Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Child abuse adalah suatu kelalaian tindakan atau perbuatan orangtua
atau orang yang merawat anak yang mengakibatkan anak menjadi
terganggu mental maupun fisik, perkembangan emosional, dan
perkembangan anak secara umum.
Akibat pada fisik anak, antara lain: Lecet, hematom, luka bekas
gigitan, luka bakar, patah tulang, perdarahan retinaakibat dari adanya
subdural hematom dan adanya kerusakan organ dalam lainnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian child abuse?
2. Apa klasifikasi dari child abuse?
3. Apa penyebab child abuse?
4. Apa dampak dari child abuse?
5. Apa manifestasi dari child abuse?
6. Bagaimana mekanisme koping pada child abuse?
7. Bagaimana pengkajian pada child abuse?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian child abuse.
2. Untuk mengetahui klasifikasi child abuse.
3. Untuk mengetahui penyebab child abuse.
4. Untuk mengetahui dampak dari child abuse.
5. Untuk mengetahui manifestasi child abuse.
6. Untuk mengetahui mekanisme koping pada child abuse.
7. Untuk mengetahui pengkajian pada child abuse.

1
2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Menurut Sutanto (2006), kekerasan anak adalah perlakuan orang
dewasa/anak yang lebih tua dengan menggunakan kekuasaan/otoritasnya
terhadap anak yang tak berdaya yang seharusnya menjadi tanggung
jawab/pengasuhnya, yang berakibat penderitaan, kesengsaraan, cacat atau
kematian. Kekerasan anak lebih bersifat sebagai bentuk penganiayaan fisik
dengan terdapatnya tanda atau luka pada tubuh sang anak.
Child abuse adalah suatu kelalaian tindakan atau perbuatan orangtua
atau orang yang merawat anak yang mengakibatkan anak menjadi
terganggu mental maupun fisik, perkembangan emosional, dan
perkembangan anak secara umum.
Sementara menurut U.S Departement of Health, Education and
Wolfare memberikan definisi Child abuse sebagai kekerasan fisik atau
mental, kekerasan seksual dan penelantaran terhadap anak dibawah usia 18
tahun yang dilakukan oleh orang yang seharusnya bertanggung jawab
terhadap kesejahteraan anak, sehingga keselamatan dan kesejahteraan anak
terancam

B. Klasifikasi Child Abuse


Macam – macam Child Abuse :
1. Emotional Abuse,
2. Physical Abuse
3. Neglect
4. Sexual Abuse

C. Etiologi
Menurut Helfer dan Kempe dalam Pillitery ada 3 faktor yang
menyebabkan child abuse, yaitu:

3
1. Orang tua memiliki potensi untuk melukai anak-anak.
2. Menurut pandangan orang tua anak terlihat berbeda dari anak lain. 
3. Adanya kejadian khusus

D. Dampak Child Abuse


Berikut ini adalah dampak-dampak yang ditimbulkan kekerasan
terhadap anak (child abuse), antara lain :
1. Dampak kekerasan fisik, anak yang mendapat perlakuan kejam dari
orang tuanya akan menjadi sangat agresif, dan setelah menjadi orang
tua akan berlaku kejam kepada anak-anaknya.
2. Dampak kekerasan psikis. Unicef (1986) mengemukakan, anak yang
sering dimarahi orang tuanya, apalagi diikuti dengan penyiksaan,
cenderung meniru perilaku buruk (coping mechanism) seperti bulimia
nervosa (memuntahkan makanan kembali), penyimpangan pola makan,
anorexia (takut gemuk), kecanduan alkohol dan obat-obatan, dan
memiliki dorongan bunuh diri.
3. Dampak kekerasan seksual. Menurut Mulyadi (Sinar Harapan, 2003)
diantara korban yang masih merasa dendam terhadap pelaku, takut
menikah, merasa rendah diri, dan trauma akibat eksploitasi seksual,
meski kini mereka sudah dewasa atau bahkan sudah menikah.
4. Dampak penelantaran anak ; menyebabkan berkembangnya perasaan
tidak aman, gagal mengembangkan perilaku akrab, dan selanjutnya
akan mengalami masalah penyesuaian diri pada masa yang akan
datang.
5. Dampak yang lainnya (dalam Sitohang, 2004) adalah kelalaian dalam
mendapatkan pengobatan menyebabkan kegagalan dalam merawat
anak dengan baik. Kelalaian dalam pendidikan, meliputi kegagalan
dalam mendidik anak mampu berinteraksi dengan lingkungannya
gagal menyekolahkan atau menyuruh anak mencari nafkah untuk
keluarga sehingga anak terpaksa putus sekolah.

4
E. Manifestasi Klinis
Akibat pada fisik anak, antara lain: Lecet, hematom, luka bekas
gigitan, luka bakar, patah tulang, perdarahan retinaakibat dari adanya
subdural hematom dan adanya kerusakan organ dalam lainnya.
Sekuel/cacat sebagai akibat trauma, misalnya jaringan parut, kerusakan
saraf, gangguan pendengaran, kerusakan mata dan cacat lainnya.
Kematian.
Akibat pada tumbuh kembang anak. Pertumbuhan dan perkembangan
anak yang mengalami perlakuan salah, pada umumnya lebih lambat dari
anak yang normal, yaitu:
1. Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak2 sebayanya
yang tidak mendaapat perlakuan salah.
2. Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan, yaitu:
a. Kecerdasan
1) Berbagai penelitian melaporkan terdapat keterlambatan dalam
perkembangan kognitif, bahasa, membaca, dan motorik.
2) Retardasi mental dapat diakibatkan trauma langsung pada
kepala, juga karena malnutrisi.
3) Pada beberapa kasus keterlambatan ini diperkuat oleh tidak
adanya stimulasi yang adekuat atau karena gangguan emosi.
b. Emosi
1) Terdapat gangguan emosi pada: perkembangan kosnep diri
yang positif, atau bermusuh dalam mengatasi sifat agresif,
perkembangan hubungan sosial dengan orang lain, termasuk
kemampuan untuk percaya diri.
2) Terjadi pseudomaturitas emosi. Beberapa anak menjadi agresif
atau bermusuhan dengan orang dewasa, sedang yang lainnya
menjadi menarik diri/menjauhi pergaulan. Anak suka ngompol,
hiperaktif, perilaku aneh, kesulitan belajar, gagal sekolah, sulit
tidur, tempretantrum, dsb.

5
c. Konsep diri
Anak yang mendapat perlakuan salah merasa dirinya jelek,
tidak dicintai, tidak dikehendaki, muram, dan tidak bahagia, tidak
mampu menyenangi aktifitas dan bahkan ada yang mencoba bunuh
diri.
d. Agresif
Anak yang mendapat perlakuan salah secara badani, lebih
agresifterhadap teman sebayanya. Sering tindakan agresif tersebut
meniru tindakan orangtua mereka atau mengalihkan perasaan
agresif kepada teman sebayanya sebagai hasil miskinnya konsep
diri.
e. Hubungan social
Pada anak sering kurang dapat bergaul dengan teman
sebayanya atau dengan orang dewasa. Mereka mempunyai sedikit
teman dan suka mengganggu orang dewasa, misalnya dengan
melempari batu atau perbuatan2 kriminal lainnya.
f. Akibat dari penganiayaan seksual
Tanda-tanda penganiayaan seksual antara lain:
1) Tanda akibat trauma atau infeksi lokal, misalnya nyeri perianal,
sekret vagina, dan perdarahan anus.
2) Tanda gangguan emosi, misalnya konsentrasi berkurang,
enuresis, enkopresis, anoreksia, atau perubahan tingkah laku.
3) Tingkah laku atau pengetahuan seksual anak yang tidak sesuai
dengan umurnya. Pemeriksaan alat kelamin dilakuak dengan
memperhatikan vulva, himen, dan anus anak.

6
F. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada
penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung
dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri.
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien untuk melindungi
diri antara lain :
1. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di
mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan
kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi :Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan
sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba
merayu, mencumbunya.
3. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan
masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada
orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau
didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga
perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang
berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang
yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang
tersebut dengan kasar.
5. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti
yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya

7
Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat
hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding
kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan
temannya.

8
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Perawat seringkali menjadi orang yang pertamakali menemui adanya
tanda adanya kekerasan pada anak (lihat indicator fisik dn kebiasaan pada
macam-macam child abuse di atas). Saat abuse terjadi, penting bagi
perawat untuk mendapatkan seluruh gambarannya, bicaralah dahulu
dengan orang tua tanpa disertai anak, kemudian menginterview anak.
1. Identifikasi orang tua yang memiliki anak yang ditempatkan di rumah
orang lain atau saudaranya untuk beberapa waktu.
2. Identifikasi adanya riwayat abuse pada orang tua di masa lalu, depresi,
atau masalah psikiatrik.
3. Identifikasi situasi krisis yang dapat menimbulkan abuse
4. Identifikasi bayi atau anak yang memerlukan perawatan dengan
ketergantungan tinggi (seperti prematur, bayi berat lahir rendah,
intoleransi makanan, ketidakmampuan perkembangan, hiperaktif, dan
gangguan kurang perhatian)
5. Monitor reaksi orang tua observasi adanya rasa jijik, takut atau kecewa
dengan jenis kelamin anak yang dilahirkan.
6. Kaji pengetahuan orang tua tentang kebutuhan dasar anak dan
perawatan anak.
7. Kaji respon psikologis pada trauma
8. Kaji keadekuatan dan adanya support system
9. Situasi Keluarga.

Fokus pengkajian secara keseluruhan untuk menegakkan diagnosa


keperawatan berkaitan dengan child abuse, antara lain:
1. Psikososial
a. Melalaikan diri (neglect), baju dan rambut kotor, bau
b. Gagal tumbuh dengan baik

9
c. Keterlambatan perkembangan tingkat kognitif, psikomotor, dan
psikososial
d. With drawl (memisahkan diri) dari orang-orang dewasa
2. Muskuloskeletal
a. Fraktur Dislokasi
b. Keseleo (sprain)
3. Genito Urinaria
a. Infeksi saluran kemih
b. Per vagina
c. Pada vagina/penis
d. Nyeri waktu miksi
e. Laserasi pada organ genetalia eksternal, vagina, dan anus.
4. Integumen
a. Lesi sirkulasi (biasanya pada kasus luka bakar oleh karena rokok)
b. Luka bakar pada kulit, memar dan abrasi
c. Tanda-tanda gigitan manusia yang tidak dapat dijelaskan
d. Bengkak.

Pemeriksaan Radiologi
Ada dua peranan radiologi dalam menegakkan diagnosis perlakuan
salah pada anak, yaitu untuk identifiaksi fokus dari jejas, dokumentasi,
Pemeriksaan radiologi pada anak di bawah usia 2 tahun sebaiknya
dilakukan untuk meneliti tulang, sedangkan pada anak diatas 4-5 tahun
hanya perlu dilakukan jika ada rasa nyeri tulang, keterbatasan dalam
pergerakan pada saat pemeriksaan fisik. Adanya fraktur multiple dengan
tingkat penyembuhan adanya penyaniayaan fisik.
1. CT-scan lebih sensitif dan spesifik untuk lesi serebral akut dan kronik,
hanya diindikasikan pada pengniayaan anak atau seorang bayi yang
mengalami trauma kepala yang berat.
2. MRI (Magnetik Resonance Imaging) lebih sensitif pada lesi yang
subakut dan kronik seperti perdarahan subdural dan sub arakhnoid.

10
3. Ultrasonografi digunakan untuk mendiagnosis adanya lesi visceral
4. Pemeriksaan kolposkopi untuk mengevaluasi anak yang mengalami
penganiayaan seksual.

B. Diagnosa Keperewatan
1. Kekerasan
2. Isolasi social
3. Koping keluarga inefektif
4. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan

C.   Intervensi Keperawatan
1. Perilaku kekerasan
Tujuan. : Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat
berhubungan dengan orang lain.
Kriteria hasil :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang positif
yang dimiliki.
c. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
d. Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai
kemampuan yang dimiliki.
e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan
kemampuannya.
f. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Intervensi :
1.  Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik.
Rasional : hubungan saling percaya memungkinkan klien terbuka
pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
2.   Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.

11
Rasional : mengidentifikasi hal-hal positif yang masih dimiliki
klien.
3.   Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif.
Rasional : pemberian penilaian negatif dapat menurunkan
semangat klien dalam hidupnya.
4.   Utamakan memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan
aspek positif klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
5.   Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat
digunakan.
6.   Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya di
rumah sakit.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat
dilanjutkan.
7.   Berikan pujian.
Rasional : meningkatkan harga diri dan merasa diperhatikan.

8.   Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di


rumah sakit.
Rasional : agar klien dapat melakukan kegiatan yang realistis
sesuai kemampuan yang dimiliki.
9.   Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh.
Rasional : menuntun klien dalam melakukan kegiatan.
10. Beri pujian atas keberhasilan klien.
Rasional : meningkatkan motivasi untuk berbuat lebih baik.
11. Diskusikan jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih.
Rasional : mengidentifikasi klien agar berlatih secara teratur.
12. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.

12
Rasional : tujuan utama dalam penghayatan pasien adalah
membuatnya menggunakan respon koping mal adaptif dengan
yang lebih adaptif.
13. Beri pujian atas keberhasilan klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
14. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang diharapkan.

2. Isolasi social
Tujuan
Klien dapat menerima interaksi social terhadap individu lainya.
Kriteria hasil
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
b. Klien dapat berkomunikasi dengan baik atau jelas dan terbuka.
c. Klien dapat menggunakan koping yang konstruktif.
d. Kecemasan klien telah berkurang.
Intervensi
a. Psikoterapeutik
1) Bina hubungan saling percaya
2) Buat kontrak dengan klien : memperkenalkan nama perawat dan
waktu interaksi dan tujuan.
3) Ajak klien bercakap-cakap dengan memanggil nama klien, untuk
menunjukkan penghargaan yang tulus.
4) Jelaskan kepada klien bahwa informasi tentang pribadi klien tidak
akan diberitahukan kepada orang lain yang tidak berkepentingan.
5) Selalu memperhatikan  kebutuhan klien.
b. Berkomunikasi dengan klien secara jelas dan terbuka
1) Bicarakan dengan klien tentang sesuatu yang nyata dan pakai
istilah yang sederhana
2) Gunakan komunikasi verbal dan non verbal yang sesuai, jelas dan
teratur.

13
3) Bersama klien menilai manfaat dari pembicaraannya dengan
perawat.
4) Tunjukkan sikap empati dan beri kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan perasaanya
c. Kenal dan dukung kelebihan klien
1) Tunjukkan cara penyelesaian masalah (koping) yang bisa
digunakan klien, cara menceritakan perasaanya  kepada orang lain
yang terdekat/dipercaya.
2) Bahas bersama klien tentang koping yang konstruktif
3)  Dukung koping klien yang konstruktif
4) Anjurkan klien untuk menggunakan koping yang konstruktif.
d. Bantu klien mengurangi cemasnya ketika hubungan interpersonal
1) Batasi jumlah orang yang berhubungan dengan klien pada awal
terapi.
2) Lakukan interaksi dengan klien  sesering mungkin.
3) Temani klien beberapa saat dengan duduk disamping klien.
4) Libatkan klien dalam berinteraksi dengan orang lain secara
bertahap, dimulai dari klien dengan perawat, kemudian dengan dua
perawat, kemudian ditambah dengan satu klien dan seterusnya.
5) Libatkan klien dalam aktivitas kelompok.
e. Pendidikan kesehatan
1) Jelaskan kepada klien cara mengungkapkan perasaan selain dengan
kata-kata seperti dengan menulis, menangis, menggambar, berolah-
raga, bermain musik, cara berhubungan dengan orang lain :
keuntungan berhubungan dengan orang lain.
2) Bicarakan dengan klien peristiwa yang menyebabkan menarik diri.
3) Jelaskan dan anjurkan kepada keluarga untuk tetap mengadakan
hubungan dengan klien.
4) Anjurkan pada keluarga agar mengikutsertakan klien dalam
aktivitas dilingkungan masyarakat.

14
f. Kegiatan hidup sehari-hari
1) Bantu klien dalam melaksanakan kebersihan diri sampai dapat
melaksanakannya sendiri.
2) Bimbing klien berpakaian yang rapi
3) Batasi kesempatan untuk tidur
4) Sediakan sarana informasi dan hiburan seperti : majalah, surat
kabar, radio dan televisi.
5) Buat dan rencanakan jadwal kegiatan bersama-sama klien.
g. Lingkungan Terapeutik
1) Pindahkan barang-barang yang dapat membahayakan klien
maupun orang lain dari ruangan.
2) Cegah  agar klien tidak berada didalam ruangan yang sendiri dalam
jangka waktu yang lama.
3) Beri rangsangan sensori seperti : suara musik, gambar hiasan di
ruangan.

3. Koping keluarga inefektif


Tujuan : Koping adatif dapat dilakukan dengan optimall
Kriteria hasil : Keluarga dapat mengenal masalah dalam keluarga dan
menyelesaikannya dengan tindakan yang tepat.
Intervensi :
a. Identifikasi dengan keluarga tentang prilaku maladaptif .
Rasional : Keluarga mengenal dan mengungkapkan serta menerima
perasaannya sehingga mempermudah pemberian asuhan kepada anak
dengan benar.
b. Beri reinforcement positif atas tindakan keluarga yang adaptif.
Rasional : Untuk memotivasi keluarga dalam mengasuh anak secara
baik dan benar tanpa menghakimi dan menyalahkan anak atas keadaan
yang buruk.

15
c. Diskusikan dengan keluarga tentang tindakan yang semestinya
terhadap anak.
Rasional : Memberikan gambaran tentang tindakan yang semestinya
dapat dilaksanakan keluarga terhadap anak.
d. Diskusikan dengan keluarga tentang pentingnya peran orang tua
sebagai status pendukung dalam proses tumbuh kembang anak.
Rasional : Memberikan kejelasan dan memotivasi keluarga untuk
meningkatkan peran sertanya dalam pengasuhan dan proses tumbuh
kembang anaknya.
e. Kolaborasi dalam pemberian pendidikan keluarga terhadap orang tua.
Rasional :Dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman keluarga
( orang tua ),tentang pentingnya peran orang tua dalam tumbuh
kembang anak,memiliki pengetahuan tentang metode pengasuhan yang
baik,dan menanamkan kesadaran untuk menerima anaknya dalam
keadaan apapun.

4. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan


Tujuan. : Klien tidak mencederai diri / orang lain / lingkungan
Kriteria hasil :
a.  Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b.  Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
c. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
d. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekekerasan yang biasa
dilakukan.
e. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
f. Klien dapat melakukan cara berespons terhadap kemarahan secara
konstruktif.
g. Klien dapat mendemonstrasikan sikap perilaku kekerasan.
h. Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.
i. Klien dapat menggunakan obat yang benar.

16
Intervensi :
a. Bina hubungan saling percaya. Salam terapeutik, perkenalan diri,
beritahu tujuan interaksi, kontrak waktu yang tepat, ciptakan
lingkungan yang aman dan tenang, observasi respon verbal dan non
verbal, bersikap empati.
Rasional : Hubungan saling percaya memungkinkan terbuka pada
perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
b. Beri kesempatan pada klien untuk mengugkapkan perasaannya.
Rasional : Informasi dari klien penting bagi perawat untuk membantu
kien dalam menyelesaikan masalah yang konstruktif.
c. Bantu untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal
Rasional : pengungkapan perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak
mengancam akan menolong pasien untuk sampai kepada akhir
penyelesaian persoalan.
d. Anjurkan klien mengungkapkan dilema dan dirasakan saat jengkel.
Rasional : Pengungkapan kekesalan secara konstruktif untuk mencari
penyelesaian masalah yang konstruktif pula.
e. Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.
Rasional : mengetaui perilaku yang dilakukan oleh klien sehingga
memudahkan untuk intervensi.
f. Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel / kesan yang dialami klien.
Rasional : memudahkan klien dalam mengontrol perilaku kekerasan.
g. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
Rasional : memudahkan dalam pemberian tindakan kepada klien.
h. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan.
Rasional : mengetahui bagaimana cara klien melakukannya.
i. Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan
masalahnya selesai.

17
Rasional : membantu dalam memberikan motivasi untuk
menyelesaikan masalahnya.
j. Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku kekerasan yang dilakukan
klien.
Rasional : mencari metode koping yang tepat dan konstruktif.
k. Bersama klien menyimpulkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukan.
Rasional : mengerti cara yang benar dalam mengalihkan perasaan
marah.
l. Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang
sehat”.
Rasional : menambah pengetahuan klien tentang koping yang
konstruktif.
m. Berikan pujian jika klien mengetahui cara yang sehat.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang positif,
meningkatkan harga diri klien.
n. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
Secara fisik : tarik nafas dalam / memukul botol / kasur atau olahraga
atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
Secara verbal : katakan bahwa anda sering jengkel / kesal.
Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat,
latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.
Secara spiritual : anjurkan klien berdua, sembahyang, meminta pada
Tuhan agar diberi kesabaran.
Rasional : dengan cara sehat dapat dengan mudah mengontrol
kemarahan klien.
o. Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
Rasional : memotivasi klien dalam mendemonstrasikan cara
mengontrol perilaku kekerasan.
p. Bantu klien mengidentifikasi manfaat yang telah dipilih.
Rasional : mengetahui respon klien terhadap cara yang diberikan.

18
q. Bantu klien untuk menstimulasikan cara tersebut.
Rasional : mengetahui kemampuan klien melakukan cara yang sehat.
r. Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara
tersebut.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
s. Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat
jengkel / marah.
Rasional : mengetahui kemajuan klien selama diintervensi.
t. Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap apa
yang telah dilakukan keluarga terhadap klien selama ini.
Rasional : memotivasi keluarga dalam memberikan perawatan kepada
klien.
u. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
Rasional : menambah pengetahuan bahwa keluarga sangat berperan
dalam perubahan perilaku klien.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Child abuse adalah suatu kelalaian tindakan atau perbuatan orangtua
atau orang yang merawat anak yang mengakibatkan anak menjadi
terganggu mental maupun fisik, perkembangan emosional, dan
perkembangan anak secara umum.
Fokus pengkajian secara keseluruhan untuk menegakkan diagnosa
keperawatan berkaitan dengan child abuse, psikososial, musculoskeletal,
genita urinaria, integument

B. Saran
Sebagai seorang perawat sdalam memberikan asuhan keperawatan
pada anak child abuse selalu memperhatikan psikologis anak dan
kebutuhan dasar anak yakni biopsikososial spiritual. Serta melibatkan
keluarga dalam proses pemulihan anak.

20

Anda mungkin juga menyukai