Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN

KEKERASAN PADA ANAK (CHILD ABUSE)

Disusun oleh:

Annisa Nur Alam


211121055

UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN
PRODI D-3 KEPERAWATAN
A Pengertian child Abuse

Child abuse atau perlakuan yang salah terhadap anak didefinisikan sebagai segala
perlakuan buruk terhadap anak ataupun adolens oleh orang tua, wali, atau orang lain
yang seharusnya memelihara, menjaga, dan merawat mereka.
Child abuse adalah suatu kelalaian tindakan atau perbuatan orangtua atau orang
yang merawat anak yang mengakibatkan anak menjadi terganggu mental maupun
fisik, perkembangan emosional, dan perkembangan anak secara umum.
Sementara menurut U.S Departement of Health, Education and Wolfare
memberikan definisi Child abuse sebagai kekerasan fisik atau mental, kekerasan
seksual dan penelantaran terhadap anak dibawah usia 18 tahun yang dilakukan oleh
orang yang seharusnya bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak, sehingga
keselamatan dan kesejahteraan anak terancam.

B Klasifikasi
a. Physical abuse (Kekerasan fisik)
Kekerasan fisik adalah agresi fisik diarahkan pada seorang anak oleh orang
dewasa. Hal ini dapat melibatkan meninju, memukul, menendang, mendorong,
menampar, membakar, membuat memar, menarik telinga atau rambut, menusuk,
membuat tersedak atau menguncang seorang anak
b. Psychological/emotional abuse (Psikologis / Kekerasan emosional)
Kekerasan emosional didefinisikan sebagai produksi cacat psikologis dan
sosial dalam pertumbuhan seorang anak sebagai akibat dari perilaku seperti berteriak
keras, kasar dan sikap kasar, kurangnya perhatian, kritik keras, dan fitnah dari
kepribadian anak.
c. Neglect (Penelantaran)
Penelantaran anak adalah di mana orang dewasa yang bertanggung jawab
gagal untuk menyediakan kebutuhan memadai untuk berbagai keperluan, termasuk
fisik (kegagalan untuk menyediakan makanan yang cukup, pakaian, atau kebersihan),
emosional (kegagalan untuk memberikan pengasuhan atau kasih saying, keselamatan,
dan kesejahteraan terancam bahaya), pendidikan (kegagalan untuk mendaftarkan anak
di sekolah), atau medis (kegagalan untuk mengobati anak atau membawa anak ke
dokter).
d. Sexual Abuse (Kekerasan Seksual)
Kekerasan seksual anak (CSA) adalah bentuk kekerasan anak di mana orang
dewasa atau remaja yang lebih tua pelanggaran anak untuk rangsangan seksual.
Kekerasan seksual mengacu pada partisipasi anak dalam tindakan seksual yang
ditujukan terhadap kepuasan fisik atau keuntungan dari orang yang melakukan
tindakan tersebut
C Etiologi
Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami kekerasan. Baik
kekerasan fisik maupun kekerasan psikis, diantaranya adalah:
1. Stress yang berasal dari anak
Fisik berbeda, yang dimaksud dengan fisik berbeda adalah kondisi fisik anak berbeda
dengan anak yang lainnya.
Mental berbeda, yaitu anak mengalami keterbelakangan mental sehingga anak
mengalami masalah pada perkembangan dan sulit berinteraksi dengan lingkungan
disekitarnya
Temperamen berbeda, anak dengan temperamen yang lemah cenderung mengalami
banyak kekerasan bila dibandingkan dengan anak yang memiliki temperamen keras.
2. Stress keluarga
a. Kemiskinan dan pengangguran, kedua faktor ini merupakan faktor terkuat yang
menyebabkan terjadinya kekerasan pada anak, sebab kedua faktor ini berhubungan
kuat dengan kelangsungan hidup. Sehingga apapun akan dilakukan oleh orangtua
terutama demi mencukupi kebutuhan hidupnya termasuk harus mengorbankan
keluarga
b. Mobilitas, isolasi, dan perumahan tidak memadai, ketiga faktor ini juga
berpengaruh besar terhadap terjadinya kekerasan pada anak, sebab lingkungan
sekitarlah yang menjadi faktor terbesar dalam membentuk kepribadian dan tingkah
laku anak
c. Perceraian, perceraian mengakibatkan stress pada anak, sebab anak akan kehilangan
kasih sayang dari kedua orangtua
3. Stress berasal dari orangtua
Rendah diri, anak dengan rendah diri akan sering mendapatkan kekerasan,
sebab anak selalu merasa dirinya tidak berguna dan selalu mengecewakan orang lain
b. Waktu kecil mendapat perlakuan salah, orangtua yang mengalami perlakuan salah
pada masa kecil akan melakuakan hal yang sama terhadap orang lain atau
anaknyasebagai bentuk pelampiasan atas kejadian yang pernah dialaminya

D Manifestasi Klinis
1. Akibat pada fisik anak
a. Lecet, hematom, luka bekas gigitan, luka bakar, patah tulang, perdarahan retina
akibatdari adanya subdural hematom dan adanya kerusakan organ dalam lainnya
b. Sekuel/cacat sebagai akibat trauma, misalnya jaringan parut, kerusakan
saraf,gangguan pendengaran, kerusakan mata dan cacat lainnya.
c. Kematian.
2. Akibat pada tumbuh kembang anak
Pertumbuhan dan perkembangan anak yang mengalami perlakuan salah, pada
umumnyalebih lambat dari anak yang normal, yaitu:
a. Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak-anak sebayanya yang
tidak mendapat perlakuan salah.
3. Akibat dari penganiayaan seksual
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Perawat seringkali menjadi orang yang pertamakali menemui adanya tanda adanya kekerasan
pada anak (lihat indicator fisik dn kebiasaan pada macam-macam child abuse di atas). Saat
abuse terjadi, penting bagi perawat untuk mendapatkan seluruh gambarannya, bicaralah
dahulu dengan orang tua tanpa disertai anak, kemudian menginterview anak.
1. Identifikasi orang tua yang memiliki anak yang ditempatkan di rumah orang lain atau
saudaranya untuk beberapa waktu.
2. Identifikasi adanya riwayat abuse pada orang tua di masa lalu, depresi, atau masalah
psikiatrik.
3. Identifikasi situasi krisis yang dapat menimbulkan abuse
4. Identifikasi bayi atau anak yang memerlukan perawatan dengan ketergantungan tinggi
(seperti prematur, bayi berat lahir rendah, intoleransi makanan, ketidakmampuan
perkembangan, hiperaktif, dan gangguan kurang perhatian)
5. Monitor reaksi orang tua observasi adanya rasa jijik, takut atau kecewa dengan jenis
kelamin anak yang dilahirkan.
6. Kaji pengetahuan orang tua tentang kebutuhan dasar anak dan perawatan anak.
7. Kaji respon psikologis pada trauma
8. Kaji keadekuatan dan adanya support system
9. Situasi Keluarga.
Fokus pengkajian secara keseluruhan untuk menegakkan diagnosa keperawatan berkaitan
dengan child abuse, antara lain:
1) Psikososial
· Melalaikan diri (neglect), baju dan rambut kotor, bau
· Gagal tumbuh dengan baik
· Keterlambatan perkembangan tingkat kognitif, psikomotor, dan psikososial
· With drawl (memisahkan diri) dari orang-orang dewasa
2) Muskuloskeletal
· Fraktur
· Dislokasi
· Keseleo (sprain)
3) Genito Urinaria
· Infeksi saluran kemih
· Perdarahan per vagina
· Luka pada vagina/penis
· Nyeri waktu miksi
· Laserasi pada organ genetalia eksternal, vagina, dan anus.
4) Integumen
· Lesi sirkulasi (biasanya pada kasus luka bakar oleh karena rokok)
· Luka bakar pada kulit, memar dan abrasi
· Adanya tanda2 gigitan manusia yang tidak dapat dijelaskan
· Bengkak.

Evaluasi diagnostik
Diagnostik perlakuan salah dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik
yang teliti, dokumentasi riwayat psikologik yang lengkap, dan laboratorium.
a) Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
1) Penganiayaan fisik. Tanda patogomonik akibat penganiayaan anak dapat berupa:
· Luka memar, terutama di wajah, bibir, mulut, telinga, kepala, atau punggung.
· Luka bakar yang patogomonik dan sering terjadi: rokok, pencelupan kaki-tangan dalam
air panas, atau luka bakar berbentuk lingkaran pada bokong. Luka bakar akibat aliran listrik
seperti oven atau setrika.
· Trauma kepala, seperti fraktur tengkorak, trauma intrakranial, perdarahan retina, dan
fraktur tulang panjang yang multipel dengan tingkat penyembuhan yang berbeda.
· Trauma abdomen dan toraks lebih jarang dibanding trauma kepala dan tulang pada
penganiayaan anak. Penganiayaan fisik lebih dominan pada anak di atas usia 2 tahun.
2) Pengabaian
· Pengabaian non organic failure to thrive, yaitu suatu kondisi yang mengakibatkan
kegagalan mengikuti pola pertumbuhan dan perkembangan anak yang seharusnya, tetapi
respons baik terhadap pemenuhan makanan dan kebutuhan emosi anak.
· Pengabaian medis, yaitu tidak mendapat pengobatan yang memadai pada anak
penderita penyakit kronik karena orangtua menyangkal anak menderita penyakit kronik.
Tidak mampu imunisasi dan perawatan kesehatan lainnya. Kegagalan yang disengaja oleh
orangtua juga mencakup kelalaian merawat kesehatan gigi dan mulut anak sehingga.
3) Penganiayaan seksual. Tanda dan gejala dari penganiayaan seksual terdiri dari:
· Nyeri vagina, anus, dan penis serta adanya perdarahan atau sekret di vagina.
· Disuria kronik, enuresis, konstipasi atau encopresis.
· Pubertas prematur pada wanita
· Tingkah laku yang spesifik: melakukan aktivitas seksual dengan teman sebaya,
binatang, atau objek tertentu. Tidak sesuai dengan pengetahuan seksual dengan umur anak
serta tingkah laku yang menggairahkan.
· Tingkah laku yang tidak spesifik: percobaan bunuh diri, perasaan takut pada orang
dewasa, mimpi buruk, gangguan tidur, menarik diri, rendah diri, depresi, gangguan stres post-
traumatik, prostitusi, gangguan makan, dsb.
b) Laboratorium
Jika dijumpai luka memar, perlu dilakuak skrining perdarahan. Pada penganiayaan seksual,
dilakukan pemeriksaan:
· Swab untuk analisa asam fosfatase, spermatozoa dalam 72 jam setelah penganiayaan
seksual.
· Kultur spesimen dari oral, anal, dan vaginal untuk genokokus
· Tes untuk sifilis, HIV, dan hepatitis B
· Analisa rambut pubis
c) Radiologi
Ada dua peranan radiologi dalam menegakkan diagnosis perlakuan salah pada anak, yaitu
untuk identifiaksi fokus dari jejas, dokumentasi,
Pemeriksaan radiologi pada anak di bawah usia 2 tahun sebaiknya dilakukan untuk meneliti
tulang, sedangkan pada anak diatas 4-5 tahun hanya perlu dilakukan jika ada rasa nyeri
tulang, keterbatasan dalam pergerakan pada saat pemeriksaan fisik. Adanya fraktur multiple
dengan tingkat penyembuhan adanya penyaniayaan fisik.
· CT-scan lebih sensitif dan spesifik untuk lesi serebral akut dan kronik, hanya
diindikasikan pada pengniayaan anak atau seorang bayi yang mengalami trauma kepala yang
berat.
· MRI (Magnetik Resonance Imaging) lebih sensitif pada lesi yang subakut dan kronik
seperti perdarahan subdural dan sub arakhnoid.
· Ultrasonografi digunakan untuk mendiagnosis adanya lesi visceral
· Pemeriksaan kolposkopi untuk mengevaluasi anak yang mengalami penganiayaan
seksual.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perilaku kekerasan berhubungan dengan keluarga tidak harmonis ,harga diri rendah.
2. Isolasi social berhubungan dengan koping keluarga inefektif, keluarga yang tidak harmonis.
3. Koping keluarga inefektif berhubungan dengan keluarga tidak harmonis.
4. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
I. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah
Tujuan.
· Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan dengan orang lain.
Kriteria hasil:
· Klien dapat membina hubungan saling percaya.
· Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang positif yang dimiliki.
· Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
· Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.
· Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
· Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
Rasional : hubungan saling percaya memungkinkan klien terbuka pada perawat dan sebagai
dasar untuk intervensi selanjutnya.
2. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
Rasional : mengidentifikasi hal-hal positif yang masih dimiliki klien.
3. Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif.
Rasional : pemberian penilaian negatif dapat menurunkan semangat klien dalam hidupnya.
4. Utamakan memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan aspek positif klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
5. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat digunakan.
6. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya di rumah sakit.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat dilanjutkan.
7. Berikan pujian.
Rasional : meningkatkan harga diri dan merasa diperhatikan.
8. Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah sakit.
Rasional : agar klien dapat melakukan kegiatan yang realistis sesuai kemampuan yang
dimiliki.
9. Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh.
Rasional : menuntun klien dalam melakukan kegiatan.
10. Beri pujian atas keberhasilan klien.
Rasional : meningkatkan motivasi untuk berbuat lebih baik.
11. Diskusikan jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih.
Rasional : mengidentifikasi klien agar berlatih secara teratur.
12. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
Rasional : tujuan utama dalam penghayatan pasien adalah membuatnya menggunakan respon
koping mal adaptif dengan yang lebih adaptif.
13. Beri pujian atas keberhasilan klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
14. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang diharapkan.

II. Isolasi social berhubungan dengan perilaku kekerasan, keluarga yang tidak
harmonis.
Tujuan
· Klien dapat menerima interaksi social terhadap individu lainya.
Kriteria hasil
· Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
· Klien dapat berkomunikasi dengan baik atau jelas dan terbuka.
· Klien dapat menggunakan koping yang konstruktif.
· Kecemasan klien telah berkurang.
Intervensi
1. Psikoterapeutik.
a. Bina hubungan saling percaya
· Buat kontrak dengan klien : memperkenalkan nama perawat dan waktu interaksi dan
tujuan.
· Ajak klien bercakap-cakap dengan memanggil nama klien, untuk menunjukkan
penghargaan yang tulus.
· Jelaskan kepada klien bahwa informasi tentang pribadi klien tidak akan diberitahukan
kepada orang lain yang tidak berkepentingan.
· Selalu memperhatikan kebutuhan klien.
b. Berkomunikasi dengan klien secara jelas dan terbuka
· Bicarakan dengan klien tentang sesuatu yang nyata dan pakai istilah yang sederhana
· Gunakan komunikasi verbal dan non verbal yang sesuai, jelas dan teratur.
· Bersama klien menilai manfaat dari pembicaraannya dengan perawat.
· Tunjukkan sikap empati dan beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaanya
c. Kenal dan dukung kelebihan klien
· Tunjukkan cara penyelesaian masalah (koping) yang bisa digunakan klien, cara
menceritakan perasaanya kepada orang lain yang terdekat/dipercaya.
· Bahas bersama klien tentang koping yang konstruktif
· Dukung koping klien yang konstruktif
· Anjurkan klien untuk menggunakan koping yang konstruktif.
d. Bantu klien mengurangi cemasnya ketika hubungan interpersonal
· Batasi jumlah orang yang berhubungan dengan klien pada awal terapi.
· Lakukan interaksi dengan klien sesering mungkin.
· Temani klien beberapa saat dengan duduk disamping klien.
· Libatkan klien dalam berinteraksi dengan orang lain secara bertahap, dimulai dari klien
dengan perawat, kemudian dengan dua perawat, kemudian ditambah dengan satu klien dan
seterusnya.
· Libatkan klien dalam aktivitas kelompok.
2. Pendidikan kesehatan
a. Jelaskan kepada klien cara mengungkapkan perasaan selain dengan kata-kata seperti
dengan menulis, menangis, menggambar, berolah-raga, bermain musik, cara berhubungan
dengan orang lain : keuntungan berhubungan dengan orang lain.
b. Bicarakan dengan klien peristiwa yang menyebabkan menarik diri.
c. Jelaskan dan anjurkan kepada keluarga untuk tetap mengadakan hubungan dengan
klien.
d. Anjurkan pada keluarga agar mengikutsertakan klien dalam aktivitas dilingkungan
masyarakat.
3. Kegiatan hidup sehari-hari
a. Bantu klien dalam melaksanakan kebersihan diri sampai dapat melaksanakannya
sendiri.
b. Bimbing klien berpakaian yang rapi
c. Batasi kesempatan untuk tidur
d. Sediakan sarana informasi dan hiburan seperti : majalah, surat kabar, radio dan televisi.
e. Buat dan rencanakan jadwal kegiatan bersama-sama klien.
4. Lingkungan Terapeutik
a. Pindahkan barang-barang yang dapat membahayakan klien maupun orang lain dari
ruangan.
b. Cegah agar klien tidak berada didalam ruangan yang sendiri dalam jangka waktu yang
lama.
c. Beri rangsangan sensori seperti : suara musik, gambar hiasan di ruangan.

III. Koping keluarga inefektif berhubungan dengan keluarga tidak harmonis.


Tujuan
· Koping adatif dapat dilakukan dengan optimal.
Kriteria hasil
· Keluarga dapat mengenal masalah dalam keluarga dan menyelesaikannya dengan
tindakan yang tepat.
Intervensi
1. Identifikasi dengan keluarga tentang prilaku maladaptif .
Rasional : Keluarga mengenal dan mengungkapkan serta menerima perasaannya sehingga
mempermudah pemberian asuhan kepada anak dengan benar.
2. Beri reinforcement positif atas tindakan keluarga yang adaptif.
Rasional : Untuk memotivasi keluarga dalam mengasuh anak secara baik dan benar tanpa
menghakimi dan menyalahkan anak atas keadaan yang buruk.
3. Diskusikan dengan keluarga tentang tindakan yang semestinya terhadap anak.
Rasional : Memberikan gambaran tentang tindakan yang semestinya dapat dilaksanakan
keluarga terhadap anak.
4. Diskusikan dengan keluarga tentang pentingnya peran orang tua sebagai status
pendukung dalam proses tumbuh kembang anak.
Rasional : Memberikan kejelasan dan memotivasi keluarga untuk meningkatkan peran
sertanya dalam pengasuhan dan proses tumbuh kembang anaknya.
5. Kolaborasi dalam pemberian pendidikan keluarga terhadap orang tua.
Rasional :Dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman keluarga ( orang tua ),tentang
pentingnya peran orang tua dalam tumbuh kembang anak,memiliki pengetahuan tentang
metode pengasuhan yang baik,dan menanamkan kesadaran untuk menerima anaknya dalam
keadaan apapun.

IV. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
perilaku kekerasan
Tujuan.
· Klien tidak mencederai diri / orang lain / lingkungan.
Kriteria hasil:
· Klien dapat membina hubungan saling percaya.
· Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
· Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
· Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekekerasan yang biasa dilakukan.
· Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
· Klien dapat melakukan cara berespons terhadap kemarahan secara konstruktif.
· Klien dapat mendemonstrasikan sikap perilaku kekerasan.
· Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.
· Klien dapat menggunakan obat yang benar.
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya. Salam terapeutik, perkenalan diri, beritahu tujuan
interaksi, kontrak waktu yang tepat, ciptakan lingkungan yang aman dan tenang, observasi
respon verbal dan non verbal, bersikap empati.
Rasional : Hubungan saling percaya memungkinkan terbuka pada perawat dan sebagai dasar
untuk intervensi selanjutnya.
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengugkapkan perasaannya.
Rasional : Informasi dari klien penting bagi perawat untuk membantu kien dalam
menyelesaikan masalah yang konstruktif.
3. Bantu untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal
Rasional : pengungkapan perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam akan
menolong pasien untuk sampai kepada akhir penyelesaian persoalan.
4. Anjurkan klien mengungkapkan dilema dan dirasakan saat jengkel.
Rasional : Pengungkapan kekesalan secara konstruktif untuk mencari penyelesaian masalah
yang konstruktif pula.
5. Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.
Rasional : mengetaui perilaku yang dilakukan oleh klien sehingga memudahkan untuk
intervensi.
6. Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel / kesan yang dialami klien.
Rasional : memudahkan klien dalam mengontrol perilaku kekerasan.
7. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Rasional : memudahkan dalam pemberian tindakan kepada klien.
8. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Rasional : mengetahui bagaimana cara klien melakukannya.
9. Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai.
Rasional : membantu dalam memberikan motivasi untuk menyelesaikan masalahnya.
10. Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku kekerasan yang dilakukan klien.
Rasional : mencari metode koping yang tepat dan konstruktif.
11. Bersama klien menyimpulkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan.
Rasional : mengerti cara yang benar dalam mengalihkan perasaan marah.
12. Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
Rasional : menambah pengetahuan klien tentang koping yang konstruktif.
13. Berikan pujian jika klien mengetahui cara yang sehat.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang positif, meningkatkan harga diri klien.
14. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
Secara fisik : tarik nafas dalam / memukul botol / kasur atau olahraga atau pekerjaan yang
memerlukan tenaga.
Secara verbal : katakan bahwa anda sering jengkel / kesal.
Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan
manajemen perilaku kekerasan.
Secara spiritual : anjurkan klien berdua, sembahyang, meminta pada Tuhan agar diberi
kesabaran.
Rasional : dengan cara sehat dapat dengan mudah mengontrol kemarahan klien.
15. Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
Rasional : memotivasi klien dalam mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
16. Bantu klien mengidentifikasi manfaat yang telah dipilih.
Rasional : mengetahui respon klien terhadap cara yang diberikan.
17. Bantu klien untuk menstimulasikan cara tersebut.
Rasional : mengetahui kemampuan klien melakukan cara yang sehat.
18. Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara tersebut.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
19. Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel / marah.
Rasional : mengetahui kemajuan klien selama diintervensi.
20. Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap apa yang telah
dilakukan keluarga terhadap klien selama ini.
Rasional : memotivasi keluarga dalam memberikan perawatan kepada klien.
21. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
Rasional : menambah pengetahuan bahwa keluarga sangat berperan dalam perubahan
perilaku klien.

Anda mungkin juga menyukai