Anda di halaman 1dari 74

LAPORAN MINI PROJECT

EVALUASI PROGRAM TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS


KAMPUNG SAWAH BULAN JANUARI – DESEMBER 2020

Disusun oleh:
dr. Dea Melinda Sabila
dr. Fheby Syabrina
dr. Iga Faldini Gazali
dr. Siti Maysaroh
dr. Titto Wisnu Baskoro
dr. Vika Damay

Pembimbing:
dr. Ratu Wulandari

PUSKESMAS KAMPUNG SAWAH – TANGERANG SELATAN


PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
ANGKATAN III TAHUN 2020
DAFTAR ISI

BAB I 5
PENDAHULUAN 5
1.1 Latar Belakang 5
1.2 Rumusan Masalah 6
1.3 Tujuan 6
1.4 Manfaat 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8
2.1 Definisi 8
2.2 TB dan Riwayat Alamiah 8
2.2.1 Cara Penularan 1,6
8
2.2.2 Risiko Penularan1,6 9
2.3 Epidemiologi 10
2.4 Upaya Pengendalian TB 11
2.5 Penanggulangan TB di Indonesia 12
2.5.1 Tujuan dan Target Penanggulangan TB 14
2.5.2 Strategi dan Kebijakan Penanggulangan TB di Indonesia 15
2.5.3 Kegiatan 17
2.5.3.1 Promosi Kesehatan 17
2.5.3.2 Surveilans TB 19
2.5.3.3 Pengendalian Faktor Risiko TB 20
2.5.3.4 Penemuan dan Penanganan Kasus TB 21
2.5.3.5 Pemberian Kekebalan 21
2.5.3.6 Pemberian Obat Pencegahan 22
2.5.4 Organisasi Pelaksanaan 22
2.6 Diagnosis Tuberkulosis 24
2.6.1 Diagnosis TB Paru 24
2.6.2 Diagnosis TB Pada Anak 26
Tabel 3.1. Sistem skor gejala dan pemeriksaan penunjang TB 27
2.6.3 Diagnosis TB Ekstra Paru 28
2.7 Klasifikasi Penyakit 28
2.7.1 Klasifikasi berdasarkan organ tubuh (anatomical site) yang
terkena: 28
2.7.2 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis
28
a. Tuberkulosis paru BTA positif. 28
b. Tuberkulosis paru BTA negatif 29
2.7.3 Klasifikasi Berdasarkan Pengobatan Sebelumnya 29
2.8 Tatalaksana Pasien TB 30
2.8.1 Tujuan, dan Prinsip Pengobatan 30
2.8.2 Prinsip pengobatan tuberculosis 30
Tahap Lanjutan 31
2.8.3 Paduan OAT yang digunakan di Indonesia 31
2.8.4 Paduan OAT lini pertama dan peruntukannya 32
33
b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3) 33
Catatan: 33
c. OAT Sisipan (HRZE) 34
2.8.5 Pegobatan TB pada Anak 35
35
Kategori Anak (2RHZ/ 4RH) 35
Pengobatan Pencegahan (Profilaksis) Tuberkulosis untuk Anak 36
2.8.6 Pemeriksaan dahak 36
b. Pemeriksaan Biakan 36
c. Uji Kepekaan Obat TB 37
a. Organisasi Pelayanan Laboratorium TB 37
b. Laboratorium mikroskopis TB di fasyankes 38
d. Laboratorium Rujukan Provinsi 39
e. Laboratorium Rujukan Regional 39
BAB III 49
PROFIL PUSKESMAS KAMPUNG SAWAH 49
3.1 Profil Komunitas Umum 49
3.2 Data Demografik 50
3.2.1 Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Usia & Jenis Kelamin 51
3.2.2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan 51
3.2.3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Ekonomi 51
BAB IV 52
EVALUASI PROGRAM 52
4.1 Laporan Kinerja Program TB Puskesmas Kampung Sawah 52
a. Daftar Penyebab Masalah 66

3
b. Penyelesaian Masalah 68
c. Rencana Kegiatan 70
BAB V 72
SIMPULAN DAN SARAN 72
5.1 Simpulan 72
5.2 Saran 72
DAFTAR PUSTAKA 74

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh


kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya seperti kulit, kelenjar, usus,
otak, ginjal dan tulang. Tuberkulosis bisa terjadi pada semua usia.1
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang merupakan salah satu
dari 10 penyebab utama kematian di seluruh dunia dan penyebab utama kematian
akibat infeksi (peringkat di atas HIV / AIDS). Di tahun 2019, TB menyebabkan
sekitar 1,2 juta kematian (rentang, 1,1-1,3 juta) di antara orang dengan HIV
negatif (penurunan dari 1,7 juta pada 2000) dan terdapat sekitar 208.000 kematian
karena TB (rentang, 177.000-242.000) di antara orang dengan HIV positif
(pengurangan dari 678.000 pada tahun 2000).2
Secara global, berdasarkan laporan Global Tuberculosis Report 2020
terdapat 7,1 juta orang dengan kasus baru TB dilaporkan pada tahun 2019 –
sedikit meningkat dari 7,0 juta pada 2018 tetapi terjadi peningkatan besar dari 6,4
juta pada 2017. Secara global, diperkirakan 10,0 juta (kisaran 8,9-11,0 juta) orang
jatuh sakit dengan TB pada tahun 2019, angka yang menurun sangat lambat dalam
beberapa tahun terakhir, masih jauh dari target penurunan 20% antara tahun 2015-
2020. Di seluruh dunia, penurunan kasus kumulatif dari 2015 hingga 2019 adalah
9% (dari 142 menjadi 130 kasus baru per 100.000 populasi), termasuk penurunan
2,3% antara 2018 dan 2019.2
Indonesia menempati urutan kedua setelah India, dengan prevalensi pada
tahun 2018 sebesar 1.027.290. Total kasus TB anak yang dirawat pada tahun
2018-2019 adalah 1,04 juta. Jumlah kasus TB anak di Indonesia pada 2018
sebanyak 61.059 dan tahun 2019 sebanyak 63.111 (Total kasus TB Anak tahun
2018-2019 sebanyak 124.170).2,3
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, Banten menempati
urutan ke-5 dengan prevalensi 48.621 kasus TB setelah Jawa Barat, Jawa Timur,
Jawa Tengah, dan Sumatera Utara. Sementara, jumlah kasus TB di Kota

5
Tangerang Selatan berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019 yaitu 677
per 100.000 penduduk.4,5
Puskesmas Kampung Sawah sudah mempunyai program penaggulangan
TB paru, yang merupakan salah satu bagian dari Program Upaya Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Menular. Program ini sudah berjalan namun masih
terdapat indikator yang belum tercapai. Oleh karena itu, pada evaluasi program
Puskesmas ini kami bermaksud mengevaluasi Program TB di Puskesmas
Kampung Sawah. Terlebih lagi, karena program ini ada di seluruh Puskesmas di
Indonesia, sehingga perlu adanya evaluasi program agar dapat menjadi tolak ukur
untuk berjalannya program di tahun mendatang.

1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana keberhasilan program pencegahan dan penanggulangan


program tuberkulosis paru di Puskesmas Kampung Sawah Tahun
2020?

1.3 Tujuan

a. Umum

Mengetahui dan mengevaluasi tingkat keberhasilan program


tuberkulosis paru di Puskesmas Kampung Sawah Tahun 2020.

b. Khusus
Sebagai bahan evaluasi bagi pemegang program untuk meningkatkan
kinerja program kerja TB di Puskesmas Kampung Sawah di tahun
yang akan datang.

6
1.4 Manfaat

a. Bagi Dokter Internship


Menjadi bahan pembelajaran untuk mengaplikasikan Ilmu Kedokteran
Komunitas, khususnya mengenai evaluasi program.
b. Bagi Puskesmas
Menjadi bahan masukan bagi Puskesmas dalam mengembangkan
program tuberkulosis paru.
c. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi mengenai program tuberkulosis paru.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis) yang ditandai dengan pembentukan
granuloma pada jaringan yang terinfeksi, sebagaian besar kuman TB menyerang
paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya termasuk meningen, ginjal,
tulang, dan nodus limfe.1,6

2.2 TB dan Riwayat Alamiah

2.2.1 Cara Penularan1,6

a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.


b. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke
udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk
dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
c. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan
dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat
mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung
dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama
beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
d. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman
yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan
hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
e. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB
ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya
menghirup udara tersebut.

8
2.2.2 Risiko Penularan1,6

a. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan


dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan
kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru
dengan BTA negatif.
b. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual
Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk
yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%,
berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi
setiap tahun.
c. Menurut WHO ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
d. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif
menjadi positif.

2.2.3 Risiko Sakit TB1,6


a. Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.
b. Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-
rata terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang)
akan menjadi sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah
pasien TB BTA positif.
c. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi
pasien TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya
infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).
d. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan
tubuh seluler (cellular immunity) dan merupakan faktor risiko
paling kuat bagi yang terinfeksi TB untuk menjadi sakit TB (TB
Aktif). Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah
pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di
masyarakat akan meningkat pula.

9
2.3 Epidemiologi

TB merupakan satu dari 10 penyebab kematian dan penyebab utama agen


infeksius. Di tahun 2017, TB menyebabkan sekitar 1,3 juta kematian (rentang,
1,2-1,4 juta) di antara orang dengan HIV negatif dan terdapat sekitar 300.000
kematian karena TB (rentang, 266.000-335.000) di antara orang dengan HIV
positif. Diperkirakan terdapat 10 juta kasus TB baru (rentang, 9-11 juta) setara
dengan 133 kasus (rentang, 120-148) per 100.000 penduduk.2
Secara global, insiden TB per 100.000 penduduk turun sekitar 2% per tahun.
Regional yang paling cepat mengalami penurunan di tahun 2013- 2017 adalah
regional WHO Eropa (5% per tahun) dan regional WHO Afrika (4% per tahun).
Di tahun tersebut, penurunan yang cukup signifikan (4-8% per tahun) terjadi di
Afrika Selatan misalnya Eswatini, Lesotho, Namibia, Afrika Selatan, Zambia,
Zimbabwe), dan perluasan pencegahan dan perawatan TB dan HIV, dan di Rusia
(5% per tahun) melalui upaya intensif untuk mengurangi beban TB.2
Berdasarkan laporan Global Tuberculosis Report 2020 terdapat 7,1 juta
orang dengan kasus baru TB dilaporkan pada tahun 2019 – sedikit meningkat dari
7,0 juta pada 2018 tetapi terjadi peningkatan besar dari 6,4 juta pada 2017.
Indonesia menempati urutan kedua setelah India, dengan prevalensi pada tahun
2018 sebesar 1.027.290. Total kasus TB anak yang dirawat pada tahun 2018-2019
adalah 1,04 juta. Jumlah kasus TB anak di Indonesia pada 2018 sebanyak 61.059
dan tahun 2019 sebanyak 63.111 (Total kasus TB Anak tahun 2018-2019
sebanyak 124.170).2,3
Indonesia menempati urutan kedua setelah India, dengan prevalensi pada
tahun 2018 sebesar 1.027.290. Total kasus TB anak yang dirawat pada tahun
2018-2019 adalah 1,04 juta. Jumlah kasus TB anak di Indonesia pada 2018
sebanyak 61.059 dan tahun 2019 sebanyak 63.111 (Total kasus TB Anak tahun
2018-2019 sebanyak 124.170).2,3
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, Banten menempati
urutan ke-5 dengan prevalensi 48.621 kasus TB setelah Jawa Barat, Jawa Timur,
Jawa Tengah, dan Sumatera Utara. Sementara, jumlah kasus TB di Kota
Tangerang Selatan berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019 yaitu 677
per 100.000 penduduk.4,5

10
Gambar 2.1. Epidemiologi TB di Indonesia

2.4 Upaya Pengendalian TB

Sejalan dengan meningkatnya kasus TB, pada awal tahun 1990-an WHO
dan IUATLD mengembangkan strategi pengendalian TB yang dikenal sebagai
strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course). Strategi DOTS terdiri
dari 5 komponen kunci, yaitu:
a. Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan.
b. Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin
mutunya.
c. Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi pasien.
d. Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif.
e. Sistem monitoring pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan
penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program.

WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam


pengendalian TB sejak tahun 1995. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS
sebagai salah satu intervensi kesehatan yang secara ekonomis sangat efektif (cost-
efective). Integrasi ke dalam pelayanan kesehatan dasar sangat dianjurkan demi
efisiensi dan efektifitasnya. Satu studi cost benefit yang dilakukan di Indonesia
menggambarkan bahwa dengan menggunakan strategi DOTS, setiap dolar yang
digunakan untuk membiayai program pengendalian TB, akan menghemat sebesar

11
US$ 55 selama 20 tahun. Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan
pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan
memutuskan penularan TB dan dengan demikian menurunkan insidens TB di
masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik
dalam upaya pencegahan penularan TB.6
Dengan semakin berkembangnya tantangan yang dihadapi program
dibanyak negara, kemudian strategi DOTS di atas diperluas oleh Global stop TB
partnership strategi DOTS tersebut menjadi sebagai berikut:6
a. Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS
b. Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya
c. Berkontribusi dalam penguatan system kesehatan
d. Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun
swasta.
e. Memberdayakan pasien dan masyarakat
f. Melaksanakan dan mengembangkan penelitian

2.5 Penanggulangan TB di Indonesia

Penanggulangan Tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah berlangsung sejak


zaman penjajahan Belanda namun terbatas pada kelompok tertentu. Setelah
perang kemerdekaan, TB ditanggulangi melalui Balai Pengobatan Penyakit
Paru Paru (BP-4). Sejak tahun 1969 pengendalian dilakukan secara nasional
melalui Puskesmas. Obat anti tuberkulosis (OAT) yang digunakan adalah
paduan standar INH, PAS dan Streptomisin selama satu sampai dua tahun.
Asam Para Amino Salisilat (PAS) kemudian diganti dengan Pirazinamid.
Sejak 1977 mulai digunakan paduan OAT jangka pendek yang terdiri dari
INH, Rifampisin, Pirazinamid dan Ethambutol selama 6 bulan.1
Pada tahun 1995, program nasional pengendalian TB mulai menerapkan
strategi DOTS dan dilaksanakan di Puskesmas secara bertahap. Sejak tahun
2000 strategi DOTS dilaksanakan secara Nasional di seluruh Fasyankes
terutama Puskesmas yang di integrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar.1

12
Fakta menunjukkan bahwa TB masih merupakan masalah utama kesehatan
masyarakat Indonesia, antara lain:1,6
a. Indonesia merupakan negara dengan pasien TB terbanyak ke-5 di dunia
setelah India, Cina, Afrika Selatan dan Nigeria (WHO, 2009).
Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 5,8% dari total jumlah
pasien TB didunia. Diperkirakan, setiap tahun ada 429.730 kasus baru dan
kematian 62.246 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 102 per
100.000 penduduk.
b. Pada tahun 2009, prevalensi HIV pada kelompok TB di Indonesia sekitar
2.8%. Kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug
resistance = MDR) diantara kasus TB baru sebesar 2%, sementara MDR
diantara kasus penobatan ulang sebesar 20%. (WHO, 2009)
c. Tahun 1995, hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan
bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor tiga (3) setelah
penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua
kelompok usia, dan nomor satu (1) dari golongan penyakit infeksi.
d. Hasil Survey Prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa
angka prevalensi TB BTA positif secara Nasional 110 per 100.000
penduduk. Secara Regional prevalensi TB BTA positif di Indonesia
dikelompokkan dalam 3 wilayah, yaitu: 1) wilayah Sumatera angka
prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk; 2) wilayah Jawa dan
Bali angka prevalensi TB adalah 110 per 100.000 penduduk; 3) wilayah
Indonesia Timur angka prevalensi TB adalah 210 per 100.000 penduduk.
Khusus untuk propinsi DIY dan Bali angka prevalensi TB adalah 68 per
100.000 penduduk. Mengacu pada hasil survey prevalensi tahun 2004,
diperkirakan penurunan insiden TB BTA positif secara Nasional 3-4 %
setiap tahunnya.
e. Sampai tahun 2009, keterlibatan dalam program Pengendalian TB dengan
Strategi DOTS meliputi 98% Puskesmas, sementara rumah sakit umum,
Balai Keseatan Paru Masyarakat mencapai sekitar 50%.

13
2.5.1 Tujuan dan Target Penanggulangan TB

a. Tujuan

Melindungi kesehatan masyarakat dari penularan TB agar tidak


terjadi kesakitan, kematian dan kecacatan.

b. Target

Target Program Nasional Penaggulangan TB sesuai dengan target


eliminasi global adalah Eliminasi TB pada tahun 2035 dan
Indonesia bebas TB tahun 2050. Eliminasi TB adalah tercapainya
cakupan kasus TB 1 per 1 juta penduduk.
Tahapan pencapaian target dampak:
 Target dampak pada 2020:
- Penurunan angka kesakitan karena TB sebesar 30%
dibandingkan angka kesakitan pada tahun 2014 dan
- Penurunan angka kematian karena TB sebesar 40%
dibandingkan angka kematian pada tahun 2014
 Target dampak pada tahun 2025
- Penurunan angka kesakitan karena TB sebesar 50%
dibandingkan angka kesakitan pada tahun 2014 dan
- Penurunan angka kematian karena TB sebesar 70%
dibandingkan angka kematian pada tahun 2014
 Target dampak pada 2030:
- Penurunan angka kesakitan karena TB sebesar 80%
dibandingkan angka kesakitan pada tahun 2014 dan
- Penurunan angka kematian karena TB sebesar 90%
dibandingkan angka kematian pada tahun 2014
 Target dampak pada 2035:
- Penurunan angka kesakitan karena TB sebesar 90%
dibandingkan angka kesakitan pada tahun 2014 dan
- Penurunan angka kematian karena TB sebesar 95%
dibandingkan angka kematian pada tahun 2014

14
2.5.2 Strategi dan Kebijakan Penanggulangan TB di Indonesia

1. Strategi

Strategi penanggulangan TB dalam pencapaian eliminasi nasional


TB meliputi:
a. Penguatan kepemimpinan program TB di kabupaten/kota
1) Promosi: Advokasi, Komunikasi dan Mobilisasi Sosial
2) Regulasi dan peningkatan pembiayaan
3) Koordinasi dan sinergi program
b. Peningkatan jejaring layanan TB melalui PPM (public privat
mix)
1) Penemuan aktif berbasis keluarga dan masyarakat
2) Peningkatan kolaborasi layanan melalui TB-HIV, TB-DM,
MTBS, PAL, dan lain sebagainya
3) Inovasi diagnosis TB sesuai dengan alat/sara diagnostik
yang baru
4) Kepatuhan dan Kelangsungan pengobatan pasien atau
Case holding
5) Bekerja sama dengan asuransi kesehatan dalam rangka
Cakupan Layanan Semesta (health universal coverage).
c. Pengendalian faktor risiko
1) Promosi lingkungan dan hidup sehat.
2) Penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi TB
3) Pengobatan pencegahan dan imunisasi TB
4) Memaksimalkan penemuan TB secara dini,
mempertahankan cakupan dan keberhasilan pengobatan
yang tinggi.
d. Peningkatan kemitraan TB melalui Forum Koordinasi TB
1) Peningkatan kemitraan melalui forum koordinasi TB di
pusat
2) Peningkatan kemitraan melalui forum koordinasi TB di
daerah

15
e. Peningkatan kemandirian masyarakat dalam penanggulangan
TB
1) Peningkatan partisipasi pasien, mantan pasien, keluarga
dan masyarakat
2) Pelibatan peran masyarakat dalam promosi, penemuan
kasus, dan dukungan pengobatan TB
3) Pemberdayan masyarakat melalui integrasi TB di upaya
kesehatan berbasis keluarga dan masyarakat
f. Penguatan manajemen program (health system strenghtening)
1) SDM
2) Logistik
3) Regulasi dan pembiayaan
4) Sistem Informasi, termasuk mandatory notification
5) Penelitian dan pengembangan inovasi program

2. Kebijakan Penanggulangan TB di Indonesia

a. Penanggulangan TB di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan


azas desentralisasi dalam kerangka otonomi dengan
Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program, yang
meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi
serta menjamin ketersediaan sumber daya (dana, tenaga, sarana
dan prasarana).

b. Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan


pedoman standar nasional sebagai kerangka dasar dan
memperhatikan kebijakan global untuk PenanggulanganTB.

c. Penemuan dan pengobatan untuk penanggulangan TB


dilaksanakan oleh seluruh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
(FKTP) yang meliputi Puskesmas, Klinik, dan Dokter Praktik
Mandiri (DPM) serta Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat
Lanjut (FKRTL) yang meliputi: Rumah Sakit Pemerintah, non
pemerintah dan Swasta, Rumah Sakit Paru (RSP), Balai
Besar/Balai Kesehatan Paru Masyarakat (B/BKPM).

16
d. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk penaggulangan TB
disediakan oleh pemerintah dan diberikan secara cuma-cuma.
e. Keberpihakan kepada masyarakat dan pasien TB. Pasien TB
tidak dipisahkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya.
Pasien memiliki hak dan kewajiban sebagaimana individu
yang menjadi subyek dalam penanggulangan TB.
f. Penaggulangan TB dilaksanakan melalui penggalangan kerja
sama dan kemitraan diantara sektor pemerintah, non
pemerintah, swasta dan masyarakat Forum Koordinasi TB.
g. Penguatan manajemen program penanggulangan TB ditujukan
memberikan kontribusi terhadap penguatan sistem kesehatan
nasional.
h. Pelaksanaan program menerapkan prinsip dan nilai inklusif,
proaktif, efektif, responsif, profesional dan akuntabel
i. Penguatan Kepemimpinan Program ditujukan untuk
meningkatkan komitmen pemerintah daerah dan pusat terhadap
keberlangsungan program dan pencapaian target strategi global
penanggulangan TB yaitu eliminasi TB tahun 2035.

2.5.3 Kegiatan

2.5.3.1 Promosi Kesehatan

Promosi kesehatan adalah berbagai upaya yang dilakukan


terhadap masyarakat sehingga mereka mau dan mampu untuk
meningkatkan dan memelihara kesehatan mereka sendiri.
Dalam promosi kesehatan dalam penanggulangan TB diarahkan
untuk meningkatkan pengetahuan yang benar dan komprehensif
mengenai pencegahan penularan, pengobatan, pola hidup bersih dan
sehat (PHBS), sehingga terjadi perubahan sikap dan perilaku sasaran
program TB terkait dengan hal tersebut serta menghilangkan stigma
serta diskriminasi masyakarat serta petugas kesehatan terhadap pasien
TB.

17
Sasaran
Sasaran promosi kesehatan penanggulangan TB adalah:
a. Pasien, individu sehat (masyarakat) dan keluarga sebagai komponen
dari masyarakat.
b. Tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, petugas kesehatan,
pejabat pemerintahan, organisasi kemasyarakatan dan media massa.
Diharapkan dapat berperan dalam penanggulangan TB sebagai
berikut:
1) Sebagai panutan untuk tidak menciptakan stigma dan
diskriminasi terkait TB.
2) Membantu menyebarluaskan informasi tentang TB dan PHBS.
3) Mendorong pasien TB untuk menjalankan pengobatan secara
tuntas.
4) Mendorong masyarakat agar segera memeriksakan diri ke
layanan TB yang berkualitas.
c. Pembuat kebijakan publik yang menerbitkan peraturan perundang-
undangan dibidang kesehatan dan bidang lain yang terkait serta
mereka yang dapat memfasilitasi atau menyediakan sumber daya.
Peran yang diharapkan adalah:
1) Memberlakukan kebijakan/peraturan perundang-undangan
untuk mendukung penanggulangan TB.
2) Membantu menyediakan sumber daya (dana, sarana dan
lainlain) untuk meningkatkan capaian program TB.

Strategi Promosi Kesehatan dalam Penanggulangan TB


Promosi kesehatan dalam penanggulangan TB diselenggarakan
dengan strategi pemberdayaan masyarakat, advokasi dan
kemitraan.
a. Pemberdayaan masyarakat
Proses pemberian informasi tentang TB secara terus menerus
serta berkesinambungan untuk menciptakan kesadaran,
kemauan dan kemampuan pasien TB, keluarga dan kelompok
masyarakat. Metode yang dilakukan adalah melalui

18
komunikasi efektif, demontrasi (praktek), konseling dan
bimbingan yang dilakukan baik di dalam layanan kesehatan
ataupun saat kunjungan rumah dengan memanfaatkan media
komunikasi seperti lembar balik, leaflet, poster atau media
lainnya.

b. Advokasi
Advokasi adalah upaya atau proses terencana untuk
memperoleh komitmen dan dukungan dari pemangku
kebijakan yang dilakukan secara persuasif, dengan
menggunakan informasi yang akurat dan tepat. Advokasi
Program Penanggulangan TB adalah suatu perangkat kegiatan
yang terencana, terkoordinasi dengan tujuan:
1) Menempatkan TB sebagai hal/perhatian utama dalam
agenda politik
2) Mendorong komitmen politik dari pemangku kebijakan
yang ditandai adanya peraturan atau produk hukum untuk
program penanggulangan TB
3) Meningkatkan dan mempertahankan kesinambungan
pembiayaan dan sumber daya lainnya untuk TB
Advokasi akan lebih efektif bila dilaksanakan dengan prinsip
kemitraan melalui forum kerjasama.

c. Kemitraan
Kemitraan merupakan kerjasama antara program
penanggulangan TB dengan institusi pemerintah terkait,
pemangku kepentingan, penyedia layanan, organisasi
kemasyarakatan yang berdasar atas 3 prinsip yaitu kesetaraan,
keterbukaan dan saling menguntungkan.

19
2.5.3.2 Surveilans TB

a. Surveilans TB merupakan pemantauan dan analisis sistematis


terus menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian
penyakit TB atau masalah Kesehatan dan kondisi yang
mempengaruhinya untuk mengarahkan tindakan
penanggulangan yang efektif dan efisien.
b. Surveilans TB diselenggarakan dengan berbasis indikator dan
berbasis kejadian.
c. Surveilans TB berbasis indikator ditujukan untuk memperoleh
gambaran yang akan digunakan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
penilaian program Penanggulangan TB.
d. Surveilans TB berbasis kejadian ditujukan untuk meningkatkan
kewaspadaan dini dan tindakan respon terhadap terjadinya
peningkatan TB resistan obat.
e. Dalam penyelenggaraan Surveilans TB dilakukan pengumpulan data
secara aktif dan pasif baik secara manual maupun elektronik.
f. Pengumpulan data secara aktif merupakan pengumpulan data yang
diperoleh langsung dari masyarakat atau sumber data lainnya.
g. Pengumpulan data secara pasif merupakan pengumpulan data yang
diperoleh dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

2.5.3.3 Pengendalian Faktor Risiko TB


a. Pengendalian faktor risiko TB ditujukan untuk mencegah, mengurangi
penularan dan kejadian penyakit TB.
b. Pengendalian faktor risiko TB dilakukan dengan cara:
1) membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat;
2) membudayakan perilaku etika berbatuk;
3) melakukan pemeliharaan dan perbaikan kualitas perumahan dan
lingkungannya sesuai dengan standar rumah sehat;
4) peningkatan daya tahan tubuh;
5) penanganan penyakit penyerta TB; dan
6) penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi TB di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan, dan di luar Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

20
2.5.3.4 Penemuan dan Penanganan Kasus TB

a. Penemuan kasus TB dilakukan secara aktif dan pasif.


b. Penemuan kasus TB secara aktif dilakukan melalui: investigasi
dan pemeriksaan kasus kontak; skrining secara massal terutama
pada kelompok rentan dan kelompok berisiko; dan
c. skrining pada kondisi situasi khusus.
d. Penemuan kasus TB secara pasif dilakukan melalui pemeriksaan
pasien yang datang ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
e. Penemuan kasus TB ditentukan setelah dilakukan penegakan
diagnosis, penetapan klasifikasi dan tipe pasien TB.
f. Penanganan kasus dalam Penanggulangan TB dilakukan melalui
kegiatan tata laksana kasus untuk memutus mata rantai penularan
dan/atau pengobatan pasien.
g. Tata laksana kasus terdiri atas:
1) pengobatan dan penanganan efek samping di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan;
2) pengawasan kepatuhan menelan obat;
3) pemantauan kemajuan pengobatan dan hasil pengobatan;
dan/atau
4) pelacakan kasus mangkir.
h. Tata laksana kasus dilaksanakan sesuai dengan pedoman nasional
pelayanan kedokteran tuberkulosis dan standar lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan.
i. Setiap pasien TB berkewajiban mematuhi semua tahapan dalam
penanganan kasus TB yang dilakukan tenaga kesehatan.

2.5.3.5 Pemberian Kekebalan

a. Pemberian kekebalan dalam rangka Penanggulangan TB


dilakukan melalui imunisasi BCG terhadap bayi.

21
b. Penanggulangan TB melalui imunisasi BCG terhadap bayi
dilakukan dalam upaya mengurangi risiko tingkat keparahan TB.
c. Tata cara pemberian imunisasi dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang undangan.

2.5.3.6 Pemberian Obat Pencegahan

a. Pemberian obat pencegahan TB ditujukan pada:


1) anak usia di bawah 5 (lima) tahun yang kontak erat dengan
pasien TB aktif;
2) orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) yang tidak
terdiagnosa TB; atau
3) populasi tertentu lainnya.
b. Pemberian obat pencegahan TB pada anak dan orang dengan HIV dan
AIDS (ODHA) dilakukan selama 6 (enam) bulan.
c. Pemberian obat penegahan TB pada populasi tertentu lainnya
diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.5.4 Organisasi Pelaksanaan

a. Aspek Manajemen Program


1) Tingkat Pusat
Upaya pengendalian TB dilakukan melalui Gerakan Terpadu
Nasional Pengendalian Tuberkulosis (Gerdunas-TB) yang
merupakan forum kemitraan lintas sektor dibawah koordinasi
Menko Kesra. Menteri Kesehatan R.I. sebagai penanggung
jawab teknis upaya pengendalian TB. Dalam pelaksanaannya
program TB secara Nasional dilaksanakan oleh Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan,
cq. Sub Direktorat Tuberkulosis.
2) Tingkat Provinsi
Pengarah dan Tim Teknis. Bentuk dan struktur organisasi
disesuaikan dengan kebutuhan daerah. Dalam pelaksanaan

22
program TB di tingkat propinsi dilaksanakan Dinas
Kesehatan Propinsi.
3) Tingkat Kabupaten/Kota
Di tingkat kabupaten/kota dibentuk Gerdunas-TB kabupaten /
kota yang terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Teknis. Bentuk
dan struktur organisasi disesuaikan dengan kebutuhan
kabupaten / kota. Dalam pelaksanaan program TB di tingkat
Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.

b. Aspek Tatalaksana Pasien TB


Dilaksanakan oleh Puskesmas, Rumah Sakit, BP4/Klinik dan
Dokter Praktek Swasta.
1) Puskesmas
Dalam pelaksanaan di Puskesmas, dibentuk kelompok
Puskesmas Pelaksana (KPP) yang terdiri dari Puskesmas
Rujukan Mikroskopis (PRM), dengan dikelilingi oleh kurang
lebih 5 (lima) Puskesmas Satelit (PS). Pada keadaan geografis
yang sulit, dapat dibentuk Puskesmas Pelaksana Mandiri
(PPM) yang dilengkapi tenaga dan fasilitas pemeriksaan
sputum BTA.

2) Rumah Sakit
Rumah Sakit Umum, Balai/Baiali Besar Kesehatan Paru
Masyarakat (B/BKPM), dan klinik lannya dapat melaksanakan
semua kegiatan tatalaksana pasien TB.

3) Dokter Praktek Swasta (DPS) dan Fasilitas Layanan Lainnya


Secara umum konsep pelayanan di Balai Pengobatan dan DPS
sama dengan pelaksanaan pada rumah sakit dan Balai
Penobatan (klinik).

23
2.6 Diagnosis Tuberkulosis
2.6.1 Diagnosis TB Paru

a. Semua suspek TB diperiksa 2 spesimen dahak yaitu sewaktu -


pagi (SP).
b. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB. Pada program TB nasional, penemuan
BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis
utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji
kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang
sesuai dengan indikasinya.
c. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan
pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan
gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi
overdiagnosis.

24
Gambar 3.1. Alur Diagnosis TB Paru

25
2.6.2 Diagnosis TB Pada Anak

Penegakan diagnosis TB pada anak didasarkan pada 4 hal, yaitu:


1. Konfirmasi bakteriologis TB
2. Gejala klinis yang khas TB
3. Adanya bukti infeksi TB (hasil uji tuberculin positif atau kontak
erat dengan pasien TB)
4. Gambaran foto toraks sugestif TB

Gambar 3.2. Alur Diagnosis TB Paru Anak

26
Tabel 3.1. Sistem skor gejala dan pemeriksaan penunjang TB
Parameter 0 1 2 3 Skor
Kontak TB Tidak Laporan BTA (-)
jelas keluarga,
BTA (-) /
BTA tidak
jelas / tidak
tahu
Uji tuberculin Negatif Positif (≥ 10 mm
(Mantoux) atau ≥ 5 mm pada
imunokompromais)
Berat badan / BB/TB <90% Klinis gizi
Keadaan Gizi atau BB/U buruk atau
<80% BB/TB
<70% atau
BB/U
<60%
Demam tanpa ≥ 2 minggu
sebab jelas
Pembesaran ≥1 cm, jumlah
kelenjar limfe >1, tidak nyeri
coli, aksila,
inguinal
Pembengkakan Ada
tulang/sendi pembengkakan
panggul, lutut,
falang
Foto toraks Normal/ Sugestif TB
tidak
jelas
Jumlah

Parameter system skoring:1


1. Kontak dengan pasien TB BTA positif diberi skor 3 bila ada bukti tertulis
hasil laboratorium BTA dari sumber penularan yang bisa diperoleh dari TB 01
atau dari hasil laboratorium
2. Penentuan status gizi:
a. Berat badan dan panjang/tinggi badan dinilai saat pasien datang (moment
opname)
b. Dilakukan dengan parameter BB/TB atau BB/U. penentuan status gizi
untuk anak usia ≤ 6 tahun merujuk pada buku KIA Kemenkes 2016,

27
sedangkan untuk anak usia > 6 tahun merujuk pada standar WHO 2005
yaitu grafik IMT/U
c. Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama 1-2
bulan.

2.6.3 Diagnosis TB Ekstra Paru

a. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk
pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran
kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang
belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya.
b. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan
atau histopatologi yang diambil dari jaringan tubuh yang terkena.

2.7 Klasifikasi Penyakit


2.7.1 Klasifikasi berdasarkan organ tubuh (anatomical site)
yang terkena:

a. Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang


menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput
paru) dan kelenjar pada hilus.
b. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh
lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung
(pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
c. Pasien dengan TB paru dan TB ekstraparu diklasifikasikan sebagai TB
paru.

2.7.2 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak


mikroskopis

Keadaan ini terutama ditujukan pada TB Paru:

28
a. Tuberkulosis paru BTA positif.
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
positif.
4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif
dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non
OAT.

b. Tuberkulosis paru BTA negatif


Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria
diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
2) Foto toraks abnormal sesuai dengan gambaran tuberkulosis.
3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT, bagi
pasien dengan HIV negatif.

2.7.3 Klasifikasi Berdasarkan Pengobatan Sebelumnya

a. Kasus Baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). Pemeriksaan BTA bisa
positif atau negatif

b. Kasus yang sebelumnya diobati


1) Kasus kambuh
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan
atau kultur).

29
2) Kaus setelah putus berobat
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
3) Kasus setelah gagal
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
c. Kasus Pindahan
Adalah pasien yang dipindahkan keregister lain untuk melanjutkan
pengobatannya.
d. Kasus Lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas,

2.8 Tatalaksana Pasien TB


2.8.1 Tujuan, dan Prinsip Pengobatan

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,


mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Jenis,
sifat dan dosis OAT yang akan dijelaskan pada bab ini adalah yang
tergolong pada lini pertama. Secara ringkas OAT lini pertama dijelaskan pada
tabel dibawah ini:

Tabel 3.2. Jenis, Sifat, dan Dosis OAT Lini Pertama

30
2.8.2 Prinsip pengobatan tuberculosis

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai


berikut:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian
OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan
sangat dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
Tahap awal (intensif)
1) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi
obat.
2) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2
minggu.
3) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.

Tahap Lanjutan
1) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama
2) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan

2.8.3 Paduan OAT yang digunakan di Indonesia

a. Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian


Tuberkulosis di Indonesia :

31
1) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
2) Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
3) Kategori Anak: 2HRZ/4HR
4) Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resistan obat di
Indonesia terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamycin,
Capreomisin, Levofloksasin, Ethionamide, sikloserin dan PAS,
serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid and etambutol.
b. Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk
paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT
ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya
disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu
paket untuk satu pasien.
c. Paket Kombipak. Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid,
Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk
blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam
pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket,
dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin
kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket
untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.

2.8.4 Paduan OAT lini pertama dan peruntukannya

a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
1) Pasien baru TB paru BTA positif.
2) Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
3) Pasien TB ekstra paru

32
b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah
diobati sebelumnya:
1) Pasien kambuh
2) Pasien gagal
3) Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

33
Catatan:

1) Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk


streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
2) Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan
khusus.
3) Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan
aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).

c. OAT Sisipan (HRZE)


Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif
kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).

Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya


kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada
pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh
lebih rendah daripada OAT lini pertama. Disamping itu dapat juga
meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lini kedua.

34
2.8.5 Pegobatan TB pada Anak

Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup


adekuat. Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun
pemeriksaan penunjang. Evaluasi klinis pada TB anak merupakan parameter
terbaik untuk menilai keberhasilan pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis
yang nyata walaupun gambaran radiologik tidak menunjukkan perubahan
yang berarti, OAT tetap dihentikan.

Kategori Anak (2RHZ/ 4RH)


Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan
dalam waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada
tahap intensif maupun tahap lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan
berat badan anak.

35
Keterangan:
1) Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah
sakit
2) Anak dengan BB 15-19 kg dapat diberikan 3 tablet.
3) Anak dengan BB > 33 kg , dirujuk ke rumah sakit.
4) Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
5) OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara
utuh atau digerus sesaat sebelum diminum.

Pengobatan Pencegahan (Profilaksis) Tuberkulosis untuk Anak


Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat
dengan penderita TB dengan BTA positif, perlu dilakukan pemeriksaan
menggunakan sistem skoring. Bila hasil evaluasi dengan sistem skoring
didapat skor < 5, kepada anak tersebut diberikan Isoniazid (INH) dengan
dosis 5-10 mg/kg BB/hari selama 6 bulan. Bila anak tersebut belum pernah
mendapat imunisasi BCG, imunisasi BCG dilakukan setelah pengobatan
pencegahan selesai.

2.8.6 Pemeriksaan dahak

a. Pemeriksaan dahak mikroskopis


Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 2 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu
(SP),
 S (Sewaktu): dahak ditampung di fasyankes.
 P (Pagi): dahak ditampung pada pagi segera setelah bangun tidur.
Dapat dilakukan dirumah pasien atau di bangsal rawat inap bilamana
pasien menjalani rawat inap.

b. Pemeriksaan Biakan
Peran biakan dan identifikasi M. Tuberkulosis pada pengendalian TB

36
adalah untuk menegakkan diagnosis TB pada pasien tertentu, yaitu :
- Pasien TB Ekstra Paru
- Pasien TB Anak
- Pasien TB BTA Negatif
Pemeriksaan tersebut dilakukan jika keadaan memungkinkan dan tersedia
laboratorium yang telah memenuhi standar yang ditetapkan.

c. Uji Kepekaan Obat TB


Uji kepekaan obat TB bertujuan untuk resistensi M. Tuberkulosis terhadap
OAT. Uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan di laboratorium yang
tersertifikasi dan lulus pemantapan mutu atau Quality Assurance (QA).
Pemeriksaan tersebut ditujukan untuk diagnosis pasien TB yang
memenuhi kriteria suspek TB-MDR.

2.9 Manajemen Laboratorium Tuberkulosis


Diagnosis TB melalui pemeriksaan kultur atau biakan dahak merupakan
metode baku emas (gold standard). Namun, pemeriksaan kultur memerlukan
waktu lebih lama (paling cepat sekitar 6 minggu) dan mahal. Pemeriksaan 3
spesimen (SPS) dahak secara mikroskopis nilainya identik dengan pemeriksaan
dahak secara kultur atau biakan. Pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan
pemeriksaan yang paling efisien, mudah, murah, bersifat spesifik, sensitif dan
hanya dapat dilaksanakan di semua unit laboratorium. Untuk mendukung kinerja
penanggulangan TB, diperlukan ketersediaan laboratorium TB dengan manajemen
yang baik agar terjamin mutu laboratorium tersebut.
Manajemen laboratorium TB meliputi beberapa aspek yaitu; organisasi
pelayanan laboratorium TB, sumber daya laboratorium, kegiatan laboratorium,
pemantapan mutu laboratorium TB, keamanan dan kebersihan laboratorium, dan
monitoring (pemantauan) dan evaluasi.

a. Organisasi Pelayanan Laboratorium TB


Laboratorium TB tersebar luas dan berada di setiap wilayah, mulai dari
tingkat Kecamatan, Kab/Kota, Provinsi, dan Nasional, yang berfungsi sebagai

37
laboratorium pelayanan kesehatan dasar, rujukan maupun laboratorium
pendidikan/penelitian. Setiap laboratorium yang memberikan pelayanan
pemeriksaan TB mulai dari yang paling sederhana, yaitu pemeriksaan apusan
secara mikroskopis sampai dengan pemeriksaan paling mutakhir seperti PCR,
harus mengikuti acuan/standar.
Untuk menjamin pelaksanaan pemeriksaan yang sesuai standar, maka
diperlukan jejaring laboratorium TB. Masing-masing laboratorium di dalam
jejaring TB memiliki fungsi, peran, tugas dan tanggung jawab yang saling
berkaitan sebagai berikut:

b. Laboratorium mikroskopis TB di fasyankes


Laboratorium mikroskopis TB di fasyankes terdiri dari:
1) Puskesmas Rujukan Mikroskopis TB (PRM), adalah laboratorium yang
mampu membuat sediaan, pewarnaan dan pemeriksaan mikroskopis
dahak, menerima rujukan dan melakukan pembinaan teknis kepada
Puskesmas Satelit (PS). PRM harus mengikuti pemantapan mutu eksternal
melalui uji silang berkala dengan laboratorium RUS-1 di wilayahnya atau
lintas kabupaten/kota.
2) Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM), adalah laboratorium yang memiliki
laboratorium mikroskopis TB yang berfungsi melakukan pelayanan
mikroskopis TB. PPM harus mengikuti pemantapan mutu eksternal
melalui uji silang berkala dengan laboratorium RUS-1 di wilayahnya atau
lintas kabupaten/kota.
3) Puskesmas Satelit (PS), adalah laboratorium yang melayani pengumpulan
dahak, pembuatan sediaan, fiksasi yang kemudian di rujuk ke PRM.
Dalam jejaring laboratorium TB semua fasiltas laboratorium kesehatan termasuk
laboratorium Rumah Sakit dan laboratorium swasta yang melakukan pemeriksaan
laboratorium mikroskopis TB dapat mengambil peran sebagaimana laboratorium
PRM, PPM dan PS.

c. Laboratorium Rujukan Uji Silang Pertama /Laboratorium Intermediate

38
Laboratorium ini ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota berada
diKabupaten/Kota dengan wilayah kerja yang ditetapkan Dinas Kabupaten/Kota
terkait atau lintas kabupaten/kota atas kesepakatan antar Dinas Kabupaten /Kota.
Laboratorium Rujukan Uji Silang Pertama memiliki tugas dan berfungsi:
1) Melaksanakan pelayanan pemeriksaan mikroskopis BTA.
2) Melaksanakan uji silang sediaan BTA dari Laboratorium Fasyankes di
wilayah kerjanya.
3) Melakukan pembinaan teknis laboratorium di wilayah kerjanya.
4) Melakukan koordinasi dengan program untuk pengelolaan jejaring
laboratorium TB diwilayahnya.

d. Laboratorium Rujukan Provinsi


1) Laboratorium Rujukan Provinsi di tentukan oleh Dinas Kesehatan
Provinsi. Laboratorium Rujukan Provinsi memiliki tugas dan fungsi:
2) Melakukan pemeriksaan biakan M. Tuberculosis dan uji kepekaan OAT.
3) Melakukan pemeriksaan biakan dan identifikasi parsial NTM.
4) Melakukan pembinaan laboratorium yang melakukan pemeriksaan biakan
TB di wilayahnya.
5) Melakukan uji silang ke-2 jika terdapat perbedaan hasil pemeriksaan
(diskordans) mikroskopis Laboratorium Fasyankes dan laboratorium
rujukan uji silang pertama.
6) Melakukan pemantapan mutu pemeriksaan laboratorium TB di wilayah
kerjanya (uji mutu reagensia dan kinerja pemeriksaan).

e. Laboratorium Rujukan Regional


Laboratorium rujukan regional adalah laboratorium yang menjadi rujukan
dari beberapa provinsi, dengan kemampuan melakukan pemeriksaan biakan,
identifikasi dan uji kepekaan M.tuberculosis & MOTT dari dahak dan bahan lain.
Laboratorium rujukan regional secara rutin menyelenggarakan PME kepada
laboratorium rujukan provinsi.

f. Laboratorium Rujukan Nasional

Laboratorium rujukan nasional memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut:

39
1) Memberikan pelayanan rujukan tersier (spesimen dan pelatihan teknis
laboratorium) untuk pemeriksaan biakan, uji kepekaan M. tuberculosis,
NTM/ MOTT dan pemeriksaan non mikroskospik TB.
2) Membantu pelaksanaan pemantapan mutu laboratorium TB.
3) Melakukan penelitian-penelitian operasional laboratorium untuk
mendukung program penanggulangan TB.
4) Mengikuti pemantapan mutu eksternal di tingkat internasional

2.10 Program Penanggulangan TB


2.10.1 Pengertian Program Penanggulangan TB
Upaya kesehatan yang mengutamakan aspek promotif dan preventif, tanpa
mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitatif yang ditujukan untuk melindungi
kesehatan masyarakat, menurunkan angka kesakitan, kecacatan atau kematian,
memutuskan penularan, mencegah resistensi obat dan mengurangi dampak negatif
yang ditimbulkan akibat tuberkulosis.3

2.10.2 Tujuan dan target program TB


Melindungi kesehatan masyarakat dari penularan TB agar tidak terjadi
kesakitan, kematian dan kecacatan. Target Program Nasional Penaggulangan
TB sesuai dengan target eliminasi global adalah eliminasi TB pada tahun 2035
dan Indonesia bebas TB tahun 2050. Eliminasi TB adalah tercapainya cakupan
kasus TB 1 per 1 juta penduduk.3,4

2.10.3 Strategi penanggulangan TB dalam pencapaian eliminasi


nasional TB
a. Penguatan kepemimpinan program TB di kabupaten/kota
b. Peningkatan akses layanan TB yang bermutu
c. Pengendalian faktor risiko
d. Peningkatan kemitraan TB melalui Forum Koordinasi TB
e. Peningkatan kemandirian masyarakat dalam penanggulangan TB
f. Penguatan manajemen program (health system strenghtening).

2.10.4 Kebijakan Penanggulangan TB di Indonesia

40
Penanggulangan TB dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi dalam
kerangka otonomi daerah dengan Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen
program, yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta
menjamin ketersediaan sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana).4,5
Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan pedoman standar
nasional sebagai kerangka dasar dan memperhatikan kebijakan global untuk
Penanggulangan TB.5
Penemuan dan pengobatan untuk penanggulangan TB dilaksanakan oleh
seluruh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang meliputi Puskesmas,
Klinik, dan Dokter Praktik Mandiri (DPM) serta Fasilitas Kesehatan Rujukan
Tingkat Lanjut (FKRTL) yang meliputi: Rumah Sakit Pemerintah, non
pemerintah dan Swasta, Rumah Sakit Paru (RSP), Balai Besar/Balai Kesehatan
Paru Masyarakat (B/BKPM). Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk
penanggulangan TB disediakan oleh pemerintah dan diberikan secara cuma-
cuma.3,5

2.10.5 Monitoring dan evaluasi program TB


Monitoring dan evaluasi program TB merupakan salah satu fungsi
manajemen untuk menilai keberhasilan pelaksanaan program TB. Monitoring
dilakukan secara rutin dan berkala sebagai deteksi awal masalah dalam
pelaksanaan kegiatan program sehingga dapat segera dilakukan tindakan
perbaikan. Monitoring dapat dilakukan dengan membaca dan menilai laporan
rutin maupun laporan tidak rutin, serta kunjungan lapangan. Evaluasi dilakukan
untuk menilai sejauh mana pencapaian tujuan, indikator, dan target yang telah
ditetapkan.3,4 Evaluasi dilakukan dalam rentang waktu lebih lama, biasanya setiap
6 bulan s/d 1 tahun. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi merupakan tanggung
jawab masing-masing tingkat pelaksana program, mulai dari Fasilitas kesehatan,
Kabupaten/Kota, Provinsi hingga Pusat. Seluruh kegiatan program harus
dimonitor dan dievaluasi dari aspek masukan (input), proses, maupun keluaran
(output) dengan cara menelaah laporan, pengamatan langsung dan wawancara ke
petugas kesehatan maupun masyarakat sasaran.4,5

2.10.6 Indikator program TB

41
Untuk mempermudah analisis data diperlukan indikator sebagai alat
ukur kinerja dan kemajuan program (marker of progress). Dalam menilai
kemajuan atau keberhasilan program pengendalian TB digunakan beberapa
indikator yaitu indikator dampak, indikator utama dan indikator operasional.3
a. Indikator Dampak
Merupakan indikator yang menggambarkan keseluruhan dampak atau
manfaat kegiatan penanggulangan TB. Indikator ini akan diukur dan di analisis
di tingkat pusat secara berkala. Yang termasuk indikator dampak adalah:
1) Angka Prevalensi TB
2) Angka Insidensi TB
3) Angka Mortalitas TB

b. Indikator Utama
Indikator utama digunakan untuk menilai pencapaian strategi nasional
penanggulangan TB di tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi, dan Pusat. Adapun
indikatornya adalah:
1) Cakupan pengobatan semua kasus TB (case detection rate/CDR)
yang diobati
2) Angka notifikasi semua kasus TB (case notification rate/CNR)
yang diobati per 100.000 penduduk
3) Angka keberhasilan pengobatan pasien TB semua kasus
4) Cakupan penemuan kasus resistan obat
5) Angka keberhasilan pengobatan pasien TB resistan obat
6) Persentase pasien TB yang mengetahui status HIV

c. Indikator Operasional
Indikator ini merupakan indikator pendukung untuk tercapainya
indikator dampak dan utama dalam keberhasilan Program Penanggulangan TB
baik di tingkat Kab/Kota, Provinsi, dan Pusat, diantaranya adalah:
1) Persentase kasus pengobatan ulang TB yang diperiksa uji kepekaan
obat dengan tes cepat molukuler atau metode konvensional

42
2) Persentase kasus TB resistan obat yang memulai pengobatan lini
kedua
3) Persentase Pasien TB-HIV yang mendapatkan ARV selama
pengobatan TB
4) Persentase laboratorium mikroskopik yang mengikuti uji silang
5) Persentase laboratorium mikroskopis yang mengikuti uji silang
dengan hasil baik
6) Cakupan penemuan kasus TB anak
7) Cakupan anak < 5 tahun yang mendapat pengobatan pencegahan
INH
8) Jumlah kasus TB yang ditemukan di Populasi Khusus
(Lapas/Rutan, Asrama, Tempat Kerja, Institusi Pendidikan, Tempat
Pengungsian)
9) Persentase kasus TB yang ditemukan dan dirujuk oleh masyarakat
atau organisasi kemasyarakatan.

2.10.7 Analisis Indikator


Indikator yang harus dianalisa secara rutin (triwulan dan tahunan)
adalah sebagai berikut;

A. Indikator Dampak Angka Kesakitan (Insiden) karena TB


Insiden adalah jumlah kasus TB baru dan kambuh yang muncul
selama periode waktu tertentu. Angka ini menggambarkan jumlah
kasus TB di populasi, tidak hanya kasus TB yang datang ke
pelayanan kesehatan dan dilaporkan ke program. Angka ini
biasanya diperoleh melalui penelitian cohort atau pemodelan
(modelling) yang dilakukan setiap tahun oleh WHO.6

Angka Kematian (Mortalitas) karena TB


Insiden adalah jumlah kasus TB baru dan kambuh yang muncul
selama periode waktu tertentu. Angka ini menggambarkan jumlah
kasus TB di populasi, tidak hanya kasus TB yang datang ke
pelayanan kesehatan dan dilaporkan ke program. Angka ini

43
biasanya diperoleh melalui penelitian cohort atau pemodelan
(modelling) yang dilakukan setiap tahun oleh WHO.6

B. Indikator Utama
1) Cakupan Pengobatan Semua kasus TB (case detection rate/CDR)
yang diobati

CDR adalah jumlah semua kasus TB yang diobati dan dilaporkan di


antara perkiraan jumlah semua kasus TB (insiden).6

Rumus:
Jumlah semua kasus TB yang diobati dan dilaporkan
x
Perkiraan jumlah semua kasus TB (insiden) 100%

Perkiraan jumlah semua kasus TB merupakan insiden dalam per 100.000


penduduk dibagi dengan 100.000 dikali dengan jumlah CDR adalah jumlah
semua kasus TB yang diobati dan dilaporkan di antara perkiraan jumlah
semua kasus TB (insiden).6
Rumus:
Jumlah semua kasus TB yang diobati dan dilaporkan
x
Perkiraan jumlah semua kasus TB (insiden) 100%

Perkiraan jumlah semua kasus TB merupakan insiden dalam per 100.000


penduduk dibagi dengan 100.000 dikali dengan jumlah penduduk. Misalnya:
perkiraan insiden di suatu wilayah adalah 200 per 100.000 penduduk dan
jumlah penduduk sebesar 1.000.000 orang maka perkiraan jumlah semua
kasus TB adalah (200:100.000) x 1.000.000 = 2.000 kasus. CDR
menggambarkan seberapa banyak kasus TB yang terjangkau oleh program.6

44
2) Angka notifikasi semua kasus TB (case notification rate/CNR)

Angka notifikasi semua kasus TB (case notification rate/CNR) yang diobati per
100.000 penduduk adalah jumlah semua kasus TB yang diobati dan dilaporkan di
antara 100.000 penduduk yang ada di suatu wilayah tertentu.6
Rumus:

Jumlah semua kasus TB yang diobati dan dilaporkan


X 100.000
Jumlah penduduk yang ada di suatu wilayah penduduk

Angka ini apabila dikumpulkan serial, akan menggambarkan


kecenderungan (trend) meningkat atau menurunnya penemuan kasus dari
tahun ke tahun di suatu wilayah.

3) Angka Keberhasilan Pengobatan Pasien TB semua kasus

Adalah jumlah semua kasus TB yang sembuh danpengobatan lengkap


di antara semua kasus TB yang diobati dan dilaporkan.5 Dengan demikian
angka ini merupakan penjumlahan dari angka kesembuhan semua kasus dan
angka pengobatan lengkap semua kasus. Angka ini menggambarkan kualitas
pengobatan TB.6

Rumus:
Jumlah semua kasus TB yang sembuh dan pengobatan lengkap
x 100%
Jumlah semua kasus TB yang diobati dan dilaporkan

Angka kesembuhan semua kasus yang harus dicapai minimal 85%


sedangkan angka keberhasilan pengobatan semua kasus minimal 90%.
Walaupun angka kesembuhan telah mencapai 85%, hasil pengobatan lainnya
tetap perlu diperhatikan, meninggal, gagal, putus berobat (lost to follow up),
dan tidak dievaluasi.6
Angka pasien putus berobat (lost to follow-up) tidak boleh lebih dari
10%, karena akan menghasilkan proporsi kasus retreatment yang tinggi di
masa yang akan datang yang disebabkan karena ketidakefektifan dari

45
pengendalian tuberkulosis. Menurunnya angka pasien putus berobat (lost to
follow-up) karena peningkatan kualitas pengendalian TB akan menurunkan
proporsi kasus pengobatan ulang antara 10-20% dalam beberapa tahun.
Angka gagal tidak boleh lebih dari 4% untuk daerah yang belum ada masalah
resistensi obat, dan tidak boleh lebih besar dari 10% untuk daerah yang sudah
ada masalah resistensi obat.6

4) Cakupan Penemuan kasus TB Resisten Obat

Adalah jumlah kasus TB resisten obat yang terkonfirmasi resistan


terhadap rifampisin (RR) dan atau TB-MDR berdasarkan hasil pemeriksaan
tes cepat molekuler maupun konvensional di antara perkiraan kasus TB
resisten obat.6

Rumus:
(Jumlah kasus TB yang hasil pemeriksaan tes cepat molekuler
maupun konvensionalnya menunjukkan resistan terhadap rifampisin x
(RR) x 100% dan atau TB-MDR) 100%
Perkiraan kasus TB resisten obat

Berdasarkan estimasi WHO, perkiraan kasus TB resisten obat diperoleh


dari 2% dari kasus TB paru baru ditambah 12% dari kasus TB paru
pengobatan ulang. Indikator ini menggambarkan cakupan penemuan kasus
TB resisten obat.

5) Angka Keberhasilan Pengobatan Pasien TB Resisten Obat

Adalah jumlah kasus TB resistan obat (TB resistan rifampisin dan atau
TB MDR) yang menyelesaikan pengobatan dan sembuh atau pengobatan
lengkap di antara jumlah kasus TB resistan obat (TB resistan rifampisin dan
atau TB MDR) yang memulai pengobatan TB lini kedua.6
Rumus:
Jumlah kasus TB resistan obat (TB resistan rifampisin dan atau TB x
MDR) yang dinyatakan sembuh dan pengobatan lengkap 100%
Jumlah kasus TB resistan obat (TB resistan rifampisin dan atau TB

46
MDR) yang memulai pengobatan TB lini kedua

Indikator ini menggambarkan kualitas pengobatan TB resisten obat.

6) Persentase pasien TB yang mengetahui status HIV


Adalah jumlah pasien TB yang mempunyai hasil tes HIV yang dicatat di
formulir pencatatan TB yang hasil tes HIV diketahui termasuk pasien TB
yang sebelumnya mengetahui status HIV positif di antara seluruh pasien
TB. Indikator ini akan optimal apabila pasien TB mengetahui status HIV
≤15 hari terhitung dari pasien memulai pengobatan. Data ini merupakan
bagian dari pasien yang dilaporkan di TB.07 dan dilaporkan seperti
laporan TB.07.6

Rumus:
Jumlah pasien TB yang mempunyai hasil tes HIV yang dicatat di
formulir pencatatan TB yang hasil tes HIV diketahui termasuk pasien
x 100%
TB yang sebelumnya mengetahui status HIV positif
Jumlah seluruh pasien TB terdaftar (ditemukan dan diobati TB)

Angka ini menggambarkan kemampuan program TB dan HIV dalam


menemukan pasien TB HIV sedini mungkin. Angka yang tinggi menunjukan
bahwa kolaborasi TB HIV sudah berjalan dengan baik, klinik layanan TB
sudah mampu melakukan tes HIV dan sistem rujukan antar TB dan HIV
sudah berjalan baik.6
Angka yang rendah menunjukan bahwa cakupan tes HIV pada pasien
TB masih rendah dan terlambatnya penemuan kasus HIV pada TB.6

47
48
BAB III
PROFIL PUSKESMAS KAMPUNG SAWAH

3.1 Profil Komunitas Umum

Puskesmas Kampung Sawah berada di Kecamatan Ciputat, Kota


Tangerang Selatan, provinsi Banten. Puskesmas Kampung Sawah
mempunyai 1 kelurahan wilayah kerja yaitu Kelurahan Sawah dengan luas
wilayah 261 Ha dengan jumlah penduduk berdasarkan BPS Tangerang
Selatan 43.290 jiwa dan berdasarkan data Kelurahan 29.354 jiwa.7 Dalam
wilayah kerja Puskesmas Kampung Sawah terdapat 54 RT dan 12 RW. Selain
itu Puskesmas Kampung Sawah memiliki 25 Posyandu dan 8 Posbindu dan
mempunyai jumlah kader sebanyak 193 kader kesehatan.
Dengan sekian banyaknya jumlah penduduk yang menyebabkan beberapa
permasalahan dan tantangan harus dihadapi maka masalah kesehatan selain
ditentukan oleh perilaku manusia itu sendiri, juga dapat dipengaruhi oleh
masalah kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah, pencemaran
lingkungan bahkan keamanan.

Gambar 1.1. Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Sawah

49
Luas kecamatan Ciputat yang mempunyai 7 kelurahan dan luas wilayah
19.277 km2. Sedangkan dalam satu wilayah kecamatan Ciputat terdapat 5
wilayah kerja puskesmas diantaranya:
1. Puskesmas Kampung Sawah
2. Puskesmas Ciputat
3. Puskesmas Jombang
4. Puskesmas Situ Gintung
5. Puskesmas Sawah baru

Batas wilayah kerja Puskesmas Kampung Sawah:


a. Sebelah utara : Pondok Jaya
b. Sebelah selatan : Serua Indah/Kedaung
c. Sebelah barat : Sawah Baru
d. Sebelah timur : Pondok ranji/ cempaka putih

3.2 Data Demografik

Penduduk merupakan modal pembangunan karena dalam


pembangunan membutuhkan sumber daya manusia. Selain itu pemanfaatan
sumber daya manusia dapat memudahkan dalam pengarahan modalitas
penduduk agar memiliki ciri dan karakteristik dalam mendukung
pembangunan. Penyebaran penduduk yang heterogen menjadikan kepadatan
penduduk yang berbeda di masing-masing kelurahan. Secara demografis
wilayah kerja Puskesmas Kampung Sawah 40.791jiwa.7
Pertumbuhan penduduk khususnya di wilayah kerja Puskesmas
Kampung Sawah dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Hal ini
disebabkan oleh tingkat mobilitas penduduk yang tinggi. hal ini disebabkan
karena terdapat lebih banyak pemukiman dan ditambah lagi dengan
penambahan penduduk dari luar wilayah kelurahan sawah.

50
3.2.1 Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Usia & Jenis Kelamin

Jumlah penduduk perempuan dan laki-laki menurut kelompok umur


lebih banyak pada kelompok umur produktif (15-60 tahun) dari pada
kelompok umur tidak produktif (0-14 tahun dan >60 tahun). Tingginya
pertumbuhan penduduk usia produktif merupakan salah satu potensi sumber
daya manusia. Di wilayah kerja Puskesmas Kampung Sawah, penduduk laki-
laki berjumlah lebih banyak dari perempuan dimana jumlah penduduk laki-
laki sebanyak 14174 jiwa sedangkan penduduk perempuan sebanyak 13769
jiwa.

3.2.2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Jumlah penduduk berdasarkan pendidikan yang paling banyak yaitu tamatan


SMU yaitu sebesar 10253 jiwa. Sedangkan penduduk yang tidak atau belum
sekolah yaitu sebanyak 4169 jiwa, belum tamat SD yaitu sebanyak 2281 jiwa,
tamat SMP yaitu sebanyak 3324 jiwa, tamat D1 dan D2 yaitu sebanyak 92
jiwa, tamat D3 yaitu sebanyak 934 jiwa, tamat S1 yaitu sebanyak 2588 jiwa,
tamat S2 yaitu sebanyak 202 jiwa dan tamat S3 yaitu sebanyak 14 jiwa.7

3.2.3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Ekonomi

Berdasarkan keadaan sosial ekonominya mata pencaharian penduduk di


wilayah kerja UPT Puskesmas Kampung Sawah diantaranya pedagang,
Pegawai Negeri, pensiunan, pegawai swasta dan tenaga kerja lepas pada
sektor informal.

51
BAB IV
EVALUASI PROGRAM

4.1 Laporan Kinerja Program TB Puskesmas Kampung Sawah


Tuberkulosis (TB) sampai dengan saat ini masih merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat di dunia walaupun upaya penanggulangan TB
telah dilaksanakan di banyak negara sejak tahun 1995. Program TB paru
merupakan salah satu bagian dari program Puskesmas Kampung Sawah
dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyakit menular. Program ini
sudah terlaksana dan kini dijalankan oleh satu orang dokter sebagai
penanggung jawab program, 1 perawat, dan 1 tenaga laboratorium.
Monitoring dan evaluasi program TB merupakan salah satu fungsi
manajemen untuk menilai keberhasilan pelaksanaan program TB. Monitoring
dilakukan secara rutin dan berkala sebagai deteksi awal masalah dalam
pelaksanaan kegiatan program sehingga dapat segera dilakukan tindakan
perbaikan. Monitoring dapat dilakukan dengan membaca dan menilai laporan
rutin maupun laporan tidak rutin, serta kunjungan lapangan. Evaluasi
dilakukan untuk menilai sejauh mana pencapaian tujuan, indikator, dan target
yang telah ditetapkan. Evaluasi dilakukan dalam rentang waktu lebih lama,
biasanya setiap 6 bulan s/d 1 tahun.
Indikator utama digunakan untuk menilai pencapaian strategi nasional
penanggulangan TB. Adapun indikatornya adalah:
1. Cakupan pengobatan semua kasus TB yang diobati (case detection
rate/CDR)

52
2. Angka notifikasi semua kasus TB (case notification rate/CNR) yang
diobati per 100.000 penduduk
3. Angka keberhasilan pengobatan pasien TB semua kasus
4. Cakupan penemuan kasus resistan obat
5. Angka keberhasilan pengobatan pasien TB resistan obat
6. Persentase pasien TB yang mengetahui status HIV

53
Cakupan Pengobatan Semua Kasus TB yang diobati (Case Detection Rate/CDR) Periode
Januari - Desember 2019
100
90 87
80
80
70 65
60 54
49
50
40 37
33
30 25
21
20 14 15
12 11 10
9 7 8 7
10 5 4 4 5
2 3
0
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOV DES

Pasien Lama Pasien Baru

Gambar 4.1. Grafik Cakupan Pengobatan Semua Kasus TB yang diobati (Case Detection Rate/CDR) Periode Januari - Desember 2019
di Puskesmas Kampung Sawah

Berdasarkan grafik tersebut, cakupan pengobatan semua kasus TB yang diobati (Case Detection Rate/CDR) adalah 97 kasus
dengan target yang harus dipenuhi adalah 100% sebanyak 133 kasus pada tahun 2019. Sehingga, CDR periode Januari-Desember 2019
dengan 97 kasus (72,9%) di Puskesmas Kampung Sawah belum mencapai target.

54
Cakupan Pengobatan Semua Kasus TB yang diobati (Case Detection Rate/CDR) Periode
Januari - Desember 2020
45
41
40 38
36
35 32
30 29
26
25 23
20
20 18

15 12
10
6 6 6
5 4 3 3 3 3 4 3 3
2 2 2
0
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOV DES

Pasien Lama Pasien Baru

Gambar 4.2. Grafik Cakupan Pengobatan Semua Kasus TB yang diobati (Case Detection Rate/CDR) Periode Januari - Desember 2020
di Puskesmas Kampung Sawah

Berdasarkan grafik tersebut, cakupan pengobatan semua kasus TB yang diobati (case detection rate/CDR) adalah 44 kasus dengan
target yang harus dipenuhi adalah 100% sebanyak 109 kasus pada tahun 2020. Sehingga, CDR periode Januari-Desember 2020 dengan 44
kasus (40,4%) di Puskesmas Kampung Sawah belum mencapai target.

55
Angka Keberhasilan Pengobatan pasien TB semua kasus (Success Rate / SR)
Periode Januari - Desember 2019
14

12
12

10
10
9 9
8 8 8
8
7 7
6 6
6
5

0
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOV DES

Gambar 4.3. Grafik Angka Keberhasilan Pengobatan TB Periode Januari - Desember 2019
di Puskesmas Kampung Sawah

Berdasarkan grafik tersebut, angka keberhasilan pengobatan TB adalah 95 kasus dengan target yang harus dipenuhi adalah 90%
sebanyak 88 kasus dari 97 kasus yang diobati pada tahun 2019. Sehingga, angka keberhasilan pengobatan TB periode Januari - Desember
2019 dengan 95 kasus (97,9%) di Puskesmas Kampung Sawah mencapai target.

56
Angka Keberhasilan Pengobatan pasien TB semua kasus (Success Rate / SR)
Periode Januari - Desember 2020
9
8
8

7
6 6 6
6
5 5
5

4
3 3
3

2
1
1
0 0 0
0
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOV DES

Gambar 4.4. Grafik Angka Keberhasilan Pengobatan TB Periode Januari - Desember 2020
di Puskesmas Kampung Sawah

Berdasarkan grafik tersebut, angka keberhasilan pengobatan TB adalah 43 kasus dengan target yang harus dipenuhi adalah 90%
sebanyak 40 kasus dari 44 kasus yang diobati pada tahun 2020. Sehingga, angka keberhasilan pengobatan TB periode Januari - Desember
2020 dengan 43 kasus (97,7%) di Puskesmas Kampung Sawah mencapai target.

57
Angka Notifikasi Semua Kasus TB (Case Notification Rate/CNR) yang Diobati per 100.000 Penduduk
Tahun 2019-2020
250
223

200

150 134

100

50

0
CNR

2019 2020

Gambar 4.5. Grafik Angka Notifikasi Semua Kasus TB (Case Notification Rate/CNR) yang Diobati per 100.000 Penduduk
Tahun 2019-2020 di Puskesmas Kampung Sawah

Berdasarkan grafik tersebut angka notifikasi semua kasus TB (Case Notification Rate/CNR) yang diobati per 100.000 penduduk
tahun 2019 adalah 223, sementara tahun 2020 mengalami penurunan menjadi 134 kasus per 100.000 penduduk.

58
Tabel 4.1. Laporan Kinerja Program TB Puskesmas Kampung Sawah Tahun 2019-2020
Target
Target Cakupan Pencapaian Target Cakupan Pencapaian
Indikator Kinerja
(2019) (2019) (%) 2019 (2020) (2020) (%) 2020
PKM (%)
Cakupan pengobatan semua kasus
TB yang diobati (Case Detection 100% 133 97 72,9% 109 44 40,4%
Rate/CDR)

Angka notifikasi semua kasus TB


(Case Notification Rate/CNR)
- - 223 - - 134 -
yang diobati per 100.000
penduduk
Angka Keberhasilan Pengobatan
pasien TB semua kasus (Success 90% 88 95 97,9% 40 43 97,7%
Rate / SR)
Cakupan penemuan kasus resistan
0 0
obat
Angka keberhasilan pengobatan
pasien TB resistan obat 0 0

Persentase pasien TB yang Sesuai Sesuai


mengetahui status HIV 100% jumlah 97 100% jumlah 44 100%
CDR CDR

59
Tabel 4.2 Rencana Usulan Kegiatan Tahun 2019

KEBUTUHAN SUMBER INDIKATOR SUMBER MITRA


DAYA KEBERHASILAN PEMBIAYA KERJA
NO KEGIATAN TUJUAN SASARAN TARGET
Dana
Alat Tenaga
(RP)
Mendapakan
Penjaringan Pasien yang
cakupan untuk ATK, Didapatkan kasus
suspek diduga suspek
1 pemenuhan target 100% - Kendaraan, Petugas suspek TBC BTA Poli Umum
penderita TBC TBC-dahak
suspek TBC-dahak dll (+)
dalam gedung yang purulen
yang purulen
Kunjungan Menjaring penderita
Anggota ATK,
rumah yang belum Terjaringnya
2 keluarga 100% - Kendaraan, Petugas Perkesmas
penderita TBC terdeteksi sebagai penderita baru
penderita dll
paru sumber penularan
Menyembuhkan
Pengobatan ATK,
penderita dengan
3 TBC di Penderita 100% - Kendaraan, Petugas Penderita sembuh Apotek
cara pengobaan
Puskesmas dll
teratur
Perkesmas,
Koordinasi Memutuskan
ATK, gizi,
lintas program Mempermudah penularan dan
4 Masyarakat 100% - Kendaraan, Petugas Promkes,
dan lintas setiap kegiatan terjaringnya
infokus, dll Lansia,
sektor penderita baru
Aparat Desa
Programmer Perkesmas,
Pertemuan Menjalin kerjasama Puskesmas, Terjalin kerjasama gizi,
5 100% - ATK Petugas
lintas program antar program gizi, promkes, antar program Promkes,
lansia Lansia
Menurunkan derajat
ATK, Promkes,
Masyarakat suspek Masyarakat kesembuhan TBC
6 Penyuluhan 100% - Kendaraan, Petugas Aparat Desa,
TBC suspek TBC masyarakat, target
infokus, dll bidan desa
tercapai

60
KEBUTUHAN SUMBER
DAYA INDIKATOR SUMBER MITRA
NO KEGIATAN TUJUAN SASARAN TARGET
Dana KEBERHASILAN PEMBIAYAN KERJA
Alat Tenaga
(RP)
Melakukan
penyuluhan ATK, Siswa dapat
Anak Sekolah SD, Anak sekolah Promkes,
7 penyakit TB 100% - Kendaraan, Petugas mengetahui tentang
SMP SD, SMP surveillans
pada anak infokus, dll penyakit TB
sekolah
Pencatatan dan Data hasil Didapatkan data
8 Data hasil kegiatan 100% - ATK Petugas Dinkes
pelaporan kegiatan laporan
Melihat hasil
9 Evaluasi Program Program 100% - ATK Petugas Dinkes
pencapaian kegiatan

61
Tabel 4.3 Rencana Pelaksanaan Kegiatan

N Uraian Rincian Waktu Tempat Indikator Sumber


Sasaran Tujuan
o Kegiatan Kegiatan Pelaksanaan Kegiatan Keberhasilan Biaya
Penjaringan Penjaringan Pasien yang di
Mendapatkan cakupan untuk Didapatkan kasus
suspek penderita suspek penderita duga suspek Setiap hari Poli Umum
1 pemenuhan target suspek suspek TBC BTA
TBC dalam TBC dalam TBC-Dahak kerja dan poli Tb
TBC dahak yang purulent (+)
gedung gedung yang purulen
Rumah
Kunjungan Kunjungan Anggota 1x dalam Menjaring penderita yang
penderita yang Terjaringnye
2 rumah penderita rumah penderita keluarga sebulan pada belum terdeteksi sebagai
sedang penderita baru
TBC paru TBC paru penderita minggu ke dua sumber penularan
pengobatan
Pengobatan Pengobatan Menyembuhkan penderita
3 TBC di TBC di Penderita Setiap hari Poli TB dengan cara pengobatan Penderita sembuh
Puskesmas Puskesmas teratur
Memutuskan
Koordinasi Koordinasi 1x dalam
Mempermudah setiap penularan dan
4 lintas program lintas program Masyarakat sebulan pada Puskesmas
kegiatan terjaringnya
dan lintas sektor dan lintas sektor minggu ke dua
penderita baru
Programmer Setiap bulan
Pertemuan lintas Pertemuan lintas Menjalin kerjasama antar Terjalin kerjasama
5 perkesmas, gizi, hari senin Puskesmas
program program program antar program
promkes, lansia minggu ke 2
Setiap bulan Masyarakatmengetahui Menurunkan
Masyarakat Desa/ Rumah
6 Penyuluhan Penyuluhan hari kamis penyebab dan cara derajat
suspek TBC penderita
minggu ke 2 penyembuhan TB kesembuhan
Melakukan Melakukan
penyuluhan penyuluhan Siswa dapat
Anak sekolah Juli sampai Agar anak sekolah
7 penyakit TB penyakit TB Sekolah mengetahui
SD, SMP Desember mengetahui penyakit TB
pada anak pada anak penyakit TB
sekolah sekolah
Pencatatan dan Pencatatan dan Data hasil Didapatkan data
8 1 bulan sekali Puskesmas Mencatat & melaporkan hasil
pelaporan pelaporan kegiatan laporan
9 Evaluasi Evaluasi Program Akhir tahun Puskesmas Menilai hasil kegiatan Hasil kegitan

62
Tabel 4.4 Identifikasi Penyebab Masalah
INPUT
DATA YANG ADA DATA YANG ADA
NO VARIABEL TOLAK UKUR KESENJANGAN
(2019) (2020)
TENAGA
Dokter pemegang program TB 1 orang 2 orang 1 orang Tidak ada

Tenaga pelaksana yang berkompetensi 1 orang (Kurang aktif dalam


1 orang 1 orang Ada
1 mengawasi program TB melaksanakan programnya)

Tenaga laboratorium 1 orang 1 orang 1 orang Tidak ada

Kader tiap kelurahan 2 orang kader, namun hanya 1 Ada


2 orang 2 orang
yang aktif
DANA
2 Dana untuk mendukung program TB
Ada Ada Ada Tidak ada
(APBN, APBD, Asuransi Kesehatan)
SARANA
Gedung Puskesmas Kampung Sawah Ada Ada Ada Tidak ada
3
Klinik TB Paru Ada Ada Ada Tidak ada

Pemeriksaan mikroskopis dahak BTA Ada Ada Ada Tidak ada


METODE

Penyuluhan secara berkala dalam Tiap 3 bulan (4x/tahun) Tidak ada


Tiap 3 bulan (4x/tahun) Tiap 3 bulan (4x/tahun)
4 kelompok
Terdapat data induk pasien Terdapat data induk pasien
Pembuatan data induk pasien terduga Terdapat data induk pasien Tidak ada
terduga TB yang terduga TB yang
TB yang tersinkronisasi terduga TB yang tersinkronisasi
tersinkronisasi tersinkronisasi

PROSES
N DATA YANG ADA DATA YANG ADA KESENJANGA
VARIABEL TOLAK UKUR
O (2019) (2020) N
PERENCANAAN
1 Data pasien TB di seluruh puskesmas
Ada Ada Ada Tidak ada
Kampung Sawah
PELAKSANAAN
Terdapat perbedaan sistem
Penjaringan suspek penderita TB dalam
Ada Ada penerimaan pasien pada masa Ada
gedung
pandemi COVID-19
Tidak dilakukan kunjungan
Dilakukan kunjungan rumah
Penjaringan suspek penderita TB luar rumah untuk penjaringan pasien
pasien terduga TB (home Ada (1 bulan sekali) Ada
gedung (home visite) terduga TB selama pandemi
visite)
COVID-19
Pemantauan minum OAT di puskesmas Ada (1 bulan sekali/2 bulan
Ada Ada (1 bulan sekali) Tidak ada
oleh petugas yang bertanggung jawab sekali selama pandemi)
Kurangnya kerjasama Kurangnya kerjasama dengan
2 Koordinasi lintas sektor Terjalin kerjasama yang baik Ada
dengan lintas sektor lintas sektor
Kurangnya kerjasama dengan
Terjalin kerjasama yang Kurangnya kerjasama lintas program, pertemuan rutin
Koordinasi lintas program Ada
baik, pertemuan setiap bulan dengan lintas program tidak dilakukan selama pandemi
COVID-19
Penyuluhan secara berkala dalam
Tiap 3 bulan (4x/tahun) 3x/ tahun 2x/tahun Ada
kelompok
Tidak dilakukan karena
Penyuluhan terhadap anak sekolah Ada (Juli-Desember) Ada Ada
pandemi COVID-19
Pencatatan dan pelaporan oleh
Ada Ada, tetapi kurang baik Ada, tetapi kurang baik Ada
pemegang program TB
PENGORGANISASIAN & PENGAWASAN

3 1 dokter, 1 perawat, 1 tenaga 1 dokter, 1 perawat, 1 1 dokter, 1 perawat, 1 tenaga


Penanggung jawab program TB Tidak ada
laboratorium tenaga laboratorium laboratorium

Adanya supervisi dari kepala


puskesmas terhadap pencatatan Ada Ada Ada Tidak ada
kegiatan dan laporan

64
LINGKUNGAN

N DATA YANG ADA DATA YANG ADA


VARIABEL TOLAK UKUR KESENJANGAN
O (2019) (2020)
Puskesmas mudah
1 Keterjangkauan Puskesmas Puskesmas mudah dijangkau Puskesmas mudah dijangkau Tidak ada
dijangkau
Ada pasien dengan gejala TB
Pasien dengan gejala TB Kurangnya kesadaran pasien
yang tidak ingin ke Puskesmas
2. Kesadaran untuk datang puskesmas aktif datang ke untuk memeriksakan Ada
karena takut disangka
puskesmas dahaknya ke puskesmas
menderita COVID-19.

65
a. Daftar Penyebab Masalah
Masalah yang terdapat dalam program TB Puskesmas Kampung Sawah
adalah:
1. Terdapat perbedaan sistem penerimaan pasien pada masa pandemi
COVID-19.
2. Tidak dilakukan kunjungan rumah untuk penjaringan pasien terduga TB
selama pandemi COVID-19.
3. Kurangnya kerjasama dengan lintas sektor.
4. Kurangnya kerjasama dengan lintas program, pertemuan rutin tidak
dilakukan selama pandemi COVID-19.
5. Penyuluhan secara berkala hanya dilakukan dua kali selama satu tahun
dari yang seharusnya empat kali dalam setahun karena membatasi
pertemuan secara tatap muka pada masa pandemi COVID-19.
6. Penyuluhan terhadap anak sekolah tidak dilakukan karena pandemi
COVID-19.
7. Pencataan dan pelaporan yang kurang baik.
8. Tenaga pelaksana yang berkompetensi mengawasi program TB kurang
aktif dalam melaksanakan programnya.
9. Kurangnya keaktifan kader dalam edukasi dan penjaringan kasus TB.
10. Ada pasien dengan gejala TB yang tidak ingin ke Puskesmas karena takut
disangka menderita COVID-19.
Gambar 4.6. Kerangka Fishbone
b. Penyelesaian Masalah
No
Penyebab Masalah Cara penyelesaian masalah
1. Terdapat perbedaan sistem Penerimaan pasien di poli kembali
penerimaan pasien pada masa aktif serta membedakan Poli
pandemi COVID-19. Umum dan Poli ISPA.
2. Tidak dilakukan kunjungan rumah Melakukan tindak lanjut berupa
untuk penjaringan pasien terduga TB kunjungan rumah pada pasien
selama pandemi COVID-19. terduga TB dengan memakai APD
3. Kurangnya kerjasama dengan lintas Meningkatkan kerjasama lintas
sektor. sektor. Komunikasi dengan dokter
praktik swasta dan Puskesmas
yang dialihkan untuk
mendapatkan data pasien TB di
wilayah kerja PKM Kampung
Sawah
4. Kurangnya kerjasama dengan lintas Meningkatkan kerjasama lintas
program, pertemuan rutin tidak program dan tetap mengadakan
dilakukan selama pandemi COVID- pertemuan rutin dengan tetap
19. memerhatikan protokol kesehatan.
5. Penyuluhan secara berkala hanya Penyuluhan mengenai TB di masa
dilakukan dua kali selama satu tahun pandemi ke masyarakat melalui
dari yang seharusnya setiap tiga telemedicine sehingga tidak perlu
bulan atau empat kali dalam setahun tatap muka, seperti membuat WA
Group, Zoom Meeting, Poster dan
Video Edukasi yang dibagikan
online
6. Penyuluhan terhadap anak sekolah Penyuluhan mengenai TB
tidak dilakukan karena pandemi terhadap anak sekolah melalui
COVID-19. telemedicine, kerjasama dengan
Kepala Sekolah dan Guru yang
mengajar, dilakukan saat jadwal
Learning from Home (LFH),
menggunakan aplikasi seperti
Zoom dan Google Classroom
7. Pencataan dan pelaporan yang Melakukan pencatatan dan
kurang baik. pelaporan secara digital, dilakukan
pelaporan secara berkala, serta
evaluasi rutin oleh Koordinator
P2P
8. Tenaga pelaksana yang Meningkatkan keaktifan dari
berkompetensi mengawasi program pemegang program TB dalam
TB kurang aktif dalam melaksanakan melaksanakan semua rencana
programnya. kegiatan yang telah disusun.
9. Kurangnya keaktifan kader dalam Meningkatkan keaktifan kader
pelaporan angka kasus TB. dengan motivasi dan penyuluhan
serta pendampingan pemegang
program dan pengawasan secara
berkala oleh pimpinan dan
koordinator. Pendampingan 1
tenaga pelaksana tambahan yang
khusus membuat pencatatan
10. Ada pasien dengan gejala TB yang Memberikan edukasi mengenai
tidak ingin ke Puskesmas karena pentingnya bahayanya TB, beda
takut disangka menderita COVID-19. TB dan COVID-19 serta
memotivasi pasien atau keluarga
pasien dengan gejala TB untuk
segera memeriksakan di ke
Puskesmas.

69
c. Rencana Kegiatan

Untuk penyelesaian masalah kami merencanakan beberapa kegiatan, sebagai


berikut:
No. Kegiatan Waktu
1. Penerimaan pasien di poli Sesegera mungkin jika
kembali aktif serta membedakan status sebagai PKM
Poli Umum dan Poli ISPA. transit COVID sudah
selesai.
2. Melakukan tindak lanjut berupa 1x dalam sebulan di
kunjungan rumah pada pasien minggu kedua.
terduga TB dengan memakai
APD
3. Meningkatkan kerjasama lintas 1x dalam sebulan di
sektor. Komunikasi dengan minggu ketiga.
dokter praktik swasta dan
Puskesmas yang dialihkan untuk
mendapatkan data pasien TB di
wilayah kerja PKM Kampung
Sawah
4. Meningkatkan kerjasama lintas 1x dalam sebulan di hari
program dan tetap mengadakan Senin minggu keempat.
pertemuan rutin dengan tetap
memerhatikan protokol
kesehatan.
5. Penyuluhan mengenai TB di 1x / 4 RW dalam sebulan
masa pandemi ke masyarakat Sehingga dalam 3 bulan
melalui telemedicine sehingga sudah mencakup semua
tidak perlu tatap muka, seperti RW di wilayah
membuat WA Group, Zoom Puskesmas Kampung
Meeting, Poster dan Video Sawah.
Edukasi yang dibagikan online
6 Penyuluhan mengenai TB 1x / 6 sekolah tingkat
terhadap anak sekolah melalui SD/SMP/SMA dalam
telemedicine, kerjasama dengan sebulan
Kepala Sekolah dan Guru yang Sehingga dalam 3 bulan
mengajar, dilakukan saat jadwal sudah mencakup semua
Learning from Home (LFH), sekolah tingkat
menggunakan aplikasi seperti SD/SMP/SMA di wilayah
Zoom dan Google Classroom Puskesmas Kampung
Sawah.

70
7. Melakukan pencatatan dan Dilakukan follow-up
pelaporan secara digital, pencatatan dan pelaporan
dilakukan pelaporan secara secara digital setiap
berkala. pendampingan 1 tenaga minggu yang dilakukan
pelaksana tambahan yang oleh 1 tenaga pelaksana
khusus membuat pencatatan, tambahan yang khusus
serta evaluasi rutin oleh membuat pencatatan.
Koordinator P2P Pelaporan dan evaluasi
rutin dari Koordinator
P2P setiap bulan.

8. Meningkatkan keaktifan dari 1 tahun


pemegang program TB dalam Pendampingan 1 tenaga
melaksanakan semua rencana pelaksana tambahan yang
kegiatan yang telah disusun. khusus membuat
pencatatan
Pengawasan secara
berkala oleh pimpinan.
9. Motivasi dan penyuluhan kader Penyuluhan kader setiap
serta pendampingan pemegang bulan minggu pertama
program dan pengawasan secara hari Rabu
berkala oleh pimpinan dan Pengawasan berkala
koordinator. setiap bulan minggu
keempat
10. Memberikan edukasi mengenai Edukasi dan memotivasi
pentingnya bahayanya TB, beda pasien atau keluarga
untuk segera
TB dan COVID-19 serta
memeriksakan di ke
memotivasi pasien atau keluarga Puskesmas setiap ada
pasien dengan gejala TB aktif laporan pasien yang takut
ke Puskesmas
untuk segera memeriksakan di
ke Puskesmas.

71
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Keberhasilan program TB paru di Puskesmas Kampung Sawah


dinilai dari 6 indikator utama, dimana 1 dari indikator-indikator tersebut
belum mencapai targetnya. Indikator yang belum tercapai adalah
Cakupan pengobatan semua kasus TB yang diobati (Case Detection
Rate/CDR).

5.2 Saran
a. Penerimaan pasien di poli kembali aktif, dengan membedakan
tempat poli umum dan poli ISPA.
b. Melakukan tindak lanjut berupa kunjungan rumah pada pasien
dengan terduga TB dengan memakai APD.
c. Meningkatkan kerjasama lintas sektor. Komunikasi dengan dokter
praktik swasta dan Puskesmas yang dialihkan untuk mendapatkan
data pasien TB di wilayah kerja PKM Kampung Sawah.
d. Meningkatkan kerjasama lintas program dan tetap mengadakan
pertemuan rutin dengan tetap memerhatikan protokol kesehatan.
e. Penyuluhan mengenai TB di masa pandemi ke masyarakat melalui
telemedicine sehingga tidak perlu tatap muka, seperti membuat WA
Group, Zoom Meeting, Poster dan Video Edukasi yang dibagikan
online
f. Penyuluhan mengenai TB terhadap anak sekolah melalui
telemedicine, kerjasama dengan Kepala Sekolah dan Guru yang
mengajar, dilakukan saat jadwal Learning from Home (LFH),
menggunakan aplikasi seperti Zoom dan Google Classroom.
g. Melakukan pencatatan dan pelaporan secara digital, dilakukan
pelaporan secara berkala. pendampingan 1 tenaga pelaksana

72
tambahan yang khusus membuat pencatatan, serta evaluasi rutin oleh
Koordinator P2P.
h. Meningkatkan keaktifan dari pemegang program TB dalam
melaksanakan semua rencana kegiatan yang telah disusun.
i. Motivasi dan penyuluhan kepada kader serta pendampingan
pemegang program dan pengawasan secara berkala oleh pimpinan
dan koordinator.
j. Memberikan edukasi mengenai pentingnya bahayanya TB, beda TB
dan COVID-19 serta memotivasi pasien atau keluarga pasien dengan
gejala TB aktif untuk segera memeriksakan di ke Puskesmas.

73
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

1. Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pencegahan


dan Pengendalian Penyakit. Petunjuk Teknis Manajemen dan Tatalaksana
TB Anak. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2016. Available from:
http://www.ljj-kesehatan.kemkes.go.id/pluginfile.php/3202/mod_page/
content/303/Buku%20TB%20anak%202016.pdf
2. World Health Organization (WHO). Global tuberculosis report. 2020.
Available from: https://www.who.int/tb/publications/global_report/en/
3. Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Menular Langsung Subdirektorat Tuberkulosis.
TB Anak. 2020. Available from:
https://tbindonesia.or.id/pustaka-tbc/dashboard-tb/
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Laporan Nasional 2018.
Jakarta: Lembaga Penerbit dan Pengembangan Kesehatan. 2019.
5. Dinas Kesehatan Provinsi Banten. Profil Kesehatan Banten 2019. Banten:
Dinas Kesehatan Provinsi Banten. 2020. Available from:
https://dinkes.bantenprov.go.id/read/profil-kesehatan-provinsi-bant/180/
Profil-Kesehatan-Provinsi-Banten-Tahun-2019.html
6. Kemenkes RI. Permenkes RI no 67 Tahun 2016 Tentang Penanggulangan
Tuberkulosis. 2016.
7. Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan. Kecamatan Ciputat dalam
Angka 2020. Tangerang Selatan: Badan Pusat Statistik Kota Tangerang
Selatan. 2020

74

Anda mungkin juga menyukai