Anda di halaman 1dari 4

Nama : Chairunisya Hutahaean

NIM : 20022058
Jurusan : PG-PAUD
Matkul : Perlindungan Anak
Dosen : Dr.Nenny Mahyuddin .S.Pd.,M.Pd.

Tugas Pertemuan 4

Undang-undang Perlindungan Anak


1. Brainstorming masalah perlindungan anak
Brainstorming adalah cara atau teknik mengumpulkan gagasan atau ide untuk mencari
solusi dari masalah tertentu. Wikipedia mengartikan brainstorming sebagai curah pendapat,
dimana anggota kelompok berupaya mencari penyelesaian atas suatu masalah dengan
mengumpulkan gagasan-gagasan yang ada secara spontan.
Di Indonesia sendiri, masih sangat banyak anak-anak yang jauh dari kata sejahtera. Masih
banyak kasus-kasus hukum yang melibatkan anak, padahal sudah ada Undang-undang yang
jelas mengatur tentang hal tersebut. Anak yang berkonflik dengan hukum, setiap tahunnya
terdapat lebih dari 4.000 perkara pelanggaran hukum yang dilakukan anak–anak di bawah
usia 16 tahun.
Permasalahan lainnya yang dialami oleh anak yang merupakan dampak dari tidak
terpenuhi kebutuhan dasar mereka adalah anak terlantar. Anak terlantar adalah anak yang
karena sebab-sebab tertentu tidak terurus, tidak terpelihara, sehingga tidak dapat terpenuhi
kebutuhan jasmani, rohani dan sosialnya, yang mengakibatkan terganggu atau terhambat
pertumbuhan jasmani dan perkembangan kepribadian anak tersebut. Adapun indikator dari
anak terlantar adalah sebagai berikut:
a. Anak umur 0-21 tahun dan belum kawin (UU No. 4/1979)
b. Terlantar karena tidak mempunyai orang tua atau orang tua miskin sehingga tidak
mampu mengurusnya.
c. Terlantar karena keluarganya mempunyai masalah sosial psikologis/keluarga retak.
d. Tidak sekolah atau putus sekolah.
e. Tidak atau belum bekerja bagi yang sudah berumur 18 tahun dan belum kawin.
f. Yang termasuk dalam kategori anak terlantar: a) anak yatim terlantar; b) anak piatu
terlantar; c) anak yatim-piatu terlantar; d) anak putus sekolah, tidak sekolah atau di
luar jangkauan sistem sekolah; dan e) anak yang terancam kemerosotan fungsi
sosialnya

2. Hak-hak anak
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002
TENTANG PERLINDUNGAN ANAK
Pasal 4
Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara
wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 5
Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.
Pasal 6
Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi
sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua.
Pasal 7
1. Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh
orang tuanya sendiri.
2. Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh
kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak
diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 8
Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai
dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.
Pasal 9
1. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan
bakatnya.
2. Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak yang
menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan
bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan
khusus.
Pasal 10
Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan
memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi
pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.
Pasal 11
Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul
dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat,
bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.
Pasal 12
Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial,
dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
Pasal 13
1. Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun
yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari
perlakuan: a. diskriminasi; b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; c.
penelantaran; d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; e. ketidakadilan; dan f.
perlakuan salah lainnya.
2. Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk
perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan
pemberatan hukuman.
Pasal 14
Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan
dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi
kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.
Pasal 15
Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari : a. penyalahgunaan dalam
kegiatan politik; b. pelibatan dalam sengketa bersenjata; c. pelibatan dalam kerusuhan
sosial; d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan e.
pelibatan dalam peperangan.
Pasal 16
1. Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan,
penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.
2. Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum. (3)
Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan
apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai
upaya terakhir.
Pasal 17
1. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk : a. mendapatkan
perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa; b.
memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap
tahapan upaya hukum yang berlaku; dan c. membela diri dan memperoleh
keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang
tertutup untuk umum.
2. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang
berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.
Pasal 18
Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan
bantuan hukum dan bantuan lainnya.
Pasal 19
Setiap anak berkewajiban untuk : a. menghormati orang tua, wali, dan guru; b.
mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman; c. mencintai tanah air,
bangsa, dan negara; d. menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan e.
melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

3. Analisa Undang-undang Perlindungan Anak di Indonesia


Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 mengatur tentang Perubahan Undang-
Undang Nomor 23 Tahyn 2002 Tentang Perlindungan Anak. Sangat diperlukannya
perlindungan terhadap Anak dari. tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil
dan kebebasan. Setiap Anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh dan berkembang dan
berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, yang bersumber dari Pasal 4
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan
Anak. Sebagai seorang Anak dia mempunyai hak dalam hidupnya, salah satunya
adalah hak sipil dan kebebasan, dimana seorang Anak mempunyai hak untuk
memiliki akte kelahiran. Akte kelahiran adalah pencatatan resmi dari surat kelahiran
seorang Anak oleh beberapa jajaran administratif suatu Negara dan dikoordinasikan
oleh suatu cabang khusus dari pemerintah. Akte kelahiran merupan dokumen
permanen dan resmi keberadaan seorang Anak. Akte kelahiran sesuai dengan Pasal 7
ayat (1) Konvensi Hak Anak (KHA) yang menetapkan bahwa setiap Anak harus
dicatatkan segera setelah kelahirannya. Akte kelahiran merupakan hal yang sangat
penting untuk melindungi identitas pribadi yang sah serta hak-hak lainnya. Idealnya
akte kelahiran menjadi bagian dari suatu sistem pencatatan sipil yang efektif yang
mengakui keberadaan seseorang dimuka hukum, menegakkan ikatan keluarga Anak,
menurut jejak peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, dari lahir,
menikah, dan meninggal dunia. Data yang dicatat sebaiknya meliputi, pertama, tempat
dan tanggal lahir, dua, nama dan jenis kelamin anak, tiga, nama, alamat dan
kebangsaan Orang Tua. Upaya melindungi kebutuhan dan hak Anak berlanjut dengan
dikeluarkannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002 tentanhg
Perlindungan Anak. Undang-undang ini merupakan tindak lanjut dari komitmen
Pemerintah terhadap kesepakatan Internasional dalam Konvensi Hak Anak (KHA)
yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam Keppres Nomor 36
Tahun 1990 tanggal 25 Agustus 1990.
Prosedur perlindungan anak dari UNICEF UNICEF membantu membangun
sistem perlindungan anak yang komprehensif secara nasional untuk mencegah dan
menanggulangi kekerasan, pelecehan, penelantaran dan eksploitasi. Hal ini dilakukan
dengan menghasilkan bukti-bukti yang dapat diandalkan untuk mendukung informasi
dalam advokasi; mereformasi undang-undang dan memperbarui kebijakan sesuai
dengan standar HAM internasional; mengembangkan pakar profesional perlindungan
anak; dan penyaringan serta pelacakan anggaran untuk meningkatkan manajemen
keuangan publik bagi anak-anak. Sikap dan perilaku yang terus melanggengkan
kekerasan terhadap anak perempuan dan anak laki-laki sedang ditangani melalui
inisiatif perubahan sosial dan perilaku. Secara khusus, UNICEF mendukung
kampanye nasional untuk mengakhiri pernikahan anak. UNICEF bekerja dengan
anak-anak dan remaja sebagai agen perubahan, dan membantu meningkatkan
visibilitas pelanggaran hak anak dan mendorong debat publik terbuka tentang isu-isu
utama, seperti anak-anak migran dan pengungsi, pekerja anak, pernikahan anak dan
registrasi kelahiran.

Anda mungkin juga menyukai