Anda di halaman 1dari 4

Nama : Chairunisya Hutahaean

NIM : 20022058
Jurusan : PG-PAUD
Matkul : Perlindungan Anak
Dosen : Dr.Nenny Mahyuddin .S.Pd.,M.Pd.

Tugas Pertemuan 5
Bentuk-bentuk kekerasan pada anak usia dini

Kekerasan terhadap anak adalah tindak kekerasan secara fisik, seksual, penganiayaan


emosional, atau pengabaian terhadap anak. Sebagian besar kekerasan terhadap anak terjadi di
rumah anak itu sendiri , di sekolah, atau di lingkungan tempat anak berinteraksi.

Definisi kekerasan terhadap anak menurut WHO mencakup semua bentuk perlakuan yang


salah baik secara fisik dan/atau emosional, seksual, penelantaran, dan eksploitasi yang
berdampak atau berpotensi membahayakan kesehatan anak, perkembangan anak, atau harga
diri anak dalam konteks hubungan tanggung jawab.

Bentuk-bentuk kekerasan tersebut antara lain:

1. Kekerasan Emosional seperti dihina, direndahkan, tidak diharapkan lahir, tidak


disayangi, mengalami perundungan
2. Kekerasan Fisik seperti ditendang, dipukul, dicekik, dibekap, diancam/diserang
dengan senjata
3. Kekerasan Seksual yang dibagi menjadi kekerasan seksual non-kontak seperti melihat
kekerasan/kegiatan seksual, dipaksa terlibat dalam kegiatan seksual dan mengirimkan
gambar foto/video/teks kegiatan seksual, lalu ada kekerasan seksual kontak seperti
sentuhan, diajak berhubungan seks, dipaksa berhubungan seks dan berhubungan seks
di bawah tekanan.

Berdasarkan Undang-undang Perlindungan Anak ada 5 bentuk kekerasan. Pertama adalah


kekerasan fisik, kemudian kekerasan psikis (emosional), ketiga ada kekerasan seksual,
keempat kekerasan dalam bentuk penelantaran, dan yang terakhir adalah eksploitasi.

A. Kekerasan di rumah tangga terhadap anak

Anak adalah individu yang tidak dapat disamakan dengan orang dewasa, baik dari
segi fisik, emosi, pola pikir, maupaun perlakuan terhadap anak. Seorang anak cenderung
membutuhkan perlakuan khusus dikarenakan emosinya yang belum stabil.

Penyiksaan terhadap anak tidak terbatas pada perilaku agresif seperti memukul,
membentak-bentak, menghukum secara fisik, dan sebagainya, 71 Namun sikap orang tua
yang mengabaikan anak-anaknya juga tergolong bentuk penyiksaan pasif. Pengabaian anak
dapat diartikan sebagai ketidaan perhatian baik sosial, emosial dan fisik yang memadai, yang
selayaknya diterima oleh sang anak. Pengabaian seperti, mengacuhkan anak, tidak mau
bicara, dan membeda-bedakan kasih sayang dan perhatian antara anak-anaknya. Tindakan
kekerasan anak yang termasuk di dalam tindakan kekerasan dalam rumah tangga adalah
memberikan penderitaan baik secara fisik maupaun mental di luar batas-batas tertentu
terhadap anak. Namun, orang tua menyikapi hal tersebut adalah proses mendidik anak,
padahal itu adalah salah satu kekerasan terhadap anak. Bagi orang tua, tindakan anak yang
melanggar perlu dikontrol dan dihukum.

Kekerasan dalam rumah tangga dapat disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor
internal dan eksternal dalam lingkup rumah tangga faktor internal yang memicu terjadinya
kekerasan dalam rumah tangga antara lain : karakter pelaku kekerasan yang cenderung emosi,
penelantaran anak, keadaan ekonomi atau kemiskinan. Faktor-faktor tersebut dapat memicu
terjadinya kekerasan dalam rumah tangga yang selama ini banyak terjadi

Bentuk-bentuk tindakan kekerasan yang terjdi dirumah tangga terhadap anak yaitu :

1) Bentuk-bentuk kekerasan yang dialami oleh anak adalah kekerasan fisik seperti:
ditendang, dipukul, dilemparkan pakai kayu, ditampar bahkan digantung,
mengakibatkan anak merasa tertekan dengan kekerasan yang dia alami dan anak
yang mengalami hal tersebut jarang berkomunikasi dengan teman-temannya.
2) Bentuk kekerasan emosi yaitu penelantarkan anak dan pengabaian anak kekerasan
itu terjadi karena anak ingin sekolah tetapi orang tua tidak mengijinkannya
sehingga orang tua mengeluarkan kata-kata yang dapat menginggung perasaan
anak tersebut.

Sumber-sumber pemicu kekerasan pada anak yaitu:

1) Masalah kemiskinan adalah salah satu penyebab timbulnya kekerasan terhadap


anak dalam rumah tangga, apabila orang tua tidak mendapat uang anaknya yang
menjadi sasaran meskipun hanya masalah yang kecil saja tetapi orang tua selalu
bertindak kasar kepada anaknya sendiri dan disitulah orang tua mengeluarkan
kata-kata kasar yang seharusnya tidak untuk diucapkan kepada anaknya tersebut.
2) Kekerasan terjadi juga disebabkan dari pihak orang tua dalam keadaan stres atau
memiliki masalah yang rumit.
3) Pengetahuan orang tua yang kurang atau kurangnya pengasuh adalah orang tua
yang tidak memiliki pengetahuan yang banyak atau cara mendidik anak yang
tidaka baik itu juga penyebab terjadinya kekerasan pada anak
4) Keberadaan anak yang tidak inginkan yaitu orang tua tidak pernah menginginkan
kehadiran anaknya, sejak masih dalam kandungan, sehingga terjadi kekerasan
anak dalam rumah tangga

Solusi yang diberikan agar tindakan kekersan dalam rumah tangga terhadap anak :

1) Perlunya keimanan dan ahlak yang baik dan berpegang teguh dengan ajaran
agama, agar terhindar dari perbuatan tercelah sehingga setiap permasalahan yang
terjadi di dalam rumah tangga dapat diselesaikan dengan baik tanpa harus
melakukan tindakan yang dapat merugikan diri sendiri.
2) Di dalam keluarga harus ada komunikasi yang baik antara orang tua, sehingga
dapat tercipta keluarga yang harmonis, jika dalam keluarga tidak ada komunikasi
yang baik maka akan terjadi kekerasan dalam rumah tangga.

B. Kekerasan di sekolah.

Kekerasan di sekolah merupakan tindak kekerasan yang melibatkan murid, guru, dan


staf sekolah yang dapat mengganggu proses pengajaran dan pembelajaran dan merusak iklim
sekolah. Tindak kekerasan dapat digolongkan menjadi enam tipe, yaitu penganiayaan
(kekerasan fisik, seksual, dan psikologis), penindasan (fisik dan virtual), kekerasan remaja,
kekerasan dalam hubungan (kekerasan dalam pacaran dan kekerasan dalam rumah tangga),
kekerasan seksual, serta kekerasan psikologis. Di tingkat internasional, angka jumlah
kekerasan di sekolah cukup tinggi.

Tindak kekerasan dapat digolongkan menjadi enam tipe, yaitu penganiayaan


(kekerasan fisik, seksual, dan psikologis), penindasan (fisik dan virtual), kekerasan remaja,
kekerasan dalam hubungan (kekerasan dalam pacaran dan kekerasan dalam rumah tangga),
kekerasan seksual, serta kekerasan psikologis. Di tingkat internasional, angka jumlah
kekerasan di sekolah cukup tinggi.

UNESCO mengelompokkan kekerasan di sekolah menjadi lima jenis. Pertama,


kekerasan fisik, merupakan penyerangan dengan tujuan melukai anggota tubuh. Pelaku
kekerasan fisik bisa murid, guru, dan staf sekolah. Kedua, kekerasan psikologis yang terdiri
atas serangan emosional dan verbal. Kekerasan psikologis meliputi segala bentuk pengucilan,
penolakan, pengabaian, hinaan, penyebarluasan rumor, mengarang kebohongan, penyebutan
nama, ejekan, ancaman, serta hukuman psikis. Ketiga, kekerasan seksual, yang meliputi
intimidasi yang bersifat seksual, pelecehan seksual, sentuhan yang tidak diinginkan,
pemaksaan seksual dan pemerkosaan, dan dilakukan oleh guru, staf sekolah, atau teman
sekolah. Keempat, penindasan, merupakan agresi yang melibatkan pola perilaku, bukan
kejadian tunggal. Penindasan adalah perilaku yang disengaja dan agresif dan terjadi berulang
kali terhadap korban. Penindasan dapat berupa penindasan fisik, seperti memukul,
menendang dan merusak benda; penindasan psikologis, seperti menggoda, menghina dan
mengancam; atau bersifat relasional, misalnya dengan menyebarkan rumor dan mengucilkan
dari kelompok; dan penindasan seksual, seperti mengolok-olok korban dengan lelucon,
komentar, atau gestur yang mengarah seksual. Di beberapa negara, penindasan seksual
dikategorikan sebagai pelecehan seksual. Kelima, penindasan siber, adalah bentuk intimidasi
psikologis atau seksual yang terjadi secara daring, misalnya mengunggah pos atau mengirim
pesan, gambar atau video, yang bertujuan melecehkan, mengancam atau menarget orang lain
melalui berbagai media dan platform media sosial. Penindasan dunia maya juga dapat
mencakup penyebaran desas-desus, mengunggah informasi palsu, pesan menyakitkan,
komentar atau foto yang memalukan, atau mengecualikan seseorang dari jaringan daring atau
komunikasi lainnya.

faktor penyebab kekerasan terhadap anak, yaitu gender dan norma sosial, dan faktor
struktural dan kontekstual yang lebih luas, seperti ketimpangan pendapatan, deprivasi,
marginalisasi, dan konflik. Kondisi keluarga yang tidak stabil juga menjadi penyebab
perilaku agresif pada anak-anak. Menurut Michael Males, guru besar di Universitas
California, Santa Cruz, perilaku dan sikap anak-anak yang hidup sekarang ini banyak
dipengaruhi oleh faktor keluarga yang kurang ideal. Mereka mungkin terlahir dan tumbuh di
keluarga yang tidak stabil baik secara ekonomi, sosial, maupun emosional, misalnya orang
tua yang pecandu obat-obatan dan alkohol, pelaku kriminal dan narapidana, dan orang tua
yang menghilang dan tidak bertanggung jawab. Media yang mempertontonkan adegan
kekerasan, menurut sejumlah pakar, juga menjadi faktor yang mendorong terjadinya
kekerasan di sekolah.

Kekerasan di sekolah dapat menimbulkan dampak serius bagi korban, baik secara
fisik maupun psikologis. Korban penindasan, misalnya, mengalami ketakutan dan merasa
terintimidasi, memiliki citra diri dan percaya diri yang rendah, sulit berkonsentrasi dalam
belajar, sulit bergaul dan berkomunikasi, serta enggan bersekolah

Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia, salah satu solusi untuk mencegah


terjadinya kekerasan di sekolah adalah dengan menyelenggarakan sekolah ramah anak.
[6]
 Sejumlah kriteria yang harus dipenuhi oleh sekolah ramah anak adalah aman, memenuhi
hak anak, melindungi semua pihak dari kekerasan, memiliki iklim sekolah yang sehat, peduli,
dan berbudaya serta mendukung partisipasi anak.[6] Selanjutnya, penegakan regulasi juga
menjadi faktor penguat sekolah ramah anak.

Anda mungkin juga menyukai