Anda di halaman 1dari 93

A.

Konsep dan Pengkajian pada Anak dengan Kekerasan

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Child abuse dalam arti luas meliputi penganiayaan fisik secara sengaja,
penganiayaan atau pengabaian emosional atau verbal, dan penganiayaan
seksual pada anak, yang biasa dilakukan oleh orang dewasa. Perlakuan salah
pada anak merupakan salah satu masalah social paling bermakna yang terjadi
pada anak.
Pada tahun 2000, layanan perlindungan anak melakukan investigasi
pada lebih dari 3 juta laporan yang menyatakan dugaan salah perlakuan
terhadap lebih dari 5 juta anak. Angka korban salah perlakuan adalah 11,8
korban per 1000 anak dalam populasi. Diperkirakan sebanyak 1.200 fatalitas
salah perlakuan pada anak terjadi di 50 negara bagian dari Distrik Columbia
pada tahun 2000. Dari semua kematian, tercatat 40% adalah anak yang
berumur kurang dari 1 tahun, dan 85% fatalitas anak terjadi pada anak-anak
yang berusia di bawah 6 tahun. Lebih dari separuh dari seluruh korban (63%)
mengalami pengabaian (meliputi pengabaian medis), 19% mengalami
penganiayaan fisik, dan sekitar 10% korban mengalami penganiayaan seksual.
Korban salah perlakuan emosional tercatat sebanyak 8% dari semua korban.
Penganiayaan seksual paling sering terjadi di antara anak perempuan, keluarga

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 1


tiri, dan anak-anak yang tinggal bersama orang tua tunggal atau pria pemberi
perawatan primer yang tidak memiliki hubungan pertalian.
Menurut Seto Mulyadi, anak Indonesia berdasarkan catatan Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), selama tahun 2003 terdapat 481 kasus
kekerasan. Jumlah ini meningkat menjadi 547 kasus tahun 2004, dimana 221
kasus merupakan kekerasan seksual 140 kekerasan fisik, 80 kekerasan psikis,
dan 106 permasalahan lainnya (tempointeraktif.com, tanggal 28 Desember
2004).
Hak anak secara universal telah ditetapkan melalui Sidang Umum PBB
pada tanggal 20 Nopember 1959, dengan memproklamasikan Deklarasi
hak-hak Anak. Dengan deklarasi tersebut diharapkan semua pihak baik
individu, orang tua, organisasi sosial, pemerintah, dan masyarakat mengakui
hak-hak anak tersebut dan mendorong semua upaya untuk memenuhinya.
Kebutuhan anak, sebagaimana manusia lainnya, setiap anak memiliki
kebutuhan-kebutuhan dasar yang menuntut untuk dipenuhi sehingga anak
dapat tumbuh dan berkembang secara sehat dan wajar. Menurut Katz yang
dikutip oleh Muhidin (2003:2-3) bahwa kebutuhan dasar yang sangat penting
bagi anak adalah hubungan orang tua dan anak yang sehat dimana kebutuhan
anak, seperti : perhatian dan kasih sayang yang kontinu, perlindungan,
dorongan, dan pemeliharaan harus dipenuhi oleh orang tua.
Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan pada anak dengan child
abuse merupakan salah satu peran tanggung jawab untuk mengeluarkan anak
dari situasi penganiayaan dan mencegah cedera lebih lanjut.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu memahami konsep asuhan keperawatan anak dengan Child
Abuse
2. Tujuan Khusus
a. Mampu memahami konsep child abuse
b. Mampu menerapkan asuhan keperawatan anak child abuse
berdasarkan Jurnal

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 2


TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Kekerasan Terhadap Anak

Menurut Richard J.Gelles (2004:1) kekerasan terhadap anak adalah


perbuatan disengaja yang menimbulkan kerugian atau bahaya terhadap
anak-anak secara fisik maupun emosional. Istilah child abuse meliputi
berbagai macam bentuk tingkah laku, dari tindakan ancaman fisik secara
langusng oleh orang tua atau orang dewasa lainnya sampai kepada
penelantaran kebutuhan-kebutuhan dasar anak.
Terry E. Lawson, psikiater internasional yang merumuskan definisi tentang
kekerasan terhadap anak, menyebut ada empat macam kekerasan (abuse),
yaitu emotional abuse, verbal abuse, physical abuse, dan sexual abuse.
Menurut Moore (dalam Nataliani, 2004), kekerasan atau perlakuan
salah terhadap anak pada umumnya dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori,
antara lain kekerasan fisik, seksual dan emosional.
Purbani (2003) mengatakan kekerasan dalam rumah tangga baik
dilakukan oleh suami kepada istrinya atau orang tua terhadap anaknya bisa
berbentuk fisik atau nonfisik. Kekerasan nonfisik bisa berbentuk verbal seperti
pelecehan, penghinaan, mencuekin (mendiamkan) istri, atau bentuk lain
seperti tidak membiayai selama berbulan-bulan, sedangkan kekerasan fisik
bisa berbentuk pemukulan, penjambakan, dll.
Sedangkan Patilima (2003) menganggap bahwa kekerasan pada anak
merupakan perlakuan yang salah. Hamid mendefinisikan perlakuan salah pada
anak adalah segala perlakuan terhadap anak yang akibat-akibatnya
mengancam kesejahteraan dan tumbuh kembang anak, baik secara fisik,
psikologi sosial, maupun mental.

B. Bentuk-Bentuk Kekerasan Terhadap Anak

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 3


Terry E.Lawson, psikiater anak yang dikutip Rakhmat dalam Baihaqi
(1999:XXV) mengklasifikasikan kekerasan terhadap anak (child abuse)
menjadi empat bentuk, yaitu: emotional abuse, verbal abuse, physical abuse,
dan sexual abuse.
Suharto (1997: 365-366) mengelompokkan child abuse
menjadi :physical abuse(kekerasan secara fisik), psychological abuse
(kekerasan secara psikologis), sexual abuse(kekerasan secara seksual), dan
social abuse (kekerasan secara sosial).
Keempat bentuk child abuse sebagai berikut :
1. Kekerasan anak secara fisik, adalah penyiksaan, pemukulan, dan
penganiayaan terhadap anak, dengan atau tanpa menggunakan
benda-benda tertentu, yang menimbulkan luka-luka fisik atau kematian
pada anak. Bentuk luka dapat berupa lecet atau memar akibat
persentuhan atau kekerasan benda tumpul, seperti bekas gigitan,
cubitan, ikat pinggang atau rotan. Dapat pula berupa luka bakar akibat
bensin panas atau berpola akibat sundutan rokok atau setrika. Lokasi
luka biasanya ditemukan pada daerah paha, lengan, mulut, pipi, dada ,
perut, punggung atau daerah bokong. Terjadinya kekerasan terhadap
anak secara fisik umumnya dipicu oleh tingkah laku anak yang tidak
disukai orang tuanynya, seperti anak nakal atau rewel, menangis terus,
minta jajan, buang air, kencing atau muntah di sembarang tempat,
memecahkan barang berharga.
2. Kekerasan anak secara psikis, meliputi penghardikan, penyampaian
kata-kata kasar dan kotor, memperlihatkan buku, gambar, dan film
pornografi pada anak. Anak yang mendapatkan perlakuan ini
umumnya menunjukkan gejala perilaku maladaftif, seperti menarik diri,
pemalu, menangis jika didekati, takut ke luar rumah dan takut bertemu
dengan orang lain.
3. Kekerasan anak secara seksual, dapat berupa perlakuan pra kontak
seksual antara anak dengan orang yang lebih besar (melalui kata,
sentuhan, gambar visual, exhibitionism), maupun perlakuan kontak
seksual secara langsung antara anak dengan orang dewasa (incest,
perkosaan, eksploitasi seksual).
KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 4
4. Kekerasan anak secara sosial, dapat mencakup penelantaran anak dan
exploitasi anak. Penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orang
tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses
tumbuh-kembang anak. Misalnya, anak dikucilkan, diasingkan dari
keluarga, atau tidak diberikan pendidikan dan perawatan kesehatan
yang layak. Eksploitasi anak menunjuk pada sikap diskriminatif atau
perlakuan sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan keluarga
atau masyarakat. Sebagai contoh, memaksa anak untuk melakukan
sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial atau politik tanpa
memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan sesuai
dengan perkembangan fisik, psikisnya dan status sosialnya. Misalnya,
anak dipaksa untuk bekerja di pabrik-pabrik yang membahayakan
(pertambangan, sektor alas kaki) dengan upah rendah dan tanpa
peralatan yang memadai, anak dipaksa untuk angkat senjata. Atau
dipaksa melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga melebihi batas
kemampuannya.

C. Mengapa Terjadi Kekerasan Terhadap Anak


Terjadinya kekerasan terhadap anak disebabkan berbagai faktor yang
memengaruhinya. Faktor-faktor yang memengaruhinya demikian kompleks,
seperti yang dijelaskan oleh beberapa pakar berikut ini. Menurut Suharto
(1997: 366-367) bahwa kekerasan terhadap anak umumnya disebabkan oleh
faktor internal yang berasal dari anak sendiri maupun faktot eksternal yan
berasal dari kondisi keluarga dan masyarakat, seperti :
1. Anak mengalami cacat tubuh, retardasi mental, gangguan tingkah laku,
autisme, anak terlalu lugu, memiliki temperamen lemah, ketidaktahuan
anak akan hak-haknya, anak terlalu bergantung pada orang dewasa.
2. Kemiskinan keluarga, orang tua menganggur, penghasilan tidak cukup,
banyak anak.
3. Keluarga tunggal atau keluarga pecah (broken home), misalnya
perceraian, ketiadaan ibu jangka panjang atau keluarga tanpa ayah dan
ibu tidak mampu memenuhi kebutuhan anak secara ekonomi.

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 5


4. Keluarga yang belum matang secara psikologis, ketidaktahuan
mendidik anak, harapan orang tua yang tidak realistis, anak yang tidak
diinginkan, anak yang lahir di luar nikah.
5. Penyakit parah atau gangguan mental pada salah satu atau kedua orang
tua, misalnya tidak mampu merawat dan mengasuh anak karena
gangguan emosional dan depresi.
6. Sejarah penelantaran anak. Orang tua yang semasa kecilnya
mengalami perlakuan salah cenderung memperlakukan salah
anak-anaknya.
7. Kondisi lingkungan sosial yang buruk, permukimam kumuh,
tergusurnya tempat bermain anak, sikap acuh tak acuh terhadap
tindakan eksploitasi, pandangan terhadap nilai anak yang terlalu
rendah, meningkatnya faham ekonomi upah, lemahnya perangkat
hukum, tidak adanya mekanisme kontrol sosial yang stabil.
Sementara itu, Rusmi (2004:60) menjelaskan bahwa penyebab atau
risiko terjadinya kekerasan dan penelantaran terhadap anak dibagi ke dalam
tiga faktor, yaitu :faktor orang tua/keluarga, faktor lingkungan
sosial/komunitas, dan faktor anak sendiri.
1. Faktor orang tua/keluarga
Faktor orang tua memegang peranan penting terjadinya kekerasan dan
penelantaran pada anak. Faktor-faktor yang menyebabkan orang tua
melakukan kekerasan pada anak diantaranya :
a. Praktik-praktik budaya yang merugikan anak :
- Kepatuhan anak kepada orang tua
- Hubungan asimetris
b. Dibesarkan dengan penganiayaan
c. Gangguan mental
d. Belum mencapai kematangan fisik, emosi maupun sosial, terutama
mereka yang mempunyai anak sebelum berusia 20 tahun.
e. Pecandu minuman keras dan obat.
2. Faktor lingkungan sosial/komunitas

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 6


Kondisi lingkungan sosial juga dapat menjadi pencetus terjadinya
kekerasan pada anak. Faktor lingkungan sosial yang dapat menyebabkan
kekerasan dan penelantaran pada anak diantaranya :
a. Kemiskinan dalam masyarakat dan tekanan nilai materialistis.
b. Kondisi sosial-ekonomi yang rendah.
c. Adanya nilai dalam masyarakat bahwa anak adalah milik orang tua
sendiri
d. Status wanita yang dipandang rendah
e. Sistem keluarga patriakal
f. Nilai masyarakat yang terlalu individualistis

3. Faktor anak sendiri


a. Penderita gangguan perkembangan, menderita penyakit kronis
disebabkan ketergantungan anak kepada lingkungannya.
b. Perilaku menyimpang pada anak.

D. Efek Kekerasan Terhadap Anak


Menurut Rusmi, 2004 misalnya, mengemukakan bahwa anak-anak yang
menderita kekerasan, eksploitasi, pelecehan,dan penelantaran menghadapi
risiko :
1. Usia yang lebih pendek
2. Kesehatan fisik dan mental yang buruk
3. Masalah pendidikan (termasuk drop-out dari sekolah)
4. Kemampuan yang terbatas sebagai orang tua kelak
5. Menjadi gelandangan
Sementara Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) dalam Suharto
(1997:367-368) menyimpulkan bahwa kekerasan dapat menyebabkan anak
kehilangan hal-hal yang paling mendasar dalam kehidupannya dan pada
gilirannya berdampak sangat serius pada kehidupan anak di kemudian hari,
antara lain :
1. Cacat tubuh permanen
2. Kegagalan belajar
KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 7
3. Gangguan emosional bahkan dapat menjurus pada gangguan
kepribadian
4. Konsep diri yang buruk dan ketidakmampuan untuk mempercayai atau
mencintai orang lain.
5. Pasif dan menarik diri dari lingkungan, takut membina hubungan baru
dengan orang lain.
6. Agresif dan kadang-kadang melakukan tindakan criminal
7. Menjadi penganiaya ketika dewasa
8. Menggunakan obat-obatan atau alcohol
9. Kematian

E. Mengapa Kasus Kekerasan Terhadap Anak Sulit Diungkap ke Ruang


Publik
Kasus kekerasan terhadap anak sulit diungkap ke permukaan atau merupakan
fenomena gunung es. Meskipun kasusnya sudah teridentifikasi, proses
penyelidikan dan peradilan sering terlambat. Kesulitan dalam mengungkap
kasus kekerasan terhadap anak bisa disebabkan oleh faktor internal maupun
structural (Suharto, 1997), yaitu :
1. Penolakan korban sendiri. Korban tidak melaporkannya karena takut
pada akibat yang kelak diterima baik dari si pelaku (adanya ancaman)
maupun dari kejadian itu sendiri (traumatis, aib).
2. Manipulasi pelaku. Pelaku yang umumnya orang yang lebih besar
(dewasa) sering menolak tuduhan (setidaknya di awal proses
penyelidikan) bahwa dia adalah pelakunya. Strategi yang digunakan
adalah pelaku menuduh anak melakukan kebohongan atau mengalami
‘wild imagination”.
3. Keluarga yang mengalami kasus menganggap bahwa kekerasan
terhadap anak sebagai aib yang memalukan jika diungkap.
4. Anggapan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan urusan keluarga
(hubungan orang tua-anak, suami-istri) tidak patut dicampuri oleh
masyarakat.
KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 8
5. Masyarakat luas tidak mengetahui secara jelas “tanda-tanda” pada diri
anak yang mengalami kekerasan, khususnya pada fisik yang terlihat
jelas.
6. System dan prosedur pelaporan yang belum diketahui secara pasti dan
jelas oleh masyarakat luas.

F. Manifestasi klinis dari kemungkinan perlakuan salah pada anak


1. Pengabaian fisik
Temuan fisik yang mengarah
- Gagal tumbuh
- Tanda malnutrisi, seperti ekstermitas kurus, distensi abdomen, tidak ada
lemak subkutan
- Higiene diri buruk, terutama gigi
- Pakaian tidak bersih dan/atau tidak tepat
- Bukti perawatan diri buruk, seperti status non-imunisasi, infeksi tak
tertangani, sering demam
- Sering cedera karena kurang supervise
Perlakuan yang mengarah
- Suram dan tak aktif; sangat pasif atau mengantuk
- Tingkah laku merangsang diri sendiri, seperti mengisap jari atau
menghentakkan tubuh
- Meminta-minta atau mencuri makanan
- bolos sekolah
- Kecanduan obat atau alcohol
- Vandalisme atau pencopet

2. Penganiayaan dan pengabaian emosional


Temuan fisik yang mengarah
- Gagal tumbuh
- Gangguan makan, seperti ruminasi
- Enuresis
- Gangguan tidur

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 9


Perilaku yang mengarah
- Tingkah laku merangsang diri, seperti menggigit, menggoyang,
mengisap
- Selama masa bayi, tidak ada senyuman sosial dan ansietas terhadap
orang asing
- Menarik diri
- Ketakutan yang tidak lazim
- Perilaku antisocial, seperti merusak, mencuri, kasar
- Perilaku ekstrem, seperti terlalu penurut dan pasif, atau agresif dan
menuntut
- Perlambatan perkembangan emosi dan intelektual, terutama bahasa
- Upaya bunuh diri

Penganiayaan Fisik
Temuan fisik yang mengarah
- Memar dan bekas pukulan: pada wajah, bibir, mulut, punggung, bokong,
paha, atau daerah batang tubuh. Pola penggambaran teratur sesuai dengan
benda yang digunakan
- Pola penggambaran yang teratur sesuai dengan benda yang digunakan
seperti ikat pinggang, tangan, kawat jemuran, rantai, sendok kayu, tanda
pijatan atau cubitan.
- Tampak dalam berbagai tahap penyembuhan
- Luka bakar : pada telapak kaki, telapak tangan, punggung,atau bokong.
Pola menggambarkan suatu benda yang dipakai, seperti luka bakar bulat
karena cerutu atau rokok, daerah berbatas tegas ‘menyerupai sarung
tangan” akibat direndam dalam air panas; luka bakar tali pada
pergelangan tangan atau pergelangan kaki karena diikat; luka bakar
dalam bentuk setrikaan, radiator, atau kompor listrik.
- Tidak ada tanda “percikan: dan adanya luka bakar simetris.
- cedera senjata api lesi sirkuler, hampir seragam (sampai 0,5 cm) dan
terpisah sekitar 5 cm (Frechette dan Rimsza 1992).
- Fraktur dan dislokasi : struktur tengkorak, hidung, wajah; cedera bisa
menunjukkan tipe penganiayaan seperti fraktur spiral atau dislokasi
KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 10
akibatnya terpuntirnya ekstremitas atau benturan akibat mengguncang
anak.
- Fraktur baru atau lama multiple dalam berbagai derajat penyembuhan.
- Laserasi dan abrasi : pada punggung lengan, tungkai, batang tubuh,
wajah, atau genitalia eksternal; gejala tidak lazim, seperti pembengkakan
abdomen, nyeri dan muntah akibat ditinju; tanda deskriptif seperti bekas
gigitan orang dewasa atau tarikan rambut.
- Kimia : keracunan berulang yang tidak bisa dijelaskan, terutama
overdosis obat; penyakit mendadak yang tidak bisa dijelaskan, seperti
hioiglikemia akibat pemberian insulin.

Perilaku yang mengarah


- Takut berkontak fisik dengan orang dewasa
- Ketakutan yang nyata saat akan pulang ke rumah atau bertemu orang tua
- Berbaring sangat tenang sambil mengawasi lingkungan
- Reaksi tidak tepat terhadap cedera, seperti gagal menangis karena nyeri
- Tidak ada reaksi terhadap kejadian menakutkan
- Ketakutan ketika mendengar anak lain menangis
- Ramah pada setiap orang dan memperlihatkan kasih saying
- Hubungan superficial
- Tingkah laku berlebihan, seperti agresi, untuk mencari perhatian
- Perilaku menarik diri

3. Penganiayaan seksual
Temuan fisik yang mengarah
- Memar, perdarahan, laserasi, atau iritasi genitalia eksterna, anus, mulut
atau tenggorokan.
- Pakaian dalam robek, bernoda, atau berdarah
- Nyeri ketika berkemih atau sakit, bengkak, dan gatal di daerah genital
- Rabas dan penis
- Penyakit menular seksual, vaginitis nonspesifik, atau kulit di daerah
genitalia
- Kesulitan berjalan atau duduk
KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 11
- Bau tidak lazim di daerah genital
- Infeksi saluran kemih berulang
- Adanya sperma
- Kehamilan pada remaja muda

Perilaku yang mengarah


- Masalah yang berkaitan dengan seksual tiba-tiba muncul termasuk
masturbasi berlebihan atau masturbasi di depan public, permainan seksual
yang tidak sesuai usia, berhubungan seksual, atau tingkah laku
merangsang yang dilakukan secara terang-terangan
- Menarik diri, atau melamun berlebihan
- sibuk dengan fantasi, terutama dalam bermain
- Hubungan buruk dengan teman sebaya
- Perubahan mendadak, seperti ansietas, berat badan turun atau naik,
perilaku bergantung pada orang lain
Perilaku yang mengarah
- Pada hubungan inses, kemarahan berlebihan terhadap ibu karena tidak
melindungi anak perempuannya
- Tingkah laku regresi, seperti mengompol atau mengisap jempol
- Awitan fobia atau ketakutan mendadak, terutama ketakutan terhadap
gelap, pria orang asing, atau situasi tertentu (seperti ketakutan
meninggalkan rumah atau tinggal di day care center atau rumah
pengasuhan bayi)
- Melarikan diri dari rumah
- Penyalahgunaan zat, terutama alcohol dan obat untuk meningkatkan
mood
- Perubahan kepribadian yang dalam dan cepat, terutama depresi ekstrem,
permusuhan, dan agresi (sering disertai dengan menarik diri dan sosial)
- Kinerja sekolah menurun dengan cepat
- Usaha bunuh diri atau berimajinasi

G. Uji Laboratorium dan Diagnostik

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 12


1. Studi radiografik survey skeletal (tulang), dalam dua tahap, untuk semua anak
yang dicurigai cedera akibat penganiayaan. Ulangi dalam waktu 2 minggu
untuk anak yang mempunyai kemungkinan besar mengalami penganiayaan.
Rasional: fraktur metafiseal mempunyai spesifisitas kearah penganiayaan
tetapi mungkin sulit diidentifikasi pada awalnya. Penyembuhan fraktur dan
kalus (benjolan tulang) yang terlihat dalam 2 minggu dari suatu cedera akut.
2. CT scan atau MRI pada daerah yang sakit
3. Pemeriksaan oftalmologi untuk mendeteksi hemoragi retina (akibat goncangan
atau benturan hebat di kepala)
4. Foto berwarna dari cedera
5. Pemeriksaan cairan serebrospinal
6. Tes kehamilan
7. Skrining penyakit menular seksual, human immunodeficiency virus (HIV)
8. Pemeriksaan penjelas (pengumpulan dan pemeriksaan specimen hendaknya
dilakukan dengan rekomendasi dari lembaga perlindungan anak penyidik
setempat atau pemeriksa medis).
H. Implementasi
1. Melindungi anak dari penganiayaan yang lebih lanjut
Mengidentifikasi kasus kecurigaan penganiayaan atau pengabaian adalah
penting. Perawat dapat mengadakan kontak dengan anak yang dianiaya di
departemen gawat darurat, di tempat praktik dokter, di rumah, di day care
atau di sekolah.
Anak mendapat penanganan cedera di rumah sakit, tanpa
memperhitungkan tipe penganiayaan, kebutuhan mereka mereka sama
dengan anak lain yang memiliki kebutuhan fisik, tugas perkembangan, dan
senang bermain seperti anak lain. Perawat adalah pembela anak dalam
mencapai tujuan ini. Perawat juga mendorong hubungan anak dengan
orang tuanya.
2. Mendukung keluarga
Hubungan terapeutik harus menjadi salah satu perhatian dan terapi yang
tulus, bukan menjadi tuduhan atau hukuman. Perawat harus memeriksa
perasaan personal mereka mengenai orang tua ini, terutama jika ada
penganiayaan seksual.
KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 13
Jika penganiayaan dalam praktik pengasuhan anak telah dilakukan orang
tua sebagai bagian dari penganiayaan, perawat dapat memberikan edukasi
pada orang tua mengenai kebutuhan fisik dan emosi anak.
Rujukan kepada agens yang tepat juga penting. Sebagian besar orang tua
penganiaya cenderung hidup dalam kemiskinan, dan stres dalam
kehidupan harian mereka. Smber daya untuk bantuan finansial, perbaikan
rumah, dan asuhan anak harus diusahakan.
3. Program konseling untuk anak yang mengalami sexual abuse
Beberapa terapi ada yang menggabungkan terapi permainan dengan terapi
seni ke dalam prograam konselingnya. Dalam bukunya, The Practice of
social Work, Zastrow dalam Suharto (2003) mengemukakan beberapa
model program konseling yang dapat diberikan kepada anak yang
mengalami sexual abuse:
a. The dynamic of sexual abuse. Konseling ini difokuskan pada
pengembangan konsepsi bahwa kejadian sexual abuse, termasuk
kesalahan dan tanggung jawab si pelaku bukan “korban”.
b. Protective behavior counseling. Anak-anak dilatih untuk menguasai
keterampilan mengurangi “kerentanannya” sesuai dengan usianya.
Untuk anak-anak prasekolah pelatihan dapat dibatasi pada cara-cara :(a)
berkata “tidak” terhadap sentuhan-sentuhan yang tidak diinginkan, (b)
menjauh secepat mungkin dari orang-orang yang kelihatan sebagai
“abusive person”, (c) melaporkan pada orang tua atau orang dewasa
yang dipercaya yang dapat membantu menghentikan perlakuan salah.
c. Survivor/self-esteem counseling. Menyadarkan anak-anak yang
menjadi “korban” bahwa mereka sebenarnya bukan “korban”
melainkan “orang yang mampu bertahan”. Terapi akan merupakan
pengalaman berharga manakala anak merasa dihargai dan diterima
oleh konselor.
d. Feeling counseling. Anak-anak yang mengalami sexual abuse
pertama-tama diidentifikasi kemampuannya mengenali berbagai
perasaan. Anak-anak diyakinkan bahwa mereka mempunyai hak untuk
memiliki perasaan sendiri bahwa perasaan mereka tidak akan dinilai
“baik” atau “buruk”.
KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 14
e. Cognititive therapy. Konsep dasar dalam teknik ini adalah bahwa
perasaan-perasaan seseorang mengenai beragam jenis dalam
kehidupannya dipengaruhi oleh pikiran-pikiran mengenai kejadian
tersebut secara berulang lingkar.

4 Pemecahan permasalahan anak-anak yang dilacurkan


Fenomena tentang banyaknya anak yang dilacurkan sekarang ini akan
sangat memengaruhi kehidupan individu anak itu sendiri sebagai anak
yang mempunyai hak kesejahteraan dan hak untuk dilindungi. Dalam
upaya mengentaskan anak-anak yang dilacurkan, langkah-langkah yang
diambil untuk tujuan jangka panjang adalah memulihkan anak-anak,
dengan langkah awalnya adalah sebagai berikut :
a. Penyediaan dokter secara cuma-Cuma
Anak-anak yang dilacurkan rentan akan kesehatan reproduksinya. Dan
konsultasi psikologi secara gratis, apabila mereka sedang menghadapi
masalah dan menyadarkan anak-anak.
b. Membuat jaringan pengentasan anak-anak yang dilacurkan.
Bekerjasama dengan LSM-LSM yang berkaitan, membuat jaringan
untuk pencegahan dan pemulihan anak-anak yang dilacurkan.
Mengumpulkan data, melakukan kampanye (seminar-seminar,
penyebaran brosur) dengan tujuan terciptanya kebijakan tentang
prostitusi anak.
c. Income generating
Membantu kehidupan ekonomi keluarga anak-anak yang didampingi
dan sebagai fasilitator-fasilitator anak-anak dampingan sesuai dengan
bakat dan keinginannya, misalnya: kursus salon, membuka warung,
menyekolahkan anak dampingan.
d. Pelatihan dan pendidikan kesehatan reproduksi
Untuk menyadarkan bahwa kejadian atau yang dilakukan itu dapat
mengganggu kesehatan reproduksi mereka dan mengetahui risiko yang
akan dialami.
e. Advokasi langsung pada korban eksploitasi seksual

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 15


Memberikan kekuatan moral pada “korban” dengan mendatangi
korban secara langsung, agar merasa bahwa dia masih ada yang
memperhatikan dan sosialisasikan pada masyarakat sekitarnya agar
korban tidak diasingkan di lingkungan masyarakat.
f. Training Outreach
Training ini diberikan bagi para tenaga outreach yaitu tim khusus
untuk penjangkauan dan pendekatan pada anak-anak yang dilacurkan
dengan mendatangi secara langsung dengan tujuan recruitment, untuk
pencapaian tujuan pencegahan dan penghapusan “pelacuran anak”.

5 Mencegah penganiayaan
Pencegahan perlakuan salah pada anak merupakan tujuan yang sangat
sulit dicapai. Program ditujukan untuk mengidentifikasi individu yang
berpotensi menjadi penganiaya dan menerapkan intervensi dukungan
sebelum tindakan penganiayaan terjadi.
Peran perawat misalnya, kunjungan rumah saat prenatal dan masa bayi
dengan memberikan informasi mengenai pertumbuhan dan
perkembangan anak yang normal dan kebutuhan perawatan kesehatan
secara rutin.

I. Asuhan Keperawatan pada Anak yang Mendapat Perlakuan Salah


1. Pengkajian
Salah satu tanggung jawab yang paling kritis dari semua professional
kesehatan adalah mengidentifikasi situasi penganiayaan sedini mungkin.
Tanda peringatan adanya penganiayaan :
a. Bukti fisik penganiayaan dan /atau pengabaian, termasuk cedera
sebelumnya
b. Cerita bertentangan mengenai “kecelakaan” atau cedera yang
diceritakan orang tua atau orang lain.
c. Penyebab cedera dipersalahkan pada sibling atau pihak lain
KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 16
d. Cedera yang tidak sesuai dengan riwayat, seperti konkusi dan patah
lengan akibat terjatuh dari tempat tidur.
e. Riwayat yang tidak sesuai dengan tingkat perkembangan anak, seperti
bayi usia 6 bulan memutar kran air panas.
f. Keluhan selain yang berhubungan dengan tanda-tanda penganiayaan
(misal keluhan utama berupa demam saat ada bukti luka bakar derajat
satu atau dua)
g. Respons yang tak tepat dari pemberi asuhan, seperti respons emosi
yang berlebihan atau tidak ada; menolak menandatangani uji tambahan
atau menyetujui penanganan yang diperlukan, keterlambatan yang
berlebihan untuk mencari pertolongan terapi, tidak adanya orang tua
untuk ditanyai.
h. Respons anak yang tidak sesuai, seperti sedikit respons atau tidak ada
respons sama sekali terhadap nyeri, ketakutan jika disentuh; ketakutan
berlebihan terhadap perpisahan atau tidak ada ketakutan sama sekali
memperlihatkan keramahan terhadap semua orang asing.
i. Laporan anak mengenai penganiayaan fisik atau seksual
j. Laporan terdahulu tentang adanya penganiayaan dalam keluarga
k. Kunjungan berulang ke fasilitas kesehatan akibat cedera

2. Rencana Asuhan Keperawatan Anak yang Mendapat Perlakuan Salah


Diagnosa keperawatan : Risiko trauma yang berhubungan dengan
karakteristik anak, pemberi asuhan, lingkungan
Tujuan 1 : Pasien tidak lagi mengalami penganiayaan atau pengabaian
Intervensi Keperawatan/Rasional
- Implementasikan upaya untuk mencegah penganiayaan; laporkan hal-hal
yang mencurigakan ke pihak berwenang; bantu memindahkan anak dari
lingkungan tidak aman dan tempatkan ke dalam lingkungan yang aman;
tetapkan upaya perlindungan bagi anak yang dirawat di rumah sakit sesuai
indikasi untuk mencegah berlanjutnya penganiayaan di rumah sakit.
- Rujuk keluarga ke lembaga sosial untuk mendapat bantuan finasial, makanan,
pakaian, perumahan, dan perawatan kesehatan untuk membantu mencegah
pengabaian
KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 17
- Buat selalu catatan yang factual dan objectif untuk dokumentasi meliputi
kondisi fisik anak, respons perilaku anak terhadap orang tua, orang lain dan
lingkungan; wawancara anggota keluarga.
- Bekerja sama dalam upaya tim multidisiplin untuk mengevaluasi kemajuan
anak secara berkelanjutan di panti penampungan atau ketika kembali ke
keluarga sendiiri
- Waspadai tanda-tanda berlangsungnya penganiayaan atau pengabaian
- Bantu orang tua mengidentifikasi situasi yang mencetuskan tindakan
penganiayaan dan cara alterntif untuk melepaskan kemarahan selain dengan
menyerang anak
- Rujuk ke penempatan alternatif jika diindikasikan untuk mencegah cedera
atau pengabaian lebih lanjut

Hasil yang diharapkan


Anak tidak mengalami cedera atau pengabaian lebih lanjut

Diagnosa keperawatan : ketakutan/ansietas yang berhubungan dengan


interaksi interpersonal yang negative, perlakuan salah berulang kali,
ketidakberdayaan, potensial kehilangan orang tua

Tujuan 1 : Pasien mengalami pengurangan atau peredaan ansietas dan stress


Intervensi keperawatan/rasional
- Berikan pemberi asuhan dan lingkungan terapeutik yang konsisten selama
hospitalisasi untuk meredakan stress anak dan menjadi model peran bagi
keluarga
- Tunjukan penerimaan terhadap anak dan tidak mengharapan balasan
- Perlihatkan perhatian tetapi tidak mendukung tingkah laku yang tidak benar,
karena semua anak memiliki kebutuhan ini
- Rencanakan aktivitas yang tepat untuk menarik perhatian dengan perawat,
orang dewasa lain, dan anak lain, gunakan permainan untuk membentuk
hubungan
- Puji kemampuan anak untuk meningkatkan harga diri

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 18


-Perlakukan anak sebagai orang yang memiliki masalah fisik khusus yang
memerlukan hospitalisasi, bukan sebagai korban “penganiayaan”
- Hindari mengajukan terlalu banyak pertanyaan, karena dapat menjengkelkan
anak dan memengaruhi penyelidikan yang dilakukan professional lain
- Gunakan permainan, terutama aktivitas keluarga atau rumah boneka untuk
menyelidiki tipe hubungan yang didapatkan anak
- Sediakan satu orang yang konsisten berhubungan dengan anak berkenaan
dengan kejadian penganiayaan sehingga anak tidak terbebani
- Bantu anak berduka karena kehilangan orang tua jika hak asuh oran tua
diakhiri karena anak mungkin terlalu terikat dengan orang tua meskipun
mereka disiksa
- Dorong anak membicarakan perasaannya terhadap orang tua dan
penempatannya di masa depan untuk memfasilitasi koping
- Dorong perkenalan dengan orang tua angkat sebelum penempatan jika
mungkin untuk memberi waktu anak menyesuaikan diri

Hasil yang diharapkan


- Anak hanya minimal atau tidak memperlihatkan bukti distress
- Anak terlibat dalam hubungan positif dengan pemberi asuhan
- Anak berduka karena kehilangan orang tua

Diagnosa keperawatan : perubahan peran menjadi orang tua yang


berhubungan dengan karakteristik anak, pemberi perawatan, atau situasi yang
mencetuskan perilaku penganiayaan

Tujuan 1 : Pasien (keluarga) memperlihatkan bukti interaksi positif dengan


anak
Intervensi keperawatan/rasional:
- Identifikasi keluarga mengenai risiko kemungkinan terjadinya tindakan
penganiayaan sehingga intervensi yang tepat dapat diberikan

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 19


- Tingkatkan keterikatan orang tua terhadap anak, karena semua anak
memiliki kebutuhan ini
- Tekankan praktik perawatan anak, terutama metode disiplin yang efektif,
karena orang tua mungkin tidak memiliki pengetahuan mengenai metode
disiplin yang tidak mengandung kekerasan
- Tingkatkan perasaan adekuat dan harga diri orang tua
- Dorong system pendukung yang mengurangi stress dan total tanggung jawab
pengasuhan anak pada salah satu atau kedua orang tua
- Ajari anak untuk mengenali situasi yang menempatkannya pada risiko
penganiayaan seksual dan ajarkan respons asertif untuk mencegah
penganiayaan
Hasil yang diharapkan
Keluarga memperlihatkan bukti interaksi positif dengan anak
Tujuan 2 : Pasien (keluarga) mendapatkan dukungan yang adekuat
Intervensi keperawatan/rasional
- Berikan “mothering” dengan mengarahkan perhatian kepada orang tua,
mengambil alih tanggung jawab perawatan anak sampai orang tua merasa siap
untuk berpartisipasi, dan pusatkan pada kebutuhan orang tua sehingga orang
tua tersebut pada akhirnya dapat memenuhi kebutuhan anak
- Sampaikan sikap yang tulus memberi perhatian, bukan sikap yang menuduh
dan menghukum. Karena tindakan ini hanya akan semakin mengasingkan
keluarga
- Rujuk orang tua ke kelompok pendukung khusus dan /atau konseling untuk
dukungan jangka panjang
- Bantu mengidentifikasi kelompok pendukung untuk orang tua seperti
keluarga besar atau tetangga dekat; membantu orang lain yang bermakna ini
memahami peran penting mereka juga dapat mencegah penganiayaan lebih
lanjut
- Rujuk ke lembaga sosial yang dapat memberikan bantuan dalam area seperti
dukungan financial, perumahan yang adekuat, dan pekerjaan
Hasil yang diharapkan
- Orang tua memperlihatkan aktivitas menjadi orang tua yang tepat
- Orang tua mencari dukungan kelompok atau perorangan
KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 20
- Pasien mendapat bantuan dalam mengatasi masalahnya

Tujuan 3 : Pasien (keluarga) memiliki pengetahuan mengenai pertumbuhan


dan perkembangan normal
Intervensi keperawatan/rasional :
- Ajari harapan yang realistis mengenai perilaku dan kemampuan anak
- Tekankan metode disiplin alternative, seperti penghargaan,time-out,
hukuman, dan ketidaksetujuan yang diungkapkan secara verbal, sehingga
orang tua belajar mengenal metode disiplin tanpa kekerasan
- Anjurkan metode tentang menangani masalah atau tujuan perkembangan
seperti negativisme anak toddler, toilet training,dan kemandirian, karena
situasi ini dapat mencetuskan penganiayaan
- Ajarkan melalui demonstrasi dan model peran, daripada ceramah, hindari
pendekatan otoriter karena keluarga mungkin peka terhdap kritik atau
dominasi dan kehilangan harga diri

Hasil yang diharapkan


Orang tua memperlihatkan pemahaman akan harapan yang normal bagi anak
mereka

HASIL JURNAL DAN PEMBAHASAN

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 21


Anak-anak mengalami kekerasan fisik yang dilakukan dengan sadar, sengaja
dan kasar dan diarahkan kepada anak-anak dengan memukul memakai benda tumpul,
atau pun pemukulan langsung.
Selanjutnya, kekerasan dalam bentuk penelantaran dengan cara membiarkan
anak dalam situasi tidak mendapat makan yang dapat berakibat kepada gizi kurang
bahkan buruk.
Kekerasan emosional atau kekerasan verbal, dilakukan dengan memarahi,
mengomel, membentak dengan cara berlebihan dan merendahkan martabat anak,
dengan mengeluarkan kata-kata yang tidak baik didengar oleh anak.
Kekerasan seksual juga dilakukan dengan membujuk anak untuk menonton
film yang bukan sesuai usia, meski tidak ada kekerasan tetapi dia ada dalam situasi
sangat berisiko, karena dia tidak ada dalam keluarga melainkan hanya berdua.
Dalam hal ini Rusmi (2004) menjelaskan apabila orang tua tidak dapat
memenuhi kebutuhan , baik kebutuhan fisik, psikis ataupun emosi , tidak memberikan
perhatian dan sarana untuk berkembang sesuai dengan tugas perkembangannya juga
merupakan tindakan penelantaran.
Dalam jurnal dari pernyataan Profesional Perlindungan Anak (Cashmore., et al
2002)
Hal ini terutama terjadi dalam konteks masyarakat Cina bahwa praktek hukuman fisik
banyak dianggap oleh orang dewasa sebagai sarana sah untuk menanamkan disiplin
anak. sejak awal tahun 1980 an, studi penelitian yang dilakukan di Hongkong telah
secara konsisten menemukan toleransi yang tinggi dari disiplin fisik antara orang tua.
Memukul dan cacian dianggap oleh Cina sebagai metode yang paling efektif untuk
digunakan dalam membesarkan anak. Temuan dalam survey penganiayaan psikologi
dan penelantaran anak oleh orang tua sangat umum di kalangan orang tua Cina di
Hongkong.
Dalam jurnal sexual abuse menggambarkan pengalaman anak terlibat dalam
transaksi seks, seperti “pelacur” atau “prostitusi” sebagai sarana untuk pemenuhan
kebutuhan dasar seperti makanan, tempat berlindung dan pendidikan. Ketiadaan
pengasuh dalam keluarga, ,yatim piatu, meninggalkan anak atau kepala rumah tangga
yang dianggap melakukan eksploitasi seksual anak. Anak-anak yatim sangat rentan
karena untuk bertahan hidup, mereka tidak memiliki siapapun untuk merawat mereka.

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 22


Seks transaksional dihubungkan dengan kesehatan seperti HIV/AIDS, namun
juga dihubungkan dengan kesejahteraan sosial, dan pendidikan. Pemerintah Rwanda
telah berupaya untuk memungkinkan anak-anak sekolah, menyediakan layanan
perawatan kesehatan, media promosi, dukungan psikososial untuk pencegahan HIV.
Dengan keadaan tersebut di atas maka, deklarasi Hak anak secara universal
tersebut diharapkan dapat memotivasi semua pihak baik individu, orang tua,
organisasi sosial, pemerintah, dan masyarakat mengakui hak-hak anak tersebut dan
mendorong semua upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar anak.
Menurut Katz yang dikutip Muhidin (2003:2-3) untuk memenuhi kebutuhan
dasar anak, sebagaimana manusia lainnya, setiap anak memiliki kebutuhan-kebutuhan
dasar yang menuntut untuk dipenuhi sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang
secara sehat dan wajar. Kebutuhan dasar yang sangat penting bagi anak adalah
hubungan orang tua dan anak yang sehat dimana kebutuhan anak, seperti : perhatian
dan kasih sayang yang kontinu, perlindungan, dorongan, dan pemeliharaan harus
dipenuhi oleh orang tua.
Menurut Suharto sebagai kebutuhan dasar juga sangat diperlukan program
konseling untuk anak yang mengalami child abuse sebagai program terapi dengan
bantuan pekerja social menerapkan terapi permainan dan terapi seninya dalam
program konselingnya.
Untuk mengentaskan anak dengan transaksi seksual, yayasan perlindungan anak
telah mengupayakan langkah-langkah jangka panjang seperti tersebut di atas.
Peran perawat dengan asuhan keperawatan anak yang mendapat perlakuan salah
dengan hasil yang diharapkan anak tidak mengalami cedera atau pengabaian lebih
lanjut, anak minimal atau tidak memperlihatkan bukti distress, anak terlibat dalam
hubungan positif dengan pemberi asuhan, anak berduka dengan kehilangan orang tua.
Keluarga memperlihatkan bukti interaksi positif dengan anak, orang tua
memperlihatkan aktivitas menjadi orang tua yang tepat, orang tua memperlihatkan
pemahaman akan harapan yang normal bagi anak mereka.

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 23


DAFTAR PUSTAKA

Abu Huraerah. 2007. Child Abuse. Jakarta: Nuansa.

Yuk Chung Chan., et al. 2011. Children’Views On Child Abuse And Neglect :
Findings From an Exploratory Study with Chinese Children in Hongkong.
Hongkong : Journal Politehnic University.

Timothy P., et al. 2012. Transactional Sex As A Form OF Child Sexual Exploitation
And Abuse In Rwanda :Implications For Child Security And Protection.
USA : Journal Harvard School of Public Health

Wong DL, et al. 2009. Essential of Pediatric Nursing. Mosby Philadelpia

B. ANTICIPATORY GUIDANCE (Petunjuk Antisipasi)

Masa anak merupakan masa dimana rasa ingin tahu mereka terhadap lingkungan
sekitar sangat tinggi. Mereka akan mengeksplorasi lingkunagan sekitar dengan
menggunakan seluruh panca indera mereka tanpa memperhitungkan kemungkinan
bahaya yang akan timbul sehingga dapat menyebabkan kecelakan dan melukai tubuh
mereka bahkan bisa mengakibatkan kematian. Tidak jarang luka yang diakibatkan

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 24


karena kecelakaan pada anak ini bersifat menetap dan harus ditanggung oleh anak
sepanjang usianya. Saat anak menginjak usia remaja dimana rasa identitas dirinya
muncul, ia akan menjadi minder karena body imagenya terganggu, akibatnya anak
akan menjadi rendah diri dan dapat membatasi diri dalam pergaulan.
Perawat perlu membekali orang tua dengan bimbingan petunjuk antisipasi
(anticipatory guidance) untuk menghindari atau meminimalkan terjadinya kecelakaan
dan hal-hal yang tidak diinginkan pada anak, agar masa emas (golden age) ini dapat
berlangsung dengan baik dan tidak ada penyesalan orangtua di kemudian hari.

RINGKASAN:
Masa anak adalah masa dimana mereka aktif mengeksplorasi lingkungan sekitar.
Rasa keingintahuannya yang tinggi kadang-kadang membuat mereka tidak memahami
bahaya yang dapat ditimbulkan dari apa yang mereka lakukan, oleh karena itu maka
kewajiban orang tua dan keluarga untuk menjaga dan melindungi anak agar tetap
terjaga kesehatan dan keamanan nya terutama dari bahaya lingkungan yang tidak bisa
di modifikasi dan dimanipulasi. Peran perawat dalam hal ini adalah membimbing dan
memotivasi orang tua dan keluarga dalam upaya meminimalkan dan menghindari
kejadian kecelakaan pada anak dengan cara memberikan alternative pencegahan yang
dapat dilakukan sesuai dengan tahap usia anak.

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 25


KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 26
KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 27
KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 28
KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 29
KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 30
KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 31
KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 32
KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 33
KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 34
KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 35
KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 36
KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 37
C. KONSEP FAMILY CENTERED CARE

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Infeksi merupakan penyebab yang paling sering terjadi selama periode


bayi baru lahir. Sebanyak 2% janin mengalami infeksi intra uteri dan lebih dari
10% terinfeksi selama proses kelahiran dan dalam bulan pertama kehidupan
selanjutnya adalah tegantung dari nutrisi, kondisi lingkungan dan pengetahuan
orangtua mengenai menjaga kesehatan anak agar tidak mudah terkena penyakit
akibat infeksi mikroorganisme.

Data infeksi nosokomial di Indonesia sendiri dapat dilihat dari data


surveilans yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun 1987 di
10 RSU Pendidikan, diperoleh angka infeksi nosokomial cukup tinggi yaitu
sebesar 6-16 % dengan rata-rata 9,8 %. Penelitian yang pernah dilakukan di
11 rumah sakit di DKI Jakarta pada 2010 menunjukkan bahwa 9,8 % pasien
rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat (Balaguris, 2009).

Salah satu penyakit infeksi yang bias terjadi pada anak yaitu penyakit
HIV. Penyakit HIV penularannya bias dari ibu ke anak (tanpa pencegahan
Antiretroviral) diperkirakan berkisar antara 15–45%. Bukti dari Negara
industry maju menunjukkan bahwa transmisi dapat sangat dikurangi (menjadi
kurang dari 2% pada beberapa penelitian terbaru) dengan pemberian
antiretroviral selama kehamilan dan saat persalinan dan dengan pemberian
makanan pengganti dan bedah kaisarelektif.

Sebagian besar anak dengan HIV-positif sebenarnya meninggal karena


penyakit yang biasa menyerang anak. Sebagian dari kematian ini dapat dicegah,
melalui diagnosis dini dan tatalaksana yang benar, atau dengan member
imunisasi rutin dan perbaikan gizi. Secara khusus, anak ini mempunyai risiko
lebih besar untuk mendapat infeksi pneumokokus dan tuberculosis paru.

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 38


Pencegahan dengan kotrimoksazol dan ART dapat sangat mengurangi jumlah
anak yang meninggal secara dini.

Untuk meningkatan pemulihan kesehatan anak selama dirawat, tenaga


khususnya perawat bias melibatkan keluarga dalam hal ini orang tua agar
terlibat dalam perawatan anak. Dewasa ini, perawatan yang berpusat pada
keluarga atau yang dikenal dengan family centered care dapat menjadi
alternatif yang cukup efektif untuk membantu meningkatkan pemulihan
kesehatan anak selama perawatan di rumah sakit. Namun, pada kenyataannya
kebanyakan rumah sakit khususnya rumah sakit daerah masih belum
melaksanakan program ini dengan berbagai alas an karena terbentur fasilitas
dan kesiapan dari sumber daya manusianya.

Dalam pendekatan family centered care keluarga mempunyai tingkat


kedekatan dan keterlibatan dalam pelayanan kesehatan. Dalam family centered
care keluarga diharapkan membuat keputusan terkait dengan pasien dan
pemberian pelayanan kesehatan. Salah satu aspek terpenting dari perawatan
adalah penekanannya pada unit keluarga.

Kepedulian Family-centered tidak hanya meningkatkan kepuasan


keluarga, tetapi juga membantu perawat dalam memandang pasien sebagai
bagian dari suatu system keluarga sepertihalnya dari suatu individu. Sebagai
perawat harus mempunyai kepedulian kritis, dan harus perlakukan keluarga
secara keseluruhan ketika satu anggota penyakit dengan kritis.
Keluarga-Keluarga berhak untuk mengambil bagian pemeliharaan mereka yang
tercinta. Keluarga tidak hanya mempunyai suatu kebutuhan untuk dilibatkan,
tetapi juga sudahkah suatu kebutuhan untuk informasi. Semakin informasi
pelayanan kesehatan ragu semakin sedikit ketertarikan keluarga mengalami.
Ketika orang tercinta dengan kritis sakit, pasien dan keluarga tidaklah berfungsi
normal peran mereka di dalam keluarga. Perawat dapat membantu menjaga
keluarga integritas dan mendukung keluarga selama stress.

Berdasarkan hasil penelitian Alma D. Guerrero tahun 2010


menyebutkan bahwa family centered care merupakan program dan kebijakan
untuk meningkatkan pendidikan orang tua mengenai kesehatan, penyedia

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 39


komununikasi. Strategi ini dapat meningkatkan system pelayanan kesehatan.
Meningkatkan kepedulian family-centered juga mempunyai yang potensial
untuk mengurangi perbedaan suku dan ras terhadap kesehatan. Kepedulian
family-centered di antara populasi pediatric yang umum adalah suatu area
prioritas penting, Keharusan berkesinambungan monitoring untuk
meningkatkan capaian system penyedia dan akhirnya meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan.

Keluarga merupakan unsure penting dalam perawatan anak mengingat


anak merupakan bagian dari keluarga. Kehidupan anak dapat ditentukan oleh
lingkungan keluarga, Untuk itu keperawatan anak harus mengenal keluarga
sebagai tempat tinggal atau sebagai konstanta tetap dalam kehidupan anak
(Wong, Perry &Hockenberry, 2007). Sebagai perawat, dalam memberikan
pelayanan keperawatan anak, harus mampu memfasilitasi keluarga dalam
perawatan anak adalah memelihara kesatuan keluarga, memberdayakan
anggota keluarga untuk mendapatkan peran kepemimpinan dan
mendukung keluarga pada saat keluarga mengalami kecemasan (Baker, 1994
dalam Pots &Mandleco, 2007). Tujuan dari Family centered care (Solikhah,
2011) adalah mengikut sertakan keluarga sebagai rekan kerja yang utuh
dalam perawatan kesehatan anaknya dan untuk membantu perkembangan
dan mendukung stabilitas dari keluarga.

Berangkat dari masalah yang dipaparkan di atas, penyusun merasa


tertarik untuk mengetahui gambaran tentang peran family centre care di ruang
infeksi,

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran konsep family centre care di ruang infeksi
2. Tujuan Khusus
a) Untuk memperoleh gambaran tentang ruang infeksi
b) Untuk memperoleh gambaran family centre care di ruang infeksi
c) Untuk memperoleh gambaran anak dengan HIV.

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 40


C. Manfaat
1. Manfaat praktis
Diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi bagi instansi
kesehatan dalam mendukung pelaksaan FCC di ruang infeksi.
2. Manfaatkeilmuan
Diharapkan menambah khasanah ilmu pengetahuan dan sebagai bahan
bacaan dan sumber informasi bagi pembaca selanjutnya.
3. Manfaat bagi penyusun
Merupakan suatu pengalaman berharga bagi penyusun dalam memperluas
wawasan keilmuan, khususnya mengenai FCC di ruang infeksi.

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 41


TINJAUAN TEORITIS

A. Keluarga

Keluarga didefinisikan dengan beberapa cara pandang. Keluarga dapat dipandang


sebagai tempat pemenuhan kebutuhan biologis bagi para anggotanya. Cara
pandang dari sudut psikologis keluarga adalah tempat berinteraksi dan
berkembangnya kepribadian anggota keluarga. Secara ekonomi keluarga dianggap
sebagai unit yang bereaksi terhadap lingkungan lebih luas.

Duvall (1977) mengemukakan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang yang


dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi dan kelahiran yang bertujuan
menciptakan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental,
emosional dan sosial setiap anggota.

Bailon dan Maglaya (1978) mengemukakan bahwa keluarga sebagai dua atau
lebih individu yang berhubungan karena hubungan darah, ikatan perkawinan atau
adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dalam
perannya, menciptakan dan mempertahankan suatu budaya. Sedangkan Leininger
(1976) berpandangan bahwa keluarga adalah suatu sistem sosial yang dapat
menggambarkan adanya jaringan kerja dari orang-orang yang secara regular
berinteraksi satu sama lain yang ditunjukkan oleh adanya hubungan yang saling
tergantung dan mempengaruhi dalam rangka mencapai tujuan.

Keluarga adalah dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan secara biologis,
legal emosional. Keluarga bisa besar, kecil, inti, extend, multi-generasi, satu orang
tua, dua orang tua, dan kakek nenek. Tinggal dalam satu atap rumah atau lebih.
Keluarga dapat dalam jangka waktu tertentu, beberapa minggu, permanen dan
selamanya. Menjadi bagian dalam keluarga dengan cara melahirkan, adopsi,
pernikahan, adanya hubungan saling menguntungkan.

Keluarga menciptakan kultur dari diri sendiri yang berinteraksi dengan nilai-nilai
yang berbeda dan dengan cara yang unik mewujudkan mimpinya. Secara bersama,

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 42


keluarga kita akan menjadi sumber kekuatan kultual dan spiritual. Keluarga akan
berkembang dan membentuk tetangga, komuniti, wilayah, dan negara.

Burgess, dkk (1963) membuat definisi keluarga yang berorientasi pada tradisi dan
digunakan sebagai referensi secara luas:

1. Keluarga terdiri atas orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan,


darah, dan ikatan adopsi.
2. Para anggota setiap keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah
tangga, atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka tetap menganggap
rumah tangga sebagai rumah mereka.
3. Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam peran
sosial keluarga seperti suami, istri, ayah, ibu, anak dan saudara.
4. Keluarga menggunakan kultur yang sama, yaitu kultur yang diambil dari
masyarakat dengan beberapa ciri unik tersendiri.

Keluarga berfungsi memenuhi kebutuhan-kebutuhan setiap individu anggota


keluarga, memberikan perawatan fisik, dan perhatian emosional, dan seiring
dengan itu keluarga juga mengarahkan perkembangan kepribadian (Friedman,
1992).

Dalam pendekatan Family-Centered Care keluarga mempunyai tingkat kedekatan


dan keterlibatan dalam pelayanan kesehatan. Dalam Family-Centered Care
keluarga diharapkan membuat keputusan terkait dengan pasien dan pemberi
pelayanan kesehatan.

Salah satu aspek terpenting dari perawatan adalah penekanannya pada unit
keluarga. Berikut beberapa alasan mengapa keluarga harus dilakukan kerjasama
dalam perawatan:

a. Disfungsi dalam satu anggota keluarga akan mempengaruhi yang lain.


b. Ada hubungan yang kuat antara keluarga dan status kesehatannya.
c. Melalui perawatan bersama dengan keluarga yang berfokus pada
peningkatan, perawatan diri, pendidikan kesehatan dan konseling keluarga
dapat mengurangi resiko yang diciptakan oleh pola hidup dan bahaya
lingkungan.
KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 43
d. Upaya menemukan masalah
e. Keluarga merupakan sistem pendukung yangvital bagi individu-individu

B. Anak
Anak adalah individu yang berusia antara 0 sampai 18 tahun, yang
sedang dalam proses tumbuh-kembang, mempunyai kebutuhan yang spesifik
(fisik, psikologis, sosial, dan spiritual) yang berbeda dengan orang dewasa.
Secara psikologis anak membutuhkan cinta dan kasih sayang, rasa aman atau
bebas dari ancaman, Secara sosial anak membutuhkan lingkungan yang dapat
memfasilitasinya untuk berinteraksi, sedangkan secara spiritual anak
membutuhkan penanaman nilai agama dan moral serta nilai budaya (Supartini,
2004).

Menurut Wong (2008) Anak bukan orang dewasa kecil namun


individu khusus dengan pikiran, tubuh, dan kebutuhan yang unik yang sesuai
dengan tahap perkembangannya. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan
fisiologis (seperti nutrisi, cairan, aktifitas, eliminasi, istirahat, tidur dan lainlain),
kebutuhan psikologis sosial dan spiritual.

Whaley dan Wong (2000) mengemukakan pertumbuhan sebagai suatu


peningkatan jumlah dan ukuran, sedangkan perkembangan menitikberatkan
pada perubahan yang terjadi secara bertahap dari tingkat yang paling rendah
ketingkat yang paling tinggi dan komplek melalui proses maturasi dan
pembelajaran. Menurut Maslow (1988) pertumbuhan sebagai suatu peningkatan
ukuran tubuh yang dapat diukur dengan meter atau centimeter untuk tinggi badan
dan kilogram untuk berat badan. Sedangkan perkembangan sebagai peningkatan
ketrampilan dan kapasitas anak untuk berfungsi secara bertahap dan terus menerus.

C. Family Centered Care


1. Konsep Family centered care
Menurut Harmoko (2012) keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih
individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan
tiap-tiap anggota keluarga selalu berinteraksi satu sama lain. Keluarga adalah
KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 44
sekelompok orang yang hidup bersama atau berhubungan erat, yang saling
memberikan perhatian dan memberikan bimbingan untuk anggota keluarga
mereka (Wong, 2008). Keluarga merupakan unsur penting dalam
perawatan anak mengingat anak merupakan bagian dari keluarga.
Kehidupan anak dapat ditentukan oleh lingkungan keluarga, untuk itu
keperawatan anak harus mengenal keluarga sebagai tempat tinggal atau sebagai
konstanta tetap dalam kehidupan anak (Wong, Perry & Hockenberry, 2007).
Sebagai perawat, dalam memberikan pelayanan keperawatan anak, harus mampu
memfasilitasi keluarga dalam perawatan anak adalah memelihara kesatuan
keluarga, memberdayakan anggota keluarga untuk mendapatkan peran
kepemimpinan dan mendukung keluarga pada saat keluarga mengalami
kecemasan (Baker, 1994 dalam Pots & Mandleco, 2007). Tujuan dari Family
centered care (Solikhah, 2011) adalah mengikutsertakan keluarga sebagai
rekan kerja yang utuh dalam perawatan kesehatan anaknya dan untuk
membantu perkembangan dan mendukung stabilitas dari keluarga.

Filosofi family centered care menunjukkan bahwa keluarga


bersifat konstan dalam hidup anak, sistem pelayanan dan personel harus
saling didefinisikan mendukung, menghargai, mendorong, dan
meningkatkan kekuatan dan kompetensi keluarga melalui pemberdayaan
pendekatan dan bantuan efektif (Wong, 2008). Keluarga didukung dalam
peran pemberian perawatan yang dialami dan peran pembuatan keputusan
dengan membangun kekuatan unik mereka sebagai individu dan keluarga.
Asuhan berpusat keluarga mengakui perbedaan struktur dan latar belakang
keluarga, tujuan, cita-cita, strategi, dan tindakan keluarga, serta kebutuhan
keluarga untuk mendapatkan dukungan, pelayanan dan informasi
(Ahmann, 1994).

Menurut Whetten bahwa anggota keluarga pasien mungkin tidak


mampu bertindak untuk memenuhi kebutuhan pasien sendiri tanpa bantuan
tenaga kesehatan (Judy, 2009). Respon keluarga terhadap kondisi tersebut
dapat mengakibatkan ketidakpuasan, kecemasan, depresi, dan gangguan stress
(Melnyk et al., 2004). Kehadiran keluarga selama prosedur perawatan
kesehatan dapat menurun kecemasan bagi anak dan orangtua. Penelitian

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 45


menunjukkan bahwa ketika orangtua siap memberikan dukungan
keperawatan, dapat memperpendek prosedur perawatan atau memperlama
kecemasan pemberi layanan kesehatan (Brousseau et al., 2007).

2. Sejarah Family Centered Care


Pada tahun 1987, ACCH mengidentifikasi adanya 8 elemen
Family-Centered Care (Shelton et al., 1987) yang dikemukan oleh C.Everest
Koop dalam Surgeon generalis Report Children with special health care
needs (U.S.Department of Health and Human Services. 1987). Sejak saat itu,
definisi family centered care telah mendapatkan perhatian sosial dan cultural
dari keluarga (Johson et al., 1992) dan mendukung peran administrasi para
staff. Family centered care tidak hanya diperuntukkan pada standar praktik
perawatan pada anak sakit tetapi juga didukung USA dengan tindakan yang
dilakukan legislatifnya pada maternal child health block grant amendments in
the omnibus budget and reconciliation Act of 1989, the individualis with
Disabilities Assistance and Bill of rights Act, and the mental health
Amendments of 1990 (johnson et al., 1992).

Menurut Hanson dalam Supartini (2004) konsep family centered care


berawal pada abad 19, awal tahun 1900 perawatan isolasi berkembang
sejak ditemukannya penyakit menular. Orangtua yang anaknya sakit dan
dirawat di rumah sakit karena penyakit menular dilarang untuk mengunjungi
anak dan membawa barang-barang atau mainan ke rumah sakit. Akan tetapi
pada tahun 1940 ditemukan efek psikologis dari tindakan isolasi, yaitu anak
menjadi stress elama perawatan di rumah sakit. Karena anak stres dan gelisah
serta tidak tenang berada di rumah sakit tanpa ada orangtua disampingnya
membuat orangtua semakin stres. Akhirnya, orientasi pelayanan
keperawatan anak berubah menjadi rooming in, yaitu orangtua boleh tinggal
bersama anaknya di rumah sakit selama 24 jam. Sehingga, pendidikan
kesehatan untuk orangtua menjadi sangat penting.

3. Definisi Family-Centered Care


Family-Centered Care didefinisikan oleh Association for the Care of
KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 46
Children's Health (ACCH) sebagai filosofi dimana pemberi perawatan
mementingkan dan melibatkan peran penting dari keluarga, dukungan
keluarga akan membangun kekuatan, membantu untuk membuat suatu pilihan
yang terbaik, dan meningkatkan pola normal yang ada dalam kesehariannya
selama anak sakit dan menjalani penyembuhan (Johnson, Jeppson,&Redburn,
1992).

Peran penting keluarga untuk perawatan anak di dalam filosofi


keperawatan diakui dan dihormati. Family-Centered Care (FCC) merupakan
suatu pendekatan untuk perencanaan, pemberian asuhan, dan evaluasi
keperawatan kesehatan dengan membangun kerjasama yang saling bermanfaat
antara pemberi perawatan, klien, dan keluarga. FCC dapat diterapkan pada
semua tingkat usia, dan memungkinkan adanya pertukaran pengalaman dalam
beberapa kondisi perawatan.

Filosofi keperawatan berpusat pada keluarga mengakui keluarga


sebagai konstanta dalam kehidupan anak dan bahwa sistem pelayanan dan
petugas kesehatan harus mendukung, menghargai, mendorong, dan
meningkatkan kekuatan dan kompetensi keluarga. Filosofi mengakui
perbedaan diantara struktur dan latar belakang keluarga, kebutuhan-kebutuhan
dukungan, pelayanan dan informasi keluarga.

4. Alasan family centered care diperlukan bagi professional kesehatan


Karena perawatan berpusat pada keluarga dapat meningkatkan hasil
klinis untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus dan menyediakan lebih
banyak dukungan bagi keluarga untuk menghadapi tantangan dan
membesarkan anak-anak dengan kebutuhan khusus.

Karena pendekatan yang berpusat pada keluarga meningkatkan


keberhasilan dan kepuasaan dalam pekerjaan professional medis. Ini
menempatkan penekanan baru pada seni kedokteran, mengakui bahwa cara
perawatan ini adalah hal yang penting. Hal ini mengarah pada hasil kesehatan
yang lebih baik dan lebih bijaksana

Perawatan berpusat pada keluarga mensyaratkan bahwa professional


kesehatan mengenali kekuatan pendorong di balik program dan layanan
KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 47
rumah sakit. Professional kesehatan perlu mengenali bahwa layanan yang
diberikan menekankan pada perawatan berpusat pada keluarga.

Alasan dilakukan Family-Centered Care:

a. Membangun sistem kolaborasi daripada kontrol.


b. Berfokus pada kekuatan dan sumber- sumber keluarga daripada
kelemahan keluarga.
c. Mengakui keahlian keluarga dalam merawat anak seperti sebagaimana
profesional.
d. Mebangun pemberdayaan daripada ketergantungan
e. Meningkatkan lebih banyak sharing informasi dengan pasien, keluarga
dan pemberi pelayanan dari pada informasi hanya diketahui oleh
professional.
f. Menciptakan program yang fleksibel dan tidak kaku.
5. Elemen-elemen utama dalam FCC antara lain
Sembilan element Family-Centered Care yang teridentifikasi oleh
ACCH (Shclton et al., 1987):

a. Keluarga dipandang sebagai unsur yang konstan sementara kehadiran


profesi kesehatan fluktuatif.
b. Memfasilitasi kolaborasi orang tua – professional pada semua level
perawatan kesehatan.
c. Meningkatkan kekuatan keluarga, dan mempertimbangkan
metode-metode alternative dalam koping.
d. Memperjelas hal-hal yang kurang jelas dan informasi lebih komplit
oleh orang tua tentang perawatan anaknya yang tepat.
e. Menimbulkan kelompok support antara orang tua.
f. Mengerti dan memanfaatkan sistem pelayanan kesehatan dalam
memenuhi kebutuhan perkembangan bayi, anak, dewasa dan
keluarganya.
g. Melaksanakan kebijakan dan program yang tepat, komprehensif
meliputi dukungan emosional dan finansial dalam memenuhi
kebutuhan kesehatan keluarganya.

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 48


h. Menunjukkan desain transportasi perawatan kesehatan fleksibel,
accessible, dan responsive terhadap kebtuhan pasien.
i. Implementasi kebijakan dan program yang tepat komprehensif
meliputi dukungan emosional dengan staff.

6. Konsep inti dari Family Centered Care


a. Martabat dan kehormatan
Praktisi keperawatan mendengarkan dan menghormati pandangan dan
pilihan pasien. Pengetahuan, nilai, kepercayaan dan latar belakang
budaya pasien dan keluarg abergabung dalam rencana dan intervensi
keperawatan
b. Berbagi informasi
Praktisi keperawatan berkomunikasi dan memberitahukan informasi
yang berguna bagi pasien dan keluarga denganbenar dan tidak
memihak kepada pasien dan keluarga. Pasien dan keluarga menerima
informasi setiap waktu, lengkap, akurat agar dapat berpartisipasi dalam
perawatan dan pengambilan keputusan.
c. Partisipasi
Pasien dan keluarga termotivasi berpartisipasi dalam perawatan dan
pengambilan keputusan sesuai dengan kesepakatan yang telah mereka
buat.
d. Kolaborasi
Pasien dan keluarga juga termasuk ke dalam komponen dasar
kolaborasi. Perawat berkolaborasi dengan pasien dan keluarga dalam
pengambilan kebijakan dan pengembangan program, implementasi dan
evaluasi, desain fasilitas kesehatan dan pendidikan profesional
terutama dalam pemberian perawatan.
7. Fokus Lama Family Centered Care:
a. Konsep Keluarga dipertentangkan;
b. Definisi keluarga masih dipertentangkan;
KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 49
c. Ketidakmampuan pasien dan keluarga;
d. Majunya teknologi dan biomedis, meletakkkan nilai interaksi manusia
dalam perawatan kesehatan pada posisi bawah;
e. dan digerakkan oleh sistem.
8. Fokus Baru Family Centered Care:
a. Menghormati
b. Kekuatan
c. Pilihan
d. Fleksibilitas
e. Informasi
f. Dukungan
g. Kolaborasi
h. Pemberdayaan
9. Nilai perawatan yang berlangsung pada konsep family centered care:
a. Menyadari bahwa setiap anak dan setiap keluarga adalah unik
b. Keluarga memiliki kepribadian yang berbeda, pengalaman hidup, nilai,
kepercayaan, pendidikan, dan latar belakang agama dan budaya,
perawatan yang diberikan harus sama dengan semua pasien dan fleksibel
sehingga kebutuhan dan pilihan dapat terpenuhi
c. Komunikasi yang terbuka jujur antara pasien, keluarga mereka, dan staf
perawatan kesehatan
d. Menjadi bersedia untuk berbicara tentang yang buruk serta baik adalah
penting untuk mengubah, memperbaiki, dan mengembangkan praktek
perawatan terbaik dan kebijakan. Jenis komunikasi yang jelas
meningkatkan pasien dan pengalaman perawatan kesehatan keluarga
e. Memberdayakan keluarga untuk bergabung dalam perjalanan perawatan
anak mereka kesehatan
f. Ketika keluarga dan pasien memahami pilihan mereka, mereka
diberdayakan untuk terlibat dalam perawatan anak mereka
g. Mengakui bahwa keluarga adalah mitra untuk kualitas dan keamanan
dalam system perawatan kesehatan. Dengan bekerja sama, keluarga dan
staf diperkuat oleh kemitraan dan pengetahuan bersama. Hal ini
menghasilkan kualitas tertinggi perawatan.
KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 50
10. Prinsip-prinsip dalam FCC :
a. Menghormati setiap anak dan keluarganya.
b. Menghormati keragaman ras, etnis, budaya, sosial ekonomi dan
dampaknya pada keluarga terkait pengalaman dan persepsi terhadap
perawatan
c. Mengenali dan membangun kekuatan masing-masing anak dan keluarga
d. Mendukung dan memfasilitasi pilihan untuk anak dan keluarga
e. Memastikan fleksibilitas dalam kebijakan organisasi, prosedur dan
praktek dalam perawatan sehingga dapat diseuaikan dengan kebutuhan,
keyakinan dan nilai-nilai budaya masing-masing anak dan keluarga
f. Berbagi informasi yang jujur dan objektif dengan keluarga secara
berkelanjutan.
g. Menyediakan dan/atau memastikan dukungan formal dan informal untuk
anak dan orang tua dan/atau wali selama kehamilan, melahirkan, bayi,
anak-anak dan remaja.
h. Berkolaborasi dengan keluarga disemua tingkat perawatan kesehatan
dalam perawatan anak dan pendidikan, pembuatan kebijakan dan
program pendidikan.
i. Memberdayakan setiap anak dan keluarga untuk menemukan kekuatan
mereka, membangun kepercayaan diri, membuat pilihan dan keputusan
tentang kesehatan mereka. (American Academy of Pediatrics, 2003)
11. Manfaat Family Centered Care :
a. Memfasilitasi peningkatan proses adaptasi anak yang dirawat dan
keluarga.
b. Perbaikan komunikasi orang tua dan pemberi layanan.
c. Peningkatan kepercayaan orang tua dalam pemecahan masalah.
d. Perbaikan finansial dan kualitas hasil.
e. Meningkatkan kepuasan pada pengalaman di rumah sakit, orang tua
lebih kompeten dalam perawatan anak mereka (Petersen, M.F., et
al,2004)

D. Konsep Infeksi
1. Pengertian Infeksi
KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 51
Kolonisasi : merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen
infeksi, dimana organisme tersebut hidup, tumbuh dan berkembang biak,
tetapi tanpa disertai adanya respon imun atau gejala klinik. Pada kolonisasi,
tubuh pejamu tidak dalam keadaan suseptibel. Pasien atau petugas kesehatan
bisa mengalami kolonisasi dengan kuman patogen tanpa menderita sakit,
tetapi dapat menularkan kuman tersebut ke orang lain. Pasien atau petugas
kesehatan tersebut dapat bertindak sebagai “Carrier”.

Infeksi adalah invasi tubuh patogen atau mikroorganisme yang mampu


menyebabkan demam dan sakit (Perry & Potter, 2005).

Infeksi adalah peristiwa masuk dan penggandaan mikroorganisme di


dalam tubuh penjamu (Linda Tietjen, 2004).

Infeksi : merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen


infeksi (organisme), dimana terdapat respon imun, tetapi tidak disertai gejala
klinik.

Infeksi merupakan penyebab yang paling sering selama periode bayi


baru lahir. Sebanyak 2% janin mengalami infeksi intra uteri dan lebih dari
10% terinfeksi selama proses kelahiran dan dalam bulan pertama kehidupan
selanjutnya dalah tegantung dari nutrisi, kondisi lingkungan dan pengetahuan
orangtua mengenai menjaga kesehatan anak agar tidak mudah terkena
penyakit akibat infeksi mikroorganisme.

Penyakit infeksi : merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya


agen infeksi(organisme) yang disertai adanya respon imun dan gejala klinik.

Penyakit menular atau infeksius : adalah penyakit (infeksi) tertentu


yang dapat berpindah dari satu orang ke orang lain, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Inflamasi (radang atau perdangan lokal) : merupakan
bentuk respon tubuh terhadap suatu agen (tidak hanya infeksi, dapat berupa
trauma, pembedahan atau luka bakar), yang ditandai dengan adanya sakit/nyeri
(dolor), panas (calor), kemerahan (rubor), pembengkakan (tumor) dan
gangguan fungsi.

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 52


“Systemic Inflammatory Response Syndrome” (SIRS) : sekumpulan
gejala klinik atau kelainan laboratorium yang merupakan respon tubuh
(inflamasi) yang bersifat sistemik.

2. Agen Infeksius
Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu
mengetahui rantai penularan. Apabila satu mata rantai dihilangkan atau
dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Komponen yang
diperlukan sehingga terjadi penularan tersebut adalah:

a. Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme yang dapat


menyebabkan infeksi. Pada manusia, agen infeksi dapat berupa bakteri,
virus, ricketsia, jamur dan parasit. Ada tiga faktor pada agen penyebab
yang mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu : patogenitas, virulensi dan
jumlah (dosis, atau “load”).
b. Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh,
berkembang biak dan siap ditularkan kepada orang. Reservoir yang paling
umum adalah manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan
bahan-bahan organik lainnya. Pada orang sehat, permukaan kulit, selaput
lendir saluran napas atas, usus dan vagina merupakan reservoir yang
umum.
c. Pintu keluar (portal of exit) adalah jalan darimana agen infeksi
meninggalkan reservoir. Pintu keluar meliputi saluran pernapasan,
pencernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit dan membrana mukosa,
transplasenta dan darah serta cairan tubuh lain.
3. Pencegahan Infeksi
Pencegahan terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit.
a. Pencegahan dari infeksi nosokomial ini diperlukan suatu rencana yang
terintegrasi, monitoring dan program yang termasuk :
1) Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara
mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik
dan aseptik, sterilisasi dan desinfektan.
2) Mengontrol resiko penularan dari lingkungan

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 53


3) Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat,
nutrisi yang cukup dan vaksinasi
4) Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan
prosedur invasive
5) Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol
penyebarannya
b. Dekontaminasi tangan
Transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan
menjaga hygiene dari tangan. Tetapi pada kenyataannya, hal ini sulit
dilakukan dengan benar, karena banyaknya alasan seperti kurangnya
peralatan, alergi produk pencuci tangan, sedikitnya pengetahuan
mengenai pentingnya hal ini, dan waktu mencuci tangan yang lama.
Selain itu, penggunaan sarung tangan sangat dianjurkan bila akan
melakukan tindakan atau pemeriksaan pada pasien dengan
penyakit-penyakit infeksi. Hal yang perlu diingat adalah : Memakai
sarung tangan ketika akan mengambil atau menyentuh darah, cairan tubuh,
atau keringat, tinja, urin, membran mukosa dan bahan yang kita anggap
telah terkontaminasi, dan segera mencuci tangan setelah melepas sarung
tangan. Sarung tangan, sebaiknya digunakan terutama ketika menyentuh
darah, cairan tubuh, feses maupun urine. Sarung tangan harus selalu
diganti untuk tiap pasiennya. Setelah membalut luka atau terkena benda
yang kotor, sarung tangan harus segera diganti.
c. Instrumen yang sering digunakan Rumah Sakit
1) Pengurangan penyuntikan yang kurang diperlukan
2) Pergunakan jarum steril
3) Penggunaan alat suntik yang disposable
Baju khusus juga harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian
selama kita melakukan tindakan untuk mencegah percikan darah,
cairan tubuh, urin dan feses (Wenxel, 2002).

d. Mencegah penularan dari lingkungan rumah sakit pembersihan yang rutin


sangat penting untuk meyakinkan bahwa rumah sakit sangat bersih dari
debu, minyak dan kotoran.

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 54


Pengaturan udara yang baik dengan mengusahakan pemakaian
penyaring udara, terutama bagi penderita dengan status imun dan
penderita yang menyebabkan penyakit melalui udara. Selain itu rumah
sakit harus membangun suatu fasilitas penyaring air dan menjaga
kebersihan pemprosesan serta filternya untuk mencegah terjadinya
pertumbuhan bakteri. tentunya, toilet juga harus dijaga kebersihannya
serta diberikan desinfektan untuk membunuh kuman (Pohan, 2002).
Desinfeksi yang dipakai harus mempunyai kriteria membunuh
kuman dan mempunyai efek sebagai detergen. selain itu desinfeksi yang
dipakai dapat melarutkan minyak dan protein.
e. Ruangan Isolasi/Infeksi
Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan
membuat suatu pemisahan pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan
terutama untuk penyakit yang penularannya melalui udara, contohnya
tuberkulosis, dan SARS, yang menyebabkan kontaminasi berat. Penularan
yang melibatkan virus, contohnya DHF dan HIV. Biasanya, pasien yang
mempunyai resistensi rendah seperti leukemia dan pengguna obat
immunosupresan juga perlu diisolasi agar terhindar dari infeksi. Tetapi
menjaga kebersihan tangan dan makanan, peralatan kesehatan didalam
ruang isolasi juga sangat penting. Ruang isolasi ini harus selalu tertutup
dengan ventilasi udara selalu menuju keluar. Sebaiknya satu pasien
berada dalam satu ruang isolasi, tetapi bila sedang terjadi kejadian luar
biasa dan penderita melebihi kapasitas, beberapa pasien dalam satu
ruangan tidaklah apa-apa selama mereka menderita penyakit yang sama.
Dalam mencegah / mengendalikan infeksi nosokomial, ada tiga hal
yang perlu ada dalam program pengendalian infeksi nosokomial yaitu,
Roeshadi (1996) :
1) Adanya sistem surveillance yang mantap Surveillance suatu
penyakit adalah tindakan pengamatan yang sistematik dan dilakukan
terus menerus terhadap penyakit tersebut yang terjadi pada suatu
populasi tertentu dengan tujuan untuk dapat melakukan pencegahan
dan pengendalian. Jadi tujuan dari surveillance adalah untuk
menurunkan resiko terjadinya infeksi nosokomial. Perlu ditegaskan
KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 55
disini bahwa keberhasilan pengendalian infeksi nosokomial
bukanlah ditentukan oleh canggihnya peralatan yang ada, tetapi
ditentukan oleh kesempurnaan perilaku petugas dalam
melaksanakan perawatan penderita secara benar ( the proper
nursing care). Dalam pelakanaan surveillance ini, perawat sebagai
petugas lapangan digaris paling depan, mempunyai peran yang
sangat menentukan.
2) Adanya peraturan yang jelas dan tegas serta dapat dilaksanakan,
dengan tujuan untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi
nosokomial Adanya peraturan yang jelas dan tegas serta dapat
dilaksanakan, merupakan hal yang sangat penting adanya.
Peraturan-peraturan ini merupakan standar yang harus dijalankan
setelah dimengerti semua petugas; standar ini meliputi standar
diagnosis (definisi kasus) ataupun standar pelaksanaan tugas. Dalam
pelaksanaan dan pengawasan pelaksanaan peraturan ini, peran
perawat sangat besar sekali.
3) Adanya program pendidikan yang terus menerus bagi semua
petugas rumah sakit dengan tujuan mengembalikan sikap mental
benar dalam merawat penderita. Adanya program pendidikan yang
terus menerus. Seperti disebutkan diatas, pada hakekatnya program
ini ditentukan oleh perilaku petugas dalam melaksanakan perawatan
yang sempurna kepada penderita. Perubahan perilaku inilah yang
memerlukan proses belajar dan mengajar yang terus menerus.
Program pendidikan hendaknya tidak hanya ditekankan pada aspek
perawatan yang baik saja, tetapi kiranya juga aspek epidemiologi
dari infeksi nosokomial ini. Jadi jelaslah bahwa dalam seluruh lini
program pengendalian infeksi nsokomial, perawat mempunyai peran
yang sangat menentukan. Sekali lagi ditekankan bahwa
pengendalian infeksi nosokomial bukanlah ditentukan oleh
peralatan yang canggih (dengan harga yang mahal) ataupun engan
pemakaian antibiotika yang berlebihan (mahal dan bahaya
resistensi), melainkan ditentukan oleh kesempurnaan setiap petugas
dalam melaksanakan perawatan yang benar untuk penderitanya.
KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 56
Menurut Hidayat (2006) tindakan pencegahan infeksi nosokomial dapat
dilakukan beberapa cara antara lain :
a) Aseptik, yaitu tindakan yang dilakukan dalam pelayanan
kesehatan.
Istilah ini dipakai untuk menggambarkan semua usaha yang
dilakukan untuk mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam
tubuh yang kemungkinan besar akan mengakibatkan infeksi.
Tujuan akhirnya adalah mengurangi atau menghilangkan jumlah
mikoorganisme, baik pada permukaan benda hidup maupun
benda mati agar alat-alat kesehatan dapat dengan aman
digunakan.
b) Antiseptik, yaitu upaya pencegahan infeksi dengan cara
membunuh atau menghambat pertumbuhan mikoorganisme pada
kulit dan jaringan tubuh lainnya
c) Dekontaminasi, tindakan yang dilakukan agar benda mati dapat
ditangani oleh petugas kesehatan secara aman, terutama petugas
pembersihan medis sebelum pencucian dilakukan, caranya
dibersihkan dengan cairan Lysol.
d) Pencucian, yaitu tindakan menghilangkan semua darah, cairan
tubuh atau setiap benda asing seperti debu dan kotoran.
e) Sterilisasi, yaitu tindakan menghilangkan mikroorganime
(bakteri, jamur, virus) termasuk bakteri endospora dari benda
mati dengan cara pembakaran alat dengan menggunakan alcohol,
menggunakan alat sterilisator.
f) Desinfeksi, yaitu tindakan menghilangkan sebagian besar (tidak
semua) mikoorganisme penyebab penyakit dari benda mati.
Desinfeksi tingkat tinggi dilakukan dengan merebus atau
menggunakan aturan kimia.

4. Untuk memperoleh gambaran tentang ruang infeksi


KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 57
Ruang infeksi di Rumah Sakit (RS) adalah ruangan isolasi atau ruangan
yang beresiko tinggi pada Pasien dengan Penyakit infeksi yang berasal dari
sumber endogen atau eksogen. Sumber endogen termasuk anggota tubuh
biasanya didapatkan mikroorganisme. Misalnya jenis penyakit infeksi tersebut
seperti diare, campak, pneumonia, malaria, tuberkulosis, demam dengue, tifoid,
meningitis, ensepalitis, dan malnutrisi. Sumber eksogen mencakup mereka
yang bukan bagian dari penyakit tersebut, contohnya termasuk pengunjung,
petugas kesehatan, peralatan dan lingkungan kesehatan (Mirza, 2006).

Di ruang Infeksi juga terdapat beberapa jenis penyakit infeksi dengan


gejala awalnya adalah terjadinya demam karena masuknya jasad renik
(mikroorganisme) ke dalam tubuh. Rotavirus merupakan penyebab paling
umum dari gastroenteritis akut pada anak-anak usia kurang dari 3 tahun yang
dirawat di rumah sakit (WHO, 2007).

Kewaspadaan Universal yaitu tindakan pengendalian infeksi yang


dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko penyebaran
infeksi dan didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat
berpotensi menularkan penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas
kesehatan. Perawat sebagai petugas kesehatan yang memberikan pelayanan
keperawatan dan melakukan prosedur keperawatan baik yang invasive ataupun
non invasive untuk memenuhi kebutuhan pasien akan kontak langsung dengan
darah atau cairan tubuh pasien. Hal ini sangat berisiko terpapar infeksi yang
secara potensial membahayakan jiwanya, dan menjadi tempat dimana agen
infeksius dapat berkembang biak yang kemudian menularkan infeksi dari satu
pasien ke pasien lain. Oleh karena itu tindakan kewaspadaan universal sangat
penting dilakukan.

Kewaspadaan yang terpenting, dirancang untuk diterapkan secara rutin


dalam perawatan seluruh pasien dalam rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya, baik terdiagnosis infeksi, diduga terinfeksi atau kolonisasi.
Diciptakan untuk mencegah transmisi silang sebelum diagnosis ditegakkan
atau hasil pemeriksaan laboratorium belum ada. Strategi utama untuk PPI,
menyatukan Universal Precautions dan Body Substance :

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 58


a. Isolation
Adalah kewaspadaan dalam pencegahan dan pengendalian infeksi
Rutin dan harus diterapkan terhadap Semua Pasien di Semua Fasilitas
Kesehatan. Kewaspadaan berdasarkan transmisi Sebagai tambahan
Kewaspadaan Standar, terutama setelah terdiagnosis jenis infeksinya.

Rekomendasi dikategorikan sebagai berikut :

1) Kategori I A :
Sangat direkomendasikan untuk seluruh rumah sakit, telah didukung
penelitian dan studi epidemiologi.

2) Kategori I B :
Sangat direkomendasikan untuk seluruh rumah sakit dan telah ditinjau
efektif oleh para ahli di lapangan. Dan berdasar kesepakatan HICPAC
(Hospital Infection Control Advisory Committee) sesuai dengan bukti
rasional walaupun mungkin belum dilaksanakan suatu studi scientifik.

3) Kategori II :
Dianjurkan untuk dilaksanakan di rumah sakit. Anjuran didukung studi
klinis dan

epidemiologik, teori rasional yang kuat, studi dilaksanakan di beberapa


rumah sakit.

4) Tidak direkomendasi :
Masalah yang belum ada penyelesaiannnya. Belum ada bukti ilmiah
yang memadai atau belum ada kesepakatan mengenai efikasinya.

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 59


b. Kewaspadaan Standar
Kewaspadaan Standar untuk pelayanan semua pasien. Kategori I
meliputi

1) Kebersihan tangan/Handhygiene
2) Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle (kaca mata
pelindung), face shield (pelindung wajah), gaun
3) Peralatan perawatan pasien Pengendalian lingkungan
4) Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
5) Kesehatan karyawan / Perlindungan petugas kesehatan
6) Penempatan pasien
7) Hygiene respirasi/Etika batuk
8) Praktek menyuntik yang aman
9) Praktek untuk lumbal punksi
Dalam tindakan kewaspadaan universal diperlukan kemampuan
perawat sebagai pelaksana, ditunjang oleh sarana dan prasarana, serta SOP
yang mengatur langkah langkah tindakan kewaspadaan universal.
Kemampuan perawat sebagai pelaksana perawatan dipengaruhi oleh unsur
pengetahuan dan unsur sikap dalam memberikan pelayanan perawatan.
Kedua unsur tersebut akan mempengaruhi perilaku perawat dalam
memberikan pelayanan keperawatan yang tercermin pada pelaksanaan
tindakan perawatan.
Prinsip kewaspadaan universal (universal precaution) di pelayanan
kesehatan adalah menjaga hygiene sanitasi individu, hygiene sanitasi
ruangan, serta sterilisasi peralatan. Hal ini penting mengingat sebagian
besar yang terinfeksi virus lewat ruangan lingkungan pasien seperti
pneumonia dan TBC atau seperti HIV dan HIB tidak menunjukan gejala
fisik. Kewaspadaan universal diterapkan untuk melindungi setiap orang
(pasien dan petugas kesehatan) apakah mereka terinfeksi atau tidak.
Kewaspadaan universal berlaku untuk darah, sekresi ekskresi (kecuali
keringat), luka pada kulit, dan selaput lendir. Penerapan standar ini penting
untuk mengurangi risiko penularan mikroorganisme yang berasal dari

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 60


sumber infeksi yang diketahui atau tidak diketahui (misalnya pasien, benda
terkontaminasi, jarum suntik bekas pakai, dan spuit) di dalam system
pelayanan kesehatan. Ketiga prinsip tersebut di jabarkan menjadi lima
kegiatan pokok yaitu mencuci tangan guna mencegah infeksi silang,
pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian sarung tangan guna
mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius lain, pengelolaan alat
kesehatan, pengelolaan alat tajam untuk mencegah perlukaan, dan
pengelolaan limbah (Depkes RI, 2003).
ada hal-hal yang harus perawat lakukan dan perawat ajarkan kepada
keluarga pasien rutin untuk mencegah dan mengendalikan infeksi
nosokomial seperti mengajarkan cara :
1) Cuci Tangan
Mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting
dalam pencegahan dan pengontrolan infeksi (Potter & Perry, 2005).
Tujuan mencuci tangan adalah untuk membuang kotoran dan
organisme yang menempel dari tangan dan untuk mengurangi jumlah
mikroba total pada saat itu. Mikroorganisme pada kulit manusia dapat
diklasifikasikan dalam dua kelompok yaitu flora residen dan flora
transien. Flora residen adalah mikrorganisme yang secara konsisten
dapat diisolasi dari tangan manusia, tidak mudah dihilangkan dengan
gesekan mekanis yang telah beradaptasi pada kehidupan tangan
manusia. Flora transien yang flora transit atau flora kontaminasi, yang
jenisnya tergantung dari lingkungan tempat bekerja. Mikroorganisme
ini dengan mudah dapat dihilangkan dari permukaan dengan gesekan
mekanis dan pencucian dengan sabun atau detergen. Cuci tangan harus
dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah melakukan tindakan
perawatan walupun memakai sarung tangan atau alat pelindung lain
untuk menghilangkan atau mengurangi mikrorganisme yang ada di
tangan sehingga penyebaran penyakit dapat di kurangi dan lingkungan
terjaga dari infeksi. Tangan harus di cuci sebelum dan sesudah
memakai sarung tangan. Cuci tangan tidak dapat digantikan oleh
pemakaian sarung tangan. Mencuci tangan dilakukan sebelum dan
sesudah melakukan tindakan keperawatan walaupun memakai sarung
KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 61
tangan dan alat pelindung lain. Tindakan ini untuk menghilangkan atau
mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran
infeksi dapat dikurangi dan lingkungan kerja tetap terjaga. Cuci tangan
dilakukan pada saat sebelum; memeriksa (kontak langsung dengan
pasien), memakai sarung tangan ketika akan melakukan menyuntik dan
pemasangan infus. Cuci tangan harus dilakukan pada saat yang
diantisipasi akan terjadi perpindahan kuman

a) Cara Cuci Tangan


Cuci tangan higienik atau rutin yang berfungsi mengurangi
kotoran dan flora yang ada di tangan dengan menggunakan sabun
atau detergen. Cuci tangan aseptic yaitu cuci tangan yang
dilakukan sebelum tindakan aseptik pada pasien dengan
menggunakan antiseptik. Cuci tangan bedah yaitu cuci tangan
yang dilakukan sebelum melakukan tindakan bedah aseptik dengan
antiseptik dan sikat steril.

Langkah mencuci tangan (Potter & Perry, 2005) adalah sebagai


berikut:
i. Gunakan wastapel yang mudah digapai dengan air mengalir
yang hangat, sabun
1. biasa atau sabun antimikrobial, lap tangan kertas atau
pengering.
ii. Lepaskan lap tangan dan gulung lengan panjang keatas
pergelangan tangan. Hindari memakai cincin, lepaskan selama
mencuci tangan.
iii. Jaga supaya kuku tetap pendek dan datar.
iv. Inspeksipermukaan tangan dan jari akan adanya luka atau
sayatan pada kulit dan kutikula.
v. Berdiri didepan wastapel. Jaga agar tangan dan seragam tidak
menyentuh
1. wastapel.

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 62


vi. Alirkan air. Tekan pedal dengan kaki untuk mengatur aliran
dan suhu atau dorong pedal lutut secara lateral untuk mengatur
aliran dan suhu.
vii. Hindari percikan air mengenai seragam.
viii. Atur aliran air sehingga suhu hangat.
ix. Basahi tangan dan lengan bawah dengan seksama sebelum
mengalirkan air
1. hangat. Pertahankan supaya tangan dan lengan bawah lebih
rendah dari pada siku selama mencuci tangan.
x. Taruh sedikit sabun biasa atau sabun anti mikrobial cair pada
tangan, sabuni
1. dengan seksama.
xi. Gosok kedua tangan dengan cepat paling sedikit 10 – 15 detik.
Jalin jari-jari
1. tangan dan gosok telapak dan bagian punggung tangan dengan
dengan gerakan sirkuler paling sedikit masing-masing lima
kali. Pertahankan supaya ujung jari berada dibawah untuk
memungkinkan pemusnahan mikroorganisme.
xii. Jika daerah di bawah kuku kotor, bersihkan dengan kuku jari
tangan yang satunya, dan tambah sabun atau stik orangewood
yang bersih.
xiii. Bilas tangan dan pergelangan tangan dengan seksama,
pertahankan supaya letak
1. tangan dibawah siku.
xiv. Ulangi langkah 10 sampai a2 namun tambah periode mencuci
tangannya 1, 2, 3
1. dan detik.
xv. Keringkan tangan dengan seksama dan jari tangan ke
pergelangan tangan dan lengan bawah dengan handuk kertas
(tisue) atau pengering.
xvi. Jika digunakan, buang handuk kertas pada tempat yang tepat.
xvii. Tutup air dengan kaki dan pedal lutut.

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 63


b) Indikasi Cuci Tangan :
Cuci tangan harus dilakukan pada saat yang di antisipasi
akan terjadi perpindahan kuman melalui tangan yaitu sebelum
malakukan suatu tindakan yang seharusnya dilakukan secara
bersih dan setelah melakukan tindakan yang memungkinkan
terjadi pencemaran seperti: Sebelum melakukan tindakan misalnya
memulai pekerjaan, saat akan memeriksa, saat akan memakai
sarung tangan yang steril atau sarung tangan yang telah
didesinfeksi tingkat tinggi untuk melakukan tindakan, saat akan
melakukan peralatan yang telah di DTT, saat akan injeksi , saat
hendak pulang ke rumah. Setelah melakukan tindakan yang
memungkinkan terjadi pencemaran. Misalnya setalah memeriksa
pasien, setelah mamakai alat bekas pakai dan bahan lain yang
beresiko terkontaminasi, setelah menyentuh selaput mukosa, darah
atau cairan tubuh lain, setelah membuka sarung tangan.

2) Alat Pelindung Diri


Alat pelindung diri digunakan untuk melindungi kulit dan selaput
lender petugas dari resiko pajanan darah, semua jenis cairan tubuh,
sekret atau ekskreta, kulit yang tidak utuh dan selaput lendir pasien.
Jenis tindakan yang beresiko mencakup tindakan rutin. Jenis alat
pelindung: Sarung tangan, masker dan gaun pelindung. Tidak semua
alat pelindung tubuh harus dipakai, tetapi tergantung pada jenis
tindakan yang akan dikerjakan.

a) Sarung Tangan
Pemakaian sarung tangan bertujuan untuk melindungi tangan
dari kontak dengan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret, ekskreta,
kulit yang tidak utuh, selaput lendir pasien dan benda yang
terkontaminasi. Sarung tangan harus selalu dipakai oleh setiap
petugas sebelum kontak dengan darah atau semua jenis cairan tubuh.

Jenis sarung tangan yang dipakai di sarana kesehatan, yaitu :

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 64


i. Sarung tangan bersih adalah sarung tangan yang didesinfeksi
tingkat tinggi dan digunakan sebelum tindakan rutin pada kulit
dan selaput lendir. Misalnya tindakan medis pemeriksaaan dalam,
merawat luka terbuka.
ii. Sarung tangan steril adalah sarung tangan yang disterilkan dan
harus digunakan pada tindakan bedah. Bila tidak ada sarung
tangan steril baru dapat digunakan sarung tangan yang
didesinfeksi tingkat tinggi.
iii. Sarung tangan rumah tangga adalah sarung tangan yang terbuat
dari latex atau vinil yang tebal. Sarung tangan ini dipakai pada
waktu membersihkan alat kesehatan, sarung tangan ini bisa
dipakai lagi bila sudah dicuci dan dibilas bersih. Sarung tangan
ini harus selalu dipakai pada saat melakukan tindakan yang
kontak atau diperkirakan akan terjadi kontak dengan darah, cairan
tubuh, sekret, kulit yang tidak utuh, selaput lendir pasien dan
benda terkontaminsi. Yang harus diperhatikan ketika
menggunakan sarung tangan yaitu gunakan sarung tangan yang
berbeda untuk setiap pasien, segera lepas sarung tangan apabila
telah selesai dengan satu pasien dan ganti dengan sarung tangan
yang lain apabila menangani sarung tangan lain. Hindari jamahan
pada benda lain selain yang berhubungan dengan tindakan yang
sedang dilakukan. Tidak dianjurkan menggunakan sarung tangan
rangkap karena akan menurunkan kepekaan. Kecuali dalam
keadaan khusus seperti tindakan yang menggunakan waktu lama
lebih 60 menit., tindakan yang berhubungan dengan darah atau
cairan tubuh yang banyak, bila memakai sarung tangan ulang
seharusnya sekali pakai. Prosedur pemakaian sarung tangan steril
(DepKes RI, 2003 : 22) adalah sebagai berikut:
i. Cuci tangan
ii. Siapkan area yang cukup luas, bersih dan kering untuk
membuka paket sarung tangan.
iii. Perhatikan tempat menaruhnya (steril atau minimal DTT)

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 65


Buka pembungkus sarung tangan, minta bantuan petugas lain
untuk membuka pembungkus sarung tangan.
iv. Letakan sarung tangan dengan bagian telapak tangan
menghadap keatas Ambil salah satu sarung tangan dengan
memegang pada sisi sebelah dalam lipatannya, yaitu bagian
yang akan bersentuhan dengan kulit tangan saat dipakai
v. Posisikan sarung tangan setinggi pinggang dan menggantung
ke lantai, sehingga bagian lubang jari-jari tangannya terbuka.
Masukan tangan (jaga sarung tangan supaya tidak menyentuh
permukaan).
vi. Ambil sarung tangan kedua dengan cara menyelipkan jari-jari
tangan yang sudah memakai sarung tangan ke bagian
lipatannya, yaitu bagian yang tidak akan bersentuhan dengan
kulit tangan saat dipakai.
vii. Pasang sarung tangan yang kedua dengan cara memasukan
jari-jari tangan yang belum memakai sarung tangan, kemudian
luruskan lipatan, dan atur posisi sarung tangan sehingga terasa
pas dan enak ditangan.

b) Pelindung Wajah (Masker)


Pemakaian pelindung wajah ini dimaksudkan untuk
melindungi selaput lender hidung, mulut selama melakukan
perawatan pasien yang memungkinkan terjadi percikan darah dan
cairan tubuh lain. Masker tanpa kaca mata hanya digunakan pada
saat tertentu misalnya merawat pasien tuberkulosa terbuka tanpa
luka bagian kulit atau perdarahan. Masker kaca mata dan pelindung
wajah secara bersamaan digunakan petugas yang melaksanakan atau
membantu melaksanakan tindakan beresiko tinggi terpajan lama oleh
darah dan cairan tubuh lainnya antara lain pembersihan luka,
membalut luka, mengganti kateter etau dekontaminasi alat bekas
pakai. Bila ada indikasi untuk memakai ketiga macam alat pelindung
tersebut, maka masker selalu dipasang dahulu sebelum memakai

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 66


gaun pelindung atau sarung tangan, bahkan sebelum melakukan cuci
tangan bedah (Potter & Perry, 2005).

c) Gaun Pelindung
Gaun pelindung merupakan salah satu jenis pakaian kerja.
Jenis bahan sedapat mungkin tidak tembus cairan. Tujuan pemakaian
gaun pelindung adalah untuk melindungi petugas dari kemungkinan
genangan atau percikan darah atau cairan tubuh lain. gaun pelindung
harus dipakai apabila ada indikasi seperti halnya pada saat
membersihkan luka, melakukan irigasi, melakukan tindakan drainase,
menuangkan cairan terkontaminasi ke dalam lubang wc, mengganti
pembalut, menangani pasien dengan perdarahan masif. Sebaiknya
setiap kali dinas selalu memakai pakaian kerja yang bersih, termasuk
gaun pelindung. Gaun pelindung harus segera diganti bila terkena
kotoran, darah atau cairan tubuh (Anita, D, A, 2004).

d) Pengelolaan alat-alat kesehatan


Pengelolaan alat kesehatan bertujuan untuk mencegah
penyebaran infeksi melalui alat kesehatan atau untuk menjamin alat
tersebut dalam kondisi steril dan siap pakai. Semua alat, bahan dan
obat yang akan dimasukan ke dalam jaringan di bawah kulit harus
dalam keadaan steril. Proses penatalaksanaan peralatan dilakukan
melalui 4 tahap kegiatan yaitu dekontaminasi (menghilangkan
mikroorganisme patogen dan kotoran dari suatu benda sehingga
aman untuk pengelolaan selanjutnya dan dilakukan sebagai langkah
pertama bagi pengelolaan pencemaran lingkungan, seperti misalnya
tumpahan darah atau cairan tubuh, Juga sebagai langakah pertama
pengelolaan limbah yang tidak dimusnahan dengan cara insinerasi
atau pembakaran.), pencucian (Setelah dekontaminasi dilakukan
pembersihan yang merupakan langkah penting yang harus dilakukan.
Tanpa pembersihan yang memadai maka pada umumnya proses
disenfeksi atau selanjutnya menjadi tidak efektif.), sterilisasi atau
DDT dan penyimpanan. Pemilihan cara pengelolaan alat kesehatan

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 67


tergantung pada kegunaan alat tersebut dan berhubungan dengan
tingkat resiko penyebaran infeksi.

e) Pengelolaan benda tajam


Benda tajam sangat bereskio menyebabkan perlukaan sehingga
meningkatkan terjadinya penularan penyakit melalui kontak darah.
Penularan infeksi HIV, hepatitis B dan C di sarana pelayanan
kesehatan, sebagian besar disebabkan kecelakaan yang dapat dicegah,
yaitu tertusuk jarum suntik dan perlukaan alat tajam lainnya. Untuk
menghindari perlukaan atau kecelakaan kerja maka semua benda
tajam harus digunakan sekali pakai, dengan demikian jarum suntik
bekas tidak boleh digunakan lagi. Sterilitas jarum suntik dan alat
kesehatan yang lain yang menembus kulit atau mukosa harus dapat
dijamin. Keadaan steril tidak dapat dijamin jika alat-alat tersebut
didaur ulang walaupun sudah di otoklaf. Tidak dianjurkan untuk
melakukan daur ulang atas pertimbangan penghematan karena 17%
kecelakaan kerja disebabkan oleh luka tusukan sebelum atau selama
pemakaian, 70% terjadi sesudah pemakaian dan sebelum
pembuangan serta 13% sesudah pembuangan.hampir 40%
kecelakaan ini dapat dicegah dan kebanyakan kecelakaan kerja
akibat melakukan penyarungan jarum suntik setelah penggunaannya.
Perlu diperhatikan dengan cermat ketika menggunakan jarum suntik
atau benda tajam lainnya. Setiap petugas kesehatan bertanggung
jawab atas jarum dan alat tajam yang digunakan sendiri, yaitu sejak
pembukaan paking, penggunaan, dekontaminasi hingga
kepenampungan sementara yang berupa wadah alat tusukan. Untuk
menjamin ketaatan prosedur tersebut maka perlu menyediakan alat
limbah tajam atau tempat pembuangan alat tajam di setiap ruangan,
misalnya pada ruang tindakan atau perawatan yang mudah dijangkau
oleh petugas. Seperti prosedur pengelolaan alat kesehatan lainnya
maka petugas harus selalu mengenakan sarung tangan tebal,
misalnya saat mencuci alat dan alat tajam.

f) Pengelolaan limbah

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 68


Limbah dari sarana kesehatan secara umum dibedakan atas:

i. Limbah rumah tangga atau limbah non medis, yaitu limbah yang
tidak kontak dengan darah atau cairan tubuh lainnya disebut
sebagai resiko rendah. yakni sampah-sampah yang dihasilkan
dari kegiatan ruang tunggu pasien, administrasi.
ii. Limbah medis bagian dari sampah rumah sakit yang berasal dari
bahan yang mengalami kontak dengan darah atau cairan tubuh
lainnya disebut sebagai limbah beresiko tinggi. Beberapa limbah
medis dapat berupa: limbah klinis, limbah laboratorium, darah
atau cairan tubuh yang lainnya, material yang mengandung darah
seperti perban, kassa dan benda-benda dari kamar bedah, sampah
organik, misalnya potongan tubuh, plasenta, benda-benda tajam
bekas pakai misal jarum suntik.

5. Untuk memperoleh gambaran penderita akibat infeksi Mikroorganisme,


Rumah sakit merupakan tempat pelayanan pasien dengan berbagai
macam penyakit diantaranya penyakit karena infeksi, dari mulai yang ringan
sampai yang terberat, dengan begitu hal ini dapat menyebabkan resiko
penyebaran infeksi dari satu pasien ke pasien lainnya, begitupun dengan
petugas kesehatan yang sering terpapar dengan agen infeksi atau yang lebih
kita kenal yaitu infeksi nosokomial.
a. Pengertian
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang muncul selama seseorang
tersebut dirawat di rumah sakit (Utama, 1999). Infeksi nosokomial adalah
infeksi yang didapat seseorang dalam waktu 3 x 24 jam sejak mereka
masuk rumah sakit (Depkes RI, 2003).

Infeksi nosokomial diakibatkan oleh pemberian layanan kesehatan


dalam fasilitas perawatan kesehatan. Rumah sakit merupakan satu tempat
yang paling mungkin mendapat infeksi karena mengandung populasi
mikroorganisme yang tinggi dengan jenis virulen yang mungkin resisten
terhadap antibiotik (Perry & Potter, 2005)

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 69


b. Kriteria infeksi nosokomial menurut (Depkes RI, 2003) antara lain:
1) Waktu mulai di rawat tidak di dapat tanda-tanda klinik infeksi dan
tidak sedang dalam masa inkubasi infeksi tersebut.
2) Infeksi terjadi sekurang-kurangnya 3 x 24 jam (72 jam) sejak pasien
mulai di rawat
3) Infeksi terjadi pada pasien dengan masa perawatan yang lebih lama
dari waktu inkubasi infeksi tersebut.
4) Infeksi terjadi pada neonatus yang di peroleh dari ibunya pada saat
persalinan atau selama di rawat di rumah sakit.
5) Bila di rawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi dan
terbukti infeksi tersebut di dapat penderita ketika di rawat di rumah
sakit yang sama pada waktu yang lalu, serta belum pernah di
laporkan sebagai infeksi nosokomial.

c. Penyebab Infeksi Nosokomial.


Penularan kuman penyebab infeksi nosokomial dapat terjadi melalui:

1) Infeksi sendiri (self infection): yaitu infeksi nosokomial berasal dari


penderita sendiri (flora endogen) yang berpindah ke tempat atau
bagian tubuh lain, seperti kuman escherichia coli dan staphylococus
aureus,kuman tersebut dapat berpindah melalui benda yang dipakai,
seperti linen atau gesekan tangan sendiri (Achmad, 2002).
2) Infeksi silang (cross infection): yaitu infeksi nosokomial terjadi
akibat penularan dari penderita / orang lain di rumah sakit.
3) Infeksi lingkungan (enviromental infection): yaitu infeksi yang
disebabkan kuman yang didapat dari bahan / benda di lingkungan
rumah sakit.

6. Gambaran Ruang Infeksi/Isolasi

Contoh Ruang Isolasi/Infeksi

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 70


Ruang infeksi di Rumah Sakit (RS) adalah ruangan isolasi atau ruangan
yang beresiko tinggi pada Pasien dengan Penyakit infeksi yang berasal dari
sumber endogen atau eksogen. Sumber endogen termasuk anggota tubuh
biasanya didapatkan mikroorganisme. Misalnya jenis penyakit infeksi tersebut
seperti diare, campak, pneumonia, malaria, tuberkulosis, demam dengue, tifoid,
meningitis, ensepalitis, dan malnutrisi. Sumber eksogen mencakup mereka
yang bukan bagian dari penyakit tersebut, contohnya termasuk pengunjung,
petugas kesehatan, peralatan dan lingkungan kesehatan (Mirza, 2006).
KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 71
Di ruang Infeksi juga terdapat beberapa jenis penyakit infeksi dengan
gejala awalnya adalah terjadinya demam karena masuknya jasad renik
(mikroorganisme) ke dalam tubuh. Rotavirus merupakan penyebab paling
umum dari gastroenteritis akut pada anak-anak usia kurang dari 3 tahun yang
dirawat di rumah sakit (WHO, 2007).

Rumah sakit merupakan suatu tempat dimana orang yang sakit dirawat
dan ditempatkan dalam jarak yang sangat dekat. Di tempat ini pasien
mendapatkan terapi dan perawatan untuk dapat sembuh. Tetapi, rumah sakit
selain untuk mencari kesembuhan, juga merupakan depot bagi berbagai
macam penyakit yang berasal dari penderita maupun dari pengunjung yang
berstatus karier. Kuman penyakit ini dapat hidup dan berkembang di
lingkungan rumah sakit, seperti; udara, air, lantai, makanan dan benda-benda
medis maupun non medis. Terjadinya infeksi nosokomial akan menimbulkan
banyak kerugian, antara lain:

a. Lama hari perawatan bertambah panjang


b. Penderitaan bertambah
c. Biaya meningkat

Manajemen pasien isolasi

a. Sebelum membawa pasien


Pakaikan masker medis/bedah pada pasien jika ada dan yang dapat
ditolerir pasien
b. Sebelum kontak dengan pasien
 Gunakan masker medis/bedah
 Mencuci tangan

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 72


 Gunakan pelindung mata, jubah dan sarung tangan bila ada resiko
terkena cipratan lendir dari pasien.
 Cucilah dan sterilkan tubuh/peralatan diantara pasien.
 Gantilah sarung tangan (jika bisa) dan cucilah tangan pasien.
c. Prosedur penggunaan Aerosol (misal intubation, bronchoscopy, CPR,
suction)
 Hanya staf tertentu yang boleh keluar masuk ruangan
 Gunakan jubah medis
 Gunakan particulate respirator (misal: EU FFP2, US NIOS-certified
N95) jika ada
 Gunakan pelindung mata, lalu kenakan sarung tangan
 Lakukan prosedur terencana dalam ruangan berventilasi yang
memenuhi syarat.
d. Persiapan ruangan
 Batasi akses keluar-masuk dan perhatikan rambu-rambu kendali
infeksi
 Sediakan perlengkapan khusus pasien jika ada
 Pastikan jarak kurang dari 1 meter (3.3 kaki) antara pasien dan area
pengunjung.
 Pastikan dipatuhinya tata-tertib setempat dalam penggantian linen dan
kebersihan ruangan.
e. Persiapan sebelum memasuki ruang isolasi
 Gunakan masker medis/bedah
 Mencuci tangan
f. Hal-hal yang harus dilakukan sebelum keluar dari ruang isolasi
 Lepaskan peralatan pelindung personal (sarung tangan, jubah, masker,
dan pelindung mata)
 Buanglah barang-barang yang memang harus dibuang sesuai dengan
peraturan setempat
 Mencuci tangan
 Mencuci dan mensterilkan peralatan untuk pasien dan perlengkapan
pribadi pasien yang dikenakan pasien.

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 73


 Buanglah sampah yang terkontaminasi virus sesuai peraturan tentang
sampah klinis.
g. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk pasien suspect (positif
infeksius)
 Beritahukan instruksi dan materi untuk pasien/petugas terkait
mengenai pernapasan higienis/etika batuk atau bersin.
 Beritahukan peraturan di ruang karantina, kendali infeksi dan
pembatasan kontak sosial
 Catat alamat dan nomor telepon pasien.
h. Setelah meninggalkan pasien
 Buanglah atau bersihkan peralatan khusus untuk pasien sesuai
peraturan setempat
 Gantilah dan cucilah linen tanpa mengucek
 Bersihkan ruangan sesuai peraturan setempat
 Buanglah sampah yang terkontaminasi virus sesuai aturan tentang
sampah klinik
i. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam ruang isolasi
 Sedapat mungkin diciptakan untuk memfasilitasi kewaspadaan standar.
 Cuci tangan saat tangan tampak kotor, alkohol hand rub perlu
disediakan ditempat yang mudah diraih. Wastafel perlu diadakan 1
buah tiap 6 tempat tidur pasien, sedang ruang high care 1 wastafel tiap
1 tempat tidur.
 Jarak antar tempat tidur diupayakan cukup agar perawat tidak
menyentuh 2 tempat tidur dalam waktu yang sama, Ideal 2,5m.
Penurunan jarak menjadi 1,9m menyebabkan peningkatan transfer
MRSA 3,15 kali, gaun dapat membantu, terutama pada penempatan
pasien yang padat.

Pencegahan transmisi melalui udara/airborne

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 74


Ruang dengan kamar mandi terpisah menurunkan transmisi. Perawatan
ruang dengan tekanan negatif atau positif sulit dan tidak menunjukkan efektif
untuk pencegahan transmisi TBC dibanding kamar isolasi dengan pintu
tertutup. Ruang terpisah dengan anteroom yang berventilasi menurunkan
udara untuk bergerak antara ruang pasien dan koridor. Perawatannya lebih
mudah tetapi nilai bangunan lebih mahal. Dapat digunakan kohorting isolasi
yaitu menempatkan beberapa pasien dengan diagnosis sama didalam 1
ruangan.

Sangat sulit mencegah transmisi airborne dalam ruangan dengan


ventilasi turbulen (aerosol yang larut) karena banyak partikel yang dilepaskan
pasien TB saat batuk atau bersin.

Penempatan pasien

Penempatan pasien seharusnya sesuai temuan klinis sambil menunggu


hasil kultur laboratorium. Pertimbangan pada saat penempatan pasien :

a. Kamar terpisah bila dimungkinkan kontaminasi luas terhadap lingkungan,


misal: luka lebar dengan cairan keluar, diare, perdarahan tidak terkontrol.
b. Kamar terpisah dengan pintu tertutup diwaspadai transmisi melalui udara
ke kontak, misal: luka dengan infeksi kuman gram positif.
c. Kamar terpisah dengan ventilasi dibuang keluar, misal: TBC.
d. Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi airborne
luas, misal: varicella
e. Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga kebersihan
(anak,gangguan mental).
f. Bila kamar terpisah tidak memungkinkan dapat kohorting.Bila pasien
terinfeksi dicampur dg non infeksi maka pasien,petugas dan pengunjung
menjaga kewaspadaan untuk mencegah transmisi infeksi .
g. Penggunaan kamar terpisah untuk mencegah penjalaran infeksi bukan
satu-satunya penyelesaian. Barrier nursing bila dijalankan maka transmisi
akan berhenti. Penelitian di ICU dengan 6 tempat tidur selama 3 tahun
pada 56 pasien masuk tidak terdiagnosis MRSA (Methicillin-Resistant
Staphylococcus Aureus) dapat menyebabkan 80 orang terinfeksi.
KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 75
7. Gambaran penderita akibat infeksi Mikroorganisme :

Terjadinya peningkatan suhu tubuh Peningkatan suhu tubuh dapat terjadi


sebagai reaksi adanya infeksi. Infeksi dapat mempengaruhi seluruh tubuh atau
bagian tubuh tertentu (infeksi lokal). Pada anak, terjadinya gangguan
peningkatan suhu tubuh dapat menyebabkan gangguan pemenuhan kebutuhan
rasa nyaman, salah satunya adalah demam. Demam sendiri memegang
peranan dalam membantu tubuh untuk melawan serangan infeksi virus atau
bakteri. Suhu yang meningkat terkadang bisa menjadi tanda penyakit yang
lebih serius, seperti infeksi bakteri yang parah dari darah (septikemia), infeksi
saluran kemih, pneumonia atau meningitis. Jadi suhu yang meningkat adalah
suatu respon tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke dalam tubuh (Susan,
2011).

Saat seorang anak mengalami perubahan suhu tubuh, orang tua akan
segera berespon untuk mengatasi perubahan suhu tersebut. Selama suhu
meningkat, metabolisme meningkat dan konsumsi oksigen bertambah.
Metabolisme tubuh meningkat 7% untuk setiap derajat kenaikan suhu.
Frekuensi jantung dan pernafasan meningkat untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh. Metabolisme meningkat menggunakan energi yang
memproduksi panas tambahan. Suhu yang meningkat dan berlangsung lama,
dapat melelahkan anak sehingga menghabiskan simpanan energi dan beresiko
terjadinya dehidrasi (Thompson, 2007).

Terdapat beberapa keluhan dan masalah keperawatan yang sering


dialami oleh anak yang menderita penyakit infeksi, diantaranya adalah demam,
nyeri, gangguan cairan, masalah nutrisi, dan kelemahan. Demam terjadi
karena kelebihan produksi panas, sehingga mekanisme pengeluaran panas
tidak mampu untuk mempertahankan kecepatan pengeluaran panas tubuh,
sebagai akibatnya terjadi peningkatan suhu tubuh. Demam juga dapat terjadi
akibat perubahan pada hipotalamus karena adanya zat pirogen. Durasi dan
derajat demam tergantung pada kekuatan pirogen dan kemampuan individu
untuk berespon (Potter & Perry, 2010).

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 76


Selama mengalami demam, metabolisme meningkat dan kebutuhan
oksigen bertambah. Metabolisme tubuh meningkat 10-12% untuk setiap
derajat kenaikan suhu. Frekuensi jantung dan pernafasan meningkat untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Metabolisme yang meningkat
menyebabkan peningkatan penggunaan energi dan akan memproduksi panas
tambahan. Peningkatan metabolisme akan menghabiskan cadangan energi
tubuh, akibatnya anak akan mengalami kelemahan umum. Hipertermia juga
akan meningkatkan risiko kekurangan volume cairan akibat peningkatan IWL
(insensible water lose). melalui pernafasan dan pengeluaran keringat
(diaphoresis) seiring dengan peningkatan metabolisme tubuh. Kebutuhan
cairan yang tidak terpenuhi dapat menyebabkan kerusakan jaringan karena
adanya penurunan proses perfusi jaringan (Potter & Perry, 2010).

E. Anak Dengan HIV /AIDS


1. Definisi AIDS pada anak
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune
Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan
infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan
tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lain yang
mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain). Virusnya
sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV)
yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang
yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik
ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat
memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum
benar-benar bisa disembuhkan. Bila orangtua beresiko tinggi terkena HIV
AIDS seperti suami atau isteri pelaku sex bebas, pengguna narkoba jarum
suntik dan sebagainya sebaiknya harus diwaspadai tanda dan gejala
tersebut pada anak.
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak
langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah,
dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani,
cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu.Penularan dapat terjadi
melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah,
KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 77
jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan,
bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan
tubuh tersebut

2. Gejala-gejala utama AIDS.


Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang
yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi
tersebut akibat infeksi oleh bakteri, virus, fungi dan parasit, yang biasanya
dikendalikan oleh unsur-unsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak HIV.
Infeksi oportunistik umum didapati pada penderita AIDS.[7] HIV
memengaruhi hampir semua organ tubuh. Penderita AIDS juga berisiko
lebih besar menderita kanker seperti sarkoma Kaposi, kanker leher rahim,
dan kanker sistem kekebalan yang disebut limfoma.
Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik; seperti
demam, berkeringat (terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar,
kedinginan, merasa lemah, serta penurunan berat badan.Infeksi
oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS, juga tergantung pada
tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis tempat
hidup pasien.

Gejala dan Manifestasi Klinis HIV ADS pada Anak

Terdapat dua definisi tentang AIDS, yang keduanya dikeluarkan oleh


Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Awalnya CDC tidak
memiliki nama resmi untuk penyakit ini; sehingga AIDS dirujuk dengan
nama penyakit yang berhubungan dengannya, contohnya ialah
limfadenopati. Para penemu HIV bahkan pada mulanya menamai AIDS
dengan nama virus tersebut.CDC mulai menggunakan kata AIDS pada
bulan September tahun 1982, dan mendefinisikan penyakit ini.Tahun 1993,
CDC memperluas definisi AIDS mereka dengan memasukkan semua
orang yang jumlah sel T CD4+ di bawah 200 per µL darah atau 14% dari
seluruh limfositnya sebagai pengidap positif HIV. Mayoritas kasus AIDS
di negara maju menggunakan kedua definisi tersebut, baik definisi CDC
terakhir maupun pra-1993. Diagnosis terhadap AIDS tetap dipertahankan,

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 78


walaupun jumlah sel T CD4+ meningkat di atas 200 per µL darah setelah
perawatan ataupun penyakit-penyakit tanda AIDS yang ada telah sembuh.
APLIKASI FAMILY CENTERED CARE

A. PROGRAM PENANGANAN PENULARAN HIV SECARA VERTIKAL


(MTCT) BERBASIS FAMILY CENTERED CARE

Kasus :

1. 2,1 Juta anak usia di bawah 15 tahun menderita HIV


2. Tahun 2008 sebanyak 280.000 anak meninggal karena AIDS
3. 90% dari anak yang menderita HIV tertular melalui “mother to child
transmission” (MTCT) selama kehamilan, ketika melahirkan dan melalui
proses menyusui (UNAIDS, 2009)

 Penatalaksanna MTCT berfokus pada intervensi biomedikal selama kehamilan


dan persalinan
 MTCT dapat dicegah secara efektif dengan penggunaan strategi yang tepat,
penurunan penularan sekitar 2%.

Beberapa kendala dalam pencegahan MTCT :

1. Test HIV pada ibu hamil di negara berkembang dengan pendapatan yang
minim hanya sekitar 21% (UNAIDS, 2009)
2. Kunjungan tenaga medis ke ibu hamil resiko tinggi kurang optimal, hanya
sekitar 32% di negara berkembang
3. Akses ke pelayanan kesehatan untuk melahirkan dan perawatan bayi baru lahir
terbatas, sekitar 40% yang memanfaatkan pelayanan kesehatan.
4. Ibu kesulitan mencari alternatif untuk menyusui terkait dengan resiko tinggi
kedekatan yang bersangkutan terhadap pasangan yang menderita HIV

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 79


Family-Centered Care (FCC)

FCC berdasarkan asumsi bahwa keluarga merupakan sumber kekuatan dan


pendukung yang utama bagi anak. (American Acad of Pediatric, 2003)

1. Menghormati keunikan karakteristik anak dan keluarga


2. Menghargai perbedaan ras, atnis, budaya dan sosio ekonomi dan dampaknya
terhadap persepsi keluarga dalam perawatan.
3. Mengenali dan membangun kekuatan anak dan keluarga meskipun dalam
keadaan sulit dan menantang.
4. Memberikan dorongan dan fasilitasi terhdap pilihan anak dan keluarga tentang
pendekatan perawatan yang akan dilakukan.
5. Memberikan kelonggaran dalam kebijakan organisasi, prosedur dan
penyediaan pelayanan sehingga dapat ditoleransi oleh kebutuhan, keyakinan,
budaya dan nilai setiap anak dan keluarga.
6. Sediakan informasi formal maupun informal dan berbagi informasi yang
masih kurang jelas dengan keluarga dalam tumbuhkembang anak.

Kebutuhan FCC dalam mencegah MTCT sangat ditingkatkan oleh organisasi


kesehatan dunia, WHO dengan memberikan prioritas penguatan hubungan antaran
MTCT, perawatan HIV dan pelayanan terhadap wanita, anak dan keluarga (PMTCT
Strategic Vision 2010-2015.

Strategi UNICEF terhadap MTCT :

1. Meningkatkan pencegahan primer terkait dengan kesehatan reproduksi


meliputi antenatal care, postpartum/natal care dan pelayanan HIV AIDS
2. Menigkatkan konseling yang tepat kepada wanita yang menderita HIV agar
mereka mampu memutuskan keputusan yang tepat tentang masa depan dan
kesehatan reproduksinya.
3. Bagi wanita hamil yang terinfeksi HIV penguatan konseling dilakukan secara
terintegrasi di pelayanan kesehatan ibu dan anak, termasuk pilihan dalam
proses menyusui.

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 80


4. Merujuk kepada pelayanan kesehatan yang lebih baik untuk merawat wanita
yang teridentifikasi HIV dan keluarganya.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat beberapa model :

1. Model diarahkan kepada keterlibatan suami mendukung wanita hamil untuk


melakukan pemeriksaan ANC secara rutin.
2. Model berfokus pada terapi antiretroviral theraphy (ART) kepada pasangan
dan keluarga
3. Model berfokus secara komprehensif dengaqn menggunakan pendekatan FCC
PMTCT.
(Abraham, 2008)

Comprehensive Models : The MTCT-Plus Initiative

1. MTCT Plus dilakukan di 13 negara bagian dari benua afrika dan thailand
(Abraham, 2007)
2. Program meliputi :
a. Perawatan medis kepada orang dewasa dan anak yang terinfeksi HIV
AIDS
b. Deteksi dini HIV pada bayi baru lahir
c. Penyuluhan dan konseling kesehatan
d. Perencanaan dan pelayanan keluarga berencana
e. Dukungan psikososial
f. Pendidikan kesehatan tentang gizi
g. Penatalaksanaan lebih lanjut kepada bayi yang terinfeksi HIV AIDS.
3. Hasil yang didapat :
a. Sebanyak 47% wanita mengikuti program pengobatan selama kehamilan,
20% mendapatkan high active antiretroviral theraphy (HAART) dan 30%
mendapatkan single dose nevirapine.
b. Wanita yang mendapatkan HAART selama kehamilan menunukkkan
peningkatan respon kekebalan tubuh setelah 30 bulan.
c. 2/3 wanita melibatkan anggota keluarga dalam proses pengobatan
d. Angka kematian wanita hamil lebih rendah dibandingkan program reguler
KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 81
Keterlibatan pasangan merupakan komponen penting dalam memfasilitasi
peningkatan kesehatan keluarga di negara bagian uganda

1. Pasangan memiliki peranan penting dalam memberikan penguatan terhadap


pelaksanaan nasihat-nasihat yang diberikan selama konseling .
2. Terjadi peningkatan pemeriksaan HIV testing selama pemeriksaan antenatal
care, sebanyak 97% dan 86% selama melahirkan di Rumah Sakit setempat.
3. Penelitian di Kenya (2004) menunjukkan pasangan menemani wanita
memeriksakan ANC 3 kali berturut-turut.

Kesimpulan :

1. Terjadi perubahan paradigma dari penanganan standar PMCT


2. Perhatian tertuju tidak saja pada pencegahan MTCT selama kehamilan dan
persalinan, tetapi juga terhadap seluruh kebutuhan keluarga.
3. Pengembangan penerapan FCC untuk penanganan MTCT terus
dikembangkan.

B. Kemungkinan FCC sesuai kasus diatas bisa diaplikasikan di indonesia


Pengembangan penerapan FCC untuk penanganan MTCT seharusnya juga
diaplikasikan di Indonesia, karena banyak manfaat yang akan didapat, seperti:

1. Meningkatkan pencegahan primer terkait dengan kesehatan reproduksi


meliputi antenatal care, postpartum/natal care dan pelayanan HIV AIDS
2. Menigkatkan konseling yang tepat kepada wanita yang menderita HIV agar
mereka mampu memutuskan keputusan yang tepat tentang masa depan dan
kesehatan reproduksinya.
3. Bagi wanita hamil yang terinfeksi HIV penguatan konseling dilakukan secara
terintegrasi di pelayanan kesehatan ibu dan anak, termasuk pilihan dalam
proses menyusui.
4. Merujuk kepada pelayanan kesehatan yang lebih baik untuk merawat wanita
yang teridentifikasi HIV dan keluarganya.

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 82


Beberapa kendala dalam pencegahan MTCT, sekiranya dapat diatasi di Indonesia,
seperti:

1. Test HIV pada ibu hamil diharapkan dikenai biaya yang murah di Indonesia,
walau sekarang masih sedikit ibu yang melakukan tes HIV, namun hal ini
baiknya diwajibkan jika salah satu pasangan menderita HIV-AIDS
2. Kunjungan tenaga medis ke ibu hamil resiko tinggi harus dioptimalkan
3. Akses ke pelayanan kesehatan untuk melahirkan dan perawatan bayi baru lahir
memadai.
4. Ibu yang kesulitan mencari alternatif untuk menyusui terkait dengan resiko
tinggi kedekatan yang bersangkutan terhadap pasangan yang menderita HIV
seharusnya diberikan jalan keluarnya melalui kunjungan tenaga kesehatan

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 83


PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Keluarga memiliki peran cukup penting dalam kehidupan anak karena
keluarga berfungsi memenuhi kebutuhan-kebutuhan setiap individu anggota
keluarga, memberikan perawatan fisik, dan perhatian emosional, dan
seiring dengan itu keluarga juga mengarahkan perkembangan kepribadian.
2. Usia anak sebagai kelompok usia yang masih sangat tergantung kepada
lingkungan (keluarga) memerlukan peran keluarga dalam perawatannya.
3. Family-Centered Care (FCC) merupakan pendekatan perawatan yang dapat
meningkatkan peran keluarga dalam perawatan anak
4. Aplikasi Family-Centered Care (FCC) dapat dilakukan dengan
memberikan perawatan secara rooming-in bagi ibu dan anak, memberikan
asuhan perkembangan, dan menerapkan discharge planning bagi setiap
klien.
5. Infeksi adalah invasi tubuh patogen atau mikroorganisme yang mampu
menyebabkan demam dan sakit.
6. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency
Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau:
sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia
akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang
menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain). Virusnya sendiri
bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus
yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia.
7. Orang yang terkena virus HIV akan menjadi rentan terhadap infeksi
oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang
telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit
ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
8. Terjadi perubahan paradigma dari penanganan standar penatalaksanaan
MCT (mother to child transmission)
9. Perhatian tertuju tidak saja pada pencegahan MTCT selama kehamilan dan
persalinan, tetapi juga terhadap seluruh kebutuhan keluarga.
10. Pengembangan penerapan FCC untuk penanganan MTCT masih
dikembangkan.
KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 84
B. Saran
1. Penerapan konsep FCC dalam klinik memerlukan kesiapan perawat, oleh
karena itu perawat perlu mengembangkan diri dan meningkatkan
kompetensinya dalam memberikan asuhan perkembangan yang berkualitas,
dilandasi dasar teori yang kuat bagi perawatan anak, ibu dan keluarga.
2. Tanggung jawab sebagai change-agent sangatlah berat, untuk itu perawat
perlu bekerja sama dan selalu bekerja keras tanpa mengenal putus asa untuk
dapat mewujudkan asuhan perawatan yang berbasis keluarga
(family-centered care).
3. Bila orangtua beresiko tinggi terkena HIV AIDS seperti suami atau isteri
pelaku sex bebas, pengguna narkoba jarum suntik dan sebagainya
sebaiknya harus diwaspadai tanda dan gejala tersebut pada anak.
4. Pengembangan penerapan FCC untuk penanganan MTCT seharusnya juga
diaplikasikan di Indonesia, karena banyak manfaat yang akan didapat,
seperti:
a. Meningkatkan pencegahan primer terkait dengan kesehatan reproduksi
meliputi antenatal care, postpartum/natal care dan pelayanan HIV
AIDS
b. Menigkatkan konseling yang tepat kepada wanita yang menderita HIV
agar mereka mampu memutuskan keputusan yang tepat tentang masa
depan dan kesehatan reproduksinya.
c. Bagi wanita hamil yang terinfeksi HIV penguatan konseling dilakukan
secara terintegrasi di pelayanan kesehatan ibu dan anak, termasuk
pilihan dalam proses menyusui.
d. Merujuk kepada pelayanan kesehatan yang lebih baik untuk merawat
wanita yang teridentifikasi HIV dan keluarganya.

5. Beberapa kendala dalam pencegahan MTCT, sekiranya dapat diatasi di


Indonesia, seperti:
a. Test HIV pada ibu hamil diharapkan dikenai biaya yang murah di
Indonesia, walau sekarang masih sedikit ibu yang melakukan tes HIV,

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 85


namun hal ini baiknya diwajibkan jika salah satu pasangan menderita
HIV-AIDS
b. Kunjungan tenaga medis ke ibu hamil resiko tinggi harus dioptimalkan
c. Akses ke pelayanan kesehatan untuk melahirkan dan perawatan bayi
baru lahir memadai.
d. Ibu yang kesulitan mencari alternatif untuk menyusui terkait dengan
resiko tinggi kedekatan yang bersangkutan terhadap pasangan yang
menderita HIV seharusnya diberikan jalan keluarnya melalui
kunjungan tenaga kesehatan

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 86


D. HEALTH PROMOTION PADA INFANT-REMAJA

TOILET TRAINING PADA ANAK


LATAR BELAKANG

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 87


Tujuan :
 Orangtua mengetahui tanda kesiapan toilet training pada anaknya
 Orangtua dan anak mampu melaksanakan toilet training dengan benar
 Orangtua mengetahui cara penilaian keberhasilan dari pelaksanaan toilet
training pada anaknya

MANFAAT
 Melalui toilet training anak akan belajar bagaimana mereka
mengendalikan keinginan untuk buang air yang selanjutnya akan
menjadikan mereka terbiasa untuk meggunakan toilet (mencerminkan
keteraturan) secara mandiri sehingga akan muncul pola hidup bersih yang
mampu meningkatkan derajat kesehatannya
 Kedekatan interaksi orang tua dengan anak dalam toilet training akan
membuat anak merasa aman dan percaya diri.

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 88


Toilet training adalah suatu usaha untuk malatih anak agar
mampu mengontrol dan melakukan buang air kecil dan buang air
besar. Toilet training ini dapat berlangsung pada fase kehidupan anak
yaitu umur 18 bulan sampai 2 tahun dalam melakukan latihan
buang air besar atau buang air kecil pada anak membutuhkan
persiapan baik secara fisik, psikologis maupun secara intelektual,
melalui persiapan tersebut diharapkan anak mampu mengontrol
buang air besar atau buang air kecil Hidayat (2009).

Tanda Kesiapan Anak Melakukan Toilet Training


• Kesiapan fisik : Kontrol volunter sfingter anal dan utrtral, biasanya pada usia
18 sampai 24 bulan, Mampu tidak mengompol selama 2 jam, Jumlah popok
yang basah berkurang, tidak mengompol selama tidur siang, Defekasi teratur,
Keterampilan motorik kasar yaitu duduk, berjalan dan berjongkok,
Keterampilan motorik halus, membuka pakaian.
• Kesiapan Mental : Mengenali urgensi defekasi atau berkemih, Keterampilan
komunikasi verbal atau non verbal untuk menunjukkan keinginan buang air
besar atau buang air kecil, Saat basah atau memiliki urgensi defekasi atau
berkemih, Keterampilan kognitif untuk menirukan perilaku yang tepat dan
mengikuti perintah.
• Kesiapan psikologis : Mampu duduk di toilet selama 5 sampai 10 menit tanpa
bergoyang atau terjatuh, Keingintahuan mengenai kebiasaan toilet orang
dewasa atau kakak, Ketidaksabaran akibat popok yang kotor oleh feses atau
basah, ingin untuk segera diganti.

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 89


Cara Toilet Training Pada Anak
 Teknik Lisan
Merupakan usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan instruksi pada
anak dengan kata-kata sebelum atau sesudah buang air besar atau kecil.
 Teknik Modelling
Merupakan suatu usaha untuk melatih anak dalam melakukan buang air kecil
atau besar dengan cara meniru atau memberi contoh

Strategi Orangtua Dalam Mengajarkan Toilet Training Pada Anak


 Dengan menggunakan metode bermain/bercerita
 Dengan menggunakan media misalnya gambar
 Dengan role model

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 90


Tahap Persiapan dan Perencanaan Toilet Training
 Gunakan istilah yang mudah dimengerti anak yang menunjukkan perilaku
BAK atau BAB misalnya pipis untuk BAK, pupup untuk BAB
 Memperlihatkan penggunaan toilet pada anak
 Meminta anak untuk memberitahukan atau menunjukkan bahasa tubuhnya
apabila ingin BAB atau BAK
 Mendiskusikan tentang toilet training pada anak
 Menunjukkan penggunaan toilet
 Menggunakan pispot sesuai kenyamanan anak

Contoh pispot :

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 91


 Pilih dan rencanakan metode reward untuk anak
 Buatlah jadwal dan bagan untuk anak dengan tujuan agar anak dapat
melihat sejauh mana kemajuan yang bisa dicapainya

Penerapan Toilet Training Pada Anak


toilet trainning 2.mp4 (saat perkuliahan)

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 92


Toilet training dikatakan berhasil apabila :
 Anak mau memberi tahu bila merasa buang air kecil atau buang air besar.
 Anak mengatakan pada ibu bila buang air kecil atau buang air besar.
 Anak mampu menahan buang air kecil atau buang air besar
 Anak tidak pernah ngompol atau buang air besar di celana.

KEPERAWATAN ANAK 1_Dania Relina Sitompul, S.Kep,Ners, M.Kep 93

Anda mungkin juga menyukai