Diajukan sebagai salah satu tugas Program Internship Dokter Indonesia tahun 2022
PENYUSUN :
dr. Ichda Qudsiy Widayati
PEMBIMBING:
dr. Lusi Yuliastuti Fitriani
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan evaluasi program yang berjudul
“Evaluasi Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Tuberkulosis Paru Di UPTD Puskesmas
Rawat Inap Cipanas Tahun 2020”. Evaluasi program ini disusun untuk memenuhi salah satu
tugas Program Internship Dokter Indonesia tahun 2022.
Evaluasi program ini tidak akan dapat selesai dengan baik dan tepat waktu tanpa
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami selaku penulis mengucapkan terima kasih
kepada banyak pihak atas segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.
Secara khusus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Hj. Ucu Yoanah, S.ST selaku Kepala Puskesmas Cipanas yang telah
memberikan kesempatan pada penulis untuk berpartisipasi dalam pelayanan di
UPTD Puskesmas Rawat Inap Cipanas serta membimbing penulis dalam
menyelesaikan evaluasi program ini.
2. dr. Lusi Yuliastuti Fitriani selaku dokter pembimbing dokter internship di
Puskesmas Cipanas yang telah membimbing penulis selama Intership di
Puskesmas Cipanas dan dalam menyelesaikan evaluasi program ini.
3. Ibu Piat Nopia Sopiati, S. Kep., Ns. selaku penanggung jawab program
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tuberkulosis Paru UPTD Puskesmas
Rawat Inap Cipanas yang telah bersedia memberikan data program dan
memberikan bimbingan dalam menyelesaikan evaluasi program.
4. Seluruh dokter, paramedis dan staff UPTD Puskesmas Rawat Inap Cipanas yang
telah memberikan kontribusi, bimbingan dan kerja sama yang baik dengan penulis
selama menjalankan tugas internship.
5. Teman sejawat dokter internship yang telah memberikan bantuan dan dukungan
dalam pembuatan laporan ini.
6. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang ikut
terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penyusunan
laporan evaluasi program ini.
2
Penulis sadar betul bahwa penelitian ini masih sangat jauh dari sempurna dan masih
membutuhkan banyak masukan dan saran dari berbagai pihak. Penulis mohon maaf apabila
ada kesalahan pada evaluasi program ini dan juga selama menjalankan program Internship
Dokter Indonesia tahun 2022. Besar harapan penulis evaluasi program ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi pembacanya.
Cipanas, 2022
Penulis
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................4
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................6
DAFTAR TABEL ................................................................................................7
DAFTAR GRAFIK ..............................................................................................8
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................................9
B. Rumusan Masalah.......................................................................................10
C. Tujuan Evaluasi..........................................................................................11
D. Ruang Lingkup...........................................................................................11
E. Manfaat Evaluasi........................................................................................11
A. Definisi.......................................................................................................12
B. Epidemiologi...............................................................................................12
C. Etiologi..........................................................................................................12
D. Penularan......................................................................................................13
E. Patofisiologi..................................................................................................14
F. Pemeriksaan pasien TB.................................................................................19
4
B. Alternatif Pemecahan Masalah.....................................................................48
A. Kesimpulan...................................................................................................52
B. Saran.............................................................................................................52
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................53
DOKUMENTASI KEGIATAN..........................................................................54
5
DAFTAR GAMBAR
6
DAFTAR TABEL
7
DAFTAR GRAFIK
8
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis paru yang sering dikenal dengan TBC paru disebabkan bakteri
Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) dan termasuk penyakit menular (Idyastari,
et. al, 2019). TBC paru mudah menginfeksi pengidap HIV AIDS (Indonesia DJ, 2009),
orang dengan status gizi buruk dan dipengaruhi oleh daya tahan tubuh seseorang.
Penularan TBC paru terjadi ketika penderita TBC paru BTA positif bicara, bersin atau
batuk dan secara tidak langsung penderita mengeluarkan percikan dahak di udara dan
terdapat ±3000 percikan dahak yang mengandung kuman (Kemenkes RI, 2011). Kuman
TBC paru menyebar kepada orang lain melalui transmisi atau aliran udara (droplet dahak
pasien TBC paru BTA positif) ketika penderita batuk atau bersin (Kemenkes RI, 2011).
Lamanya waktu kontak atau intensitas kontak dengan penderita TBC paru dapat
menyebabkan seseorang terpapar M. tuberculosis (Kemenkes RI, 2011), sehingga harus
dapat mengendalikan penularan M. tuberculosis melalui deteksi kasus dan pengobatan
pasien TBC paru dengan memutus rantai infeksi (Shalsabila, M., et. al, 2018). Penularan
M. tuberculosis harus dihentikan untuk mencegah adanya terduga TBC paru dan kasus
baru TBC (Yuen, C. M., et, al., 2015). TBC paru dapat menyebabkan kematian apabila
tidak mengkonsumsi obat secara teratur hingga 6 bulan.
TBC paru masih menjadi masalah kesehatan global (Guno, T. H., et, al., 2016).
WHO tahun 2017 melaporkan terdapat 1,3 juta kematian yang diakibatkan TBC paru dan
terdapat 300.000 kematian diakibatkan TBC paru dengan HIV. Indonesia merupakan
negara dengan peringkat ketiga setelah India dan Cina dalam kasus TBC paru (WHO,
2018). Tahun 2017 ditemukan jumlah kasus tuberkulosis di Indonesia sebanyak 425.089
kasus, meningkat bila dibandingkan tahun sebelumnya. Pada triwulan ke 3 tahun 2018
terdapat sebanyak 370.838 kasus kematian akibat TB Paru (Kemenkes RI, 2017).
Ada beberapa indikator yang digunakan untuk menilai tingkat keberhasilan
program pengendalian TB, yang terumata indikator penemuan kasus (CDR), indikator
pengobatan dan angka keberhasilan pengobatan Tuberkulosis (Kemenkes RI, 2015).
Penemuan dan penyembuhan pasien TBC Paru, secara bermakna akan menurunkan angka
9
kesakitan dan angka kematian akibat Penyakit TBC Paru. Dalam 3 tahun terakhir angka
penemuan kasus TBC Paru (Case Detection Rate) di UPTD Puskesmas Rawat Inap
Cipanas mengalami peningkatan. Berdasarkan data profil UPTD Puskesmas Rawat Inap
Cipanas, pada tahun 2018 ditemukan 75 orang, tahun 2019 ditemukan 84 orang, dan tahun
2020 ditemukan sebanyak 99 orang terdiagnosis TBC Paru. Pada tahun 2020 keberhasilan
pengobatan di UPTD Puskesmas Rawat Inap Cipanas mengalami peningkatan yaitu
sebesar 53,53% atau 53 orang dinyatakan sembuh dari TBC paru, dibandingkan tahun
2019 sebesar 29.76% atau 25 orang yang dinyatakan sembuh dari TBC Paru, namun tahun
2019 merupakan penurunan pencapaian dari tahun 2018 sebesar 49,33% atau sebanyak 37
orang dinyatakan sembuh dari TBC Paru, sedangkan angka capaian minimal program
sesuai SPM adalah 100%.
Belum tercapaianya sebuah program dapat disebabkan banyak faktor antara lain
keterbatasan sumber daya manusia, anggaran, logistik TBC Paru, sarana prasarana unit
DOTS, tidak adanya pedoman yang mengatur meknisme kerjasama, kurangnya komitmen
pemerintah dalam dan mitra dalam implementasi pengendalian TBC Paru, kurangnya
koordinasi dan komunikasi dalam pemantauan pengobatan penderita.
Mengevaluasi program adalah melaksanakan segala upaya untuk mengumpulkan
dan menggali data mengenai kondisi nyata terhadap pelaksanaan suatu program,
kemudian membandingkan dengan kriteria agar dapat diketahui seberapa jauh ada dan
tidaknya kesenjangan antara kondisi nyata pelaksanaan program dengan kriteria yang
ditentukan sebelumnya. Berdasarkan uraian tersebut, menjadikan alasan bagi penulis
untuk melakukan “Evaluasi Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit
Tuberkulosis Paru di UPTD Puskesmas Rawat Inap Cipanas Tahun 2020”.
B. Rumusan Masalah
10
C. Tujuan Evaluasi
D. Ruang Lingkup
E. Manfaat Evaluasi
11
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh
bakteri berbentuk batang bersifat aerob yang tahan asam (BTA), Mycobacterium
tuberculosis. Bakteri TB dapat menyerang berbagai organ di tubuh, terutama menyerang
paru-paru. Namun dapat juga menyerang tulang, persendian, kelenjar dan lainnya.
B. Epidemiologi
Penyebaran kasus TB didunia tidak merata. 86% dari total kasus TB ditanggung
oleh negara yang sedang berkembang. 55% dari seluruh kasus TB berada di benua Asia,
31% di benua Afrika dan 14% sisanya tersebar di benua-benua lainnya. WHO telah
menetapkan 22 negara yang dianggap sebagai High-burden countries dengan jumlah
penderita TB terbanyak dan Indonesia masuk kedalam 22 negara tersebut, sehingga perlu
pemantauan lebih untuk menanggulangkan dan menyelesaikan kasus TB tersebut.
Walaupun jumlah kematian TB turun 22% antara tahun 2010 dan 2015, TB tetap
merupakan salah satu dari 10 penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Berdasarkan
laporan WHO dalam Global Report 2015, indonesia berada pada peringkat ke 2 penderita
TB terbanyak di dunia setelah India yang menduduki peringkat pertama. Kemudian
disusul oleh China, Nigeria dan Pakistan.
C. Etiologi
12
Pada medium kultur, koloni bakteri ini berbentuk kokus dan filamen. Identifikasi
terhadap bakteri ini dapat dilakukan melalui pewarnaan tahan asam metode ziehl-neelsen
maupun tanzil, yang mana tampak sebagai basil berwarna merah di bawah mikroskop.
D. Penularan
Sumber penularan adalah penderita TBC BTA positif, pada waktu batuk atau
bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak).
Droplet ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung ada tidaknya
sinar UV, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Seseorang dapat tertular bila droplet itu
terhirup ke dalam saluran pernapasan.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin
menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman),
maka penderita itu dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TBC
ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
13
Gambar 2.2 Cara Penularan Tuberkulosis
E. Patofisiologi
1. Tuberkulosis Primer
Bila droplet terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran nafas atau
jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel <5 mikrometer.
Selanjutnya kuman akan dihadapi oleh neutrofil, lalu oleh makrofag. Kebanyakan
partikel ini akan mati atau dibersihkan keluar oleh makrofag bersama gerakan silia
dengan sekretnya.
Bila kuman menetap di jaringan paru, maka akan berkembang biak dalam
sitoplasma makrofag, bersarang di jaringan paru akan membentuk suatu sarang
pneumonik, yang disebut sarang primer atau afek primer atau sarang (focus) Ghon.
Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru. Dari sarang primer
akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal).
Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional
dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu
14
nasib sebagai berikut :
a. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)
b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
c. Menyebar dengan cara :
15
berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kavitas sklerotik).
F. Pemeriksaan Pasien TB
Masa tunas (masa inkubasi) penyakit tuberkulosis paru adalah mulai dari
terinfeksi sampai pada lesi primer muncul, waktunya berkisar 4-12 minggu untuk
tuberkulosis paru.1 Gejala klinis pasien TB adalah batuk berdahak selama 2-3
minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan, yaitu dahak
bercampur darah, batuk darah, sesak napas, badan lemas, nafsu makan menurun,
berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,
demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut di atas dapat dijumpai
pula pada penyakit paru lain seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kangker
paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi,
maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut di atas dianggap
sebagai seorang tersangka pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak
secara mikroskopis langsung.
Pemeriksaan mikroskopis dahak merupakan salah satu cara yang paling
efisien untuk mengidentifikasi penderita TBC. Pada program TB nasional,
penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis
utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat
digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks
saja. Kriteria BTA positif apabila ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu
sediaan.
Penderita dengan sediaan positif sepuluh kali lebih infeksius dibandingkan
dengan penderita sediaan negatif. Tujuan pemeriksaan mikroskopis dahak adalah
menegakkan diagnosis TBC, menentukan tingkat penularan, memantau kemajuan
pengobatan, menentukan terjadinya kegagalan pada akhir pengobatan.8
Pengumpulan dahak dilakukan tiga kali, yaitu sewaktu hari-1, pagi hari-2,
6
dan sewaktu hari-2 (SPS).
16
1. Sewaktu hari-1 (S): dahak dikumpulkan pada saat penderita datang
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, penderita membawa sebuah pot
dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
2. Pagi hari-2 (P): penderita mengumpulkan dahak pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di
UPK.
3. Sewaktu hari-2 (S): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.
Selain pengumpulan dahak dapat juga dilakukan pemeriksaan biakan
untuk identifikasi M. Tuberculosis khususnya juga dapat untuk mengetahui
apakah pasien yang bersangkutan tidak resisten terdahap OAT yang digunakan.
Selain pemeriksaan diatas, terdapat juga mantoux test/ tuberculin test.
Pemeriksaan ini digunakan untuk membantu menegakan diagnosis tuberculosis
terutama pada anak-anak (balita). Uji tuberkulin menggunakan 0,1 cc
tuberkulin, P.P.D intrakutan berkekuatan 5 T.U. Tes tuberkulin hanya
menyatakan apakah individu sedang atau pernah mengalami infeksi M.
Tuberculosae, M. Bovis, vaksinasi BCG, dan mycobakterium patogen lainnya.
Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikan, akan timbul reaksi berupa indurasi
kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara
antibodi selular dan antigen tuberkulin.
G. Terapi
Pengobatan TB dilakukan dengan 2 tahap. Yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan :
1. Tahap Awal (Intensif) 2RHZE
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila
pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar
pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi dalam 2 bulan).
2. Tahap Lanjutan 4H3R3
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
17
dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk
18
Tabel 2.2 Efek samping Obat Anti Tuberkulosis
19
3. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan
tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan.
4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.
5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap
hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.
Visi penanggulangan TB di Indonesia adalah masyarakat yang mandiri
dalam hidup sehat dimana tuberkulosis tidak lagi menjadi masalah kesehatan
masyarakat. Sedangkan misinya adalah menjamin bahwa setiap pasien TB
mempunyai akses terhadap pelayanan yang bermutu, untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian karena TB, menurunkan resiko penularan TB dan
mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat TB. Target program
penanggulangan TB adalah tercapainya penemuan pasien baru TB BTA
positif paling sedikit 90% dari perkiraan dan menyembuhkan 85% dari semua
pasien tersebut serta mempertahankanya. Target ini diharapkan dapat
menurunkan tingkat prevalensi dan kematian akibat TB hingga separuhnya
pada tahun 2010 dibanding tahun 1990, dan mencapai tujuan Millennium
Development Goals (MDG’s) pada tahun 2015.
Secara lengkap, indikator keberhasilan program TB dinilai dari 10 indikator :
1. Angka Penemuan Pasien baru TB BTA positif (Case Detection Rate = CDR)
2. Angka Keberhasilan Pengobatan (Success Rate = SR).
3. Angka Penjaringan Suspek
4. Proporsi Pasien TB Paru BTA positif diantara Suspek yang diperiksa dahaknya
5. Proporsi Pasien TB Paru BTA positif diantara seluruh pasien TB paru
6. Proporsi pasien TB anak diantara seluruh pasien
7. Angka Notifikasi Kasus (CNR)
8. Angka Konversi
9. Angka Kesembuhan
10. Angka Kesalahan Laboratorium
Case Detection Rate (CDR)
Adalah presentase jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dan diobati
20
dibandingkan dengan jumlah pasien dengan BTA positif yang diperkirakan pada
daerah tersebut. Target CDR dalam penanggulangan TBC adalah 90%.
1. Keadaan Geografi
Gambaran Umum Wilayah Kecamatan Cipanas yang meliputi
keadaan geografis, cuaca, dan lain-lain. Keadaan penduduk seperti jumlah
penduduk, fertilitas, kepadatan, dan tingkat pendidikan serta ekonomi
22
penduduk.
Batas-batas wilayah kecamatan Cipanas :
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Curugbitung dan Sajira.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bogor
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sajira
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Lebakgedong
Luas wilayah kecamatan Cipanas tercatat 6.018,0 Ha dengan kondisi
wilayah kerja yang cukup luas yaitu 14 Desa. Penggunaan lahan berupa :
Pemukiman 38,3 %, Pertanian 47,1%, Hutan Negara 12,6 %, Lain-lain 2 %.
Kecamatan Cipanas relatif datar dengan variasi bukit-bukit terutama di
wilayah barat Kecamatan Cipanas. Rata-rata ketinggian 200-900 m diatas
permukaan laut.
2. Keadaan Demografi
Keadaan demografi wilayah kecamatan Cipanas dapat dilihat pada daftar
berikut ini:
Tabel 3.1 Laporan Registrasi Penduduk Kecamatan Cipanas Tahun 2020
JUMLAH PENDUDUK
NO NAMA DESA JUMLAH
LAKI-LAKI PEREMPUAN
1 CIPANAS 2108 2494 4602
2 SIPAYUNG 1836 1819 3655
3 TALAGAHIANG 924 952 1876
23
4 LUHURJAYA 2829 2510 5339
5 GIRIHARJA 1991 1871 3862
6 BINTANGSARI 1217 1102 2319
7 HAURGAJRUG 2282 2258 4540
8 JAYAPURA 1675 1407 3082
9 BINTANGRESMI 1916 1531 3447
10 GIRILAYA 1813 1632 3445
11 SUKASARI 2391 2333 4724
12 MALANGSARI 1195 1131 2326
13 PASIRHAUR 1805 1645 3450
14 HARUMSARI 1242 1165 2407
25.224 23.850 49.074
Jumlah KK : 13.768 KK
Kepadatan Penduduk : 121,97jiwa/km2
Dari data tersebut diatas, terlihat bahwa penduduk laki-laki di
Kecamatan Cipanas lebih banyak dari pada jumlah penduduk wanita.
Wilayah kerja pembangunan Kecamatan Cipanas terdiri dari 14 desa yang
memiliki fungsi potensi dan kondisi yang khas di setiap desa, dimana
Kecamatan Cipanas berfungsi sebagai daerah pembangunan lahan kering,
pertanian, pesawahan, perikanan darat yang menunjang fungsi dari
Kabupaten Lebak. Untuk lebih terperinci dapat dilihat pada peta kecamatan
Cipanas di bagian lampiran profil ini.
3. Keadaan Sosial Ekonomi
a. Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu syarat dibidang apapun
termasuk kesehatan, harus ditunjang dengan tingkat pendidikan.
Dengan pendidikan yang baik maka tingkat pengetahuan masyarakat,
kemampuan dan kemauan untuk berprilaku baik akan meningkat.
Memperhatikan tingkat pendidikan penduduk umur 15 tahun keatas
pada tahun 2020 ini tampak bahwa masih didominasi oleh kelompok
lulusan SD sebesar 32,70 %, SLTP 17.29% , SLTA 12.15%
selanjutnya berturut – turut Diploma IV/ S1, Diploma 2 dan 3, S2.
b. Mata Pencaharian
Struktur mata pencaharian penduduk tahun 2020 di Kecamatan Cipanas
adalah sebagai berikut:
24
Petani : 9.122 Orang
Pegawai Negeri : 858 Orang
Pedagang : 2.132 Orang
Industri : 143 Orang
TNI/POLRI : 48 Orang
Peternak : 121 Orang
Buruh : 2.621 Orang
Lain-lain : 5.025 Orang
b. TB paru
Kasus TB Paru di UPTD Puskesmas Rawat Inap Cipanas
merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat dan salah satu penyebab kematian sehingga perlu
dilaksanakan program penanggulagan secara berkesinambungan.
Gambaran penyakit TB dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
26
Tabel 3.2 Pencapain Kasus TB paru UPTD Puskesmas Rawat Inap
Cipanas
No Indikator 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
1 Suspek TB 76 85 89 97 108 131 196
diperiksa
2 BTA + 26 36 37 28 42 51 53
3 Penderita 31 22 37 59 33 33 47
BTA (-) RO
(+)
4 Diobati 50 58 68 77 39 56 53
5 Sembuh 45 85 32 32 37 25 53
Dari data diatas terlihat penjaringan kasus dari tahun ke tahun selalu ada
peningkatan. Sedangkan tingkat kepatuhan pasien dalam minum obat
belum mencapai 100 %.
c. HIV
Tahun 2018 ditemukan 3 kasus HIV dan 1 kasus AIDS dengan
kematian satu orang (100%) dari jumlah penderita AIDS, dan pada tahun
2019 ditemukan 2 kasus HIV, dan pada tahun 2020 diperiksa 808 kasus
risiko tinggi HIV, dan tidak ditemukan kasus positif HIV .
C. Upaya Kesehatan
28
CAKUPAN K1 UPTD PUSKESMAS RAWAT INAP CIPANAS
TAHUN 2020
128.9 126.7 121.3
115.9 114.3 107.8 105.8 105.4
120 104.3 103.8 103.7 100 100 98.7 108.5
80
40
0
i i i ri ya ri
ar ar au
r ng ur
a ja g ya as sa
g as
e sm gs gs h ia p asa h ar ajru ri la r ja an m yun sm
gr n n si r h a k i g i u p a e
n al
a
nt
a ga Ja
y Su Gi
r
ur G h Ci ru
Si
p sk
ta M Bi Pa la Ha Lu Ha Pu
n Ta
Bi
Dari grafik diatas dapat dilihat akses pemeriksaan pertama ibu hamil merata
disemua desa dengan capaian diatas 100 % kecuali Desa Sipayung.
2) Pelayanan K-4
Grafik 3.2 Cakupan K4 Tahun 2020
Dari grafik diatas ada 5 desa yg tidak mencapai target diantaranya desa
Luhurjaya, Cipanas, Sipayung, Talagahiang, dan Sukasari, akan tetapi
capaian puskesmas keseluruhan mencapai 100%.
29
CAKUPAN PERSALINAN OLEH NAKES UPTD
PUSKESMAS RAWAT INAP CIPANAS TAHUN 2020
117.4 113.3 110 106.4
120 105.6 104.5 102.8 102.2 100 100 97.1 93.9 93.7 102
85.3
80
40
0
ri ri ja s g r i ri a g a ri ra ng mas
gsa g sa ar ana j ru h au e sm msa i l ay y un r j ay asa pu ia
n an r i h i p g a i r g r u i r a u u k ya ah es
i nt
a al Gi C
aur P as an
H ar G Sip
L uh S Ja l ag u sk
B M H n t Ta P
Bi
Cakupan Pelayanan ibu Nifas Lengkap belum mencapai 100 persen, dimana
pencapaian tertinggi desa Bintangsari dan pencapaian terendah desa
Talagahiang.
5) Cakupan KN Lengkap
Grafik 3.5 Cakupan KN Lengkap 2020
30
CAKUPAN KN LENGKAP UPTD PUSKESMAS RAWAT INAP
CIPANAS TAHUN 2020
120 104.1 100 100 100 107.1
98.1 98 97.6 97.4 95.2 93.9 92.9 92
100 83.3
80
57.7
60
40
20
0
i a g g ri ri as rja ura laya sar
i r ri g s
sm rjay yun an sa sa an iha au sa ru sma
g re u a ahi ang um i p r yap i ri an g
si rh uka rgaj e
an Lu
h p
Si alag i nt Har C Gi Ja G al Pa S u sk
nt T B M Ha Pu
Bi
31
Grafik 3.7 Cakupan Pelayanan Kesehatan Balita Tahun 2020
60
40
20
0
ja ri i g g ri ri g r ra sari aya s a as
ar g sa e sm ajru yun gsa sa i an hau pu a r j ana ilay sm
h m h r a k r
i ri an gr u r g pa alan aru aga si Ja
y Su uh
u
Ci
p Gi ke
G nt tan Si Pa us
Bi i n Ha M H Ta
l L P
B
Dari empat belas desa yang ada di wilayah kerja UPTD Puskesmas Rawat
Inap Cipanas ada tiga desa yang mencapai 100 persen, sedangkan untuk
Puskesmas baru Mencapai 89.8 persen.
2. Pelayanan Imunisasi
Kegiatan imunisasi rutin meliputi pemberian imunisasi untuk bayi
umur 0-1 tahun (BCG, DPT, Polio, Campak, HB), imunisasi untuk wanita
usia subur/ibu hamil (TT) dan imunisasi untuk anak sekolahSD (kelas 1: DT
dan kelas 20-3: TT). Dari empat belas desa yang ada diwilayah kerja UPTD
Puskesmas Rawat Inap Cipanas 85.7% (12) desa sudah mencapai desa UCI.
3. Pelayanan Kesehatan Puskesmas, Rujukan dan Penunjang
a. Rawat jalan
Pengobatan rawat jalan dilaksanakan di dalam dan di luar gedung. Di
luar gedung terdapat 10.176 pasien dengan BPJS dan 6.377 pasien umum.
Sedangkan di dalam gedung terdapat 13.173 pasien dengan BPJS dan 11.202
pasien umum. Sehingga dari data diatas dapat dilihat kunjungan pasien BPJS
lebih banyak di dalam gedung sedangkan luar gedung pada tahun 2020 terjadi
peningkatan kunjungan pasien dari tahun 2019 sekitar 50.1% atau 8.859 jiwa.
Pada profil puskesmas juga tercantum 10 besar penyakit yang paling banyak
ditangani di rawat jalan yaitu ISPA, Febris, Cephalgia, Hipertensi, Myalgia,
Gastritis, Dispepsia, Dermatitis, Diare, dan TB Paru.
b. Rawat Inap
32
Grafik 3.8 kunjungan Pasien Rawat Inap UPTD Puskesmas Rawat Inap
Cipanas 2014 - 2020
1800
1600
1400
1200
1000
800
600
400
200
0
TAHUN TAHUN TAHUN TAHUN TAHUN TAHUN TAHUN
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
D
ari Grafik diatas dapat diketahui adanya peningkatan pasien rawat Inap di UPTD
Puskesmas Rawat Inap Cipanas terutama pada pasien bpjs pada tahun 2020
dibanding tahun 2019 sekitar 10.3% atau 93 jiwa. Sedangkan 10 besar penyakit
terbanyak di UPTD Puskesmas Rawat Inap Cipanas adalah Febris, Gastroenteritis
Dispepsia, DHF, Snake Bite, Hipertensi, Susp TB Paru/ TB Paru Terkonfirmasi,
Obesrvasi Vomitus, Kejang Demam, dan Diabetes Mellitus.
4. Pembinaan Kesehatan Lingkungan dan Sanitasi Dasar
a. Cakupan Rumah Sehat Tahun 2020
Rumah sehat yang ada di UPTD Puskesmas Rawat Inap Cipanas masih
sangat rendah.
b. Cakupan Sarana Air Bersih Tahun 2020
Persentase penduduk yang mimiliki akses terhadap Sarana air bersih
sebesar 62.27 %. Sedangkan pencapaian SAB terkecil adalah desa Malangsari.
c. Pencapaian Akses Jamban Keluarga Tahun 2020
Akses masyarakat terhadap jamban keluarga masih rendah yaitu 40.3 %
dari target 65.00%.
d. Penyelenggara Air Minum Tahun 2020
Dari 17 penyelenggara air minum yang ada di kecamatan Cipanas, baru
6 (31.57%) yang diperiksa dan yang memenuhi syarat kesehatan ada 5 (83.3%).
5. Kefarmasian
Hasil pelayanan kefarmasian di UPTD Puskesmas Rawat Inap Cipanas.
a. Rasio pemakaian Obat : 27,6
b. Rasio Pemakaian ABU : 1 : 2,3
c. Rasio Pemakaian Vaksin : -
35
IV. METODE EVALUASI
A. Desain Evaluasi
Desain yang digunakan adalah pendekatan analisis sistem. Analisis sistem memiliki
cara pendekatan terhadap suatu masalah dilihat dari permasalahan terkait, kemudian
mengamati aspek mana dari sistem tersebut yang tidak menguntungkan sehingga dapat
dicari solusinya. Analisis sistem kesehatan dimulai dari penilaian input (sumber daya
kesehatan yang terdiri dari tenaga kesehatan, sarana, fasilitas kesehatan, penunjang seperti
SOP program dan sistem informasi, serta biaya operasional), process (upaya kesehatan),
dan output (status kesehatan).
1. Input
a. Man (Sumber Daya Manusia)
36
2) Tenaga Perawat dan Bidan
Tenaga kebidanan dan perawat di UPTD Puskesmas Rawat Inap
Cipanas berjumlah 39 orang dan 25 perawat. Menurut standar Menteri
Kesehatan no. 75 tahun 2014, puskesmas kawasan pedesaan rawat inap
minimal memiliki 7 bidan dan 8 perawat sehingga UPTD Puskesmas
Rawat Inap Cipanas sudah memenuhi standar ketenagaan puskesmas.
3) Tenaga Kesehatan Masyarakat
Terdapat dua orang tenaga kesehatan masyarakat di UPTD
Puskesmas Rawat Inap Cipanas. Berdasarkan standar Peraturan Menteri
Kesehatan No. 75 tahun 2014, puskesmas kawasan pedesaan rawat inap
setidaknya memiliki satu orang tenaga kesehatan masyarakat. Hal
tersebut menujukkan jumlah tenaga kesehatan masyarakat di UPTD
Puskesmas Rawat Inap Cipanas telah memenuhi standar ketenagaan
puskesmas.
4) Analis laboratorium
Terdapat dua orang analis laboratorium di UPTD Puskesmas
Rawat Inap Cipanas. Berdasarkan standar Peraturan Menteri Kesehatan
No. 75 tahun 2014, puskesmas kawasan pedesaan rawat inap setidaknya
memiliki satu orang analis laboratorium. Hal tersebut menujukkan
jumlah tenaga kesehatan masyarakat di UPTD Puskesmas Rawat Inap
Cipanas telah standar ketenagaan puskesmas.
5) Tenaga Kefarmasian
Terdapat satu orang tenaga kefarmasian di UPTD Puskesmas
Rawat Inap Cipanas. Menurut standar Peraturan Menteri Kesehatan No.
75 tahun 2014, puskesmas kawasan pedesaan rawat inap setidaknya
memiliki satu orang tenaga kefarmasian. Hal tersebut menunjukkan
jumlah tenaga kefarmasian di UPTD Puskesmas Rawat Inap Cipanas
telah memenuhi standar ketenagaan puskesmas.
6) Pemegang Program Tuberkulosis Paru
Terdapat dua orang pemegang program TB Paru yang bertugas
37
rangkap sebagai perawat IGD dan rawat inap.
7) Kader Kesehetan khusus Tuberkulosis Paru
Terdapat 5 kader yang sudah terlatih yaitu masing-masing 1
kader pada Desa Talagahiang, Luhurjaya, Haurgajrug, Sukasari, dan
Giriharja. Kader yang barus ditunjuk sebanyak 14 orang, 1 kader pada
masing-masing desa yaitu Desa Pasirhaur, Girilaya, Jayapura,
Bintangsari, Cipanas, Luhurjaya, Sipayung, Bintangresmi. Malangsari,
Sukasari, Haurgajrug, Talagahiang, dan Harumsari.
38
d. Method
e. Minute (Waktu)
f. Market (Sasaran)
2. Process
a. Perencanaan (P1)
b. Pelaksanaan-Pengorganisasian (P2)
Tahap pelaksanaan program yaitu :
1) Promosi kesehatan melalui penyuluhan kepada masyarakat dibantu
oleh kader kesehatan
2) Surveilans TB dengan mengamati kejadian kasus penyakit, agar dapat
melihat peningkatan atau penurunan kasus
3) Pengendalian faktor risiko dengan investigasi kasus kepada orang-
orang yang berpotensi tertular TB
4) Pemberian kekebalan kepada individu yang berpotensi tertular
5) Penanganan penderita tuberkulosis paru, termasuk didalamnya pemberian
obat dan pemantauan kepatuhan minum obat oleh PMO.
6) Pencatatan dan pendataan berasal dari penemuan kasus di dalam
40
lingkup puskesmas, yaitu di instalasi rawat jalan, dan instalasi rawat
inap, serta Instalasi Gawat Darurat, sedangkan diluar lingkup
puskesmas yaitu di Puskesmas Pembantu dan posyandu dibantu oleh
bidan pembina desa dan kader kesehatan. Pencatatan dan pelaporan
diserahkan terpusat kepada pemegang program.
Tahap pengorganisasian program terdiri dari :
1) Penggalangan kerjasama internal yaitu antara pemegang program,
balai pemeriksaan khusus penyakit tuberkulosis paru (Poli TBC) dan
bidan pembina desa.
2) Penggalangan kerjasama antara sektoral pemerintahan yaitu dengan
pemerintah tingkat desa (kelurahan).
3) Penggalangan kerjasama eksternal dengan komunitas Pena Bulu dan
klinik CMC.
c. Pengawasan-Pengendalian-Penilaian (P3)
41
menghitung angka cakupan program, kemudian dibandingkan dengan
target yang tercantum pada SPM Bidang Kesehatan. Hasil penilaian
dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak untuk diolah
dan kemudian dilakukan evaluasi lebih lanjut.
3. Output
Capaian kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam
pencegahan dan penanggulangan tuberkulosis menurut Peraturan Menteri
Kesehatan No. 67 tahun 2016 tentang SPM Bidang Kesehatan adalah 100%,
sednagkan target capaian kinerja kabupaten dalam penanggulangan TB yaitu
98%. Pencegahan dan penanggulangan tuberkulosis paru yang ditangani di
Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Rawat Inap Cipanas pada tahun 2020 adalah
sebesar 28.78% sedangkan target SPM Puskesmas 2020 adalah 100%. Hal
tersebut menunjukkan bahwa berdasarkan target indikator tersebut,
pencegahan dan penanggulangan tuberkulosis paru yang ditangani di wilayah
kerja UPTD Puskesmas Rawat Inap Cipanas berdasarkan SPM Permenkes No.
67 tahun 2016 belum mencapai target yang diharapkan yaitu sebesar 100%.
4. Outcome
Dampak dari tidak tercapainya target program yaitu masih banyak
kasus tuberkulosis paru yang belum terdeteksi sehingga potensi peningkatan
angka kejadian penyakit tuberkulosis paru serta komplikasinya di wilayah
kerja UPTD Puskesmas Rawat Inap Cipanas.
5. Lingkungan
Secara geografis, wilayah kerja UPTD Puskesmas Rawat Inap Cipanas
meliputi empat belas desa yang berada di Kecamatan Cipanas, yaitu Desa
Pasirhaur, Girilaya, Jayapura, Bintangsari, Cipanas, Luhurjaya, Sipayung,
Bintangresmi. Malangsari, Sukasari, Haurgajrug, Talagahiang, dan Harumsari.
Penggunaan lahan berupa : Pemukiman 38,3 %, Pertanian 47,1%, Hutan
42
Negara 12,6 %, Lain-lain 2 %.
Sebagian besar masyarakat di wilayah kerja UPTD Puskesmas Rawat
Inap Cipanas memiliki tingkat pendidikan yang masih relatif rendah yaitu
didominasi oleh kelompok lulusan SD sebesar 32,70 %, SLTP 17.29% , SLTA
12.15% selanjutnya berturut – turut Diploma IV/ S1, Diploma 2 dan 3, S2.
Masyarakat di wilayah kerja UPTD Puskesmas Rawat Inap Cipanas sebagian
besar bekerja sebagai petani dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah.
Kondisi jalan utama desa-desa di wilayah kerja UPTD Puskesmas Rawat Inap
Cipanas sebagian sudah beraspal. Semua pusat pemerintah desa dapat
terjangkau dengan kendaraan roda dua dan sebagian dengan kendaraan roda
empat. Alat transportasi umum yang tersedia berupa angkot dan ojek. Faktor
lain yang berpengaruh terhadap program yaitu kepercayaan dan adat istiadat
masyarakat yang masih mendominasi kehidupan sehari-hari masyarakat.
B. Identifikasi Masalah
Analisis masalah pada program kesehatan puskesmas dilakukan
berdasarkan pendekatan system, yang selanjutnya akan dianalisis SWOT
(Strength (kekuatan), Weakness (kelemahan), Opportunity (peluang), dan
Threat (ancaman)). Sistem terdiri dari input (masukan), proses dan output
(luaran). Analisis masalah pada program kesehatan puskesmas dilakukan
dengan mengetahui masalah pada output kemudian dilakukan analisis penyebab
masalah pada input dan proses program kesehatan puskesmas tersebut.
1. Strength
a. Input
1) Man
a) Penanggung jawab program memiliki latar belakang Pendidikan
Strata 1 Keperawatan yang memiliki kompetensi dalam
mengelola program
b) Penanggung jawab utama memiliki pengalaman yang mumpuni
dalam mengelola program
c) Jumlah tenaga kesehatan seperti dokter umum, bidan, perawat
tenaga gizi dan kesehatan masyarakat cukup
43
d) Tenaga kesehatan yang membantu berjalannya program memiliki
kompetensi dalam melakukan pemeriksaan, penatalaksanaan,
dan edukasi dalam penanganan penderita tuberkulosis paru
e) Dukungan positif pihak puskesmas dan lintas sektoral serta
adanya komunitas Pena Bulu yang membantu berjalannya
program
f) Terdapat kader kesehatan di setiap desa yang membantu untuk
investigasi kasus tuberkulosis paru
2) Material
a) UPTD Puskesmas Rawat Inap Cipanas memiliki fasilitas
pemeriksaan yang cukup yaitu pemeriksaan dahak dan mulai
tahun 2021 diadakan pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM)
yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas Rawat Inap Cipanas
b) Kelengkapan instrumen berupa formulir pencatatan dan pelaporan,
serta pedoman/standar operasional prosedur . Selain itu ketersediaan
obat-obatan juga terpenuhi.
3) Method
a) Penanganan penderita tuberkulosis paru dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang memiliki kompetensi dan diberi kewenangan
seperti dokter umum, bidan, perawat, dan tenaga analis
laboratorium.
b) Penanganan penderita tuberkulosis paru dilakukan di balai
pemeriksaan khusus tuberkulosis paru setiap hari senin dan
kamis, sehingga fokus terpusat untuk penanganan tuberkulosis
paru.
c) Penyuluhan kepada PMO selalu dilakukan saat mengantar pasien
kontrol ke balai pemeriksaan khusus di puskesmas.
d) Pendataan dan pelaporan ganda, yaitu secara manual di buku
44
pencatatan pemegang program dan tersistem di laman Sistem
Informasi Tuberkulosis Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak.
e) Investigasi kasus oleh pemegang program dibantu oleh pembina
desa dan kader kesehatan tiap desa.
4) Minute
a) Balai pemeriksaan khusus TB rutin berjalan hari senin dan kamis
di Puskesmas Rawat Inap Cipanas.
b) Terdapat pelatihan On The Job Training khusus TB untuk kader
TB setelah kader ditunjuk.
c) Penyuluhan kepada kader tentang TB dijadwalkan 1 bulan sekali
d) Agenda investigasi kasus sudah terjadwal setiap hari selasa dan
rabu
b. Process
1) Perencanaan
a) Program sudah tercantum dan tersistem pada Standar Pelayanan
Minimum (SPM) bidang kesehatan yang merujuk kepada
pencegahan dan penanggulangan penyakit menular.
b) Perencanaan program dilakukan rutin dalam jangka waktu
tertentu.
45
d) Pemantauan pasien sudah baik dilakukan dengan cara memantau
saat pasien kontrol ke puskesmas dan khusus pasien TB MDR
yaitu melakukan komunikasi via telpon
2. Weakness
a. Input
1) Man
a) Jumlah SDM pemegang program dirasa kurang memadai jika
hanya 2 orang saja
b) Pemegang program memiliki tugas ganda yaitu sebagai pemegang
program dan juga kewajiban bertugas piket di IGD sehingga
mengurangi fokus dalam menjalankan program
c) Jumlah kader kesehatan tiap desa masih kurang, selain itu juga
kader yang sudah ditunjuk dan dilatih memiliki tugas ganda yaitu
menjadi kader di program Kesehatan lain
2) Method
a) Pelaporan data kasus penderita tuberkulosis paru baru bekerja
sama dengan satu klinik yaitu klinik CMC, belum berasal dari
dokter praktek mandiri, klinik pratama lainnya, dan apotek.
Sehingga angka kejadian kasus TB Paru belum sepenuhnya
mencakup seluruh Kecamatan Cipanas.
b) Media KIE belum tersampaikan karena agenda penyuluhan
khusus TB belum terlaksana sesuai jadwal akibat pandemi
c) Investigasi kasus sempat terhambat akibat pandemi
3) Minute
a) Pelaksanaan penyuluhan kepada kader belum terlaksana sesuai
jadwal dikarenakan pandemi
b) Pelaksanaan investigasi kasus belum rutin terlaksana dikarenakan
pandemi dan SDM dari pemegang program yang terbatas
46
c) Pelatihan on the job training untuk para kader baru belum
terlaksana
d) Penyuluhan bagi masyarakat belum terjadwal agendanya secara
rutin
b. Process
3. Opportunity
a. Terdapat dukungan positif dari pihak puskesmas dan dari komunitas
Pena Bulu
b. Adanya kegiatan rutin seperti prolanis, posyandu, pengajian atau majlis
yang bisa dimanfaatkan untuk menyampaikan penyuluhan kepada
masyarakat
c. Semangat tinggi para kader walaupun memiliki tugas ganda
d. Adanya dokter praktek mandiri, klinik pratama, dan apotek yang
memiliki dokter untuk melakukan kerja sama dalam penanganan pada
penderita tuberkulosis paru
e. Adanya sistem perujukan BPJS yang sistematis sehingga
mempermudah sistem rujukan
f. Kesadaran masyarakat yang mulai baik terkait bahayanya penyakit
tuberkulosis paru
4. Threat
a. 14 kader kesehatan yang baru belum mendapat penyuluhan tetang
47
tuberkulosis paru sehingga pelaksanaan program belum maksimal
b. Para kader kesehatan masih didominasi orang yang sama sehingga satu
orang kader memegang banyak tanggung jawab program
c. Para kader yang bertugas masih didominasi orang tua (ibu-ibu), pemuda belum
berkontribusi maksimal
d. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang risiko penularan penyakit
tuberkulosis paru sehingga menghambat proses investigasi kasus
e. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang bahaya penyakit
tuberkulosis paru
f. Kepercayaan masyarakat terhadap beberapa mitos yang menghambat
proses pengobatan
g. Beberapa masyarakat belum memiliki asuransi kesehatan BPJS atau JKN
48
IV. PEMBAHASAN DAN ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
A. Pembahasan
Rendahnya angka capaian program program pencegahan dan
penanggulangan penyakit tuberkulosis paru di UPTD Puskesmas Rawat Inap
Cipanas pada tahun 2020 yaitu sebesar 28.78 %. Hal tersebut merupakan salah
satu masalah yang terdapat di Puskesmas Rawat Inap Cipanas. Berdasarkan
kajian, kekuatan yang dimiliki Puskesmas dalam upaya meningkatkan program
adalah memiliki sumber daya manusia yang kompeten dan berpengalaman, tenaga
kesehatan yang cukup untuk dilibatkan dalam program, mendapat dukungann
positif dari pihak puskesmas maupun pihak luar yaitu komunitas Pena Bulu.
Puskesmas juga sudah memiliki alat kesehatan terstandar untuk membantu
diagnosis penyakit tuberkulosis paru, ketersediaan obat-obatan yang mencukupi,
dan memiliki SOP prosedur penanganan penyakit yang jelas.
Kondisi yang berpotensi menghambat keberhasilan program adalah
kurangnya SDM dan kondisi pandemi yang akhirnya menyebabkan kegiatan
seperti investigasi kasus, penyuluhan kepada masyarakat, dan pelatihan kader
kesehatan belum terlaksana maksimal. Keberadaan kader kesehatan sebenarnya
sangat membantu jalannya program namun, jumlah kader masih terbatas dan
tugas tanggung jawab kader masih ganda dengan program lainnya. Selain itu,
masyarakat juga masih memiliki pengetahuan yang kurang mengenai bahaya
tuberkulosis paru dan persamaan antara istilah flek paru dan TB paru, serta
kepercayaan masyarakat tentang beberapa mitos terkait penyakit TB paru yang
berpotensi menghambat pengobatan asien TB Paru. Disisi lain, tidak semua
masyarakat di wilayah kerja UPTD Puskesmas Rawat Inap Cipanas memiliki
asuransi kesehatan seperti BPJS atau JKN sehingga menjadi hambatan dalam
menjalankan pengobatan.
Strategi utama yang sangat tepat untuk dilakukan adalah dengan menambah
SDM terutama pemegang program dan memfokuskan pemegang program untuk lebih
dominan bertanggung jawab di program TB paru saja. Agenda penyuluhan dan investigasi
kasus bisa digabungkan saat menjalankan program posyandu atau prolanis.
49
Perekrutan kader baru yang melibatkan para remaja di tiap desa. Selanjutnya
pelatihan kader dapat dilakukan secara online jika terhambat protokol kesehatan
pandemi COVID-19.
50
B. Alternatif Pemecahan Masalah
Strength Weakness
1) Tenaga kesehatan seperti dokter 1) Menambah SDM terutama
maupun pemegang program dapat pemegang program dari tenaga
melakukan pelatihan kepada kesehatan perawat
kader kesehatan khususnya kader 2) Mengadakan rekrutmen terbuka
TB Paru di setiap desa mengenai maupun tertutup untuk kader baru
TB Paru agar kompetensi sebagai terutama dari kalangan remaja
kader terpenuhi 3) Pihak puskesmas dapat
2) Bekerjasama dengan Pena Bulu mengikutsertakan kegiatan
untuk mengadakan pelatihan penyuluhan dan investigasi kasus
kader dalam kegiatan lain misalnya
3) Pemberian penghargaan/reward prolanis atau posyandu
Opportunities
51
Strength Weakness
1) Melakukan penyuluhan tentang 1) Membagikan leaflet KIE tuberculosis
sistem jaminan kesehatan / BPJS paru saat kegiatan RT/RW, desa,
kepada masyarakat sebagai atau kegiatan program puskesmas
upaya meningkatkan yang berhubungan dengan
keikutsertaan masyarakat masyarakat untuk menambah
terhadap jaminan kesehatan pengetahuan masyarakat
BPJS sehingga dapat 2) Membuat sebuah komunitas dengan
mempermudah pelayanan remaja yang didampingi oleh bidan
penanganan penderita desa atau kader kesehatan yang
tuberkulosis paru peduli terhadap tuberkulosis paru
3) Mengadakan penyuluhan kepada
masyarakat tentang pembahasan
Threat
52
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
53
VI. DAFTAR PUSTAKA
1. Dinas Kesehatan Jawa Tengah. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Vol 3511351.;
2016.
2. Guno TH, Putra BA, Kamelia T, Makmun D. Diagnostic and Therapeutic Approach in
Intestinal Tuberculosis. 2016;17(2).
3. Idyastari YS, Cahyo K, Riyanti E. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pencapaian
Target Cdr (Case Detection Rate) Oleh Koordinator P2tb Dalam Penemuan Kasus di
Puskesmas Kota Semarang. Kesehat Masy. 2019;7(1).
4. Indonesia DJ. Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan Departemen
Kesehatan Republik. Buku Saku Kader Program Penanggulangan Tb.; 2009.
5. Kementerian Kesehatan RI. 2015. InfoDatin Tuberkulosis. Kementerian Kesehatan:
Jakarta.
6. Kementerian Kesehatan RI. ditjen Penyakit Dan PenyehatanLingkungan. Pedoman
Nasional Pengendalian Tuberkulosis. 2011.
7. Shalsabila M, Cahyo SK, Indraswari R. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi
Pencapaian Target CDR Oleh Kader TB ’Aisyiyah Dalam Penemuan Kasus TB di Kota
Semarang. 2018;6(4).
8. World Health Organization. Global Tuberculosis Report.; 2018.
9. Yuen CM, Amanullah F, Dharmadhikari A, et al. Turning off the tap : Stopping
Tuberculosis Transmission Through Active Case Finding And Prompt Effective
Treatment. Lancet. 2015;386(10010):2334-2343.
54
VII. DOKUMENTASI KEGIATAN
55
56