Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat rahmat
dan penyertaan-Nya kami dapat melakukan kegiatan penyuluhan kesehatan
tentang Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi di Puskesmas Wawonasa.
Adapun laporan penyuluhan ini dibuat sebagai salah satu syarat pada
kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi terutama untuk memberikan edukasi tentang kesehatan
bagi masyarakat yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Wawonasa Kota
Manado, Sulawesi Utara.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak
terdapat kekurangan, sehingga kritik dan saran sangat kami harapkan demi
kesempurnaan laporan ini. Akhir kata penyusun mengucapkan terimakasih,
semoga laporan puskesmas ini bermanfaat bagi kita semua.

Manado, 04 Juli 2018

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................1


DAFTAR ISI ............................................................................................................2
BAB I.PENDAHULUAN ........................................................................................3
A. Latar Belakang ..............................................................................................3
B. Tujuan Penyuluhan .......................................................................................4
1. Tujuan Umum ...........................................................................................4
2. Tujuan Khusus...........................................................................................4
C. Sasaran Penyuluhan ......................................................................................4
D. Metode Penyuluhan ......................................................................................4
BAB II.TINJAUAN PUTAKA ................................................................................5
A. VAKSINASI .................................................................................................5
1. Tujuan Vaksinasi (Imunisasi)....................................................................5
2. Manfaat Vaksinasi .....................................................................................6
3. Jenis- jenis Vaksin .....................................................................................6
B. KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) .......................................................8
1. Definisi KIPI .............................................................................................9
2. Epidemiologi KIPI ..................................................................................10
3. Klasifikasi penyebab KIPI ......................................................................11
4. Gejala Klinis dan Tatalaksana KIPI ........................................................12
BAB III. PENUTUP ..............................................................................................16
A. Kesimpulan .................................................................................................16
B. Rekomendasi ...............................................................................................17
LAMPIRAN ...........................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................19

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Imunisasi merupakan bentuk intervensi kesehatan yang efektif dalam
menurunkan angka kematian bayi dan balita. Dengan imunisasi, berbagai
penyakit seperti TBC, difteri, pertusis, hepatitis B, poliomyelitis, dan campak
dapat dicegah. Pentingnya pemberian imunisasi dapat dilihat dari banyaknya
balita yang meninggal akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
(PD3I). Hal itu sebenarnya tidak terjadi karena penyakit-penyakit tersebut bisa
dicegah dengan imunisasi (Dewi, 2010). Seorang ibu sering muncul
kekhawatiran yang berlebihan dan kurang beralasan terhadap efek samping
atau keamanan dari imunisasi sehingga melebihi ketakutan terhadap penyakit
itu sendiri, akibat dari penyakit lebih membahayakan dibandingkan dengan
dampak imunisasi. Menurut Departemen Kesehatan (2005) Kejadian Pasca
Imunisasi (KIPI) adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam
masa satu bulan setelah imunisasi, yang diduga ada hubungannya dengan
pemberian imunisasi.1
Namun demikian kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) berupa reaksi di
tempat suntikan seperti rasa nyeri, bengkak dan kemerahan. Terkadang
disertai demam satu sampai dua hari setelah diimunisasi. Gejala tersebut dapat
diatasi dengan prilaku yang tepat oleh ibu, yaitu yang pertama, pemberian 1/4
tablet obat penurun panas (antipiretik) bila panas lebih dar C. Kedua,
menganjurkan ibu untuk tidak membungkus anak dengan baju39 tebal dan
longgar. Ketiga, mandikan anak dengan cara sibin tanpa disabuni dan kompres
hangat di tempat bekas suntikan, dahi atau ketiak (Dewi, 2010). Keempat,
memberikan minum air putih atau ASI lebih banyak untuk menjaga
keseimbangan cairan tubuh dan mencegah dehidrasi. Kelima, pada anak yang
menggigil dapat diselimuti tapi setelah menggigilnya hilang selimut bisa
dibuka. Keenam, jika anak mengalami kejang, baringkan ditempat yang rata,
kepala dimiringkan agar tidak terjadi aspirasi ludah atau lendir dari mulut.
Ketujuh, buka pakaian yang mengganggu pernafasan, jalan napas dijaga agar

3
tetap terbuka, bila kejang masih terjadi perhatikan kebutuhan cairan, kalori
dan elektrolit. Kedelapan, tunggu anak benar-benar pulih dan sadar, berikan
minuman atau makanan berkuah untuk mengganti cairan yang menguap akibat
panas.2

B. Tujuan Penyuluhan
1. Tujuan Umum
Membantu dalam pengendalian reaksi kejadian pasca imunisasi (KIPI)
pada anak atau bayi dalam masyarakat di wilayah kerja puskesmas
Wawonasa.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui penyebab, gejala, pengobatan serta pencegahan timbulnya
reaksi kejadian pasca imunisasi (KIPI).
b. Meningkatkan dan mendorong peran serta ibu dan keluarga dalam
menangani KIPI
c. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai KIPI.

C. Sasaran Penyuluhan
Masyarakat yang datang membawa bayi datau anak untuk melakukan
imunisasi di Puskesmas Wawonasa serta petugas kesehatan yang sedang
bekerja di Puskesmas Wawonasa.

D. Metode Penyuluhan
Metode yang digunakan dalam penyuluhan ini adalah dengan melakukan
ceramah dan tanya jawab.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. VAKSINASI
Vaksinasi merupakan proses pemberian vaksin ke dalam tubuh seseorang untuk
memberikan atau menigkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit infeksi,
yaitu sebagai salah satu cara pencegahan penyakit infeksi serius yang paling efektif.
Selama dalam proses tumbuh kembang, anak memerlukan asupan gizi yang adekuat,
penanaman nilai agama, budaya, pembiasaan disiplin yang konsisten, serta upaya
pencegahan penyakit.3,4
Vaksin berasal dari bahasa latin vacca (sapi) dan vaccinia (cacar sapi). Vaksin
adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif
terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi
oleh organisme alami.3,4
Vaksin dapat berupa galur virus atau bakteri yang telah dilemahkan sehingga
tidak menimbulkan penyakit, juga merangsang sistem imun untuk memproduksi
antibodi yang sifatnya selain spesifik juga dapat bertahan untuk jangka waktu lama
karena adanya sel memori. Vaksin dapat juga berupa organisme mati atau hasil-hasil
pemurniannya (protein, peptida, partikel serupa virus, dan sebagainya.). Vaksin akan
mempersiapkan sistem kekebalan manusia atau hewan untuk bertahan terhadap
serangan patogen tertentu, terutama bakteri, virus, atau toksin. Vaksin juga bisa
membantu sistem kekebalan untuk melawan sel-sel degeneratif (kanker). Pemberian
vaksin diberikan untuk merangsang sistem imunologi tubuh untuk membentuk
antibodi spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan penyakit. Ada
beberapa jenis vaksin, namun, apa pun jenisnya tujuannya sama, yaitu menstimulasi
reaksi kekebalan tanpa menimbulkan penyakit.3,4

1. Tujuan Vaksinasi (Imunisasi)


Tujuan vaksinasi adalah proses memasukkan vaksin ke tubuh manusia
dengan tujuan untuk mendapatkan efek kekebalan terhadap penyakit tertentu.
Agar tubuh membuat zat anti untuk merangsang pembentukan zat anti yang
dimasukkan kedalam tubuh melalui suntikan (misalnya vaksin campak, hepatitis

5
B) dan melalui mulut (misalnya vaksin polio). Tujuan vaksinasi yaitu untuk
mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan
penyakit tertentu pada sekelompok populasi atau bahkan menghilangkan suatu
penyakit tertentu dari dunia. Program imunisasi aktif/ vaksinasi bertujuan untuk
menurunkan angka kesakitan dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi. Pada saat ini, penyakit-penyakit tersebut adalah difteri,
tetanus, batuk rejan (pertusis), campak (measles), polio dan tuberkulosis.
Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan pada bayi agar dapat
mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit
yang sering berjangkit.2
Secara umum dapat juga disimpulkan bahwa tujuan vaksin adalah suatu
usaha untuk merangsang daya tahan tubuh dengan memasukkan bibit penyakit
yang dilemahkan dan dicampur dengan bahan lain.2

2. Manfaat Vaksinasi
Vaksinasi sangat bermanfaat bagi anak yaitu dapat mencegah penderitaan
yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian.Bagi
keluarga dapat menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak
sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya
akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman. Serta bagi salah satu negara,
vaksinasi dapat memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat
dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.5

3. Jenis- jenis Vaksin


1. Vaksin Hidup (Live attenuated vaccine)
Vaksin hidup yang dibuat dari bakteri atau virus yang sudah dilemahkan daya
virulensinya dengan cara kultur dan perlakuan yang berulang-ulang, namun
masih mampu menimbulkan reaksi imunologi yang mirip dengan infeksi
alamiah. Sifat vaksin live attenuated vaccine, yaitu : vaksin dapat tumbuh dan
berkembang biak sampai menimbulkan respon imun sehingga diberikan dalam
bentuk dosis kecil antigen, respon imun yang diberikan mirip dengan infeksi
alamiah, tidak perlu dosis berganda,, dapat menimbulkan penyakit yang serupa

6
dengan infeksi alamiah.6 Contoh : vaksin polio (Sabin), vaksin MMR, vaksin
TBC, vaksin demam tifoid, vaksin campak, gondongan, dan cacar air
(varisela).4,6
2. Inactivated vaccine (Killed vaccine)
Vaksin dibuat dari bakteri atau virus yang dimatikan dengan zat kimia
(formaldehid) atau dengan pemanasan, dapat berupa seluruh bagian dari bakteri
atau virus, atau bagian dari bakteri atau virus atau toksoidnya saja.
Sifatinactivated vaccine, yaitu : vaksin tidak dapat hidup sehingga seluruh dosis
antigen dapat dimasukkan dalam bentuk antigen, respon imun yang timbul
sebagian besar adalah humoral dan hanya sedikit atau tidak menimbulkan
imunitas seluler, titer antibodi dapat menurun setelah beberapa waktu sehingga
diperlukan dosis ulangan, dosis pertama tidak menghasilkan imunitas protektif
tetapi hanya memacu dan menyiapkan sistem imun, respon imunprotektif baru
barumuncul setelah dosis kedua dan ketiga, vaksin tidak dapat bermutasi menjadi
bentuk patogenik, tidak dapat menimbulkan penyakit yang serupa dengan infeksi
alamiah. Contoh : vaksin Difteri dan Tetanus.4,6
3. Vaksin Toksoid
Vaksin yang dibuat dari beberapa jenis bakteri yang menimbulkan penyakit
dengan memasukkan racun dilemahkan ke dalam aliran darah. Bahan bersifat
imunogenik yang dibuat dari toksin kuman. Hasil pembuatan bahan toksoid yang
jadi disebut sebagai natural fluid plain toxoid yang mampu merangsang
terbentuknya antibodi antitoksin. Imunisasi bakteri toksoid efektif selama satu
tahun.4,6 Contoh : vaksin rabies, vaksin influenza, vaksin polio (Salk), vaksin
pneumonia pneumokokal, vaksin kolera, vaksin pertusis, dan vaksin demam
tifoid.6
4. Vaksin Acellular dan Subunit
Vaksin yang dibuat dari bagian tertentu dalam virus atau bakteri dengan
melakukan kloning dari gen virus atau bakteri melalui rekombinasi DNA, vaksin
vektor virus dan vaksin antiidiotipe.6 Contoh: vaksin hepatitis B, Vaksin
hemofilus influenza tipe b (Hib) dan vaksin Influenza.4,6

7
5. Vaksin Idiotipe
Vaksin yang dibuat berdasarkan sifat bahwa Fab (fragment antigen binding)
dari antibodi yang dihasilkan oleh tiap klon sel B mengandung asam amino yang
disebut sebagai idiotipe atau determinan idiotipe yang dapat bertindak sebagai
antigen. Vaksin ini dapat menghambat pertumbuhan virus melalui netralisasi dan
pemblokiran terhadap reseptor pre sel B.2,6
6. Vaksin Rekombinan
Vaksin rekombinan memungkinkan produksi protein virus dalam jumlah
besar. Gen virus yang diinginkan diekspresikan dalam sel prokariot atau
eukariot. Sistem ekspresi eukariot meliputi sel bakteri E.coli, yeast, dan
baculovirus. Dengan teknologi DNA rekombinan dihasilkan vaksin protein juga
dihasilkan vaksin DNA. Susunan vaksin ini (misal hepatitis B) memerlukan
epitop organisme yang patogen. Sintesis dari antigen vaksin tersebut melalui
isolasi dan penentuan kode gen epitop bagi sel penerima vaksin.4,6
7. Vaksin DNA (Plasmid DNA Vaccines)
Dalam vaksin DNA gen tertentu dari mikroba diklon ke dalam suatu plasmid
bakteri yang direkayasa untuk meningkatkan ekspresi gen yang diinsersikan ke
dalam sel mamalia. Setelah disuntikkan DNA plasmid akan menetap dalam
nukleus sebagai episom, tidak berintegrasi kedalam DNA sel (kromosom),
selanjutnya mensintesis antigen yang dikodenya.Selain itu vektor plasmid
mengandung sekuens nukleotida yang bersifat imunostimulan yang akan
menginduksi imunitas seluler.2,6 Vaksin ini berdasarkan isolasi DNA mikroba
yang mengandung kode antigenyang patogen dan saat ini sedang dalam
perkembangan penelitian. Hasil akhir penelitian pada binatang percobaan
menunjukkan bahwa vaksin DNA (virus dan bakteri) merangsang respon
humoral dan selular yang cukup kuat,sedangkan penelitian klinis pada manusia
saat ini sedang dilakukan.6

B. KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi)


Menurut Komite Nasional Pengkajian dan Penaggulangan KIPI (KN PP KIPI),
KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan

8
setelah imunisasi. Pada keadaan tertentu lama pengamatan KIPI dapat mencapai
masa 42 hari.10
1. Definisi KIPI
Kejadian ikutan paska imunisasi adalah sebagai reaksi simpangan yang
dikenal sebagai kejadian ikutan paska imunisasi (KIPI) adalah kejadian medik
yang berhubungan dengan imunisasi baik berupa efek vaksin ataupun efek
samping, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis, atau kesalahan
program, , faktor kebetulan, reaksi suntikan, atau hubungan kausal yang tidak
dapat ditentukan. Pada keadaan tertentu lama pengamatan KIPI dapat mencapai
masa 42 hari (artritis kronik paska vaksinasi rubela), atau bahkan sampai 6 bulan
(infeksi virus campak vaccine-strain pada pasien imunodefisiensi paska
vaksinasi campak, dan polio paralitik serta infeksi virus polio vaccine-strain
pada resipien non imunodefisiensi atau resipien imunodefisiensi paska vaksinasi
polio).10
Pada umumnya reaksi terhadap obat dan vaksin dapat merupakan reaksi
simpang (adverse events), atau kejadian lain yang bukan terjadi berupa efek
farmakologi, efek samping (side-effect), interaksi obat, intoleransi, reaksi
idiosinkrasi, dan reaksi alergi yang umumnya secara klinis sulit dibedakan satu
dengan yang lainnya. Efek farmakologi, efek samping, serta reaksi idiosinkrasi
umumnya terjadi karena potensi vaksin sendiri, sedangkan reaksi alergi
merupakan kepekaan sesorang terhadap unsur vaksin dengan latar belakang
genetik. Reaksi alergi dapat terjadi terhadap protein telur (vaksin campak,
gendong, influenza, dan demam (kuning), antibiotik, bahan preservatif
(neomisin, merkuri), atau unsur lain yang terkandung dalam vaksin.10
Kejadian yang bukan disebabkan efek langsung vaksin dapat terjadi karena
kesalahan teknik pembuatan, pengadaan dan distribusi serta penyimpangan
vaksin, kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan imunisasi, atau semata-mata
kejadian yang timbul secara kebetulan. Persepsi awam dan juga kalangan petugas
kesehatan, menganggap semua kalainan dan kejadian yang dihubungkan dengan
imunisasi sebagai reaksi alergi terhadap vaksin. Akan tetapi telah laporan KIPI
oleh Vaccine Safety Comittee, Institute of Medicine (IOM) USA menyatakan
bahwa sebagian besar KIPI terjadi secara kebetulan saja (koinsidensi). Kejadian

9
yang memang akibat imunisasi tersering adalah akibat kesalahan prosedur dan
teknik pelaksanaan (programmatic erros).10

2. Epidemiologi KIPI
Kejadian ikutan paska imunisasi akan timbul setelah pemberian vaksin dalam
jumlah besar. Penelitian efikasi dan keamanan vaksin dihasilkan melalui fase uji
klinis yang lazim, yaitu fase 1, 2, 3, dan 4. Uji klinis fase 1 dilakukan pada
binatang percobaan sedangkan fase selanjutnya pada manusia. Uji klinis fase 2
untuk mengetahui keamanan vaksin (reactogenicity and safety), sedangkan pada
fase 3 selain keamanan juga dilakukan uji efektivitas (imunogenisitas) vaksin.
Pada jumlah penerima vaksin yang terbatas mungkin KIPI belum tampak, maka
untuk menilai KIPI diperlukan uji klinis fase 4 dengan sampel besar yang dikenal
sebagai Post Marketing Surveilance (PMS). Tujuan PMS adalah untuk
memonitor dan mengetahui keamanan vaksin setalah pemakaian yang cukup luas
di masyarakat (dalam hal ini program imunisasi). Data PMS dapat memberikan
keuntungan bagi program apabila semua KIPI (terutama KIPI barat) dilaporkan,
dan masalahnya segera diselesaikan. Sebaliknya akan merugikan apabila
program tidak segera tanggap terhadap masalah KIPI yang timbul sehingga
terjadi keresahan masyarakat terhadap efek samping vaksin dengan segala
akibatnya. Menurut National Childhood Vaccine Injury dari Committe of the
Institute of Medicine (IOM) di USA sangat sulit mendapatkan data KIPI oleh
karena:
1. Mekanisme biologis gejala KIPI kurang dipahami
2. Data KIPI yang dilaporkan kurang rinci dan kurang akurat
3. Surveilans KIPI belum luas dan menyeluruh
4.Surveilans KIPI belum dilakukan untuk jangka panjang
5. Kurang publikasi KIPI dalam kasus yang besar.
Mengingat hal tersebut, maka sangat sulit menentukan jumlah kasus KIPI
yang sebenarnya. Kejadian ikutan paska imunisasi dapat ringan sampai berat,
terutama pada imunisasi masal atau setelah penggunaan lebih dari 10.000 dosis.11

10
3. Klasifikasi penyebab KIPI
Dalam membuat kajian KIPI, Komnas PP-KIPI mengelompokkan KIPI
dalam 2 klasifikasi yaitu klasifikasi lapangan dan klasifikasi kausalitas. (12)
1) Klasifikasi lapangan
Sesuai dengan manfaat situasi di lapangan maka sebagai acuan untuk Komnas
dan Komda PP-KIPI dengan menggunakan kriteria WHO untuk memilah KIPI
dalam lima kelompok penyebab, yaitu:
a. Kesalahan prosedur/teknik pelaksanaan (programmatic errors)
KIPI yang berhubungan dengan masalah prosedur dan teknik pelaksanaan
imunisasi, meliputi kesalahan prosedur penyimpanan, pengelolaan dan tata
laksana pemberian vaksin.
b. Reaksi suntikan
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik
langsung maupun tidak langsung. Reaksi suntikan langsung misalnya rasa
sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan, sedangkan reaksi
suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual, sampai sinkope.
c. Induksi vaksin (reaksi vaksin)
KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat diprediksi
terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin dan secara klinis
biasanya ringan. Walaupun demikian dapat saja terjadi SAE (Serious Adverse
Event) berupa gejala klinis hebat seperti reaksi anafilaktik sistemik dengan
risiko kematian. Meskipun kemungkinan kejadian sangat kecil (1/satu juta).
b. Faktor kebetulan (koinsiden)
KIPI yang terjadi secara kebetulan saja setelah imunisasi. Salah satu
indikator faktor kebetulan ini ditandai dengan ditemukannya kejadian yang
sama di saat bersamaan pada kelompok populasi setempat dengan
karakteristik serupa tetapi tidak mendapat imunisasi.
c. Penyebab tidak diketahui
Bila karena kurang lengkapnya informasi KIPI yang dilaporkan belum dapat
dikelompokkan ke dalam salah satu penyebab, maka untuk sementara
dimasukkan ke dalam kelompok ini sambil menunggu informasi lebih lanjut.

11
Biasanya dengan kelengkapan informasi tersebut akan dapat ditentukan
kelompok penyebab KIPI.
2) Klasifikasi Kualitas12
Klasifikasi kualitas mengelompokkan KIPI menjadi 6 (enam) kelompok yaitu:
a. Very likely / Certain
Kejadian klinis dengan hubungan waktu yang mungkin (masuk akal)
terhadap pemberian vaksin dan tidak dapat dijelaskan berdasarkan penyakit
penyerta atau obat atau zat kimia lain.
b. Probable
Kejadian klinis dengan hubungan waktu yang masuk akal dengan pemberian
vaksin dan sepertinya tidak berhubungan dengan penyakit penyerta atau obat
atau zat kimia lain.
c. Possible
Kejadian klinis dengan hubungan waktu yang masuk akal dengan pemberian
vaksin namun dapat berhubungan dengan penyakit penyerta atau obat atau
zat kimia lain.
d. Unlikely
Kejadian klinis dengan hubungan waktu yang mungkin (masuk akal)
terhadap pemberian vaksin menyebabkan hubungan kasual tidak mungkin
namun mungkin dapat dijelaskan berdasarkan penyakit penyerta atau obat
atau zat kimia lain.
e. Unrelated
Kejadian klinis dengan hubungan waktu yang tidak mungkin (masuk akal)
terhadap pemberian vaksin dan dapat dijelaskan berdasarkan penyakit
penyerta atau obat atau zat kimia lain.
f. Unclassifiable
Kejadian klinis dengan informasi yang tidak cukup untuk memungkinkan
dilakukan penilaian dan identifikasi penyebab.

4. Gejala Klinis dan Tatalaksana KIPI


Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan dapat dibagi
menjadi gejala lokal, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya.

12
Pada umumnya makin cepat terjadi KIPI makin berat gejalanya. Baku keamanan
suatu vaksin dituntut lebih tinggi daripada obat. Hal ini disebabkan oleh karena
pada umumnya produksi farmasi diperuntukkan orang sakit sedangkan vaksin
untuk orang sehat terutama bayi. Karena itu toleransi terhadap efek samping
vaksin harus lebih kecil daripada obat-obatan untuk orang sakit. Mengingat tidak
ada satupun jenis vaksin yang aman tanpa efek samping, maka apabila seorang
anak telah mendapat imunisasi perlu diobservasi beberapa saat, sehingga
dipastikan bahwa tidak terjadi KIPI (reaksi cepat). Berapa lama observasi
sebenarnya sulit ditentukan, tetapi pada umumnya setelah pemberian setiap jenis
imunisasi harus dilakukan observasi selama 15 menit.

13
14
15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Imunisasi adalah proses menginduksi imunitas secara buatan baik dengan
vaksinasi (imunisasi aktif) maupun dengan pemberian antibodi ( imunisasi
pasif).
2. Vaksinasi yang merupakan imunisasi aktif ialah suatu tindakan yaang dengan
sengaja memberikan paparan antigen sari suatu patogen yang akan
menstimulasi sistem imun dan menimbulkan kekebalan sehingga nantinya
anak yang telah mendapatkan vaksinasi tidak akan sakit jika terpajan oleh
antigen serupa.
3. Imunisasi pasif dilakukan dengan memberikan immunoglobulin yang berasal
dari plasma donor. Pemberian imunisasi pasif hanya memberikan kekebalan
sementara karena immunoglobulin yang diberikan akan dimetabolisme oleh
tubuh.
4. Vaksin mengandung antigen yang sama atau bagian dari antigen yang
menyebabkan penyakit, tetapi antigen dalam vaksin adalah dalam keadaan
sudah dibunuh atau sangat lemah.
5. Namun perlu juga diingat bahwa karena vaksin berupa antigen, walaupun
sudah dilemahkan, jika daya tahan anak atau host sedang lemah, mungkin
bisa jugamenyebabkan penyakit. Karena itu pastikan anak/host dalam
keadaan sehat ketika akan divaksinasi. Jika sedang demam atau sakit,
sebaiknya ditunda dulu untuk imunisasi/vaksinasi.
6. Manfaat utama dari imunisasi/vaksinasi adalah menurunkan angka kejadian
penyakit, kecacatan, maupun kematian akibat penyakit-penyakit infeksi yang
dapat dicegah dengan imunisasi (vaccine-preventable disease).
7. KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1
bulan setelah imunisasi.
8. KIPI merupakan risiko program imunisasi, sehingga untuk
mengantisipasinya diperlukan pengetahuan imunisasi yang mendalam bagi
petugas dan penerangan yang jelas kepada orang tua anak yang diimunisasi.

16
Biasanya yang terjadi adalah reaksi lokal yang akan berlangsung dalam
waktu < 48 jam, dan reaksi itu akan sembuh atau menghilang dengan
sendirinya.
9. Bila terjadi KIPI vaksin, laporkan kepada dokter bersangkutan,untuk
mendapatkan perawatan dan pertolongan yang diperlukan bagi bayi atau
anggota keluarga kita.
10. Pelaksanaan imunisasi yang baik akan mengurangi KIPI.

B. Rekomendasi
1. Diperlukan sosialisasi dan pemberian informasi yang benar dan jelas dari
tenaga kesehatan kepada masyarakat tentang manfaat imunisasi, prosedur,
serta reaksi yang mungkin timbul.
2. Penanganan KIPI yang baik dan komprehensif juga diperlukan dalam rangka
menunjang keberhasilan program imunisasi.

17
LAMPIRAN

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Radji M. Vaksin DNA: Vaksin Generasi Keempat. Majalah Ilmu


Kefarmasian. 2009.
2. Mankester. Prinsip-Prinsip Dasar Vaksinasi. Vaksinasi. Jakarta,
Indonesia2008. p. 157-77.
3. Wismarini DM. Imunisasi. In: imunisasi S, editor. SKK imunisasi.
Jakarta2008. p. 1-11.
4. NIH. Understanding Vaccine. U.S.: Different type of vaccine; US
Department of Health and Human; 2008.. p21-31
5. Buana K. Buku Pedoman untuk Kader Imunisasi. Jakarta Selatan: Yayasan
Kusuma Buana; 1991. p5 .
6. Proverawati, Atikah. Perkembangan Imunisasi, Jadwal Imunisasi, Imunisasi
Wajib, Imunisasi Anjuran. Imunisasi dan Vaksinasi. Nuha Medika.
Yogyakarta. 2010.
7. Sekartini R. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius; 2014.
p129-33
8. Ranuh IGNG, Suyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita CB, Ismoedijanto,
Soedjatmiko. Pedoman imunisasi di indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia; 2011.
9. Jadwal Imunisasi Anak - Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
2014. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2014.
10. Dr. dr. Siti Fadilah Supari S, JP(K). Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia. Imunisasi dan KIPI. 2005:p25-37.
11. Sari Rezeki dkk. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi. Sari Pediatri, Vol. 2, No.
1. Jakarta. Juni 2000.
12. Badan POM RI. Klasifikasi KIPI. Buletin berita MESO, Vol 30, No. 2.
November 2012.

19

Anda mungkin juga menyukai