Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH PERUNDANG-UNDANGAN SOSIAL

“KESEJAHTERAAN ANAK”

Dosen Pengampu : Hairani Siregar S.Sos., M.SP

Disusun Oleh :

Kelompok 7

Atikah Anjani Pohan 210902031

Esica Dhea Oktaviani Rauna Sitompul 210902077

Yulia Nur Rahmah 210902093

Gatri Janiti Kosagi Br Ginting 210902103

Rafi Ramadhan Lubis 210902105

PROGRAM STUDI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I
PENDAHULUAN

A. LatarBelakang

Anak merupakan karunia yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki
harkat dan martabat .Dalam menjaga harkat dan martabat pada anak maka diperlukan
perlindungan akan hak-hak dasar yang dimiliki oleh anak. Pada konstitusi tertinggi negara
Indonesia, anak memiliki peran yang sangat strategis maka, Negara dengan tegas harus
menjamin hak setiap anak atas keberlangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta atas
perlindungan dari kekerasan maupun diskriminasi.

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak adalah


seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak
di usia yang relative masih muda sangat rentan dengan hal seperti mendapat pelanggaran hak
yang dilakukan oleh orang dewasa. Selain itu, pada usia anak juga cenderung mempunyai
sikap dan perilaku yang labil sehingga dengan gejolak emosi yang belum stabil
mengakibatkan terjadinya penyimpangan tingkah laku ataupun perbuatan yang dilakukan
pada anak itu sendiri.

Pada era modern ini, banyak fenomena yang terjadi di kalangan masyarakat.Anak sebagai
generasi penerus bangsa perlu mendapatkan perlindungan dari dampak negative
perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi pada bidang komunikasi dan
informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.Permasalahan yang melibatkan anak,
baik anak sebagai korban, pelaku dan saksi yang berhadapan dengan hokum itu sendiri.

B. Rumusan masalah
1. Apa itu kesejahteraan anak?
2. Apa Undang-Undang yang mengatur tentang kesejahteraan anak?
3. Bagaimana contoh kasus anak yang ada saat ini, Peran upaya dan hambatan
kesejahteraan anak?
C. Tujuan masalah
1. Agar lebih memahami apa yang tercantum dalam teori kesejahteraan anak
2. Agar kita lebih paham dalam mengikuti aturan-aturan dalam uu yang sudah
diterapkan
3. Mengetahui peran masyarakat dan pemerintah dalam anak
BAB II
Pembahasan

 Pengertian kesejahteraan anak dan jenis-jenisnya


Menurut butir 1.a, Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak,
kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin
pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial.
Anak disini merupakan manusia yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan
belum pernah kawin. Dalam Child and Family Services Review Process, ada tiga variabel
kesejahteraan. Tiga variabel kesejahteraan dikonseptualisasikan dalam kerangka berikut yaitu:
1. Kesejahteraan dalam arti keluarga memiliki peningkatan kapasitas untuk memenuhi
kebutuhan anak-anak mereka. Konsep ini mencakup pertimbangan kebutuhan dan
pelayanan kepada anak-anak, orangtua, dan orangtua asuh serta keterlibatan anak-anak,
remaja, dan keluarga dalam perencanaan pemecahan masalah.
2. Kesejahteraan dalam arti: anak-anak dan remaja menerima layanan yang sesuai untuk
memenuhi kebutuhan pendidikan mereka.
3. Kesejahteraan dalam arti: anak-anak dan remaja menerima pelayanan yang memadai
untuk memenuhi kebutuhan fisik dan kesehatan mental mereka. (CHILD WELFARE, For
The Twenty-First Century, 2005). Dalam kenyataannya, yang pertama adalah yang paling
umum dan paling luas cakupannya.

Jenis- jenis anak menurut UU No. 4 Tahun 1979 adalah


1. Anak yang tidak mempunyai orang tua adalah anak yang tidak ada lagi ayah dan ibu
kandungnya.
2. Anak yang tidak mampu adalah anak yang karena suatu sebab tidak dapat terpenuhi
kebutuhan-kebutuhannya, baik secara rohani, jasmani maupun sosial dengan wajar.
3. Anak terlantar adalah anak yang karena suatu sebab orang tuanya melalaikan
kewajibannya sehingga kebutuhan anak tidak dapat terpenuhi dengan wajar baik secara
rohani, jasmani maupun sosial.
4. Anak yang mengalami masalah kelakuan adalah anak yang menunjukkan tingkah laku
menyimpang dari norma-norma masyarakat.
5. Anak cacat adalah anak yang mengalami hambatan rohani dan atau jasmani sehingga
mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar.

Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesejahteraan dan perlindungan anak di


antaranya, yaitu dengan pelaksanaan peran dan fungsi keluarga atau keluarga pengganti, dan
keberfungsian lembaga perlindungan anak dan penerapan sanksi terhadap pelaku perlakuan salah
terhadap anak.

Pelanggaran hak anak yang dilakukan oleh orang terdekat biasanya memang terjadi di keluarga
yang bermasalaha dan tidak akur. Contohnya terjadinya perdagangan anak dikarenakan
keterpaksaan orang tua dan kekhawatiran yang sangat mendalam terhadap kondisi hidup mereka
dalam membiayai keluarganya.Mereka menyetujui anaknya ditukarkan dengan harga uang, tidak
sama sekali tahu-menahu mau dikemanakan anak mereka itu, mau diapakan nanti anak mereka
dirawat oleh orang lain, yang ada di pikiran mereka adalah ingin terhindar dari kesusahan dalam
memenuhi kebutuhan keluarganya. Dalam Pasal 2 UU PKDRT juga disebutkan bahwa lingkup
rumah tangga meliputi:
a. suami, isteri dan anak
b. orang-orang yang memiliki hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan
perwalian, yang menetap dalam rumah tangga dan atau
c. orang-orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga
tersebut sehingga dipandang sebagai anggota keluarga.
Kecenderungan meningkatnya kasus KDRT yang dilaporkan menunjukkan adanya kesadaran
masyarakat mengenai kekerasan rumah tangga yang terjadi diranah rumah tangga terutama
mengenai perlindungan anak. Faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak antara lain
1. Anak mengalami cacat tubuh, retardasi mental, gangguan tingkah laku, autisme, terlalu
lugu, memiliki temperamen lemah, ketidaktahuan anak akan hak-haknya, dan terlalu
bergantung kepada orang dewasa
2. Kemiskinan keluarga dan banyaknya anak
3. Keluarga pecah (broken home) akibat perceraian, ketiadaan ibu dalam jangka panjang,
atau keluarga tanpa ayah
4. Keluarga yang belum matang secara psikologis, ketidakmampuan mendidik anak,
harapan orang tua yang tidak realistis, anak yang tidak diinginkan (unwanted child), anak
lahir di luar nikah
5. Penyakit gangguan mental pada salah satu orang tua
6. Pengulangan sejarah kekerasan: orang tua yang dulu sering ditelantarkan atau mendapat
perlakukan kekerasan sering memperlakukan anak-anaknya dengan pola yang sama.
7. Kondisi lingkungan sosial yang buruk.
Upaya perlindungan terhadap korban trafficking atau eksploitasi anak merupakan hal yang
kompleks karena beririsan dengan berbagai aspek kehidupan, maka diperlukan kesadaran dan
peran serta seluruh masyarakat, penyelenggaraan negara dan aparat penegak hukum. Selama ini
masalah trafficking dan eksploitasi anak hanya berfokus pada masalah yang sudah terjadi dan
penyelesaian terhadap penanganan kasus. Upaya dari pencegahan dan pemenuhan terhadap hak
anak kurang menjadi perhatian. Undang-undang Perlindungan anak telah memberikan sanksi
pada setiap orang yang melakukan “menyalahgunakan” anak untuk kepentingan-kepentingan
yang dilarang oleh hukum. Sanksi yang diberikan ketika melanggar Undang-Undang
perlindungan anak yaitu
1. Membiarkan anak dalam situasi darurat, padahal anak tersebut memerlukan pertolongan
dan perlu dibantu.
2. Dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa anak
melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
3. Dengan sengaja melakukan kekerasan, melakukan serangkaian kebohongan atau
membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul;
4. Memperdagangkan, menjual atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual;
5. Merekrut atau memperalat anak untuk kepentingan militer, penyalahgunaan dalam
kegiatan politik atau kegiatan pelibatan dalam sengketa bersenjata, atau pelibatan dalam
peristiwa yang mengandung unsure kekerasan
6. Eksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau
orang lain.
7. Membiarkan, melibatkan anak, dalam penyalahgunaan produksi atau distribusi narkotika
dan/atau psikotropika, alcohol, dan zat adiktif lainnya.

 Undang-undang kesejahteraan anak


Indonesia telah mengeluarkan undang undang mengenai kesejahteraan anak yang ada di dalam
Undang Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Undang undang ini menulis
sebagaimana apa saja hak anak, yaitu
1. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih
sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan
berkembang dengan wajar.
2. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan
sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa, untuk menjadi
warganegara yang baik dan berguna.
3. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlidungan, baik semasa dalam kandungan maupun
sesudah dilahirkan.
4. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan
atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar.

Dikeluarkan UU RI No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan UU No. 35
Tahun 2014 Perubahan atas Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
yang disahkan pada 17 Oktober 2014. Aturan perundang-undangan tersebut merupakan bagian
dari upaya memberikan perlindungan terhadap anak, diharapkan juga dapat menopang upaya
pemerintahan dalam memberikan perlindungan kepada anak. Adapun dengan Konvensi Hak
Anak melakukan upaya perlindungan anak yang standarnya di akui secara internasional dapat
melakukan ratifikasi terhadap konvensi-konvensi internasional tersebut, dengan menyesuaikan
kondisi sosial yang ada disuatu negara tertentu.

Contohkasus kesejahteraan anak


 Kasus pencabulan pada anak 13 tahun di Kubu Raya bermula saat anak korban mengeluh
sakit di bagian anusnya kepada bibinya. Korban mengaku telah diancam pelaku dan
disodomi lebih dari satu kali ketika orang tua korban tidak ada di rumah.
Atas perbuatannya, pelaku diancam Pasal 292 KUHP dengan ancaman penjara paling
lama 5 (lima) tahun. Terkait dengan hal tersebut, KemenPPPA juga menyarankan
penyidik menggunakan unsure pidana dalam Pasal 76 E Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2014 dan menerapkan ancamannya dengan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2016.

 Terjadinya kasus kekerasan seksual terhadap anak berusia 10 tahun oleh oknum laki-laki
yang tidak di kenal di halaman rumahnya di Ciputat pada Minggu sore, 11 September
2022 silam. Rumah yang seharusnya merupakan tempat aman bagi anak ternyata justru
menjadi tempat terjadinya kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum laki-laki
tidak dikenal,” ujar Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA

Terungkapnya kasus kekerasan seksual yang menimpa korban bermula dari cerita korban
kepada orang tuanya di hari yang sama dengan kejadian. Dengan panik, orang tua korban
segera membawa korban ke Rumah Sakit (RS) Sari AsihCiputat.

1. Hambatan pemerintah kota medan terhadap anak jalanan


Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggungjawab untuk memberikan dukungan
sarana dan prasarana misalnya sekolah, lapangan bermain, lapangan olahraga, rumah ibadah,
balai kesehatan, gedung kesenian, tempat rekreasi dan lain sebagainya dalam penyelengaraan
perlindungan anak. Sebagai salah satu kota besar di Indonesia, sangat wajar apabila
kehidupan masyarakat Kota Medan memiliki persoalan hukum dan pelanggaran hukum yang
kompleks. Berbagai macam bentuk pelanggaran hokum bias saja terjadi di wilayah Kota
Medan, salah satunya adalah keberadaan eksploitasi anak sebagai pekerja di jalanan yang
menurut hokum merupakan suatu tindak pidana di bidang ketertiban umum sebagai mana
diatur dalam ketentuan Pasal 504 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Dalam rangka upaya megurangi terjadinya eksploitasi anak sebagai pekerja di Kota Medan,
Pemerintah Kota Medan telah mengeluarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 6 Tahun
2003 Tentang Larangan Gelandangan dan Pengemisan Serta Praktek Susila di Kota Medan.
Ayat (1)
Dilarang melakukan penggelandangan dan pengemisan berkelompok atau perorangan atau
dengan cara apapun dengan mempengaruhi/menimbulkan belas kasihan orang lain;
Ayat (2)
Dilarang dengan sengaja memperajat orang lain seperti bayi, anak kecil dan atau mendatangkan
seseorang/beberapa orang untuk maksud melakukan pengemisan;
Ayat (3)
Dilarang membujuk atau memikat orang lain dengan dengan perkataan- perkataan dan isyarat
dan atau dengan perbuatan lainnya dengan maksud mengajak melakukan perbuatan pelacuran
dijalan umum dan atau tempat yang diketahui/dikunjungi oleh orang lain baik perorangan
atau beberapa orang.
Dalam kenyataannya untuk mengurangi tingkat keberadaan anak sebagai pekerja di Kota Medan
masih sulit untuk dilakukan oleh Pemerintah Kota Medan melalui Dinas Sosial Kota Medan.
Dalam menjalankan tugasnya Dinas Sosial Kota Medan menghadapi banyak hambatan dalam
menjalankan tugasnya, antara lain yaitu:
1. Sulitnya pengawasan;
2. Terbatas jumlah pegawai Dinas Sosial Kota Medan;
3. Kualitas dan kuantitas sumber daya manusia kurang mendukung;
4. Sulitnya pendekatan terhadap anak yang dieskploitasi sebagai pekerja dijalanan ketika
akan didata dan dibina;
5. Belum adanya rumah singgah untuk anak sebagai pekerja milik Kota Medan;
6. Banyaknya anak sebagai pekerja di jalanan yang berasal dari luar Kota Medan,sehingga
sulit untuk didata oleh Dinas Sosial.
7. Kurangnya ketegasan dari penegak hukum dalam menjalankan Peraturan Daerah
Tentang Larangan Gelandangan dan Pengemisan Serta Praktek Susiladi Kota Medan.
8. Serta minumnya dana yang dianggarkan oleh Pemkot Medan untuk kesejahetraan anak
secara umum.

2. Upaya Pemberdayaan Anak Jalanan Oleh Dinas Sosial Kota Medan


Walaupun terdapat hambatan ataupun kendala dalam mengurangi eksploitasi anak sebagai
pekerja, Dinas Sosial Kota Medan selalu melakukan upaya-upaya dan tindakan-tindakan
untuk mengurangi tingkat eksploitasi anak sebagai pekerja di KotaMedan, hal itu diutarakan
oleh Bapak LamoMayjend Lbn Tobing selaku Pelaksana,pengaministrasian permasalahan
sosial Dinas Sosial Kota Medan. Adapun upaya-upaya yang dilakukan oleh Dinas Sosial
Kota Medan yaitu:
1) Upaya Preventif merupakan upaya secara terorganisir untuk mencegah munculnya
eksploitasi anak sebagai pekerja di jalanan Kota Medan yang meliputi penyuluhan,
bimbingan, latihan, dan pendidikan, pemberian bantuan, pengawasan serta pembinaan
lanjut kepada berbagai pihak yang ada hubungannya dengan anak sebagai pekerja di
jalanan. Dalam paktiknya Dinas Sosial Kota Medan telah melakukan upaya preventif
sebagai upaya untuk mengantisipasi masalah eksploitasi secara ekonomi terhadap anak
yang dijadikan pekerja di jalanan yaitu dengan menjalankan program dari kementerian
sosial yang dinamakan sebagai program keluarga harapan.

Upaya program keluarga harapan tersebut juga didukung dengan dikeluarkannya


Peraturan Menteri Sosial nomor 1 Tahun 2018 tentang Program Keluarga Harapan dalam
pasal 1 mengatakan bahwa Program tersebut meliputi pemberian bantuan social kepada
keluarga atau seseorang miskin dan rentan yang terdaftar dalam dapat terpadu program
penangan fakir miskin. Dinas Sosial Kota Medan juga berupaya untuk memberikan
bantuan di bidang ekonomi bagi warga miskin khususnya bagi orang tua dari anak yang
dieskploitasi sebagai pekerja agar kedepannya diharapkan tidak akan terjadi lagi kasus
eksploitasi secara ekonomi terhadap anak yang dijadikan sebagai pekerja.
2) Upaya Represif adalah upaya-upaya yang terorganisir, seperti salah satunya melalui
lembaga, dengan maksud menghilangkan eksploitasi anak sebagai pekerja tersebut, dan
juga mencegah meluasnya di dalam masyarakat. Dalam paktiknya Dinas Sosial Kota
Medan telah melakukan Upaya Represif sebagai upaya untuk menangani masalah
eksploitasi secara ekonomi terhadap anak sebagai pekerja di jalanan dengan cara
membentuk Tim Unit Reaksi Cepat (URC) untuk mengadakan penertipan atau razia
yang dilakukan di seluruh jalur utama di Kota Medan. Saat upaya tersebut maka Dinas
Sosial Kota Medan akan langsung melakukan pengangkutan kepada anak-anak yang
melakukan aktivitas di jalanan dan melakukan pendataan terhadap seluruh anak jalanan
termasuk juga para anak yang dieskploitasi sebagai pekerja. Bagi anak yang telah
teridentifikasi maka selanjutnya oleh Dinas Sosial Kota Medan akan secara langsung di
rujuk ke Balai Pelayanan PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) kemudian
oleh Balai Pelayanan PMKS Kota Medan akan diseleksi apakah diterima untuk
dilakukan pembinaan atau dikembalikan kepada orang tuanya, hal ini dilakukan untuk
menimbulkan efek jera bagi anak yang dieksploitasi sebagai pekerja, dan untuk
memberikan pemahaman kepada orang tua mereka tentang larangan untuk
mengeskploitasi anak.
3) Upaya Rehalititasi adalah usaha-usaha yang terorganisi rmeliputi usaha-usaha yang
dilakukan dengan cara pemberian pelatihan, pendidikan, pemulihan kemampuan dan
penyaluran kembali baik ke daerah-daerah pemukiman baru melalui transmigrasi
maupun ketengah-tengah masyarakat, pengawasan serta pembinaan lanjut, sehingga
dengan demikian para anak yang dieksploitasi sebagai pekerja tersebut kembali memiliki
kemampuan untuk hidup secara layak sesuai dengan martabat manusia sebagai warga
negara Republik Indonesia. Dalam paktiknya Dinas Sosial Kota Medan telah melakukan
upaya rehabilitasi untuk menangani masalah eksploitasi secara ekonomi terhadap anak
sebagai pekerja yaitu dengan mengadakan pelatihan-pelatihan bagi para anak yang
dieksploitasi sebagai pekerja. Pelatihan tersebut dilakukan kepada seluruh anak jalanan
yang telah terjaring oleh Dinas Sosial Kota Medan. Selain mengadakan pelatihan, Dinas
Sosial juga akan membantu menyalurkan keinginan para anak yang dieksploitasi sebagai
pekerja untuk bekerja sesuai dengan minat dan kemampuannya selayaknya masyarakat
yang lain.

Anda mungkin juga menyukai