikit, atas dasar pertimbangan ekonomi maupun kesehatan. Namun hal tersebut hanya
mengatasi masalah tumbuh kembang anak dalam hal kuantitas tidak dalam hal kualitas,
nyatanya sering kali kita melihat kasus kekerasan terhadap anak bukan hanya berasal dari
Orang Tua namun dari masyarakat yang kerap melakukan suatu diskriminasi secara sepihak
kepada seorang Anak. Hal tersebut tentu saja dapat mengganggu kondisi psikis dan mental
dari seorang anak. Masalah kekerasan terhadap anak memang telah sering diperbincangkan
dalam pertemuan-pertemuan ilmiah, akan tetapi penelitian tentang kekerasan terhadap anak
tampaknya belum banyak dilakukan. Penelitian-penelitian tentang anak memang telah banyak
dilakukan dari berbagai aspek, antara lain, kesehatan, sosial budaya, psikologi, pendidikan,
ketenagakerjaan, hukum, bahasa, budaya, dan seni.” Topik kekerasan terhadap anak relatif
masih sering diabaikan maupun dianggap sepele, oleh topik ini masih layak untuk diangkat
untuk diteliti.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah kasus kekerasan anak di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui hukum dari kasus kekerasan anak di Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara Teoritis penelitian ini bertujuan mengedukasi masyarakat mengenai kepedulian
dalam tumbuh kembang dan mental seorang anak.
2. Manfaat Praktis
Dapat digunakan sebagai referensi dalam memajukan upaya menanggulangi masalah
kekerasan terhadap anak maupun digunakan untuk para yat seorang anak.

E. Kerangka Berpikir
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Anak-anak merupakan harapan bangsa, maka dari itu mereka seharusnya dilindungi
sebagaimana layaknya memperhatikan generasi penerus bangsa, ternyata justru sering
mendapatkan perlakuan yang tidak semestinya seperti kekerasan fisik, eksploitasi anak, anak
bekerja, anak dijadikan alat pemuas seksual, anak ditelantarkan, dan anak korban perang.
Kejadian seperti ini sangat disayangkan serta patut untuk dipertanggungjawabkan
sebagaimana hal yang tidak manusiawi seharusnya diantisipasi.

A. Pengertian Kekerasan Terhadap Anak


Menurut Sutanto (2006) kekerasan anak adalah perlakuan orang dewasa atau anak yang lebih
tua dengan menggunakan kekuasaan/otoritasnya terhadap anak yang tak berdaya yang
seharusnya menjadi tanggung jawab dari orang tua atau pengasuh yang berakibat penderitaan,
kesengsaraan, cacat/kematian. Kekerasan pada anak lebih bersifat sebagai bentuk
penganiayaan fisik dengan terdapatnya tanda atau luka pada tubuh sang anak. Nadia (2004)
mengartikan kekerasan anak sebagai bentuk penganiayaan baik fisik maupun psikis.
Penganiayaan fisik adalah tindakan kasar yang mencelakakan anak dan segala bentuk
kekerasan fisik pada anak yang lainnya. Sedangkan penganiayaan psikis adalah semua
tindakan merendahkan/ meremehkan anak.

B.Definisi anak dalam hukum indonesia

1. Konsep Anak
Tidak ada batasan yang seragam tentang berapa usia seorang individu disebut sebagai anak.
Seseorang masih dapat dikatakan anak-anak bila masih berusia dibawah 12 tahun, selebihnya
sudah dianggap remaja dan dewasa. Menurut kacamata hukum, antara lain Undang-Undang
Perlindungan Anak (Undang-Undang No 23 /2002), batasan usia anak adalah maksimum 18
tahun atau belum pernah kawin. Artinya, seseorang yang berusia di bawah/sama dengan 18
tahun akan tetapi sudah kawin/sudah pernah kawin tidak lagi digolongkan sebagai anak.
2. Hak Perlindungan Anak

Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-hak
anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan
harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminatif. Mengabaikan
perlindungan anak akan membawa akibat yang sangat
merugikan masa depan bangsa, yang dalam arti luas juga berarti mengabaikan amanat
konstitusi.Perlindungan anak adalah perlindungan terhadap bagian penting dalam hal
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, karena anak adalah generasi mendatang
yang diharapkan kehidupannya jauh lebih baik dari generasi saat ini.

Dalam pasal 28 B U.U.D 1945 disebutkan bahwa negara menjamin setiap anak untuk hidup,
tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pasal ini mempunyai korelasi dengan pasal 28 G yang menyatakan bahwa setiap orang
berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang
di bawah kekuasaan, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan
untuk berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Pasal 52 dan 66 Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga menyebutkan mengenai hak-hak sipil, politik,
dan kultural anak yang perlu dihargai dan dilindungi. Selanjutnya dalam pasal 59
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dikatakan, bahwa
pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk
memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan
dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak ter-eksploitasi secara
ekonomi dan/ atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban
penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban
penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/ atau mental,
anak yang mengandung cacat, dan anak korban penelantaran.
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3.1. Pengertian Anak menurut hukum

Dalam Pasal 1 nomor 2 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979, tentang Kesejahteraan anak
disebutkan bahwa :

            “Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah
kawin”.

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 menyebutkan dalam pasal 1 nomor 1 bahwa:

“Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur delapan tahun,
tetapi belum mencapai umur 18 tahun danbelum pernah kawin”.

 Pengertian anak menurut UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak tercantum
dalam Pasal I butir I UU No. 23/2002 berbunyi:

  “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas tahun), termasuk anak yang
masih dalam kandungan”.
Dalam pengertian dan batasan tentang anak sebagaimana dirumuskan dalam pasal I butir I
UU No.23/2002 ini tercakup 2 (dua) isu penting yang menjadi unsur definisi anak, yakni:

Pertama, seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun.Dengan demikian, setiap
orang yang telah melewati batas usia 18 tahun, termasuk orang yang secara mental tidak
cakap, dikualifikasi sebagai bukan anak, yakni orang dewasa. Dalam hal ini, tidak
dipersoalkan apakah        statusnya sudah kawin atau tidak.

Kedua, anak yang masih dalam kandungan. Jadi, UU No.23/2002 ini bukan hanya
melindungi anak yang sudah lahir tetapi diperluas, yakni termasuk anak dalam kandungan. 
Pengertian dan batasan usia anak dalam UU No. 23/2002, bukan dimaksudkan untuk
menentukan siapa yang telah dewasa, dan siapa yang masih anak-anak. Sebaliknya, dengan
pendekatan perlindungan, maka setiap orang (every human being) yang berusia di bawah 18
tahun – selaku subyek hukum dari UU No. 23/2002 – mempunyai hak atas perlindungan dari
Negara yang diwujudkan dengan jaminan hukum dalam UU No. 23/2002.

3.2 Hak dan Kewajiban Anak

Hak Dan Kewajiban Anak Menurut UU No. 23 Tahun 2002

1. Hak Anak Menurut UU No. 23 Tahun 2002


Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi
oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan Negara. Hak-hak anak yang tercantum
dalam UU No. 23 Tahun 2002 di antaranya adalah:
Pasal 4
Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi.
Pasal 5
Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.
Pasal 6
Setiap anak berhak untuk bribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai
dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua.
Pasal 7
(1) Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang
tuanya sendiri.
(2) Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak,
atau dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak
asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 8
Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan
kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.
Pasal 9
(1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
(2) Selain hak anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), khusus bagi anak yang
menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang
memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.
Pasal 10
Setiap anak berhak menyatakan dan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan
memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan
dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatuhan.
Pasal 11
Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak
sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat
kecerdasannya demi pengembangan diri.
Pasal 12
Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan
pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
Pasal 13
(1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang
bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:
a. diskriminasi;
b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c. penelantaran;
d. kekejaman, kekerasan, peng-aniaya-an;
e. ketidakadilan; dan
f. perlakuan salah lainnya.
(2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.
Pasal 14
Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan /atau
aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik
bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.
Pasal 15
Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari:
a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
b. pelibatan dalam sengketa bersenjata;
c. pelibatan dalam kerusuhan sosial;
d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan
e. pelibatan dalam peperangan.
Pasal 16
(1) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan,
atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.
(2) Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.
(3) Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai
hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
Pasal 17
(1) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk:
a. mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang
dewasa.
b. Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan
upaya hukum yang berlaku; dan
c. Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak
memihak dalam sidang tertutup untuk umum.
(2) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerassan seksual atau yang berhadapan
dengan hukum berhak dirahasiakan.
Pasal 18
Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan
hukum atau bantuan lainnya.

2. Kewajiban Anak Menurut UU No. 23 Tahun 2002


Kewajiban berasal dari kata dasar “wajib” yang artinya harus melakukan; tidak boleh tidak
dilaksanakan (ditinggalkan). Mendapat awalan ke- dan akhiran -an, menjadi kewajiban yang
artinya sesuatu yang harus dilaksanakan. Jadi, kewajiban anak adalah sesuatu yang harus
dilaksanakan oleh seorang anak. 
Di antara kewajiban yang harus dilakukan oleh anak menurut UU No. 23 Tahun 2002 adalah:
Pasal 19
Setiap anak berkewajiban untuk:
a. menghormati orang tua, wali, dan guru;
b. mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;
c. mencintai tanah air, bangsa, dan Negara;
d. menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan
e. melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

3. Kewajiban Orang Tua Menurut UU No. 23 Tahun 2002

Orangtua sebagai orang terdekat anak berkewajiban melaksanakan kewajibannya. Orangtua


tidak boleh hanya menuntut hak terhadap anak saja tetapi juga memiliki kewajiban yang
harus ia laksanakan. Dalam UU No. 23 Tahun 2002 terdapat kewajiban orangtua yaitu
tercantum dalam pasal 26 yang berbunyi:
(1) Orang tua berkewajiban dan berytanggung jawab untuk:
a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;
b. menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; dan
c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.
(2) Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena suatu
sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka kewajiban dan
tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat beralih kepada keluarga, yang
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlak.

 
BAB IV
INSTRUMEN PENELITIAN

1. Kasus Kekerasan pada pelajar SMP yang dianiaya hingga meninggal dunia
Seorang siswi yang masih berusia 13 tahun tahun akhirnya meninggal dunia setelah
dianiaya oleh gurunya di sekolah karena tidak mengerjakan tugas. Sebelumnya,
korban diketahui tidak mengerjakan tugas dan langsung dihukum oleh pelaku dengan
memukul korban di bagian atas kepala menggunakan tangannya. Selain itu, pelaku
juga menendang pantat dan memukul betis korban dengan bambu hingga terdapat
luka bengkak di sejumlah bagian. Kejadian tersebut terjadi di Kecamatan Alor Timur,
Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Sumber : Akurat.com
2. Kasus Penganiayaan Bayi 5 Bulan Di Surabaya
ES, warga Kecamatan Wonocolo, Kota Surabaya, Jawa Timur, ibu dari bayi laki-laki
berusia 5 bulan yang dilaporkan meninggal di dalam rumah ditetapkan sebagai
tersangka.Polisi menyebut ES telah melakukan kekerasan terhadap putranya sendiri
AD. Dia dijerat pasal 80 ayat 3 Undang-Undang Perlindungan Anak dan Pasal 44 ayat
3 serta ayat 4 Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Ancaman hukumannya 20 tahun penjara. Kapolsek Roycke menyebut, motif
penganiayaan yang dilakukan tersangka karena jengkel dan emosi kepada korban.
ADO diketahui terus menangis dan rewel. Terlebih jika tersangka dan suaminya
tengah bertengkar.
"Pelaku merasa jengkel, emosi karena korban suka menangis dan rewel apabila
tersangka bertengkar dengan suaminya. Jadi, ini adalah salah satu alasannya, motif
pelaku," tutur Roycke
Meski Eka kerap emosi dan melampiaskan ke anaknya, suami korban tidak pernah
mengetahui penganiayaan yang dilakukan istrinya. Suami Eka bekerja di perusahaan
pelayaran dan jarang di rumah. Menurut Roycke, status pernikahan tersangka dengan
suaminya adalah siri.
"Suami tersangka tidak pernah mengetahui penganiayaan, iya siri," ujar Roycke.
3. Pelecehan Seksual anak 7 Tahun
Seorang pria berinisial EN (35) ditangkap polisi atas kasus pencabulan terhadap
bocah perempuan berusia 7 tahun. Korban adalah anak tetangganya.
"Unit Reskrim Polsek Tambora melakukan penangkapan tersangka diduga cabul atas
nama EN (35). Pelaku tetangga korban anak," kata Kapolsek Tambora Kompol Putra
dalam keterangannya, Selasa (29/11/2022).
Aksi bejat pelaku terjadi pada Minggu (13/11) sekitar pukul 08.30 WIB. Modus
pelaku adalah berpura-pura memandikan korban.
Korban sempat menolak, tapi pelaku memaksanya. Setelah melampiaskan nafsu
bejatnya, pelaku yang merupakan seorang tunawicara memberikan isyarat kepada
korban untuk diam. "Ketika korban dimandikan oleh pelaku, kemudian terjadilah
perbuatan cabul. Setelah korban selesai dimandikan oleh pelaku kemudian
memberikan isyarat dengan meniup jari telunjuknya seperti isyarat jangan bicara
(diam). Diketahui pelaku ini adalah seorang tunawicara," jelas Putra. Korban
mengadukan pelaku kepada orang tuanya. Orang tua tak terima lalu melaporkan
pelaku ke Polsek Tambora. Tak butuh waktu lama, Unit Reskrim Polsek Tambora
kemudian menangkap pelaku pada Selasa (15/11) di kamar kosnya. EN kini jadi
tersangka dan dijerat dengan Pasal 82 juncto 76E UU RI Nomor 35 Tahun 2014
tentang perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan
ancaman maksimal 15 tahun penjara. "Pemeriksaan korban didampingi orang tua
korban dan petugas dari P2TP2A. Setelah kejadian, kondisi korban ketakutan jika
bertemu dengan pelaku," pungkas Putra.
A. Kasus 1

No. Kriteria Deskripsi Bukti Keterangan

1 Melawan Seorang Guru tidak Seorang siswi UU No. 23 Tahun


Hukum diperbolehkan yang masih 2002 Pasal 13
melakukan kekerasan berusia 13 tahun (1) Setiap anak
fisik pada murid tahun akhirnya selama dalam
dalam bentuk apapun meninggal dunia pengasuhan orang
dan tanpa alasan setelah dianiaya tua, wali, atau
apapun. oleh gurunya pihak lain mana
pun yang
bertanggung
jawab atas
pengasuhan,
berhak mendapat
perlindungan dari
perlakuan:
a. diskriminasi;
b. eksploitasi, baik
ekonomi maupun
seksual;
c. penelantaran;
d. kekejaman,
kekerasan,
peng-aniaya-an;
e. ketidakadilan;
dan
f. perlakuan salah
lainnya.

2. Dampak Siswi kehilangan Seorang siswi UU No. 23 Tahun


bagi anak nyawanya yang masih 2002 Pasal 4
berusia 13 tahun Setiap anak
tahun akhirnya berhak untuk
meninggal dunia dapat hidup,
setelah dianiaya tumbuh,
oleh gurunya di berkembang, dan
sekolah karena berpartisipasi
tidak secara wajar
mengerjakan sesuai dengan
tugas. harkat dan
martabat
kemanusiaan,
serta mendapat
perlindungan dari
kekerasan dan
diskriminasi.

3. Penyebab Pelaku berlebihan Korban diketahui Ketidakmampuan


terjadinya melakukan tidak guru dalam
peristiwa pendisiplinan mengerjakan
mengelola emosi
tugas dan
negatif akibat
langsung
dihukum oleh pergulatan hidup

pelaku dengan yang berat sebagai


memukul korban
dampak dari
di bagian atas
kurangnya perhatian
kepala
menggunakan pemerintah terhadap

tangannya. kesejahteraan guru.

Hal ini

menyebabkan guru

mengalami stres

saat mengajar di

kelas, sehingga

menunjukkan

perilaku kasar

ketika mengajar

B. Kasus 2

No. Kriteria Deskripsi Bukti Keterangan


1. Melawan hukum Sebagai seorang ES,warga UU No. 23
Ibu sudah Kecamatan Tahun 2002
sepatutnya Wonocolo, Kota Pasal 14
merawat dan Surabaya, Jawa Setiap anak
membesarkan Timur, ibu dari berhak untuk
buah hatinya bayi laki-laki diasuh oleh
dengan sepenuh berusia 5 bulan orang tuanya
hati. Akan yang dilaporkan sendiri, kecuali
tetapi dalam meninggal di jika ada alasan
kasus ini dalam rumah dan /atau aturan
seorang Ibu ditetapkan hukum yang sah
malah sebagai menunjukkan
menganiaya dan tersangka.Polisi bahwa
membunuh menyebut ES pemisahan itu
bayinya yang telah melakukan adalah demi
masih berusia 5 kekerasan kepentingan
bulan. terhadap terbaik bagi
putranya sendiri anak dan
AD. merupakan
pertimbangan
terakhir.

2. Dampak bagi anak Bayi kehilangan ES,warga UU No. 23


nyawanya Kecamatan Tahun 2002
Wonocolo, Kota Pasal 4
Surabaya, Jawa Setiap anak
Timur, ibu dari berhak untuk
bayi laki-laki dapat hidup,
berusia 5 bulan tumbuh,
yang dilaporkan berkembang,
meninggal di dan
dalam rumah berpartisipasi
ditetapkan secara wajar
sebagai sesuai dengan
tersangka. harkat dan
martabat
kemanusiaan,
serta mendapat
perlindungan
dari kekerasan
dan
diskriminasi.

3. Penyebab terjadinya Pelaku merasa Kapolsek Diduga pelaku


kekerasan kesal dan Roycke mengalami
jengkel dengan menyebut, motif Gangguan
perilaku penganiayaan psikologis
balitanya yang dilakukan
tersangka
karena jengkel
dan emosi
kepada korban.

C. Kasus 3

No. Kriteria Deskripsi Bukti Keterangan

1. Melawan hukum Anak Seorang pria Pasal 82 juncto


merupakan berinisial EN 76E UU RI
penerus serta (35) ditangkap Nomor 35
pewaris bangsa polisi atas kasus Tahun 2014
Indonesia, akan pencabulan tentang
tetapi anak anak terhadap bocah perubahan atas
sering menjadi perempuan
objek kekerasan berusia 7 tahun. UU Nomor 23
seksual di Korban adalah Tahun 2002
Mayarakat. anak
tetangganya.

2. Dampak bagi anak Anak dapat "Ketika korban UU 23 Tahun


mengalami dimandikan 2002
trauma dan oleh pelaku, Pasal 8
ketakutan kemudian Setiap anak
mendalam terjadilah berhak
terhadap orang perbuatan cabul. memperoleh
lain selama Setelah korban pelayanan
hidupnya selesai kesehatan dan
dimandikan jaminan sosial
oleh pelaku sesuai dengan
kemudian kebutuhan fisik,
memberikan mental,
isyarat dengan spiritual, dan
meniup jari sosial.
telunjuknya
seperti isyarat
jangan bicara
(diam).

3. Penyebab Pelaku Diketahui Kesimpangan


merupakan pelaku ini seksual dapat
seorang adalah seorang terjadi dari
tunawicara, tunawicara," peristiwa
sehingga diduga jelas Putra. trauma atau
pelaku merasa masa lalu yang
kesepian dan kelam dan
kehilangan akal dipendam
sehat yang selama bertahun
membuat tahun dan
dirinya menjadi sebuah
mengalami kebiasaan.
penyimpangan
seksual

BAB V KESIMPULAN
1. KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian tentang kekerasan terhadap anak
adalah kekerasan kepada anak tidak boleh dilakukan karena anak merupakan pribadi
yang penting Bagi suatu negara.Kekerasan terhadap anak dapat menyebabkan trauma
mendalam bagi sang anak sehingga dapat menyebabkan hal yang buruk.Seharusnya
anak mendapatkan kebahagiaan dan perkembangan yang baik sehingga dapat tumbuh
sempurna.Banyak pasal yang melarang kekerasan terhadap anak karena maraknya
kekerasan terhadap anak.

Jika melakukan kekerasan terhadap anak akan mendapatkan pasal dari


negara.Karena negara haruslah menjamin semua warganya sejahtera termasuk
anak-anak,maka dari itu kekerasan terhadap anak sangatlah ditentang dan tidak boleh
dilakukan oleh siapapun,sehingga suatu negara dapat lebih maju lagi di masa depan.

2. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Web
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.kpai.go.id/publikasi/
artikel/perlindungan-hukum-terhadap-anak-korban-kejahatan-perkosaan-dalam-pemberitaan-
media-massa/amp&ved=2ahUKEwiE2cnRoND7AhXTILcAHfqdAR8QFnoECAoQBQ&usg
=AOvVaw2xrGPITcWJGpLfbs37vUge
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://kemenpppa.go.id/index.ph
p/page/read/29/4113/kawal-kasus-kekerasan-seksual-terhadap-anak-sd-di-ciputat-kemenpppa-
dorong-proses-hukum-dengan-uu-tpks&ved=2ahUKEwi4sb6AodD7AhX02XMBHWC7AlA
QFnoECBgQAQ&usg=AOvVaw1J6ryKWNhcu7nyISvZsQEP
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://e-journal.uajy.ac.id/11228/1
/1HK10898.pdf&ved=2ahUKEwj57KiNodD7AhWTIrcAHXPoC3oQFnoECBUQAQ&usg=
AOvVaw1z4Mr_oSnGn9f_5FyW5QZC
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.poltekkes-denpas
ar.ac.id/555/3/BAB%2520II%2520pdf.pdf&ved=2ahUKEwjw9J6godD7AhXVQ3wKHdxcA
DQQFnoECBQQAQ&usg=AOvVaw0pilV_t6i_FwU4ENJzTTZ-
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://opac.fhukum.unpatti.ac.id/
index.php%3Fp%3Dfstream-pdf%26fid%3D6158%26bid%3D8186%23:~:text%3DAnak%25
20Menurut%2520UU%2520No.%252023,anak%2520yang%2520masih%2520dalam%2520k
andungan.&ved=2ahUKEwj0tNyoodD7AhVA73MBHZYXCkAQFnoECAkQBg&usg=AOv
Vaw2c2QK2_dS7lIG-tOPwb8z6
https://amp.kompas.com/megapolitan/read/2020/12/04/15364621/kasus-orangtua-aniaya-anak
-saat-belajar-online-kembali-terekspos

Anda mungkin juga menyukai