Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak adalah karunia tuhan yang maha esa, yang senantiasa harus kita jaga

karna dalam dirinya melekat harkat,martabat dan hak-hak sebagai manusia yang

harus di junjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak manusia yang

termuat dalam undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NKRI )

dan Konvensi Peeserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak.

Anak merupakan subjek hukum dan memiliki hak asasi manusia yang melekat

pada dirinya dari sejak dalam kandungan. Hak-hak anak yang diatur dan dilindungi

dalam Konvensi Hak Anak Tahun 1989 yang telah diratifikasi melalui Keputusan

Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Hak-hak Anak, antara lain:

1. Hak memperoleh perlindungan dari diskriminasi dan hukuman.

2. Hak memperoleh perlindungan dan perawatan seperti untuk kesejahteraan,

keselamatan dan kesehatan.

3. Hak memperoleh kebangsaan, nama serta hak untuk mengetahui dan diasuh orang

tuanya. Hak memperoleh jati diri termasuk kebangsaan, nama, dan hubungan

keluarga.

4. Kebebasan menyatakan pendapat.

5. Kebebasan berfikir dan beragama.


6. Kebebasan untuk berkumpul.

7. Hak memperoleh informasi yang diperlukan.

8. Hak memperoleh perlindungan akibat kekerasan fisik, mental, penelantaran atau

perlakuan salah (eksploitasi) serta penyalahgunaan seksual.

9. Hak memperoleh perlindungan hukum terhadap gangguan.

10. Hak perawatan khusus bagi anak cacat.

11. Hak memperoleh perawatan kesehatan.

12. Hak memperoleh jaminan sosial.

13. Hak atas taraf hidup yang layak bagi pengembangan fisik, mental, dan sosial.

14. Hak atas pendidikan.

15. Hak untuk beristirahat dan bersenang-senang untuk terlibat dalam kegiatan

bermain, berekreasi, dan seni budaya.

16. Hak atas perlindungan dari eksploitasi ekonomi.

17. Hak perlindungan terhadap semu bentuk eksploitasi dalam segala aspek

kesejahteraan anak.

18. Hak memperoleh bantuan hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Dalam Undang-Undang No.35 Tahun 2014 pasal 1 ayat (12) dan pasal 6

menyatakan bahwa hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang dijamin,

dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, negara, pemerintah,
dan pemerintah daerah. Setiap Anak berhak untuk beribadah menurut agamanya,

berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam

bimbingan Orang Tua atau Wali. Perlindungan anak adalah segala bentuk kegiatan

dalam menjamin hak-hak asasi anak agar dapat hidup, berkembang dan berpartisipasi

serta terbebas dari perlakuan dikriminasi.

Keluarga adalah sekelompok kecil yang terdiri dari suami istri atau suami istri

dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah

dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga (Waluyadi,

2009). Kekerasan terhadap anak adalah perbuatan yang disengaja melukai,

membahayakan, dan mengakibatkan kerugian fisik, emosional atau psikis, dan

seksual yang dilakukan oleh orang tua maupun dari pihak lain. Perlindungan anak

tersebut merupakan segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-

haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal

sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari

kekerasan dan diskriminasi.

Perkembangan anak di Indonesia telah dijamin dan telah diatur secara tegas

dalam Pasal 28 B ayat (2) UUD 1945 yang mengatur bahwa setiap anak berhak atas

kelangsungan hidup, tumbuh kembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan

dan diskriminasi. Pengaturan dan perlindungan hukum bagi anak terlantar di

Indonesia itu sendiri telah diatur dengan diundangkannya Undang-Undang

Perlindungan Anak, akan tetapi perlindungan hukum tersebut masih kurang

diperhatikan 6 yang disebabkan oleh faktor masyarakat dan faktor penegak hukum.
Faktor masyarakat tersebut dapat berupa masyarakat yang acuh tak acuh terhadap

penelantara anak, masyarakat sebaiknya bilamana meemukan sesuatu tentang

penelantaran anak seharusnya melaporkan kepada penegak hukum tetapi penegak

hukum disini terlihat lamban.

Berdasarkan kehidupan berbangsa dan bernegara, Anak adalah masa depan

bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa , sehingga setiap anak berhak atas

kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpatisipasi serta berhak atas

perlindungan dan tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

Dalam undang-undang No 23 tentang perlindungan anak adalah seseorang

yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak

juga merupakan Amanah dan karunia Tuhan yang harus di jaga, karena anak

mempunyai masa depan yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia

seutuhnya yang tidak dapat di kurangi apalagi di larang siapapun dalam memenuhi

hak dan kewajiban sebagai anak.

Konvensi anak-anak yang di cetuskan oleh PBB (cinvention on the rights of

the child), sebagaimana telah diratifikasi dengan kepres nomor 36 tahun 1990

menyatakan, bahwa karena belum matangnya fisik dan mental anak-anak maka

mereka memerlukam perhatian dan perlindungan.

Anak terlantar tersebut pada umumnya merupakan anak-anak yang berasal

dari latar belakang keluarga yang berbeda, ada yang berasal dari keluarga tidak

mampu sehingga mereka tumbuh dan berkembang dengan latar belakang


kehidupan jalanan yang akrab kemiskinan, penganiayaan dan hilangnya kasih

sayang, sehingga memberatkan jiwa dan membuatnya berprilaku negatif. Bahkan

yang lebih miris lagi adalah anak terlantar yang tidak memiliki sama sekali

keluarga (hidup sebatang kara).

Ada anak terlantar yang ibunya tinggal di kota yang berbeda dengan tempat

tinggal ayahnya karena pekerjaan, menikah lagi atau bercerai. Ada anak yang

masih tinggal dengan kedua orang tuanya , ada tidak pernah pulang kerumahnya

bahkan ada yang tidak punya rumah.

Perkembangan seseorang di masa remaja memerlukan adanya suatu

pendampingan dari lingkungan sosial terdekatnya, terutama orang tua, karena

tanpa adanya pendampingan dari orang tua dapat menyebabkan seorang remaja

mengambil jalan yang salah dalam menyikapi perkembangan yang terjadi dan

menjurus pada tindakan menyimpang. Suatu perilaku dianggap menyimpang

apabila tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku dalam

masyarakat atau dengan kata lain penyimpangan (deviation) adalah segala macam

pola perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri (conformity) terhadap

kehendak masyarakat.

Tindakan menyimpang yang dilakukan oleh remaja dikenal dengan istilah

kenakalan remaja. Kenakalan remaja atau juvenile delinquency merupakan gejala

sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh

satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk

tingkah laku yang menyimpang. Pemerintah melalui Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, turut


mengkualifikasikan kenakalan anak (anak nakal) sebagai anak yang melakukan

tindak pidana dan anak yang melakukan perbuatan yang terlarang bagi anak, baik

menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain

yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.. Penyimpangan

perilaku seorang anak ditentukan oleh nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat

dimana ia tinggal. Herdianto Arief,Setiap tindakan yang bertentangan dengan nilai

dianggap sebagai penyimpangan. Ada beberapa bentuk perilaku menyimpang yang

bersifat negatif, di antaranya adalah tindakan kriminal, penyalahgunaan narkotika,

perkelahian antarpelajar, dan hubungan seksual di luar nikah Kenakalan remaja di

Indonesia telah lama berkembang sejak tahun 1950-an hingga saat ini.

Perkembangan fenomena kenakalan remaja secara masif disebabkan oleh

dibukanya pintu bagi masuknya budaya Barat di masa Orde Baru yang

sebelumnya telah dilarang di masa Orde Lama.

Kebijakan ini membuat masalah baru di bidang sosial, yaitu masifnya arus

teknologi informasi dan komunikasi yang tidak tersaring dengan baik membuat

timbulnya masalah sosial berupa kenakalan remaja yang menjerumus ke perbuatan

kriminal. Beberapa bentuk kenakalan remaja yang selanjutnya dijumpai di

masyarakat antara lain: tawuran, penyalahgunaan obat terlarang, penyalahgunaan

minuman keras (miras), dan seks bebas. Contoh budaya Barat yang mempengaruhi

penyimpangan sosial di kalangan remaja di Indonesia adalah trend hippies di era

tahun 70-an dan 80-an, yang membuat Pemerintah Indonesia melarang adanya

segala bentuk aktivitas yang menjurus ke dalam kegiatan hippies dan penampilan

yang menyerupai kaum hippies. Fenomena kenakalan remaja semakin menarik


perhatian pemerintah saat tindakan tersebut mulai menjurus pada tindakan

kriminal, seperti tawuran antargeng, vandalisme, penyalahgunaan obat terlarang

dan miras, serta seks bebas. Pemerintah melalui Departemen Sosial Republik

Indonesia selanjutnya membuat beberapa panti sosial di beberapa daerah di

Indonesia pada kurun tahun 80-an

Di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini, perhatian pemerintah dan

publik terhadap kehidupan anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan

berkembangnya organisasi kemasyarakatan yang bergerak di bidang perlindungan

anak sebagai salah satu bukti masih tingginya tingkat perasaan kemanusiaan yang

ada di masyarakat. Namun di balik itu semua ternyata semakin tingginya perhatian

yang di berikan oleh masyarakat ini tidak berdampak berbanding lurus terhadap

penurunan jumlah anak terlantar, tingkat kekerasan terhadap anak, perburuan anak

di bawah umur dan lain sebagainya. Kondisi anak-anak di Indonesia yang kurang

beruntung ini kian hari semakin kurang menggembirakan terutama bila di lihat

dari sector ekonomi dan pendidikan yang di dapatnya.

Kondisi ini di sebabkan karena perhatian yang selama ini di berikan hanya

sebatas tampilan fisiknya saja. Padahal di balik tampilan fisik itu ada kondisi yang

memprihatinkan, bahkan kadang-kadang lebih dahsyat. Hal ini di sebabkan oleh

makin rumitnya krisis di Indonesia: Krisis ekonomi, Hukum moral, dan berbagai

krisis lainya .

Suyanto (2010: 228) mengatakan di Indonesia, Diperkirakan jumlah anak

yang putus sekolah mencapai 11,7 Juta, sementara itu sekitar 10.6 juta anak

mengalami kecacatan,70-140 ribu anak perempuan terpuruk dan menjadi korban


eksploitasi seksual komersial, 400 ribu anak terpaksa menjadi pengungsi karena

kerusuhan berdarah yang meletup di berbagai wilayah, puluhan ribu anak terpaksa

hidup di jalanan, jutaan anak kekurangan gizi dan bahkan ribuan di antaranya

tewas karena menderita marasmus dan kwashiorkor.

Negara menjamin hak dan kewajiban warga negaranya, sesuai dengan UUD

NKRI 1945, yaitu dalam Pasal 34 ayat (1), yang berbunyi,’’Fakir miskin dan anak-

anak terlantar dipelihara oleh negara’’. Dalam hal ini jelas, negara sebagai

pengayom dan pelindung serta harus bertanggung jawab langsung dalam

penanganan dan pembinaan terhadap anak-anak terlantar. Pasal ini pada dasarnya

merupakan hak konstitusional bagi seluruh warga miskin dan anak-anak yang

terlantar di seluruh bumi Indonesia sebagai subyek hak asasi yang seharusnya

dijamin pemenuhannya oleh Negara.

Masalah Kesejahteraan Soail anak sepertinya selalu menghiasi pandangan kita

secara kasat mata. Begitu banyak dan silih bergantinya kemunculan masalah anak

ini. Khususnya anak jalanan yang tidak pernah hilang dari setiap lampu merah

jalanan. Anak jalanan bukan merupakan suatu fenomena baaru di wilayah

perkotaan. Berbagai factor penyebab yang menekan mereka untuk meninhggalkan

bangku sekolah sehingga terpaksa berada di jalanan untuk bekerja dalam rangka

mempertahankan hidupnya.

Anak sebagai generasi penerus bangsa, dan segala permasalahan

kesejahteraan Sosial anak yang terus ada, sudah menjadi tanggung jawab Negara

untuk menyelesaikannya, menjamin hak dan kewajiban anak itu terpenuhi,

membuat anak bisa menjalankan hidupnya sebagaimana fungsi sosialnya, dan


tanggung jawab Negara juga memberikan Pelayanan Sosial untuk memenuhi

segala kebutuhan anak baik itu Sosial fisik dan psikis, ekonomi dan lingkungan

pembentuk tumbuh kembang anak itu sendiri.

Dalam pelatihan keterampilan tentunya di perlukan implementasi yang baik

agar program pelatihan keterampilan berjalan dengan baik, dan untuk menjamin

anak binaan itu dapat bertingkah laku moral yang baik dan tidak menyimpang dan

dapat berintegritas baik secara internal dalam batin sendiri , maupun secara

eksternal dengan lingkungan sosialnya.

Dalam proses Pembinaan panti sosial fajar Amanah Sosial yang dilakukan

Panti Sosial harus dapat mencapai target sasaran yaitu agar anak-anak binaan

(Penerima Manfaat) itu setelah di bina dengan keterampilan bakatnya dan program

bimbingan sosial itu harus dapat membuat hidup anak dan keluarga nya itu

berubah, misalnya anak mendapatkan pekerjaan lalu dapat memperbaiki ekonomi

keluarga, dan menjamin anak tetap mendapatkan haknya walau sudah tidak dibina

lagi di Panti, dan dapat mencapai keberfungsian sosial anak, baik dilingkungan

keluarga maupun di masyarakat, hal ini lah yang ingin diketahui dari dampak

program pembinaan yang ada di Panti Sosial fajar amanah.

Berdasarkan uraian permasalahan di atas penulis ingin mengetahui bagaimana

Upaya Pembinaan Panti Sosial Fajar Amanah Terhadap Anak Nakal

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di kemukakan di atas, maka

masalah dalam penelitian ini di rumuskan dalam beberapa pertanyaan peneliti


sebagai berikut: Bagaimana bentuk pembinaan yang di lakukan pihak panti

dalam menangani anak-anak nakal yang ada di panti tersebut ?

1.3 Tujuan Penilitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah di kemukakan di atas makan

secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembinaan seperti apa

yang dilakukan oleh pihak panti terhadap anak nakal dipanti tersebut.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini di harapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

dan manfaat di antaranya:

1.Secara akademis, penelitian ini di harapkan dapat menambahkan

pengetahuan dalam pembahasan mengenai Upaya Pembinaan Panti Sosial

Fajar Amanah Terhadap Anak Nakal Di Panti Fajar Amanah dan menambah

kajian pengetahuan tentang anak.

2.Secara praktis, penelitian ini di harapkan dapat memberikan rekomendasi

dan masukan terhadap dinas sosial kabupaten siak untuk lebih memperhatikan

lebih lagi panti sosial fajar Amanah agar tidak ada lagi anak terlantar maupun

anak nakal.

3.Secara pribadi, Merupakan tanggung jawab mahasiswa dsebagai tugas akhir

dalam meraih gelar sarjana di fakultas ilmu sosial dan ilmu politik Universitas

Islam Riau. Mengenai judul, peneliti sangat tertarik dan suka dengan

kesejahteraan anak.
BAB II

STUDI KEPUSTAKAAN

2.1 Upaya Pemebinaan

2.1.1 Pengertian Upaya Pembinaan

Anda mungkin juga menyukai