Anda di halaman 1dari 14

REFERAT OKTOBER 2016

CHILD ABUSE

Nama : Fitri Istikasari


No. Stambuk : N 111 16 045
Pembimbing : dr. Effendi Salim, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2016
BAB I
PENDAHULUAN

Pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal sangat dipengaruhi oleh


peran serta orangtua, guru, pendidik, dan orang-orang lain yang berada di lingkungan
sekitarnya. Kebutuhan anak yaitu pemberian asuh, asih, dan asah akan membuat
mereka menjadi dewasa sumber daya yang potensial. Sebaliknya, perlakuan salah
yang diberikan pada anak akan menghambat tumbuh kembang anak.1
Child abuse atau kekerasan pada anak merupakan keadaan yang sering kita
jumpai pada kehidupan sehari-hari, fenomena gunung es berlaku pada keadaan
tersebut, data pasti mengenai child abuse sulit diperoleh. Kekerasan terhadap anak
termasuk semua bentuk perlakuan menyakitkan baik fisik, seksual maupun emosional
yang dilakukan orang tua atau orang lain dalam konteks hubungan tanggung jawab
atau kekuasaan. 1
Faktor resiko baik pada anak, orang tua/situasi keluarga maupun
masyarakat/sosial mempunyai hubungan dengan dugaan kekerasan pada anak.
Wawancara terstruktur, pemeriksaan fisik yang cermat, dan pemeriksaan penunjang
dapat membantu mengetahui kasus kekerasan pada anak. Kekerasan pada anak dapat
memberikan dampak akut atau kronik bagi tumbuh kembang anak, terhadap keluarga
dan masyarakat. 1
Definisi kekerasan terhadap anak menurut Centers for Disease Control and
Prevention adalah setiap tindakan atau serangkaian tindakan wali atau kelalaian oleh
orang tua atau pengasuh lainnya yang dihasilkan dapat membahayakan, atau
berpotensi bahaya, atau memberikan ancaman yang berbahaya kepada anak..
Kekerasan pada anak menurut keterangan WHO dibagi menjadi lima jenis, yaitu
kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan emosional, penelantaran anak,
eksploitasi anak.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Child Abuse (Perlakuan Salah pada Anak)


Pada tahun 1963, Delsboro mendefinisikan child abuse adalah seorang
anak yang mendapat perlakuan badani yang keras, yang dikerjakan sedemikian
rupa sehingga menarik perhatian suatu badan dan menghasilkan pelayanan yang
melindungi anak tersebut.3
Secara umum kekerasan didefinisikan sebagai suatu tindakan yang
dilakukan satu individu terhadap individu lain yang mengakibatkan gangguan
fisik dan atau mental. Anak ialah individu yang belum mencapai usia 18 tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan seperti tertera dalam pasal 1 UU No
23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Kekerasan pada anak adalah tindakan
yang di lakukan seseorang atau individu pada mereka yang belum genap berusia
18 tahun yang menyebabkan kondisi fisik dan atau mentalnya terganggu.4
Menurut WHO (World Health Organization) kekerasan dan penelantaran
pada anak merupakan semua bentuk perlakuan menyakitkan secara fisik ataupun
emosional, penyalahgunaan seksual, penelantaran, eksploitasi komersial atau
eksploitasi lain, yang mengakibatkan cedera atau kerugian nyata ataupun
potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang
anak, atau martabat anak, yang dilakukan dalam konteks hubungan tanggung
jawab, kepercayaan atau kekuasaan.4
Perlakuan salah meliputi perbuatan ataupun penelantaran yang
mengakibatkan morbiditas dan mortalitas. Peraturan perundang-undangan di
Indonesia belum memberikan definisi ataupun pengertian atas istilah child abuse
dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan salah satu kepustakaan istilah child abuse
dalam bahasa Indonesia disebut sebagai kekerasan terhadap anak. Pengertian
kekerasan terhadap anak adalah (child abuse) adalah semua bentuk perlakuan
menyakitkan secara fisik ataupun emosional, penyalahgunaan seksual, pelalaian,
eksploitasi komersial atau eksploitasi lain, yang mengakibatkan cedera/kerugian
nyata ataupun potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup anak,
tumbuh kembang anak, atau martabat anak, yang dilakukan dalam konteks
hubungan tanggung jawab, kepercayaan, atau kekuasaan.1

2. Klasifikasi
Perlakuan salah pada anak, dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu:3
a. Berdasarkan jenis perlakuan salah:
 Penganiayaan fisik
 Penganiayaan emosional
 Penganiayaan seksual
 Kelalaian/ penelantaran anak
 Sindrom Munchusen
b. Berdasarkan lokasi
 Di dalam keluarga
 Di luar keluarga
i. Di institusi
ii. Di tempat kerja
iii. Di jalan
iv. Di medan perang

Terdapat lima bentuk kekerasan pada anak (1999 WHO Consultation on


child abuse prevention) yaitu :4
1. Kekerasan fisik (Physical abuse)
Merupakan kekerasan yang mengakibatkan cedera fisik nyata
ataupun potensial terhadap anak, sebagai akibat dari interaksi atau tidak
adanya interaksi, yang layaknya berada dalam kendali orang tua atau
orang dalam posisi hubungan tanggung jawab, kepercayaan atau
kekuasaan.Bentuk kekerasan yang sifatnya bukan kecelakaan yang
membuat anak terluka.
Contoh: menendang, menjambak (menarik rambut), menggigit,
membakar, menampar.
2. Kekerasan seksual (sexual abuse)
Merupakan pelibatan anak dalam kegiatan seksual dimana ia
sendiri tidak sepenuhnya memahami, tidak mampu memberikan
persetujuan atau oleh karena perkembangannya belum siap atau tidak
dapat memberi persetujuan, atau yang melanggar hukum atau pantangan
masyarakat, atau merupakan segala tingkah laku seksual yang dilakukan
antara anak dan orang dewasa.
Contoh, pelacuran anak-anak, intercourse, pornografi, eksibionisme, oral
sex, dan lain-lain.
3. Mengabaikan (Neglect)
Merupakan kegagalan dalam menyediakan segala sesuatu yang
dibutuhkan untuk tumbuh kembangnya, seperti kesehatan, perkembangan
emosional, nutrisi, rumah atau tempat bernaung dan keadaan hidup yang
aman di dalam konteks sumber daya yang layaknya dimiliki oleh keluarga
atau pengasuh, yang mengakibatkan atau sangat mungkin mengakibatkan
gangguan kesehatan atau gangguan perkembangan fisik, mental, moral
dan sosial, termasuk didalamnya kegagalan dalam mengawasi dan
melindungi secara layak dari bahaya gangguan.
4. Kekerasan emosi (Emotional Abuse)
Merupakan kegagalan penyediaan lingkungan yang mendukung
dan memadai bagi perkembangannya, termasuk ketersediaan seorang yang
dapat dijadikan figur primer sehingga anak dapat berkembang secara stabil
dengan pencapaian kemampuan sosial dan emosional yang diharapkan
sesuai dengan potensi pribadina dalam konteks lingkungannya. Segala
tingkah laku atau sikap yang mengganggu kesehatan mental anak atau
perkembangan sosialnya.
Contoh : tidak pernah memberikan pujian/ reinforcemen yang positif,
membandingkannya dengan anak yang lain, tidak pernah memberikan
pelukan atau mengucapkan” aku sayang kamu”.
5. Eksploitasi anak (child exploitation)
Merupakan penggunaan anak dalam pekerjaan atau aktivitas lain
untuk keuntungan orang lain. Dampak dari tindak kekerasan terhadap
anak yang paling dirasakan yaitu pengalaman traumatis yang susah
dihilangkan pada diri anak, yang berlanjut pada permasalahan-
permasalahan lain, baik fisik, psikologis maupun sosial.

3. Faktor Risiko
Perlakuan salah terhadap anak adalah akibat dari pelepasan tujuan
hidup orang tua dan hubungan orang tua dengan anak tidak lebih dari
hubungan biologis saja. Kehidupan orang tuan sebagian besar diliputi
pelanggaran hokum, penyalahgunaan penghasilan, pengusiran brulang,
penggunaan alcohol yang berlebihan dan keadaan rumah yang
menyedihkan. Orang tua seperti ini tidak mampu menolong dirinya sendiri.
Mereka menganiaya anaknya seolah-olah sebagai pelampiasan rasa
frustasinya, ketidaktanggungjawabannya, ketidakberdayaannya dan
sebagainya. 3
a. Faktor risiko pada anak:
 BBLR/premature
 Penyakit kronis
 Cacat bawaan
 Bayi yang sering menangis
 Anak yang sulit makan
 Anak dengan kebutuhan khusus: cacat fisik, serebral palsi,
hiperaktivitas, autisme
b. Faktor risiko pada orang tua:
 Keinginan atau harapan orang tua yang tidak sesuai
 Orang tua yang engalami perlakuan salah pada masa anak-anak
 Orang tua yang menggunakan hukuman fisik untuk
mendisiplinkan anak
 Kemiskinan
 Orang tua tunggal
 Terisolir
 Penggunaan alcohol
 Orang tua yang masih remmaja
 Kekerasan dalam rumah tangga
4. Diagnosis
Diagnosis perlakuan salah terhadap anak sukar karena kebanyakan orang tua
tidak mengaku bahwa trauma terjadi akibat dari perlakuannya. Mereka berusaha
mengarang cerita tentang bagaimana trauma tersebut terjadi, bahkan ada yang
marah marah atau bicara sekedarnya saja pada saat dilakukan anamnesis. Oleh
karena itu sehingga diperlukan anamnesis dari orang – orang yang tinggal di
sekitar keluarga tersebut, dan dituntut kecermatan dalam pemeriksaan, karena
seringkali terlambat dilaporkan. Untuk melihat perlakuan salah terhadap anak,
kita harus mengetahui umur dan tingkat perkembangan anak saat kejadian
dialami, pengalaman anak dalam menghadapinya dan seluruh lingkungan emosi
dari keluarganya. Diagnosis perlakuan salah terhadap anak memerlukan
pendekatan multi disiplin yaitu riwayat penyakit, pemeriksaan fisis dan mental,
laboratorium, dan radiologi.1

5. Dampak Child Abuse


Korban atau kasus anak yang mengalami kekerasan dapat berdampak
jangka pendek ataupun jangka panjang.5
1. Jangka pendek. Dampak jangka pendek terutama berhubungan dengan
masalah fisik antara lain : lebam, lecet, luka bakar, patah tulang, kerusakan
organ, robekan selaput dara, keracunan, gangguan susunan saraf pusat. Di
samping itu seringkali terjadi gangguan emosi atau perubahan perilaku
seperti pendiam, menangis, dan menyendiri.
2. Jangka panjang. Dampak jangka panjang dapat terjadi pada kekerasan fisik,
seksual, maupun emosional.
a. Kekerasan fisik. Kecacatan yang dapat mengganggu fungsi tubuh
anggota tubuh.
b. Kekerasan seksual. Kehamilan yang tidak diinginkan, infeksi menular
seksual termasuk HIV/AIDS, gangguan /kerusakan organ reproduksi.
c. Kekerasan emosional. Tidak percaya diri, hiperaktif, sukar bergaul, rasa
malu dan bersalah, cemas, depresi, psikosomatik, gangguan
pengendalian diri, suka mengompol, kepribadian ganda, gangguan tidur,
psikosis, dan penggunaan napza.
Anak-anak tumbuh dan berkembang dengan baik bila mereka menerima
segala kebutuhannya dengan optimal. Jika salah satu kebutuhan baik asuh, asih,
maupun asah tidak terpenuhi maka akan terjadi kepincangan dalam tumbuh
kembang mereka. Dampak yang terjadi dapat secara langsung maupun tidak
langsung atau dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang.
Pertumbuhan dan perkembangan anak yang mengalami child abuse, pada
umumnya lebih lambat dari pada anak yang normal yaitu,1
 Dampak langsung terhadap kejadian child abuse 5% mengalami kematian,
25% mengalamikomplikasi serius seperi patah tulang, luka bakar,cacat
menetap.
 Terjadi kerusakan menetap pada susunan saraf yang dapat mengakibatkan
retardasi mental, masalah belajar/ kesulitan belajar, buta, tuli,masalah
dalam perkembangan motor/ pergerakan kasar dan halus, kejadian kejang,
ataksia, ataupun hidrosefalus.
 Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak-anak sebayanya,
tetapi Oates dkk pada tahun 1984 mengatakan bahwa tidak ada perbedaan
yang bermakna dalam tinggi badan danberat dengan anak normal.
 Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan yaitu,
 Kecerdasan, berbagai penelitian melaporkan terdapat keterlambatan
dalam perkembangan kognitif, bahasa, membaca, dan motorik.
Retardasi mental dapat diakibatkan trauma langsung pada kepala, juga
karena malnutrisi. Anak juga kurang mendapat stimulasi adekuat
karena gangguan emosi.
 Emosi, masalah yang sering dijumpai adalah gangguan emosi,
kesulitan belajar/sekolah, kesulitan dalam mengadakan hubungan
dengan teman, kehilangan kepercayaan diri, fobia cemas, dan dapat
juga terjadi pseudomaturitas emosi. Beberapa anak menjadi agresif
atau bermusuhan dengan orang dewasa, atau menarik diri/menjauhi
pergaulan. Anak suka mengompol, hiperaktif,perilaku aneh, kesulitan
belajar, gagal sekolah, sulit tidur, temper tantrum.
 Konsep diri, anak yang mendapat kejadian child abuse merasa dirinya
jelek, tidak dicintai, tidak dikehendaki, muram dan tidak bahagia,
tidak mampu menyenangi aktifitas dan melakukan percobaan bunuh
diri.
 Agresif, anak yang mendapat kejadian child abuse lebih agresif
terhadap teman sebaya. Sering tindakan agresif tersebut
menirutindakan orang tua mereka atau mengalihkanperasaan agaresif
kepada teman sebayanyasebagai hasil kurangnya konsep diri.
 Hubungan sosial, pada anak-anak tersebut kurang dapat bergaul
dengan teman sebaya atau dengan orang dewasa, misalnya melempari
batu, perbuatan kriminal lainnya.
 Akibat dari sexual abuse, tanda akibat trauma atau infeksi lokal,
seperti nyeri perineal, secret vagina, nyeri dan perdarahan anus; Tanda
gangguan emosi, misalnya konsentrasi kurang, enuresis, enkopresis,
anoreksia dan perubahan tingkah laku, kurang percaya diri, sering
menyakiti diri sendiri, dan sering mencoba bunuh diri; Tingkah laku
atau pengetahuan seksual anak yang tidak sesuai dengan umurnya.

6. Penatalaksanaan
Menurut Snyder, 7 aspek harus diperhatikan pada negelolaan perlakuan
salah pada anak adalah sebagai berikut:3
a. Sekali mendiagnosis perlakuan salah terhadap anak ditegakkan, terutama
pada anak yang berumur kurang dari setahun, risiko tinggi untuk
mendapatkan perlakuan salah dapat berulang
b. Pada anak yang mendapat perlakuan salah yang kesekian kalinya, sebaiknya
orang tuanga dikonsultasikan ke psikiater
c. Jarang sekali ada maksud menemukan siapa sesunggugnya orang yang
memperlakukan anak tersebut dan kapan perlakuan tersebut dilakukan secara
inensif. Sesungguhnya dangan melihat gejala itu sendiri harus membuka
pintu untuk menolong dan merencanakan pelayanan yang menyeluruh pada
anak dan keluarganya
d. Apabila ada kemungkinan anak dalam risiko besar, sebaiknya anak dirawat di
rumah sakit
e. Perlindungan terhadap anak harus menjadi tujuan pokok intervensi, tetapi
perlindungan tersebut harus sejalan dengan rencena pelayanan dalam
pembinaan keluarganya
f. Perlu follow up multidisiplin dan kontak yang sering oleh semua pihak yang
terlibat dalam pelayanan kepada anak. Hal ini diperlukan agar tercapati
perkembangan anak yang sehat
g. Diperlukan pada pekerja social yang terdidik, terampil dan mampu bekerja
sama dengan badan-badan lain, guna mencegah perlakuan salah terhadap
anak dan menolong keluarganya dari masalah yang dihadapi.

7. Pencegahan
Pencegahan sebelum terjadi perlakuan salah terhadap anak merupakan
investasi yang baik dalam arti bahwa biaya personal maupun social dapat
dihemat dan tumbuh kembang anak tidak mengalami hambatan. Pencegahan
meliputi:3
a. Pendidikan kepada orang tua tentang cara pengasuhan anak akan membantu
orang tua lebih baik tentang tumbuh kembang anak, sehingga mereka akan
mengasuh anak dengan penuh kasih saying dan menikmati hubungan ini.
b. Mendorong komite atau badan di sekolah untuk membentuk dan menerapkan
pencegahan perlakuan salah pada anak
c. Bila seseorang anak bercerita kepada kita bahwa dia telah melihat atau
mengalami perlakuan salah, dukunglah anak tersebut.
d. Memberikan pendidikan kepada anak tentang pengertian perlakuan salah
pada anak dan bagaimana cara menghindari perlakuan salah tersebut dan
eksploitasi.
e. Kita wajib membantu anak-anak dan orang dewasa untuk mendapatkan
informasi dan membantu untuk mencegah perlakuan salah atau penelantaran
anak sejak awal kehidupan bahkan sejak dalam kandungan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Widyastuti D., Sekartini R., Deteksi Dini, Faktor Risiko dan Dampak Perlakuan
Salah pada Anak, Sari Pediatri. 2005;7(2): 105-112.
2. Centers for Disease Control and Prevention, Child Maltreatment Surveillance:
Uniform Definitions for Public Health and Recommended Data Elements. 2010.
3. Soetjiningsih. Ranuh I. 2014. Buku Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit
EGC.
4. Sudaryono. 2007. Kekerasan Pada Anak : Bentuk, Penanggulangan, dan
Perlindungan Pada Anak Korban Kekerasan.
5. Bittner S, Newberger EH: Pediatric understanding of child abuse and neglect.
Pediatric Rev 2:198, 1998.

Anda mungkin juga menyukai