Anda di halaman 1dari 16

DAMPAK KEKERASAN SEKSUAL PADA MENTAL ANAK

DI SEKOLAH
OLEH
LINDAWATI GOBEL
211012139
EMAIL : lindawatigobel81@gmail.com
ABSTRAK
Meluasnya pemberitaan media mengenai kekerasan seksual terhadap anak
mengejutkan masyarakat. Kasus kekerasan seksual terhadap anak masih menjadi
fenomena gunung es. Faktanya, sebagian besar anak korban kekerasan seksual
enggan melaporkannya. Oleh karena itu, sebagai orang tua, Anda harus
mewaspadai tanda-tanda anak Anda mengalami pelecehan seksual. Kekerasan
seksual terhadap anak mempunyai dampak yang bertahan lama: selain
menimbulkan gangguan kesehatan di kemudian hari, juga dikaitkan dengan
trauma psikologis yang bertahan lama, bahkan hingga dewasa. Dampak trauma
kekerasan seksual terhadap anak antara lain: pengkhianatan anak atau hilangnya
kepercayaan terhadap orang dewasa (pengkhianatan); trauma seksual (trauma
seksual); merasa tidak berdaya (tidak berdaya); dan diskriminasi (diskriminasi).
Secara fisik mungkin tidak ada yang perlu dikhawatirkan pada anak
korban pelecehan seksual, namun secara psikologis dapat menimbulkan
kecanduan, trauma, bahkan dendam. Jika tidak ditangani dengan serius, kekerasan
seksual terhadap anak dapat menimbulkan dampak sosial yang luas di masyarakat.
Penanganan dan penyembuhan luka psikologis akibat kekerasan seksual harus
mendapat perhatian besar dari pihak-pihak terkait seperti keluarga, masyarakat,
dan negara. Oleh karena itu, menjamin perlindungan anak memerlukan
pendekatan yang sistematis, yang mencakup sistem perlindungan sosial bagi anak
dan keluarga, sistem peradilan yang sesuai dengan standar dan mekanisme
internasional untuk mendorong perilaku yang pantas di masyarakat.

Kata Kunci, Kekerasan, Seksual dan Anak


PENDAHULUAN
Anak merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Mulia, harkat
dan martabatnya harus dilindungi serta hak kodratinya untuk tumbuh dan
berkembang harus terjamin. Anak sebagai generasi baru negara perlu diberikan
hak dan kebutuhannya secara penuh. Sebaliknya, mereka bukanlah subyek
(sasaran) perlakuan sewenang-wenang atau tidak manusiawi yang dilakukan oleh
siapapun, pihak manapun. Anak-anak yang dianggap rentan terhadap tindakan
kekerasan dan
pelecehan memerlukan perawatan, pengasuhan dan pendidikan yang sebaik-
baiknya agar mereka dapat tumbuh berkembang secara sehat dan alami. Tentunya
hal ini harus dilakukan agar di kemudian hari tidak ada generasi yang hilang.1
Menurut Terry E. Lawson, kekerasan terhadap anak (child kekerasan)
diklasifikasikan menjadi empat jenis: kekerasan emosional, kekerasan verbal,
kekerasan fisik dan kekerasan seksual. Pelecehan emosional terjadi Ketika orang
tua atau wali dan pelindung anak, setelah mengetahui bahwa anak tersebut
mencari perhatian, mengabaikan anak tersebut. Pelecehan verbal sering kali
berbentuk perilaku verbal di mana pelaku menggunakan gaya komunikasi yang
mengandung penghinaan atau komentar yang menghina anak. Penyalahgunaan
Pelecehan fisik terjadi ketika orang tua atau wali dan melindungi anak-anak (saat
anak sangat membutuhkan perhatian). Pelecehan seksual adalah setiap tindakan
yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan
cara yang tidak wajar dan/atau tidak diinginkan, pemaksaan hubungan seksual
dengan orang lain untuk tujuan komersil dan tertentu.
Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia banyak menghadapi
permasalahan kekerasan, khususnya terhadap anak. Tindak kekerasan terhadap
anak semakin meningkat setiap tahunnya. Adanya berbagai tindak kekerasan
menimbulkan jumlah korban anak yang cukup besar. Masyarakat mulai khawatir
dengan banyaknya permasalahan kekerasan terhadap anak yang terjadi di
beberapa wilayah Indonesia. Salah satu permasalahan tersebut adalah kasus

1
Al Haq, A. F., Raharjo, S. T., & Wibowo, H. (2014). EKERASAN SEKSUAL PADA
ANAK DI INDONESIA. Prosiding KS , 1- 146.
kekerasan seksual, mulai dari pencabulan, pemerkosaan, pelecehan seksual, serta
berbagai bentuk pelecehan seksual.
Kekerasan seksual terhadap anak mempunyai dampak yang signifikan
terhadap kelangsungan hidup anak. Kekerasan seksual dapat menyebabkan
kecemasan, perilaku agresif, paranoia, gangguan stres pasca trauma, depresi,
peningkatan upaya bunuh diri, gangguan disosiatif, rendahnya harga diri,
penyalahgunaan zat, kerusakan dan nyeri alat kelamin, perilaku seksual
menyimpang, ketakutan. seseorang atau tempat, gangguan tidur, agresi, penarikan
diri, lesu dan penurunan prestasi sekolah.
Kekerasan seksual terhadap anak, baik perempuan maupun laki-laki, tentu
tidak bisa ditoleransi. Kekerasan seksual terhadap anak merupakan pelanggaran
moral dan hukum yang menimbulkan kerugian fisik dan psikis. Kekerasan seksual
terhadap anak dapat berupa sodomi, pemerkosaan, pelecehan seksual, dan inses.
Oleh karena itu, menurut Erlinda (Sekjen KPAI), kasus kekerasan seksual
terhadap anak ibarat fenomena yang memuncak atau bisa dikatakan korban
menuduh dibelakangnya ada anak dan bahkan banyak yang jadi korban tapi tidak
melaporkannya.2
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan dengan jenis penelitian
kualitatif, khusus penelitian kepustakaan dengan menggunakan penelitian
kepustakaan. Informasi yang digunakan peneliti berdasarkan artikel dan buku
yang penulis peroleh dari Google Scholar, serta buku yang artikelnya mengenai
periklanan. anak-anak melalui literasi di era digital.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kekerasan Seksual Terhadap Anak
Kekerasan terhadap anak adalah tindakan menyakiti atau melukai anak
dengan sengaja (baik secara fisik maupun mental). Bentuk kekerasan terhadap
anak dapat digolongkan menjadi kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan
seksual, dan kekerasan sosial. Kekerasan seksual terhadap anak menurut

2
Luhulima, Achie Sudiarti. (2000). Pemahaman Bentuk-bentuk Tindak Kekerasan
Terhadap Perempuan dan Alternatif Pemecahannya. Jakarta: Alumni.
Mengakhiri Prostitusi Anak di Asia Pariwisata (ECPAT) Internasional adalah
hubungan atau interaksi antara seorang anak dan orang lanjut usia atau orang
dewasa seperti orang asing, saudara atau orang tua ketika anak dijadikan objek
untuk memuaskan kebutuhan seksual pelaku kekerasan.
Tindakan ini dilakukan dengan paksaan, ancaman, penggelapan, penipuan
bahkan tekanan. Tindakan seksual kekerasan terhadap anak tidak memerlukan
kontak fisik antara pelaku dan anak korban. Bentuk kekerasan seksual dapat
berupa pemerkosaan atau pelecehan seksual.
Kekerasan seksual terhadap anak terjadi jika seseorang memanfaatkan
anak untuk mendapatkan kesenangan atau kepuasan seksual. Tidak terbatas pada
hubungan seksual tetapi juga tindakan yang mengarah pada aktivitas seksual
terhadap anak-anak. -anak, seperti: menyentuh tubuh anak secara seksual, baik
anak tersebut berpakaian maupun tidak; segala bentuk penetrasi seksual, termasuk
penetrasi oral terhadap anak dengan menggunakan benda atau bagian tubuh;
menghasut atau memaksa anak untuk melakukan aktivitas seksual; dengan sengaja
melakukan aktivitas seksual di depan anak-anak atau gagal melindungi dan
mencegah anak-anak menyaksikan aktivitas seksual yang dilakukan oleh orang
lain; melakukan, mendistribusikan, dan menampilkan gambar atau film yang
menampilkan anak-anak dalam posisi atau tindakan tidak senonoh; dan
menunjukkan gambar, film, atau video kepada anak Anda yang menunjukkan
aktivitas seksual.3
Pelecehan seksual terhadap anak antara lain berupa menyentuh atau
mencium alat kelamin anak, tindakan seksual atau pemerkosaan terhadap anak,
memperlihatkan media atau benda seksual eksplisit kepada anak, memperlihatkan
alat kelamin anak, dan lain-lain.4 Kekerasan seksual merupakan salah satu jenis
pelecehan yang seringkali dibagi menjadi dua kategori tergantung pada identitas
pelakunya, yaitu:
a) Familial Abuse

3
Ningsih, E. S., & Hennyati, S. (2018). KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK . Jurnal
Bidan "Midwife Journal", 56-65.
4
Wibhawa, B., Raharjo, ST., & Santoso, MB. (2017). Pengantar Pekerjaan Sosial.
Bandung: Unpad Pres
Kekerasan dalam rumah tangga diantaranya adalah inses, yaitu kekerasan
seksual yang mana korban dan pelaku selalu mempunyai hubungan darah, anggota
keluarga inti. Dalam hal ini termasuk orang yang menjadi orang tua pengganti.
misalnya ayah tiri, atau kekasih, pengasuh anak, atau seseorang yang dipercaya
untuk mengurus anak. jenis inses dalam keluarga dan hubungannya dengan
kekerasan terhadap anak, khususnya jenis pertama, kekerasan (pelecehan seksual)
yang mencakup interaksi non-coital, cumbuan, sentuhan, eksibisionisme, segala
sesuatu yang berhubungan dengan rangsangan seksual terhadap agresor. Tipe
kedua, pemerkosaan (pelecehan seksual), Jenis yang terakhir dan paling
berbahaya adalah pemerkosaan, termasuk hubungan seksual. Ketakutan,
kekerasan dan ancaman menjadi hal yang menyulitkan korban.5
b) Extra Familial Abuse
Kekerasan seksual merupakan suatu tindakan kekerasan yang dilakukan
oleh seseorang di luar keluarga korban. Dalam kasus pelecehan seksual yang
dilakukan di luar rumah, pelakunya sering kali adalah orang dewasa yang dikenal
oleh anak tersebut dan telah menjalin hubungan dengan anak tersebut, dan
kemudian membujuk anak tersebut ke dalam situasi di mana pelecehan tersebut
terjadi. seringkali dengan menawarkan imbalan tertentu yang tidak diterima anak-
anak di rumah. Anak seringkali pendiam karena jika takut akan membuat marah
orang tuanya. Selain itu, sebagian orang tua terkadang kurang memperhatikan di
mana dan dengan siapa anaknya menghabiskan waktu. Anak-anak yang sering
bolos sekolah cenderung rentan terhadap kejadian ini dan perlu diwaspadai.6
Orang dewasa yang melakukan pelecehan seksual terhadap anak disebut
pedofilia dan korban utamanya adalah anak-anak. Pedofilia dapat dipahami
sebagai "cinta terhadap anak-anak" Pengertian anak dalam Pasal 1 Ayat 1
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang peradilan anak, “anak adalah
seseorang yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun, bahkan anak-
anak yang masih dalam kandungan.” Sedangkan pengertian perlindungan anak

5
Renata. (2010). “Haruskah Anak Kita Menjadi Korban?” Newsletter Pulih, Volume 15
tahun 2010, hal. 4. Jakarta: Yayasan Pulih
6
Suradi. (2013). “Problema dan Solusi Strategis kekerasan Terhadap Anak”. Informasi
Kajian Permasalahan Sosial dan Usaha Kesejahteraan Sosial Volume 18 No. 02 tahun 2013.
menurut Pasal 1 ayat 2 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan
anak, Perlindungan anak meliputi segala kegiatan yang menjamin dan melindungi
anak beserta hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara optimal, sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya
serta perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Kekerasan seksual terhadap anak dapat dilihat dari sudut pandang biologis
dan sosial, yang kesemuanya berkaitan dengan dampak psikologis terhadap anak.
Secara biologis, sebelum pubertas, organ vital anak belum dipersiapkan untuk
hubungan intim, apalagi organ untuk hubungan intim. Jika dipaksakan, tindakan
tersebut akan merusak jaringan. Ketika terjadi kerusakan fisik, telah terjadi
tindakan kekerasan. Sementara itu, dari segi sosial, karena hasrat seksual
diungkapkan secara diam-diam, penyerang tentunya tidak ingin orang lain
mengetahuinya. Agresor akan berusaha “membungkam” anak yang menjadi
sasarannya. Ancaman adalah salah satu cara yang paling mungkin untuk mencapai
hal ini. Ketika seorang anak diancam, secara alami tubuhnya akan membela diri
atau menolaknya. Ketika tubuh anak menolak secara biologis, maka paksaan dari
pihak pedofil akan semakin menimbulkan luka dan kesakitan. Ketika hal ini
menyebabkan terjadinya kekerasan, rasa sakit dan intimidasi tersebut tentu saja
merupakan pengalaman traumatis bagi anak-anak. 7
Anak-anak akan selalu merasa takut sampai mereka mengatakannya.
Sementara itu, anak-anak masih dihantui oleh ancaman dari pelaku kekerasan.
Oleh karena itu, rasa sakit dan ancaman juga menjadi kekerasan psikologis
terhadap anak. Saat melakukan tindak kekerasan seksual terhadap anak, seringkali
pelakunya memiliki banyak tahapan. Dalam kasus ini, ada kemungkinan
penyerang mencoba melakukan perilaku ini untuk menilai tingkat kenyamanan
korban. Jika korban menurutinya, kekerasan akan terus berlanjut dan meningkat8
Dampak Kekerasan Seksual Terhadap Anak

7
Kurniawan , R. A., Nurwati, R. N., & Krisnani, H. (2019). ERAN PEKERJA SOSIAL
DALAM MENANGANI ANAK KORBAN . Prosiding Penelitian & Pengabdian Kepada
Masyarakat, 21-32.
8
Nainggolan, Lukman Hakim. (2008). “Bentuk- bentuk Kekerasan Seksual Terhadap
Anak di Bawah Umur”. Jurnal Equality, Vol. 13 No. 1 Februari 2008.
Kekerasan seksual cenderung menimbulkan dampak traumatis pada anak-
anak dan orang dewasa. Namun, kejadian kekerasan seksual seringkali tidak
diungkapkan karena adanya penyangkalan bahwa kejadian kekerasan seksual
telah terjadi. Lebih sulit lagi jika kekerasan seksual menimpa anak-anak, karena
anak-anak korban kekerasan seksual tidak memahami bahwa dirinya adalah
korban. Sulit bagi korban untuk memercayai orang lain untuk melakukan hal
tersebut. merahasiakan kejadian kekerasan seksual. Selain itu, anak cenderung
enggan melapor karena merasa terancam dan berisiko akibatnya lebih buruk jika
dilaporkan anak merasa malu berbicara tentang kekerasan seksual, anak merasa
kekerasan seksual itu terjadi karena kesalahannya sendiri dan kejadian kekerasan
seksual tersebut membuat anak merasa telah tidak menghormati keluarga.
Dampak pelecehan seksual yang terjadi ditandai dengan ketidakberdayaan, korban
merasa tidak berdaya dan sengsara ketika mengungkap kejadian pelecehan
seksual.
Kekerasan seksual terhadap anak menyebabkan kerugian mental dan fisik
bagi korbannya. Pada tingkat emosional, anak korban kekerasan seksual
mengalami stres, depresi, guncangan emosional, perasaan bersalah dan bersalah,
ketakutan terhadap hubungan dengan orang lain, gambaran peristiwa di mana
anak mengalami pelecehan seksual, mimpi buruk, insomnia, ketakutan terhadap
hal-hal yang berkaitan dengan pelecehan, termasuk benda, bau, tempat, kunjungan
dokter, masalah harga diri, gangguan fungsi seksual, nyeri kronis, kecanduan,
keinginan bunuh diri, keluhan somatik, dan kehamilan yang tidak diinginkan.9
Metode penelitian ini menggunakan metode tinjauan pustaka. Menurut
Mahmud, jenis penelitian kepustakaan atau studi kepustakaan adalah serangkaian
kegiatan yang berkaitan dengan metode pengumpulan data perpustakaan. Lebih
lanjut menurut Sugiyono, pencarian tinjauan pustaka adalah pencarian
berdasarkan bahan referensi atau bahan pustaka yang tersedia, khususnya artikel
yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah. Dalam penelitian ini, penulis mensintesis

9
Kertajaya, H. (2008). New Wave Marketing: The World is Still Round, The Market is
Already Flat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Kristiani
penelitian terkait informasi dokumenter tentang dampak kekerasan terhadap anak
dari berbagai karya tulis, artikel ilmiah, dan buku referensi.10
Selain itu, terdapat gangguan psikologis seperti gangguan stres pasca
trauma, kecemasan, penyakit jiwa lainnya termasuk gangguan kepribadian dan
gangguan identitas disosiatif, kecenderungan residivisme di masa dewasa, bulimia
atau bahkan kerusakan fisik pada anak. Secara fisik, korban mengalami
kehilangan nafsu makan, sulit tidur, sakit kepala, rasa tidak nyaman di sekitar
vagina atau alat kelamin, serta risiko terkena penyakit menular dan trauma
seksual, luka akibat pemerkosaan dengan kekerasan, kehamilan yang tidak
diinginkan, dan lain-lain. Pada saat yang sama, kekerasan seksual yang dilakukan
oleh anggota keluarga merupakan salah satu bentuk inses yang dapat
menimbulkan akibat yang lebih serius dan kerusakan psikologis jangka panjang,
terutama dalam kasus inses antara orang tua dan anak.
Trauma kekerasan seksual pada anak akan sulit dihilangkan jika tidak
segera ditangani oleh tenaga profesional. Anak-anak terpapar kekerasan seksual,
dampak jangka pendeknya adalah mimpi buruk, rasa takut yang berlebihan
terhadap orang lain dan berkurangnya kemampuan berkonsentrasi yang pada
akhirnya akan berdampak pada kesehatan. Nantinya, ketika ia besar nanti, ia akan
memiliki obsesi seksual atau lebih buruk lagi, akan terbiasa dengan kekerasan
sebelum berhubungan seks. Tidak menutup kemungkinan juga ketika sudah
dewasa, anak akan menyesuaikan diri dengan apa yang terjadi pada dirinya di
masa kecil.
Dampak jangka panjang kekerasan seksual terhadap anak, khususnya anak
yang pernah mengalami kekerasan seksual pada masa kanak-kanak, kemungkinan
besar akan menjadi pelaku kekerasan seksual di kemudian hari. Ketidakberdayaan
korban dalam menghadapi kekerasan seksual pada masa kanak-kanak secara tidak
sadar digeneralisasikan dalam persepsi mereka bahwa tindakan atau perilaku
seksual dapat dilakukan pada karakter yang lemah atau tidak berdaya.

10
Noviana, I. (2015). Kekerasan Seksual terhadap Anak: Dampak dan Penangannya. Sosio
Informa Vol. 01 No.1, hal 20
empat jenis dampak trauma akibat kekerasan seksual yang dialami oleh
anak-anak, yaitu:
 Pengkhianatan
Kepercayaan merupakan landasan utama bagi para korban kekerasan
seksual. Sebagai seorang anak, percayalah pada orang tua Anda dan kepercayaan
ini dipahami dan dipahami. Namun kepercayaan anak dan kewibawaan orang tua
merupakan hal yang mengancam anak.11
 Trauma seksual
Russell menemukan bahwa Perempuan yang pernah menjadi korban
kekerasan seksual cenderung menolak seks dan akibatnya menjadi korban
kekerasan seksual di rumah. Finkelhor korban lebih memilih pasangan sesama
jenis karena laki-laki yang dipercaya tidak dapat dipercaya.
 Perasaan tidak berdaya
Rasa takut mengambil alih kehidupan korban. Korban mengalami mimpi
buruk, fobia dan kecemasan disertai rasa sakit. Perasaan tidak berdaya
menyebabkan individu merasa lemah. Korban merasa tidak mampu dan tidak
efektif dalam bekerja. Beberapa korban juga merasakan sakit di tubuhnya. Di sisi
lain, korban lainnya memiliki intensitas dan motivasi internal yang berlebihan 12
 Diskriminasi
Korban kekerasan seksual merasa bersalah, malu, dan citra diri buruk.
Perasaan bersalah dan malu disebabkan oleh ketidakberdayaan dan perasaan tidak
mampu mengendalikan diri. Sebagai korban, anak-anak seringkali merasa berbeda
dari orang lain dan beberapa korban marah terhadap tubuhnya karena pelecehan
tersebut. Korban lainnya menggunakan narkoba dan alkohol untuk menghukum
tubuh mereka, mematikan rasa, atau mencoba menghindari ingatan kejadian
tersebut.
Secara fisik mungkin tidak ada yang perlu dikhawatirkan pada anak
korban pelecehan seksual, namun secara psikologis dapat menimbulkan

11
Sari, R., Nulhaqim, A., & Irfan, M. (n.d.) Pelecehan Seksual Terhadap Anak . Prosiding
KS, 1-146.
12
Maslihah, Sri. (2006). “Kekerasan Terhadap Anak: Model Transisional dan Dampak
Jangka Panjang”. Edukid: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini.I (1).25-33.
kecanduan, trauma, pelampiasan balas dendam, dan masih banyak lagi. Apa yang
terjadi pada mereka akan mempengaruhi kedewasaan dan kemandirian mereka di
kemudian hari, cara mereka memandang dunia dan masa depan mereka secara
umum.13
Penanganan Kekerasan Seksual Terhadap Anak
Masa kanak-kanak adalah tempat anak tumbuh dan berkembang. Oleh
karena itu, anak harus dilindungi dari segala kekerasan yang dapat menimpa anak,
khususnya kekerasan seksual. Setiap anak berhak untuk dilindungi. Upaya
perlindungan anak harus dilakukan secara tuntas, menyeluruh dan menyeluruh,
tanpa memihak kelompok atau kelompok anak mana pun. Upaya dilakukan
dengan memperhatikan kepentingan terbaik anak dengan menjunjung tinggi hak
anak untuk hidup dan berkembang, dengan tetap menghargai pendapat anak.
Upaya perlindungan anak berarti mencapai keadilan dalam masyarakat. Hipotesis
ini didukung oleh pandangan Age yang dikutip oleh Gosita yang secara tepat
menyatakan bahwa “melindungi anak pada hakikatnya adalah melindungi
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara di masa depan”.
Ungkapan ini menunjukkan pentingnya upaya perlindungan anak bagi
kelangsungan masa depan suatu komunitas, bahkan komunitas terkecil sekalipun
yaitu keluarga, dan komunitas terbesar yaitu Negara Artinya, dalam
mengupayakan perlindungan bagi anak-anak di komunitas tersebut dia tidak
hanya melindungi hak-hak anak-anak tetapi juga berinvestasi pada kehidupan
masa depan mereka. Di sini bisa dikatakan ada simbiosis antara keduanya.
Oleh karena itu, dalam pemberantasan kekerasan seksual terhadap anak
perlu adanya kerjasama antara keluarga, masyarakat dan negara. Selain itu,
penanganan kekerasan seksual terhadap anak harus komprehensif dan terintegrasi.
Semua aspek perlu perbaikan dan penanganan, baik medis, personal, hukum
(dalam hal ini masih banyak kelemahannya) dan dukungan sosial. Jika kekerasan
seksual terhadap anak tidak ditanggapi dengan serius, hal ini dapat menimbulkan
dampak sosial yang luas di masyarakat. Pemulihan kerusakan psikologis akibat

13
Kertajaya, H. (2008). New Wave Marketing: The World is Still Round, The Market is
Already Flat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Kristiani
kekerasan seksual harus mendapat perhatian besar dari seluruh pemangku
kepentingan.

Peran Individu dan Keluarga

Langkah paling sederhana untuk melindungi anak dari kekerasan seksual


dapat dilakukan oleh individu dan keluarga. Orang tua berperan penting dalam
melindungi anak dari risiko kekerasan seksual. Orang tua harus sangat sensitif jika
mereka melihat sinyal-sinyal yang tidak biasa dari anak-anak mereka. Namun,
tidak semua korban kekerasan seksual memiliki tanda-tanda yang dapat dikenali.
Apalagi jika pelaku melakukan pendekatan persuasif dan meyakinkan korban
bahwa apa yang terjadi antara pelaku dan korban adalah hal yang wajar. Anggota
keluarga dan profesional sering kali merasa kesulitan untuk membantu proses ini.
Korban lanjut usia kesulitan mengenali emosi dan pikiran korban saat kejadian
tersebut terjadi.14

Anak-anak cenderung kesulitan menggambarkan dengan jelas dengan


kata-kata proses mental yang terjadi ketika mereka mengalami peristiwa tersebut.
Sementara itu, ada kekhawatiran bahwa membicarakan masalah ini berulang-
ulang untuk mendapatkan data yang lengkap akan menambah dampak negatif bagi
anak-anak karena mereka akan mengingat kembali kejadian tersebut di benak
mereka. Oleh karena itu, hal pertama yang harus dilakukan adalah membuat anak
merasa aman saat bercerita. Biasanya, orang tua yang memiliki hubungan dekat
dengan anak lebih mudah melakukan hal tersebut.15
Penanganan Kekerasan Seksual
Berdasarkan Prinsip-Prinsip Dasar dan Pedoman Hak atas Pemulihan dan
Kompensasi bagi korban pelanggaran mencolok terhadap Hukum Hak Asasi
Manusia internasional dan pelanggaran berat panduan internasional hukum hak
asasi manusia, yang disetujui oleh Dewan. Perserikatan Bangsa-Bangsa telah

14
Soematra Law Review , 43-66. Suharto, E. (2015). KEKERASAN TERHADAP ANAK
RESPON PEKERJAAN SOSIAL. Kawistara, 1-98.
15
Renata. (2010). “Haruskah Anak Kita Menjadi Korban?” Newsletter Pulih, Volume 15
tahun 2010, hal. 4. Jakarta: Yayasan Pulih
menyatakan bahwa bentuk pemulihan dan pengobatan kekerasan seksual
mencakup sejumlah hak:
 Kompensasi, memulihkan semaksimal mungkin keadaan yang ada pada
korban sebelum pelanggaran HAM terjadi dan memerlukan pemulihan.
Kompensasi akan dibayarkan untuk setiap kerusakan yang diperkirakan
bernilai ekonomi akibat pelanggaran hak asasi manusia, seperti: Kerugian
fisik dan mental, Rasa sakit, penderitaan, dan penderitaan internal dan
Hilangnya peluang termasuk Pendidikan serta Biaya pengobatan dan biaya
rehabilitasi
 Rehabilitasi, penyediaan layanan hukum, psikologis, medis dan layanan
atau pengobatan lainnya serta tindakan yang bertujuan memulihkan
martabat dan reputasi suara korban.16
 Jaminan kepuasan dan ketidakberulangan atas pelanggaran yang
menimpanya.
Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Seksual Pada Anak
Menurut Hari, jika dilihat dari sisi pelaku kekerasan seksual, terlihat ada
dua faktor penyebab terjadinya kekerasan seksual pada anak, yaitu faktor internal
dan eksternal.
 Faktor internal
Faktor penyebab ini merupakan faktor yang ada dalam diri setiap individu.
Faktor ini dapat diamati secara spesifik pada individu hubungannya dengan
pelaku kejahatan seksual.
a. Faktor biologis, manusia pada dasarnya mempunyai berbagai jenis
kebutuhan yang perlu dipenuhi. Kebutuhan tersebut antara lain kebutuhan
akan pangan, kebutuhan akan seks, dan kebutuhan akan perlindungan.
Masing-masing kebutuhan tersebut harus dipenuhi, salah satunya adalah
kebutuhan seksual.

16
Krisnani, H., & Kessik, G. (2019). Analisis Kekerasan Seksual Pada Anak dan
Intervensinya oleh Pekerjaan Sosial (Studi Kasus Kekerasan Seksual oleh Keluarga di Lampung).
Jurnal Pekerjaan Sosial, 198- 207.
b. Faktor moral, faktor ini merupakan faktor penting yang menentukan
munculnya kejahatan karena merupakan filter terhadap munculnya
perilaku menyimpang.
c. Faktor mental, keadaan mental seseorang yang tidak normal, dapat
mendorong individu untuk melakukan kejahatan17
 Faktor eksternal
Faktor penyebab eksternal adalah faktor yang ada secara eksternal dari
pihak pelaku.
 Faktor Media Massa, media massa merupakan sarana informasi mengenai
kehidupan seksual. Banyaknya informasi yang diberitakan oleh media,
sebagian besar berisi sentuhan drama, umumnya mencerminkan kepuasan
penyerang. Dapat merangsang pembaca yang bermental buruk untuk
mengembangkan gagasan melakukan kejahatan seksual18
 Faktor ekonomi, faktor kesulitan ekonomi dapat mempengaruhi seseorang
mempunyai tingkat pendidikan yang rendah. Secara umum, masyarakat
yang tingkat pendidikannya rendah cenderung mendapatkan pekerjaan
yang buruk. dan dalam hal ini, perekonomian yang semakin
mempengaruhi landasan kehidupan masyarakat dapat mengakibatkan
peningkatan kejahatan, termasuk kasus kejahatan seks
 Faktor sosiokultural, Meningkatnya kasus kejahatan asusila atau
pemerkosaan berkaitan dengan aspek sosiokultural. Berkat modernisasi,
budaya keterbukaan dan interaksi yang lebih bebas pun berkembang.
Berdasarkan kajian literatur tentang fenomena kekerasan seksual dan
mengkaji faktor dan dampak kekerasan seksual pada anak menunjukan bahwa
kekerasan seksual masih marak terjadi di lingkungan masyarakat. Kekerasan
seksual dilakukan oleh orang dewasa pada anak dibawah umur. Kebanyakan
tindakan kekerasan seksual dilakukan pada anak dibawah umur disebabkan karena
anak-anak memiliki tidak cukup kekuatan untuk melawan, mereka cenderung

17
Al Haq, A. F., Raharjo, S. T., & Wibowo, H. (2014). EKERASAN SEKSUAL PADA
ANAK DI INDONESIA. Prosiding KS , 1- 146.
18
Luhulima, Achie Sudiarti. (2000). Pemahaman Bentuk-bentuk Tindak Kekerasan
Terhadap Perempuan dan Alternatif Pemecahannya. Jakarta: Alumni.
lemah baik secara fisik maupun psikisnya. Kekerasan seksual yang terjadi pada
anak akan berdampak pada kehidupan mereka selanjutnya, anak akan merasa
tidak nyaman karena mengalami ketakutan dan memiliki rasa trauma, anak akan
mudah merasa depresi dan mudah untuk mencurigai orang-orang yang ada
disekitarnya.19
Saat ini tidak jarang pula, kekerasan seksual dilakukan oleh orang-orang
terdekat korban, sehingga proses pencegahan perlu untuk dilakukan dengan
melakukan sosialisasi dan mentoring dalam masyarakat. Dengan kejadian ini,
kerjasama dari berbagai pihak diperlukan untuk meningkatkan penanganan
perlindungan pada anak dan menjauhkan hidupnya dari pelaku. Hasil penelitian
ini menegaskan bahwa tindak kekerasan seksual bisa terjadi oleh siapapun dan
siapapun dapat menjadi pelaku kejahatan seksual. Keluarga khususnya orang tua
perlu meningkatkan kewaspadaan pada lingkungan sekitar dan hal ini merupakan
cara yang paling ampuh untuk mencegah fenomena ini terjadi.20
KESIMPULAN
Jumlah kasus kekerasan terhadap anak semakin meningkat, khususnya
kasus kekerasan seksual (seksual kekerasan terhadap) dan sudah menjadi
fenomena yang jelas terlihat dalam masyarakat modern saat ini. Anak rentan
terhadap kekerasan seksual karena tingginya tingkat ketergantungan. Selama masa
ini, kemampuan untuk melindungi diri terbatas. Banyak faktor berbeda yang
berkontribusi terhadap kasus kekerasan seksual terhadap anak dan dampak yang
dirasakan anak sebagai korban baik secara fisik, psikologis, dan sosial.
Berdasarkan tinjauan literatur menjelaskan dampak dan penanganan kasus
kekerasan seksual terhadap anak. kekerasan seksual. Bagi anak-anak dalam
keluarga, kekerasan seksual terhadap anak dapat berdampak luas terhadap
kesejahteraan fisik, emosional dan psikologisnya. Melihat dampak dari kekerasan
kekerasan kekerasan seksual yang diderita anak-anak yang menjadi korbannya
maka dalam pengobatannya sangat diperlukan perlakuan yang tepat bagi para
19
Hurairah, Abu. (2012). Kekerasan Terhadap Anak. Bandung: Nuasa Press
20
Nainggolan, Lukman Hakim. (2008). “Bentuk- bentuk Kekerasan Seksual Terhadap
Anak di Bawah Umur”. Jurnal Equality, Vol. 13 No. 1 Februari 2008. Suradi. (2013). “Problema
dan Solusi Strategis kekerasan Terhadap Anak”. Informasi Kajian Permasalahan Sosial dan Usaha
Kesejahteraan Sosial Volume 18 No. 02 tahun 2013.
korban seperti kompensasi, kompensasi, rehabilitas dan juga jaminan kepuasan
dan
tidak mengulangi pelanggaran tersebut.21
DAFTAR PUSTAKA
Hurairah, Abu. (2012). Kekerasan Terhadap Anak. Bandung: Nuasa Press
Kristiani, Renata. (2010). “Haruskah Anak Kita Menjadi Korban?” Newsletter
Pulih, Volume 15 tahun 2010, hal. 4. Jakarta: Yayasan Pulih.
Maslihah, Sri. (2006). “Kekerasan Terhadap Anak: Model Transisional dan
Dampak Jangka Panjang”. Edukid: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini.I
(1).25-33.
Nainggolan, Lukman Hakim. (2008). “Bentuk- bentuk Kekerasan Seksual
Terhadap Anak di Bawah Umur”. Jurnal Equality, Vol. 13 No. 1 Februari
2008.
Suradi. (2013). “Problema dan Solusi Strategis kekerasan Terhadap Anak”.
Informasi Kajian Permasalahan Sosial dan Usaha Kesejahteraan Sosial
Volume 18 No. 02 tahun 2013. Wibhawa, B., Raharjo, ST., & Santoso,
MB. (2017). Pengantar Pekerjaan Sosial. Bandung: Unpad Pres
Al Haq, A. F., Raharjo, S. T., & Wibowo, H. (2014). EKERASAN SEKSUAL
PADA ANAK DI INDONESIA. Prosiding KS , 1- 146.
B, D. H., Rohmah, N., Rifanda, N., Novitasari, K., & Nuqul, F. L. (2015).
KEKERASAN SEKSUAL PADAANAK: TELAAH RELASI PELAKU
KORBAN DAN KERENTANAN PADA ANAK. Jurnal Psikoislamika, 5-
10.
Krisnani, H., & Kessik, G. (2019). Analisis Kekerasan Seksual Pada Anak dan
Intervensinya oleh Pekerjaan Sosial (Studi Kasus Kekerasan Seksual oleh
Keluarga di Lampung). Jurnal Pekerjaan Sosial, 198- 207.
Kurniawan , R. A., Nurwati, R. N., & Krisnani, H. (2019). ERAN PEKERJA
SOSIAL DALAM MENANGANI ANAK KORBAN . Prosiding
Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, 21-32.

21
Wibhawa, B., Raharjo, ST., & Santoso, MB. (2017). Pengantar Pekerjaan Sosial.
Bandung: Unpad Pres
Ningsih, E. S., & Hennyati, S. (2018). KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK .
Jurnal Bidan "Midwife Journal", 56-65.
Sari, R., Nulhaqim, A., & Irfan, M. (n.d.) Pelecehan Seksual Terhadap Anak .
Prosiding KS, 1-146.
Simbolon , D. F. (2018). Minimnya Pendidikan Reproduksi Dini Menjadi Faktor
Penyebab Terjadinya Pelecahan Seksual Antar Anak.
Luhulima, Achie Sudiarti. (2000). Pemahaman Bentuk-bentuk Tindak Kekerasan
Terhadap Perempuan dan Alternatif Pemecahannya. Jakarta: Alumni.
Maslihah, Sri. (2006). “Kekerasan Terhadap Anak: Model Transisional dan
Dampak Jangka Panjang”. Edukid: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini.I
(1).25-33.
Nainggolan, Lukman Hakim. (2008). “Bentukbentuk Kekerasan Seksual Terhadap
Anak di Bawah Umur”. Jurnal Equality, Vol. 13 No. 1 Februari 2008.
Suradi. (2013). “Problema dan Solusi Strategis kekerasan Terhadap Anak”.
Informasi Kajian Permasalahan Sosial dan Usaha Kesejahteraan Sosial
Volume 18 No. 02 tahun 2013.
Kertajaya, H. (2008). New Wave Marketing: The World is Still Round, The
Market is Already Flat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Kristiani
Renata. (2010). “Haruskah Anak Kita Menjadi Korban?” Newsletter Pulih,
Volume 15 tahun 2010, hal. 4. Jakarta: Yayasan Pulih
Soematra Law Review , 43-66. Suharto, E. (2015). KEKERASAN TERHADAP
ANAK RESPON PEKERJAAN SOSIAL. Kawistara, 1-98.

Anda mungkin juga menyukai