Disusun oleh:
dr. Dea Melinda Sabila
dr. Fheby Syabrina
dr. Iga Faldini Gazali
dr. Siti Maysaroh
dr. Titto Wisnu Baskoro
dr. Vika Damay
Pembimbing:
dr. Ratu Wulandari
BAB I 5
PENDAHULUAN 5
1.1 Latar Belakang 5
1.2 Rumusan Masalah 6
1.3 Tujuan 6
1.4 Manfaat 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8
2.1 Definisi 8
2.2 TB dan Riwayat Alamiah 8
2.2.1 Cara Penularan 1,6
8
2.2.2 Risiko Penularan1,6 9
2.3 Epidemiologi 10
2.4 Upaya Pengendalian TB 11
2.5 Penanggulangan TB di Indonesia 12
2.5.1 Tujuan dan Target Penanggulangan TB 14
2.5.2 Strategi dan Kebijakan Penanggulangan TB di Indonesia 15
2.5.3 Kegiatan 17
2.5.3.1 Promosi Kesehatan 17
2.5.3.2 Surveilans TB 19
2.5.3.3 Pengendalian Faktor Risiko TB 20
2.5.3.4 Penemuan dan Penanganan Kasus TB 21
2.5.3.5 Pemberian Kekebalan 21
2.5.3.6 Pemberian Obat Pencegahan 22
2.5.4 Organisasi Pelaksanaan 22
2.6 Diagnosis Tuberkulosis 24
2.6.1 Diagnosis TB Paru 24
2.6.2 Diagnosis TB Pada Anak 26
Tabel 3.1. Sistem skor gejala dan pemeriksaan penunjang TB 27
2.6.3 Diagnosis TB Ekstra Paru 28
2.7 Klasifikasi Penyakit 28
2.7.1 Klasifikasi berdasarkan organ tubuh (anatomical site) yang
terkena: 28
2.7.2 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis
28
a. Tuberkulosis paru BTA positif. 28
b. Tuberkulosis paru BTA negatif 29
2.7.3 Klasifikasi Berdasarkan Pengobatan Sebelumnya 29
2.8 Tatalaksana Pasien TB 30
2.8.1 Tujuan, dan Prinsip Pengobatan 30
2.8.2 Prinsip pengobatan tuberculosis 30
Tahap Lanjutan 31
2.8.3 Paduan OAT yang digunakan di Indonesia 31
2.8.4 Paduan OAT lini pertama dan peruntukannya 32
33
b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3) 33
Catatan: 33
c. OAT Sisipan (HRZE) 34
2.8.5 Pegobatan TB pada Anak 35
35
Kategori Anak (2RHZ/ 4RH) 35
Pengobatan Pencegahan (Profilaksis) Tuberkulosis untuk Anak 36
2.8.6 Pemeriksaan dahak 36
b. Pemeriksaan Biakan 36
c. Uji Kepekaan Obat TB 37
a. Organisasi Pelayanan Laboratorium TB 37
b. Laboratorium mikroskopis TB di fasyankes 38
d. Laboratorium Rujukan Provinsi 39
e. Laboratorium Rujukan Regional 39
BAB III 49
PROFIL PUSKESMAS KAMPUNG SAWAH 49
3.1 Profil Komunitas Umum 49
3.2 Data Demografik 50
3.2.1 Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Usia & Jenis Kelamin 51
3.2.2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan 51
3.2.3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Ekonomi 51
BAB IV 52
EVALUASI PROGRAM 52
4.1 Laporan Kinerja Program TB Puskesmas Kampung Sawah 52
a. Daftar Penyebab Masalah 66
3
b. Penyelesaian Masalah 68
c. Rencana Kegiatan 70
BAB V 72
SIMPULAN DAN SARAN 72
5.1 Simpulan 72
5.2 Saran 72
DAFTAR PUSTAKA 74
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
Tangerang Selatan berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019 yaitu 677
per 100.000 penduduk.4,5
Puskesmas Kampung Sawah sudah mempunyai program penaggulangan
TB paru, yang merupakan salah satu bagian dari Program Upaya Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Menular. Program ini sudah berjalan namun masih
terdapat indikator yang belum tercapai. Oleh karena itu, pada evaluasi program
Puskesmas ini kami bermaksud mengevaluasi Program TB di Puskesmas
Kampung Sawah. Terlebih lagi, karena program ini ada di seluruh Puskesmas di
Indonesia, sehingga perlu adanya evaluasi program agar dapat menjadi tolak ukur
untuk berjalannya program di tahun mendatang.
1.3 Tujuan
a. Umum
b. Khusus
Sebagai bahan evaluasi bagi pemegang program untuk meningkatkan
kinerja program kerja TB di Puskesmas Kampung Sawah di tahun
yang akan datang.
6
1.4 Manfaat
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis) yang ditandai dengan pembentukan
granuloma pada jaringan yang terinfeksi, sebagaian besar kuman TB menyerang
paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya termasuk meningen, ginjal,
tulang, dan nodus limfe.1,6
8
2.2.2 Risiko Penularan1,6
9
2.3 Epidemiologi
10
Gambar 2.1. Epidemiologi TB di Indonesia
Sejalan dengan meningkatnya kasus TB, pada awal tahun 1990-an WHO
dan IUATLD mengembangkan strategi pengendalian TB yang dikenal sebagai
strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course). Strategi DOTS terdiri
dari 5 komponen kunci, yaitu:
a. Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan.
b. Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin
mutunya.
c. Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi pasien.
d. Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif.
e. Sistem monitoring pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan
penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program.
11
US$ 55 selama 20 tahun. Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan
pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan
memutuskan penularan TB dan dengan demikian menurunkan insidens TB di
masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik
dalam upaya pencegahan penularan TB.6
Dengan semakin berkembangnya tantangan yang dihadapi program
dibanyak negara, kemudian strategi DOTS di atas diperluas oleh Global stop TB
partnership strategi DOTS tersebut menjadi sebagai berikut:6
a. Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS
b. Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya
c. Berkontribusi dalam penguatan system kesehatan
d. Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun
swasta.
e. Memberdayakan pasien dan masyarakat
f. Melaksanakan dan mengembangkan penelitian
12
Fakta menunjukkan bahwa TB masih merupakan masalah utama kesehatan
masyarakat Indonesia, antara lain:1,6
a. Indonesia merupakan negara dengan pasien TB terbanyak ke-5 di dunia
setelah India, Cina, Afrika Selatan dan Nigeria (WHO, 2009).
Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 5,8% dari total jumlah
pasien TB didunia. Diperkirakan, setiap tahun ada 429.730 kasus baru dan
kematian 62.246 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 102 per
100.000 penduduk.
b. Pada tahun 2009, prevalensi HIV pada kelompok TB di Indonesia sekitar
2.8%. Kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug
resistance = MDR) diantara kasus TB baru sebesar 2%, sementara MDR
diantara kasus penobatan ulang sebesar 20%. (WHO, 2009)
c. Tahun 1995, hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan
bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor tiga (3) setelah
penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua
kelompok usia, dan nomor satu (1) dari golongan penyakit infeksi.
d. Hasil Survey Prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa
angka prevalensi TB BTA positif secara Nasional 110 per 100.000
penduduk. Secara Regional prevalensi TB BTA positif di Indonesia
dikelompokkan dalam 3 wilayah, yaitu: 1) wilayah Sumatera angka
prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk; 2) wilayah Jawa dan
Bali angka prevalensi TB adalah 110 per 100.000 penduduk; 3) wilayah
Indonesia Timur angka prevalensi TB adalah 210 per 100.000 penduduk.
Khusus untuk propinsi DIY dan Bali angka prevalensi TB adalah 68 per
100.000 penduduk. Mengacu pada hasil survey prevalensi tahun 2004,
diperkirakan penurunan insiden TB BTA positif secara Nasional 3-4 %
setiap tahunnya.
e. Sampai tahun 2009, keterlibatan dalam program Pengendalian TB dengan
Strategi DOTS meliputi 98% Puskesmas, sementara rumah sakit umum,
Balai Keseatan Paru Masyarakat mencapai sekitar 50%.
13
2.5.1 Tujuan dan Target Penanggulangan TB
a. Tujuan
b. Target
14
2.5.2 Strategi dan Kebijakan Penanggulangan TB di Indonesia
1. Strategi
15
e. Peningkatan kemandirian masyarakat dalam penanggulangan
TB
1) Peningkatan partisipasi pasien, mantan pasien, keluarga
dan masyarakat
2) Pelibatan peran masyarakat dalam promosi, penemuan
kasus, dan dukungan pengobatan TB
3) Pemberdayan masyarakat melalui integrasi TB di upaya
kesehatan berbasis keluarga dan masyarakat
f. Penguatan manajemen program (health system strenghtening)
1) SDM
2) Logistik
3) Regulasi dan pembiayaan
4) Sistem Informasi, termasuk mandatory notification
5) Penelitian dan pengembangan inovasi program
16
d. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk penaggulangan TB
disediakan oleh pemerintah dan diberikan secara cuma-cuma.
e. Keberpihakan kepada masyarakat dan pasien TB. Pasien TB
tidak dipisahkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya.
Pasien memiliki hak dan kewajiban sebagaimana individu
yang menjadi subyek dalam penanggulangan TB.
f. Penaggulangan TB dilaksanakan melalui penggalangan kerja
sama dan kemitraan diantara sektor pemerintah, non
pemerintah, swasta dan masyarakat Forum Koordinasi TB.
g. Penguatan manajemen program penanggulangan TB ditujukan
memberikan kontribusi terhadap penguatan sistem kesehatan
nasional.
h. Pelaksanaan program menerapkan prinsip dan nilai inklusif,
proaktif, efektif, responsif, profesional dan akuntabel
i. Penguatan Kepemimpinan Program ditujukan untuk
meningkatkan komitmen pemerintah daerah dan pusat terhadap
keberlangsungan program dan pencapaian target strategi global
penanggulangan TB yaitu eliminasi TB tahun 2035.
2.5.3 Kegiatan
17
Sasaran
Sasaran promosi kesehatan penanggulangan TB adalah:
a. Pasien, individu sehat (masyarakat) dan keluarga sebagai komponen
dari masyarakat.
b. Tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, petugas kesehatan,
pejabat pemerintahan, organisasi kemasyarakatan dan media massa.
Diharapkan dapat berperan dalam penanggulangan TB sebagai
berikut:
1) Sebagai panutan untuk tidak menciptakan stigma dan
diskriminasi terkait TB.
2) Membantu menyebarluaskan informasi tentang TB dan PHBS.
3) Mendorong pasien TB untuk menjalankan pengobatan secara
tuntas.
4) Mendorong masyarakat agar segera memeriksakan diri ke
layanan TB yang berkualitas.
c. Pembuat kebijakan publik yang menerbitkan peraturan perundang-
undangan dibidang kesehatan dan bidang lain yang terkait serta
mereka yang dapat memfasilitasi atau menyediakan sumber daya.
Peran yang diharapkan adalah:
1) Memberlakukan kebijakan/peraturan perundang-undangan
untuk mendukung penanggulangan TB.
2) Membantu menyediakan sumber daya (dana, sarana dan
lainlain) untuk meningkatkan capaian program TB.
18
komunikasi efektif, demontrasi (praktek), konseling dan
bimbingan yang dilakukan baik di dalam layanan kesehatan
ataupun saat kunjungan rumah dengan memanfaatkan media
komunikasi seperti lembar balik, leaflet, poster atau media
lainnya.
b. Advokasi
Advokasi adalah upaya atau proses terencana untuk
memperoleh komitmen dan dukungan dari pemangku
kebijakan yang dilakukan secara persuasif, dengan
menggunakan informasi yang akurat dan tepat. Advokasi
Program Penanggulangan TB adalah suatu perangkat kegiatan
yang terencana, terkoordinasi dengan tujuan:
1) Menempatkan TB sebagai hal/perhatian utama dalam
agenda politik
2) Mendorong komitmen politik dari pemangku kebijakan
yang ditandai adanya peraturan atau produk hukum untuk
program penanggulangan TB
3) Meningkatkan dan mempertahankan kesinambungan
pembiayaan dan sumber daya lainnya untuk TB
Advokasi akan lebih efektif bila dilaksanakan dengan prinsip
kemitraan melalui forum kerjasama.
c. Kemitraan
Kemitraan merupakan kerjasama antara program
penanggulangan TB dengan institusi pemerintah terkait,
pemangku kepentingan, penyedia layanan, organisasi
kemasyarakatan yang berdasar atas 3 prinsip yaitu kesetaraan,
keterbukaan dan saling menguntungkan.
19
2.5.3.2 Surveilans TB
20
2.5.3.4 Penemuan dan Penanganan Kasus TB
21
b. Penanggulangan TB melalui imunisasi BCG terhadap bayi
dilakukan dalam upaya mengurangi risiko tingkat keparahan TB.
c. Tata cara pemberian imunisasi dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang undangan.
22
program TB di tingkat propinsi dilaksanakan Dinas
Kesehatan Propinsi.
3) Tingkat Kabupaten/Kota
Di tingkat kabupaten/kota dibentuk Gerdunas-TB kabupaten /
kota yang terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Teknis. Bentuk
dan struktur organisasi disesuaikan dengan kebutuhan
kabupaten / kota. Dalam pelaksanaan program TB di tingkat
Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
2) Rumah Sakit
Rumah Sakit Umum, Balai/Baiali Besar Kesehatan Paru
Masyarakat (B/BKPM), dan klinik lannya dapat melaksanakan
semua kegiatan tatalaksana pasien TB.
23
2.6 Diagnosis Tuberkulosis
2.6.1 Diagnosis TB Paru
24
Gambar 3.1. Alur Diagnosis TB Paru
25
2.6.2 Diagnosis TB Pada Anak
26
Tabel 3.1. Sistem skor gejala dan pemeriksaan penunjang TB
Parameter 0 1 2 3 Skor
Kontak TB Tidak Laporan BTA (-)
jelas keluarga,
BTA (-) /
BTA tidak
jelas / tidak
tahu
Uji tuberculin Negatif Positif (≥ 10 mm
(Mantoux) atau ≥ 5 mm pada
imunokompromais)
Berat badan / BB/TB <90% Klinis gizi
Keadaan Gizi atau BB/U buruk atau
<80% BB/TB
<70% atau
BB/U
<60%
Demam tanpa ≥ 2 minggu
sebab jelas
Pembesaran ≥1 cm, jumlah
kelenjar limfe >1, tidak nyeri
coli, aksila,
inguinal
Pembengkakan Ada
tulang/sendi pembengkakan
panggul, lutut,
falang
Foto toraks Normal/ Sugestif TB
tidak
jelas
Jumlah
27
sedangkan untuk anak usia > 6 tahun merujuk pada standar WHO 2005
yaitu grafik IMT/U
c. Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama 1-2
bulan.
a. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk
pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran
kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang
belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya.
b. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan
atau histopatologi yang diambil dari jaringan tubuh yang terkena.
28
a. Tuberkulosis paru BTA positif.
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
positif.
4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif
dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non
OAT.
a. Kasus Baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). Pemeriksaan BTA bisa
positif atau negatif
29
2) Kaus setelah putus berobat
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
3) Kasus setelah gagal
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
c. Kasus Pindahan
Adalah pasien yang dipindahkan keregister lain untuk melanjutkan
pengobatannya.
d. Kasus Lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas,
30
2.8.2 Prinsip pengobatan tuberculosis
Tahap Lanjutan
1) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama
2) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan
31
1) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
2) Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
3) Kategori Anak: 2HRZ/4HR
4) Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resistan obat di
Indonesia terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamycin,
Capreomisin, Levofloksasin, Ethionamide, sikloserin dan PAS,
serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid and etambutol.
b. Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk
paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT
ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya
disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu
paket untuk satu pasien.
c. Paket Kombipak. Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid,
Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk
blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam
pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket,
dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin
kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket
untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
32
b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah
diobati sebelumnya:
1) Pasien kambuh
2) Pasien gagal
3) Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
33
Catatan:
34
2.8.5 Pegobatan TB pada Anak
35
Keterangan:
1) Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah
sakit
2) Anak dengan BB 15-19 kg dapat diberikan 3 tablet.
3) Anak dengan BB > 33 kg , dirujuk ke rumah sakit.
4) Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
5) OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara
utuh atau digerus sesaat sebelum diminum.
b. Pemeriksaan Biakan
Peran biakan dan identifikasi M. Tuberkulosis pada pengendalian TB
36
adalah untuk menegakkan diagnosis TB pada pasien tertentu, yaitu :
- Pasien TB Ekstra Paru
- Pasien TB Anak
- Pasien TB BTA Negatif
Pemeriksaan tersebut dilakukan jika keadaan memungkinkan dan tersedia
laboratorium yang telah memenuhi standar yang ditetapkan.
37
laboratorium pelayanan kesehatan dasar, rujukan maupun laboratorium
pendidikan/penelitian. Setiap laboratorium yang memberikan pelayanan
pemeriksaan TB mulai dari yang paling sederhana, yaitu pemeriksaan apusan
secara mikroskopis sampai dengan pemeriksaan paling mutakhir seperti PCR,
harus mengikuti acuan/standar.
Untuk menjamin pelaksanaan pemeriksaan yang sesuai standar, maka
diperlukan jejaring laboratorium TB. Masing-masing laboratorium di dalam
jejaring TB memiliki fungsi, peran, tugas dan tanggung jawab yang saling
berkaitan sebagai berikut:
38
Laboratorium ini ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota berada
diKabupaten/Kota dengan wilayah kerja yang ditetapkan Dinas Kabupaten/Kota
terkait atau lintas kabupaten/kota atas kesepakatan antar Dinas Kabupaten /Kota.
Laboratorium Rujukan Uji Silang Pertama memiliki tugas dan berfungsi:
1) Melaksanakan pelayanan pemeriksaan mikroskopis BTA.
2) Melaksanakan uji silang sediaan BTA dari Laboratorium Fasyankes di
wilayah kerjanya.
3) Melakukan pembinaan teknis laboratorium di wilayah kerjanya.
4) Melakukan koordinasi dengan program untuk pengelolaan jejaring
laboratorium TB diwilayahnya.
39
1) Memberikan pelayanan rujukan tersier (spesimen dan pelatihan teknis
laboratorium) untuk pemeriksaan biakan, uji kepekaan M. tuberculosis,
NTM/ MOTT dan pemeriksaan non mikroskospik TB.
2) Membantu pelaksanaan pemantapan mutu laboratorium TB.
3) Melakukan penelitian-penelitian operasional laboratorium untuk
mendukung program penanggulangan TB.
4) Mengikuti pemantapan mutu eksternal di tingkat internasional
40
Penanggulangan TB dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi dalam
kerangka otonomi daerah dengan Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen
program, yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta
menjamin ketersediaan sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana).4,5
Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan pedoman standar
nasional sebagai kerangka dasar dan memperhatikan kebijakan global untuk
Penanggulangan TB.5
Penemuan dan pengobatan untuk penanggulangan TB dilaksanakan oleh
seluruh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang meliputi Puskesmas,
Klinik, dan Dokter Praktik Mandiri (DPM) serta Fasilitas Kesehatan Rujukan
Tingkat Lanjut (FKRTL) yang meliputi: Rumah Sakit Pemerintah, non
pemerintah dan Swasta, Rumah Sakit Paru (RSP), Balai Besar/Balai Kesehatan
Paru Masyarakat (B/BKPM). Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk
penanggulangan TB disediakan oleh pemerintah dan diberikan secara cuma-
cuma.3,5
41
Untuk mempermudah analisis data diperlukan indikator sebagai alat
ukur kinerja dan kemajuan program (marker of progress). Dalam menilai
kemajuan atau keberhasilan program pengendalian TB digunakan beberapa
indikator yaitu indikator dampak, indikator utama dan indikator operasional.3
a. Indikator Dampak
Merupakan indikator yang menggambarkan keseluruhan dampak atau
manfaat kegiatan penanggulangan TB. Indikator ini akan diukur dan di analisis
di tingkat pusat secara berkala. Yang termasuk indikator dampak adalah:
1) Angka Prevalensi TB
2) Angka Insidensi TB
3) Angka Mortalitas TB
b. Indikator Utama
Indikator utama digunakan untuk menilai pencapaian strategi nasional
penanggulangan TB di tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi, dan Pusat. Adapun
indikatornya adalah:
1) Cakupan pengobatan semua kasus TB (case detection rate/CDR)
yang diobati
2) Angka notifikasi semua kasus TB (case notification rate/CNR)
yang diobati per 100.000 penduduk
3) Angka keberhasilan pengobatan pasien TB semua kasus
4) Cakupan penemuan kasus resistan obat
5) Angka keberhasilan pengobatan pasien TB resistan obat
6) Persentase pasien TB yang mengetahui status HIV
c. Indikator Operasional
Indikator ini merupakan indikator pendukung untuk tercapainya
indikator dampak dan utama dalam keberhasilan Program Penanggulangan TB
baik di tingkat Kab/Kota, Provinsi, dan Pusat, diantaranya adalah:
1) Persentase kasus pengobatan ulang TB yang diperiksa uji kepekaan
obat dengan tes cepat molukuler atau metode konvensional
42
2) Persentase kasus TB resistan obat yang memulai pengobatan lini
kedua
3) Persentase Pasien TB-HIV yang mendapatkan ARV selama
pengobatan TB
4) Persentase laboratorium mikroskopik yang mengikuti uji silang
5) Persentase laboratorium mikroskopis yang mengikuti uji silang
dengan hasil baik
6) Cakupan penemuan kasus TB anak
7) Cakupan anak < 5 tahun yang mendapat pengobatan pencegahan
INH
8) Jumlah kasus TB yang ditemukan di Populasi Khusus
(Lapas/Rutan, Asrama, Tempat Kerja, Institusi Pendidikan, Tempat
Pengungsian)
9) Persentase kasus TB yang ditemukan dan dirujuk oleh masyarakat
atau organisasi kemasyarakatan.
43
biasanya diperoleh melalui penelitian cohort atau pemodelan
(modelling) yang dilakukan setiap tahun oleh WHO.6
B. Indikator Utama
1) Cakupan Pengobatan Semua kasus TB (case detection rate/CDR)
yang diobati
Rumus:
Jumlah semua kasus TB yang diobati dan dilaporkan
x
Perkiraan jumlah semua kasus TB (insiden) 100%
44
2) Angka notifikasi semua kasus TB (case notification rate/CNR)
Angka notifikasi semua kasus TB (case notification rate/CNR) yang diobati per
100.000 penduduk adalah jumlah semua kasus TB yang diobati dan dilaporkan di
antara 100.000 penduduk yang ada di suatu wilayah tertentu.6
Rumus:
Rumus:
Jumlah semua kasus TB yang sembuh dan pengobatan lengkap
x 100%
Jumlah semua kasus TB yang diobati dan dilaporkan
45
pengendalian tuberkulosis. Menurunnya angka pasien putus berobat (lost to
follow-up) karena peningkatan kualitas pengendalian TB akan menurunkan
proporsi kasus pengobatan ulang antara 10-20% dalam beberapa tahun.
Angka gagal tidak boleh lebih dari 4% untuk daerah yang belum ada masalah
resistensi obat, dan tidak boleh lebih besar dari 10% untuk daerah yang sudah
ada masalah resistensi obat.6
Rumus:
(Jumlah kasus TB yang hasil pemeriksaan tes cepat molekuler
maupun konvensionalnya menunjukkan resistan terhadap rifampisin x
(RR) x 100% dan atau TB-MDR) 100%
Perkiraan kasus TB resisten obat
Adalah jumlah kasus TB resistan obat (TB resistan rifampisin dan atau
TB MDR) yang menyelesaikan pengobatan dan sembuh atau pengobatan
lengkap di antara jumlah kasus TB resistan obat (TB resistan rifampisin dan
atau TB MDR) yang memulai pengobatan TB lini kedua.6
Rumus:
Jumlah kasus TB resistan obat (TB resistan rifampisin dan atau TB x
MDR) yang dinyatakan sembuh dan pengobatan lengkap 100%
Jumlah kasus TB resistan obat (TB resistan rifampisin dan atau TB
46
MDR) yang memulai pengobatan TB lini kedua
Rumus:
Jumlah pasien TB yang mempunyai hasil tes HIV yang dicatat di
formulir pencatatan TB yang hasil tes HIV diketahui termasuk pasien
x 100%
TB yang sebelumnya mengetahui status HIV positif
Jumlah seluruh pasien TB terdaftar (ditemukan dan diobati TB)
47
48
BAB III
PROFIL PUSKESMAS KAMPUNG SAWAH
49
Luas kecamatan Ciputat yang mempunyai 7 kelurahan dan luas wilayah
19.277 km2. Sedangkan dalam satu wilayah kecamatan Ciputat terdapat 5
wilayah kerja puskesmas diantaranya:
1. Puskesmas Kampung Sawah
2. Puskesmas Ciputat
3. Puskesmas Jombang
4. Puskesmas Situ Gintung
5. Puskesmas Sawah baru
50
3.2.1 Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Usia & Jenis Kelamin
51
BAB IV
EVALUASI PROGRAM
52
2. Angka notifikasi semua kasus TB (case notification rate/CNR) yang
diobati per 100.000 penduduk
3. Angka keberhasilan pengobatan pasien TB semua kasus
4. Cakupan penemuan kasus resistan obat
5. Angka keberhasilan pengobatan pasien TB resistan obat
6. Persentase pasien TB yang mengetahui status HIV
53
Cakupan Pengobatan Semua Kasus TB yang diobati (Case Detection Rate/CDR) Periode
Januari - Desember 2019
100
90 87
80
80
70 65
60 54
49
50
40 37
33
30 25
21
20 14 15
12 11 10
9 7 8 7
10 5 4 4 5
2 3
0
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOV DES
Gambar 4.1. Grafik Cakupan Pengobatan Semua Kasus TB yang diobati (Case Detection Rate/CDR) Periode Januari - Desember 2019
di Puskesmas Kampung Sawah
Berdasarkan grafik tersebut, cakupan pengobatan semua kasus TB yang diobati (Case Detection Rate/CDR) adalah 97 kasus
dengan target yang harus dipenuhi adalah 100% sebanyak 133 kasus pada tahun 2019. Sehingga, CDR periode Januari-Desember 2019
dengan 97 kasus (72,9%) di Puskesmas Kampung Sawah belum mencapai target.
54
Cakupan Pengobatan Semua Kasus TB yang diobati (Case Detection Rate/CDR) Periode
Januari - Desember 2020
45
41
40 38
36
35 32
30 29
26
25 23
20
20 18
15 12
10
6 6 6
5 4 3 3 3 3 4 3 3
2 2 2
0
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOV DES
Gambar 4.2. Grafik Cakupan Pengobatan Semua Kasus TB yang diobati (Case Detection Rate/CDR) Periode Januari - Desember 2020
di Puskesmas Kampung Sawah
Berdasarkan grafik tersebut, cakupan pengobatan semua kasus TB yang diobati (case detection rate/CDR) adalah 44 kasus dengan
target yang harus dipenuhi adalah 100% sebanyak 109 kasus pada tahun 2020. Sehingga, CDR periode Januari-Desember 2020 dengan 44
kasus (40,4%) di Puskesmas Kampung Sawah belum mencapai target.
55
Angka Keberhasilan Pengobatan pasien TB semua kasus (Success Rate / SR)
Periode Januari - Desember 2019
14
12
12
10
10
9 9
8 8 8
8
7 7
6 6
6
5
0
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOV DES
Gambar 4.3. Grafik Angka Keberhasilan Pengobatan TB Periode Januari - Desember 2019
di Puskesmas Kampung Sawah
Berdasarkan grafik tersebut, angka keberhasilan pengobatan TB adalah 95 kasus dengan target yang harus dipenuhi adalah 90%
sebanyak 88 kasus dari 97 kasus yang diobati pada tahun 2019. Sehingga, angka keberhasilan pengobatan TB periode Januari - Desember
2019 dengan 95 kasus (97,9%) di Puskesmas Kampung Sawah mencapai target.
56
Angka Keberhasilan Pengobatan pasien TB semua kasus (Success Rate / SR)
Periode Januari - Desember 2020
9
8
8
7
6 6 6
6
5 5
5
4
3 3
3
2
1
1
0 0 0
0
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOV DES
Gambar 4.4. Grafik Angka Keberhasilan Pengobatan TB Periode Januari - Desember 2020
di Puskesmas Kampung Sawah
Berdasarkan grafik tersebut, angka keberhasilan pengobatan TB adalah 43 kasus dengan target yang harus dipenuhi adalah 90%
sebanyak 40 kasus dari 44 kasus yang diobati pada tahun 2020. Sehingga, angka keberhasilan pengobatan TB periode Januari - Desember
2020 dengan 43 kasus (97,7%) di Puskesmas Kampung Sawah mencapai target.
57
Angka Notifikasi Semua Kasus TB (Case Notification Rate/CNR) yang Diobati per 100.000 Penduduk
Tahun 2019-2020
250
223
200
150 134
100
50
0
CNR
2019 2020
Gambar 4.5. Grafik Angka Notifikasi Semua Kasus TB (Case Notification Rate/CNR) yang Diobati per 100.000 Penduduk
Tahun 2019-2020 di Puskesmas Kampung Sawah
Berdasarkan grafik tersebut angka notifikasi semua kasus TB (Case Notification Rate/CNR) yang diobati per 100.000 penduduk
tahun 2019 adalah 223, sementara tahun 2020 mengalami penurunan menjadi 134 kasus per 100.000 penduduk.
58
Tabel 4.1. Laporan Kinerja Program TB Puskesmas Kampung Sawah Tahun 2019-2020
Target
Target Cakupan Pencapaian Target Cakupan Pencapaian
Indikator Kinerja
(2019) (2019) (%) 2019 (2020) (2020) (%) 2020
PKM (%)
Cakupan pengobatan semua kasus
TB yang diobati (Case Detection 100% 133 97 72,9% 109 44 40,4%
Rate/CDR)
59
Tabel 4.2 Rencana Usulan Kegiatan Tahun 2019
60
KEBUTUHAN SUMBER
DAYA INDIKATOR SUMBER MITRA
NO KEGIATAN TUJUAN SASARAN TARGET
Dana KEBERHASILAN PEMBIAYAN KERJA
Alat Tenaga
(RP)
Melakukan
penyuluhan ATK, Siswa dapat
Anak Sekolah SD, Anak sekolah Promkes,
7 penyakit TB 100% - Kendaraan, Petugas mengetahui tentang
SMP SD, SMP surveillans
pada anak infokus, dll penyakit TB
sekolah
Pencatatan dan Data hasil Didapatkan data
8 Data hasil kegiatan 100% - ATK Petugas Dinkes
pelaporan kegiatan laporan
Melihat hasil
9 Evaluasi Program Program 100% - ATK Petugas Dinkes
pencapaian kegiatan
61
Tabel 4.3 Rencana Pelaksanaan Kegiatan
62
Tabel 4.4 Identifikasi Penyebab Masalah
INPUT
DATA YANG ADA DATA YANG ADA
NO VARIABEL TOLAK UKUR KESENJANGAN
(2019) (2020)
TENAGA
Dokter pemegang program TB 1 orang 2 orang 1 orang Tidak ada
PROSES
N DATA YANG ADA DATA YANG ADA KESENJANGA
VARIABEL TOLAK UKUR
O (2019) (2020) N
PERENCANAAN
1 Data pasien TB di seluruh puskesmas
Ada Ada Ada Tidak ada
Kampung Sawah
PELAKSANAAN
Terdapat perbedaan sistem
Penjaringan suspek penderita TB dalam
Ada Ada penerimaan pasien pada masa Ada
gedung
pandemi COVID-19
Tidak dilakukan kunjungan
Dilakukan kunjungan rumah
Penjaringan suspek penderita TB luar rumah untuk penjaringan pasien
pasien terduga TB (home Ada (1 bulan sekali) Ada
gedung (home visite) terduga TB selama pandemi
visite)
COVID-19
Pemantauan minum OAT di puskesmas Ada (1 bulan sekali/2 bulan
Ada Ada (1 bulan sekali) Tidak ada
oleh petugas yang bertanggung jawab sekali selama pandemi)
Kurangnya kerjasama Kurangnya kerjasama dengan
2 Koordinasi lintas sektor Terjalin kerjasama yang baik Ada
dengan lintas sektor lintas sektor
Kurangnya kerjasama dengan
Terjalin kerjasama yang Kurangnya kerjasama lintas program, pertemuan rutin
Koordinasi lintas program Ada
baik, pertemuan setiap bulan dengan lintas program tidak dilakukan selama pandemi
COVID-19
Penyuluhan secara berkala dalam
Tiap 3 bulan (4x/tahun) 3x/ tahun 2x/tahun Ada
kelompok
Tidak dilakukan karena
Penyuluhan terhadap anak sekolah Ada (Juli-Desember) Ada Ada
pandemi COVID-19
Pencatatan dan pelaporan oleh
Ada Ada, tetapi kurang baik Ada, tetapi kurang baik Ada
pemegang program TB
PENGORGANISASIAN & PENGAWASAN
64
LINGKUNGAN
65
a. Daftar Penyebab Masalah
Masalah yang terdapat dalam program TB Puskesmas Kampung Sawah
adalah:
1. Terdapat perbedaan sistem penerimaan pasien pada masa pandemi
COVID-19.
2. Tidak dilakukan kunjungan rumah untuk penjaringan pasien terduga TB
selama pandemi COVID-19.
3. Kurangnya kerjasama dengan lintas sektor.
4. Kurangnya kerjasama dengan lintas program, pertemuan rutin tidak
dilakukan selama pandemi COVID-19.
5. Penyuluhan secara berkala hanya dilakukan dua kali selama satu tahun
dari yang seharusnya empat kali dalam setahun karena membatasi
pertemuan secara tatap muka pada masa pandemi COVID-19.
6. Penyuluhan terhadap anak sekolah tidak dilakukan karena pandemi
COVID-19.
7. Pencataan dan pelaporan yang kurang baik.
8. Tenaga pelaksana yang berkompetensi mengawasi program TB kurang
aktif dalam melaksanakan programnya.
9. Kurangnya keaktifan kader dalam edukasi dan penjaringan kasus TB.
10. Ada pasien dengan gejala TB yang tidak ingin ke Puskesmas karena takut
disangka menderita COVID-19.
Gambar 4.6. Kerangka Fishbone
b. Penyelesaian Masalah
No
Penyebab Masalah Cara penyelesaian masalah
1. Terdapat perbedaan sistem Penerimaan pasien di poli kembali
penerimaan pasien pada masa aktif serta membedakan Poli
pandemi COVID-19. Umum dan Poli ISPA.
2. Tidak dilakukan kunjungan rumah Melakukan tindak lanjut berupa
untuk penjaringan pasien terduga TB kunjungan rumah pada pasien
selama pandemi COVID-19. terduga TB dengan memakai APD
3. Kurangnya kerjasama dengan lintas Meningkatkan kerjasama lintas
sektor. sektor. Komunikasi dengan dokter
praktik swasta dan Puskesmas
yang dialihkan untuk
mendapatkan data pasien TB di
wilayah kerja PKM Kampung
Sawah
4. Kurangnya kerjasama dengan lintas Meningkatkan kerjasama lintas
program, pertemuan rutin tidak program dan tetap mengadakan
dilakukan selama pandemi COVID- pertemuan rutin dengan tetap
19. memerhatikan protokol kesehatan.
5. Penyuluhan secara berkala hanya Penyuluhan mengenai TB di masa
dilakukan dua kali selama satu tahun pandemi ke masyarakat melalui
dari yang seharusnya setiap tiga telemedicine sehingga tidak perlu
bulan atau empat kali dalam setahun tatap muka, seperti membuat WA
Group, Zoom Meeting, Poster dan
Video Edukasi yang dibagikan
online
6. Penyuluhan terhadap anak sekolah Penyuluhan mengenai TB
tidak dilakukan karena pandemi terhadap anak sekolah melalui
COVID-19. telemedicine, kerjasama dengan
Kepala Sekolah dan Guru yang
mengajar, dilakukan saat jadwal
Learning from Home (LFH),
menggunakan aplikasi seperti
Zoom dan Google Classroom
7. Pencataan dan pelaporan yang Melakukan pencatatan dan
kurang baik. pelaporan secara digital, dilakukan
pelaporan secara berkala, serta
evaluasi rutin oleh Koordinator
P2P
8. Tenaga pelaksana yang Meningkatkan keaktifan dari
berkompetensi mengawasi program pemegang program TB dalam
TB kurang aktif dalam melaksanakan melaksanakan semua rencana
programnya. kegiatan yang telah disusun.
9. Kurangnya keaktifan kader dalam Meningkatkan keaktifan kader
pelaporan angka kasus TB. dengan motivasi dan penyuluhan
serta pendampingan pemegang
program dan pengawasan secara
berkala oleh pimpinan dan
koordinator. Pendampingan 1
tenaga pelaksana tambahan yang
khusus membuat pencatatan
10. Ada pasien dengan gejala TB yang Memberikan edukasi mengenai
tidak ingin ke Puskesmas karena pentingnya bahayanya TB, beda
takut disangka menderita COVID-19. TB dan COVID-19 serta
memotivasi pasien atau keluarga
pasien dengan gejala TB untuk
segera memeriksakan di ke
Puskesmas.
69
c. Rencana Kegiatan
70
7. Melakukan pencatatan dan Dilakukan follow-up
pelaporan secara digital, pencatatan dan pelaporan
dilakukan pelaporan secara secara digital setiap
berkala. pendampingan 1 tenaga minggu yang dilakukan
pelaksana tambahan yang oleh 1 tenaga pelaksana
khusus membuat pencatatan, tambahan yang khusus
serta evaluasi rutin oleh membuat pencatatan.
Koordinator P2P Pelaporan dan evaluasi
rutin dari Koordinator
P2P setiap bulan.
71
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
5.2 Saran
a. Penerimaan pasien di poli kembali aktif, dengan membedakan
tempat poli umum dan poli ISPA.
b. Melakukan tindak lanjut berupa kunjungan rumah pada pasien
dengan terduga TB dengan memakai APD.
c. Meningkatkan kerjasama lintas sektor. Komunikasi dengan dokter
praktik swasta dan Puskesmas yang dialihkan untuk mendapatkan
data pasien TB di wilayah kerja PKM Kampung Sawah.
d. Meningkatkan kerjasama lintas program dan tetap mengadakan
pertemuan rutin dengan tetap memerhatikan protokol kesehatan.
e. Penyuluhan mengenai TB di masa pandemi ke masyarakat melalui
telemedicine sehingga tidak perlu tatap muka, seperti membuat WA
Group, Zoom Meeting, Poster dan Video Edukasi yang dibagikan
online
f. Penyuluhan mengenai TB terhadap anak sekolah melalui
telemedicine, kerjasama dengan Kepala Sekolah dan Guru yang
mengajar, dilakukan saat jadwal Learning from Home (LFH),
menggunakan aplikasi seperti Zoom dan Google Classroom.
g. Melakukan pencatatan dan pelaporan secara digital, dilakukan
pelaporan secara berkala. pendampingan 1 tenaga pelaksana
72
tambahan yang khusus membuat pencatatan, serta evaluasi rutin oleh
Koordinator P2P.
h. Meningkatkan keaktifan dari pemegang program TB dalam
melaksanakan semua rencana kegiatan yang telah disusun.
i. Motivasi dan penyuluhan kepada kader serta pendampingan
pemegang program dan pengawasan secara berkala oleh pimpinan
dan koordinator.
j. Memberikan edukasi mengenai pentingnya bahayanya TB, beda TB
dan COVID-19 serta memotivasi pasien atau keluarga pasien dengan
gejala TB aktif untuk segera memeriksakan di ke Puskesmas.
73
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
74