Anda di halaman 1dari 28

MINI PROJECT

Angka Keberhasilan Pengobatan Semua Kasus TB Paru


di Puskesmas Siko Periode Tahun 2019 - 2020

Disusun Oleh :
dr. Nurul Mukhlisah Ismail

Dokter Pendamping :
dr. Rabiatul Adawiah Sidi Umar

PROGRAM DOKTER INTERNSIP


PUSKESMAS SIKO KOTA TERNATE
MARET – JUNI 2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu
melimpahkan rahmat, anugerah, dan karunianya sehingga kami bisa
menyelesaikan Mini Project angka keberhasilan pengobatan semua kasus TB Paru
di Puskesmas Siko tahun 2019 - 2020 ini dengan baik sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan. Kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Rabiatul Adawiah
Sidi Umar selaku pendamping dokter internsip Puskesmas Siko beserta staf
puskesmas Siko yang membantu kami menyelesaikan Mini Project ini.
Kami menyadari bahwa penulisan Mini Project kami masih kurang
sempurna, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari para pembaca agar kedepannya kami dapat memperbaiki dan
menyempurnakan tulisan ini. Kami berharap agar laporan yang kami tulis ini
berguna bagi semua orang dan dapat digunakan sebaik-baiknya sebagai sumber
informasi. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Ternate, Mei 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................1
A. Latar Belakang ..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah .........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan ...........................................................................................2
D. Manfaat Penulisan .........................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................4
A. Definisi ..........................................................................................................4
B. Epidemiologi .................................................................................................4
C. Etiologi ..........................................................................................................5
D. Pathogenesis ..................................................................................................5
1. Tuberculosis Primer ...............................................................................5
2. Tuberculosis Post Primer .......................................................................6
E. Klasifikasi ......................................................................................................6
1. Berdasarkan Organ yang Terkena ..........................................................6
2. Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium ...............................................7
3. Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya .....................................7
F. Diagnosis .......................................................................................................8
1. Gambaran Klinis ....................................................................................8
2. Pemeriksaan Fisik ..................................................................................9
3. Pemeriksaan Laboratorium ....................................................................9
4. Pemeriksaan Radiologi ...........................................................................10
G. Penatalaksanaan .............................................................................................13
H. Evaluasi pengobatan ......................................................................................15
1. Evaluasi Klinis .......................................................................................15
2. Evaluasi bakteriologi ..............................................................................15
3. Evaluasi Radiologi .................................................................................16
4. Evaluasi pada pasien yang telah sembuh ...............................................16
I. Komplikasi ....................................................................................................17
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................18
A. Jenis Penelitian ..............................................................................................18
B. Waktu dan Lokasi Penelitian .........................................................................18
C. Populasi Penelitian ........................................................................................18
D. Kriteria Inklusi dan Ekslusi ...........................................................................18
E. Pengumpulan data .........................................................................................19
F. Pengolahan Data dan Analisis Data ..............................................................19
BAB IV HASIL PENELITIAN .........................................................................20
BAB V PEMBAHASAN .....................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................24

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis yang merupakan bakteri aerob.
Penyakit ini biasanya menyerang organ paru, tetapi dapat menyebar hampir
seluruh bagian tubuh, seperti otak, ginjal, tulang, dan kelenjar getah bening.1,2
Sampai saat ini, penyakit TB masih menjadi permasalahan dunia.
Berdasarkan data WHO diperkirakan telah terjadi 8,8 juta kasus baru pada tahun
2010 (berkisar antara 8,5 – 9,9 juta) dengan rasio 128 kasus tiap 100.000
penduduk. Angka prevalensi TB paru diperkirakan berjumlah 12 juta kasus di
dunia. Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah
pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina
dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia. Depkes
RI menyatakan bahwa hasil survey dari seluruh rumah sakit terdapat 220.000
pasien penderita TB pertahun atau 500 penderita perhari dan setiap tahunnya
terdapat 528.000 kasus baru TB di Indonesia.1,3,4
Pengobatan kasus TB merupakan salah satu strategi utama dalam
pengendalian TB karena dapat memutuskan rantai penularan. Pada tahun 1994,
WHO meluncurkan strategi pengendalian TB untuk diimplementasikan secara
internasional, yaitu DOTS (Direct Observe Treatment Short-course). Pada 2006,
WHO menetapkan strategi baru untuk menghentikan TB yang bertujuan untuk
mengintensifkan penanggulangan TB, menjangkau semua pasien, dan memastikan
tercapainya target Millennium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015.
Pengobatan TB paru memerlukan jangka waktu sekitar 6 – 9 bulan. Semua
penderita mempunyai potensi tidak patuh untuk berobat dan minum obat.
Penggunaan obat yang benar sesuai dengan jadwal (kepatuhan) sangat penting
untuk menghindari timbulnya TB paru yang resisten terutama pada fase lanjutan
setelah penderita merasa sembuh. Penderita meminum obat harus teratur sesuai

1
petunjuk dan menghabiskan obat sesuai waktu yang ditentukan berturut-turut
tanpa putus.4,5
Berhasil atau tidaknya pengobatan TB tergantung pada pengetahuan
pasien, ada tidaknya upaya dari diri sendiri, atau motivasi dan dukungan untuk
berobat secara tuntas akan mempengaruhi kepatuhan pasien untuk mengkonsunsi
obat. Puskesmas Siko merupakan salah satu tempat pelayanan kesehatan di Kota
Ternate. Salah satu program dari puskesmas Siko adalah penatalaksanaan dan
pengobatan penyakit TB paru, dimana pasien yang didiagnosis menderita TB paru
harus mendapatkan obat anti tuberkulosis (OAT) selama minimal 6 bulan dalam
pemantauan tenaga kesehatan. Berdasarkan data puskesmas Siko periode 2019
terdapat orang yang menderita TB paru dan periode 2020 terdapat orang uang
menderita TB paru. Dari semua pasien yang menderita TB paru pada periode 2019
- 2020 masih terdapat data puskesmas yang menggambarkan angka keberhasilan
pengobatan TB paru yang tidak mencapai terget. Oleh karena itu, penulis tertarik
untuk membahas tentang angka keberhasilan pengbatan semua kasus TB paru di
Puskesmas Siko terkhusus pada periode 2019 -2020.

B. Rumusan Masalah
1. Mengetahui angka keberhasilan pengobatan semua kasus TB paru di
Puskesmas Siko pada tahun 2019 -2020.
2. Mengetahui permasalahan yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan
pasien TB paru di puskesmas Siko.

C. Tujuan Penulisan
Mengetahui angka keberhasilan pengobatan semua kasus TB Paru di
Puskesmas Siko tahun 2019 - 2020

D. Manfaat Penulisan
1. Melaksanakan program Mini Project dokter internsip di puskesmas Siko.
2. Meningkatkan pengetahuan mengenai penyakit TB paru dan pentingnya
kepatuhan minum OAT.

2
3. Dapat memberikan gambaran informasi tentang angka keberhasilan
pengobatan semua kasus TB paru di Puskesmas Siko pada tahun 2019 -2020
sesuai target SPM.
4. Dapat mengetahui latar belakang permasalahan yang mempengaruhi angka
keberhasilan pengobatan pasien TB paru di puskesmas Siko pada tahun 2019
-2020 sehingga dapat menentukan tindak lanjut dan intervensi yang
bermakna untuk pencapaian sesuai target SPM pada tahun-tahun berikutnya.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit infeksi bakteri menahun yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan
granuloma pada jaringan yang terinfeksi, sebagian besar kuman TB menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya termasuk meningen, ginjal,
tulang, dan nodus limfe.1

B. Epidemiologi
Hingga saat ini, TB masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia.
Mycobacterium tuberkulosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Pada
Tahun 1993, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TB karena pada
sebagian besar negara di dunia penyakit TB tidak terkendali. Hal ini disebabkan
banyaknya penderita yang tidak berhasil disembuhkan terutama penderita menular
(BTA positif). Pada tahun 1995 diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9 juta
penderita baru TB dengan kematian 3 juta orang. Di negara-negara berkembang,
kematian TB merupakan 25% dari seluruh kematian yang sebenarnya dapat
dicegah. Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara berkembang, 75%
penderita TB adalah kelompok usia produktif (15 – 50 tahun).1,2
Beban TB di Indonesia masih sangat tinggi, khususnya mengenai
kesembuhan yang ada. TB adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit
menular dan merupakan peringkat ketiga dalam daftar 10 penyakit pembunuh
tertinggi di Indonesia yang menyebabkan sekitar 88.000 kematian setiap
tahunnya. Secara Regional prevalensi TB BTA positif di Indonesia dikelompokan
kedalam 3 wilayah, yaitu :2
1. Wilayah Sumatera angka prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk
2. Wilayah Jawa dan Bali angka prevalensi TB adalah 110 per 100.000 penduduk
3. Wilayah Indonesia timur angka prevalensi TB adalah 210 per 100.000
penduduk

4
C. Etiologi
Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberkulosis. Bakteri ini berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak
berspora dan tidak berkapsul. Ukuran panjang sekitar 1 – 4 µm dan lebar 0,3 – 0,6
µm. Mycobacterium terdiri dari lapisan lemak yang cukup tinggi (60%). Penyusun
utama dinding sel bakteri adalah asam mikolat, kompleks waxes, trehalosa
dimicolat, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Unsur
lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti
arabinogalaktan dan arabinomatan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut
menyebabkan bakteri bersifat tahan asam.1,3

D. Patogenesis
1. Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran pernapasan akan
bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk fokus primer. Fokus primer ini
mungkin akan timbul dibagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang
reaktivasi. Dari fokus primer akan tampak peradangan saluran getah bening
menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran
kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Fokus primer bersama-sama
dengan limfangitis regional disebut dengan kompleks primer. Kompleks primer
ini akan mengalami salah satu dari di bawah ini :2
1) Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali.
2) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas, antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, dan sarang perkapuran di hilus.
3) Menyebar dengan cara :
- Perkontinuitatum, yaitu meyebar ke sekitarnya.
- Bronkogen, baik dari paru yang bersangkutan maupun ke paru di
sebelahnya atau tertelan
- Hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan
tubuh, jumlah, dan virulensi kuman. Fokus yang ditimbulkan dapat
sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imunitas yang

5
adekuat penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti
tuberkulosis milier atau meningitis tuberkulosis. Penyebaran ini dapat
menimbulkan tuberkulosis pada organ tubuh lainnya, misalnya tulang,
ginjal, adrenal, genital, dan sebagainya.

2. Tuberkulosis Post Primer


Tuberkulosis post primer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah
tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15 – 40 tahun. Tuberkulosis post
primer dimulai dengan sarang dini yang umumnya terletak di segmen apikal lobus
superior maupun lobus inferior. Sarang ini awalnya berbentuk suatu sarang
pneumoni kecil yang akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :2
1) Direabsorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
2) Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan
sembuh dalam bentuk pengapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif
kembali dengan membentuk perkejuan dan menimbulkan kavitas bila
jaringan keju dibatukkan keluar.
3) Sarang pneumonia meluas dan membentuk jaringan kaseosa. Kavitas akan
muncul dengan dibatukkannya jaringan kaseosa keluar. Kavitas awalnya
berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kavitas sklerotik).

E. Klasifikasi
1. Berdasarkan Organ yang Terkena
a. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.4
b. Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain – lain.4

2. Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium

6
a. Tuberkulosis paru BTA positif 4,5
- Sekurang- kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukan gambaran tuberkulosis
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif
- 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotika non OAT
b. Tuberkulosis paru BTA negatif 4,5
- Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
- Foto toraks abnormal menunjukan gambaran tuberkulosis.
- Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
- Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

3. Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya4


a. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b. Kasus kambuh (relaps) adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya
pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh
atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA postif (apusan
atau kultur).
c. Kasus setelah putus berobat (default) adalah pasien yang telah berobat dan
putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
d. Kasus setelah gagal (failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan
dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau
lebih selama pengobatan.
e. Kasus pindahan (transfes in) adalah pasien yang dipindahkan dari UPK
yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
f. Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas.
Dalam kasus ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
F. Diagnosis

7
1. Gambaran klinis
Gambaran klinis penderita tuberkulosis paru dibagi menjadi dua golongan,
yaitu gejala respiratorik dan gejala sistemik.5,6
a. Gejala respiratorik, meliputi :
1) Batuk > 3 minggu/ batuk darah
- Pada awal terjadinya penyakit, kuman akan berkembang biak di jaringan
paru. Batuk baru akan terjadi bila bronkus telah terlibat. Batuk merupakan
akibat dari terangsangnya bronkus yang bersifat iritatif. Kemudian akibat
terjadinya peradangan, batuk berubah menjadi produktif karena diperlukan
untuk membuang produk-produk ekskresi dari peradangan. Sputum dapat
bersifat mukoid atau purulen.
- Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat atau ringannya
batuk darah tergantung dari besarnya pembuluh darah yang pecah. Gejala
batuk darah tidak selalu terjadi pada setiap penderita tuberkulosis paru,
kadang-kadang merupakan suatu tanda perluasan proses tuberkulosis paru.
Batuk darah tidak selalu ada sangkut-paut dengan terdapatnya kavitas pada
paru.

2) Sesak napas
Pada penyakit yang ringan belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi
setengah bagian paru, TB paru dengan efusi pleura yang massif, atau TB paru
dengan penyakit kardiopulmoner yang mendasarinya.

3) Nyeri dada
Nyeri dada bersifat tumpul. Adanya nyeri menggambarkan keterlibatan
pleura yang kaya akan persyarafan. Kadang-kadang hanya berupa nyeri menetap
yang ringan. Dapat juga disebabkan regangan otot karena batuk.

b. Gejala sistemik, meliputi :5,6


1) Demam

8
Biasanya subfebris menyerupai demam influenza. Tetapi, kadang-kadang
panas badan dapat mencapai 40-410C. Serangan demam pertama dapat sembuh
sebentar, kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya
demam influenza ini sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan
demam. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat
ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.

2) Keringat di malam hari tanpa disertai aktivitas

3) Anoreksia dan penurunan berat badan


- Penyakit tuberkulosis paru bersifat radang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan sehingga membuat
badan penderita makin kurus (penurunan berat badan).

2. Pemeriksaan Fisik
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan
struktur paru. Pada awal perkembangan penyakit umumnya sulit untuk ditemukan
kelainan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan 6
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, namun kadang terdapat retraksi rongga
dada, difragma dan mediastinum.
Palpasi : Fremitus biasanya meningkat.
Perkusi : Tergantung dari beratnya TB, bisa dari pekak sampai redup.
Auskultasi : Suara nafas bronchial, amforik, suara nafas lemah, ronkhi basah.

3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan, dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak
untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan tiga spesimen dahak
yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berturutan berupa Sewaktu –
Pagi – Sewaktu (SPS) :6,7

9
- S (sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung
pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk
mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
- P (pagi) : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
- S (sewaktu) : dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua saat menyerahkan
dahak pagi.
Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dalam skala IUATLD
(International Union Against Tuberkulosis and Lung Disease) :6,7
- Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang disebut negatif.
- Ditemukan 1 – 9 BTA dalam 100 lapang pandang hanya disebutkan dengan
jumlah kuman yang ditemukan.
- Ditemukan 10 – 99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (+1).
- Ditemukan 1 – 10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut ++ (+2).
- Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut +++ (+3).

4. Pemeriksaan Radiologi
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakan dengan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun,
pada kondisi tertentu, pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan
indikasi sebagai berikut :7
- Hanya satu dari tiga spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini,
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru
BTA positif
- Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah tiga spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotik non OAT.
- Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
memerlukan penangan khusus, seperti pneumothoraks, pleuritis eksudatif, efusi
perikarditis, atau efusi pleural dan pasien yang mengalami batuk berdarah berat
untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma.

10
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi aktif akan tampak
bayangan berawan di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen
superior lobus bawah. Dapat ditemukan juga kavitas atau bayangan bercak milier.
Pada lesi TB inaktif tampak gambaran fibrotik, kalsifikasi dan penebalan pleura.7,8
Pemeriksaan foto toraks standar untuk menilai kelainan radiologis TB paru
adalah foto toraks posisi posteroanterior dan lateral. Kelainan radiologis
tuberkulosis paru menurut klasifikasi The National Tuberkulosis Assosiation of
the USA (1961) adalah sebagai berikut:8
1. Minimal lesion
- Infiltrat kecil tanpa kaverne
- Menenai sebagian kecil dari satu paru atau keduanya
- Jumlah keseluruhan paru yang ditemui tanpa
memperhitungkan distribusi, tidak lebih dari luas antara pesendian
chondrosternal kedua sampai corpus vertebra torakalis V (kurang dari 2 sela
iga).
2. Moderately advanced lesion
Dapat mengenai sebelah paru atau kedua paru tetapi tidak melebihi
ketentuan sebagai berikut :
- Bercak infiltrat tersebar tidak melebihi volume sebelah
paru
- Infiltrat yang mengelompok yang luasnya tidak melebihi
1/3 volume sebelah paru
- Diameter kaverne bila ada tidak melebihi dari 4 cm.
3. Far advanced lesion
Far advanced lesion merupakan lesi yang melewati moderately advanced
lesion atau ada kavernae yang sangat besar.

11
Tersangka penderita TBC
(suspek TBC)

Periksa dahak Sewaktu, Pagi, Sewaktu

Hasil BTA Hasil BTA Hasil BTA - - -


+ + +/+ + - + - -

Beri antibiotik spektrum luas


Periksa Rontgen Dada

Tidak ada Ada


Hasil tidak perbaikan perbaikan
Hasil mendukung TBC
mendukung TBC

Ulang pemeriksaan dahak


mikroskopik

Penderita TBC BTA positif Hasil BTA Hasil BTA


+++ ---
++-
+--

Periksa Rontgen dada

Hasil mendukung Hasil


TBC Rontgen (-)

TBC BTA negatif Bukan TBC,


Rontgen positif penyakit lain

Gambar 2.1. Alur Diagnosis TB paru7

12
G. Penatalaksanaan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan, dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap obat anti tuberkulosis (OAT). Pengobatan
tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :7,9
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah yang cukup, dan dosis yang tepat sesuai dengan kategori pengobatan.
Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT Kombinasi
Dosis Tetap (OAT KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan


langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Minum Obat (PMO).

3. Pengobatan TB dilakukan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.


 Tahap awal (intensif)
Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila
pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian
besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan.
 Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk
membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

13
Tabel 2.1. Obat Anti Tuberkulosis7

Dosis yang direkomendasikan (mg/kg)


Jenis OAT Sifat
Harian 3x seminggu
Isoniazid (H) Bakterisid 5 (4 – 6) 10 (8 – 12)
Rifampicin (R) Bakterisid 10 (8 – 12) 10 (8 – 12)
Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25 (20 – 30) 35 (30 – 40)
Streptomicin (S) Bakterisid 15 (12 – 18) 15 (12 – 18)
Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 (15 – 20) 30 (20 – 35)

Panduan OAT dan kategorinya :7,9,10


1. Kategori 1 (2HRZE / 4H3R3)
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien baru :
- Pasien baru TB paru BTA positif.
- Pasien TB paru BTA negatif foto thoraks positif.
- Pasien TB ekstra paru.

9
Tabel 2.2

Tabel 2.3

2. Kategori 2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)7,10

14
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya :
- Pasien kambuh.
- Pengobatan pasien gagal.
- Pasien dengan pengobatan setalah putus berobat (default).

10
Tabel 2.4

H. Evaluasi Pengobatan
1. Evaluasi Klinis
Pasien dievaluasi secara periodik terhadap respons pengobatan, ada
tidaknya efek samping obat, dan ada tidaknya komplikasi penyakit. Evaluasi
klinis meliputi keluhan, berat badan, dan pemeriksaan fisik.11

2. Evaluasi Bakteriologi
Evaluasi bakteriologik bertujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi
dahak. Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopis yaitu pada :11
- Sebelum pengobatan dimulai.
- Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif).
- Pada akhir pengobatan.
Bila ada fasilitas biakan dilakukan pemeriksan biakan dan uji kepekaan.

3. Evaluasi radiologi

15
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada :11
- Sebelum pengobatan.
- Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan
kemungkinan keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan).
- Pada akhir pengobatan.

4. Evaluasi pada pasien yang telah sembuh


Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievaluasi
minimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh. Hal ini dimaksudkan untuk
mengetahui kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah mikroskopis BTA dahak
dan foto toraks (sesuai indikasi/bila ada gejala).11

Tabel 2.6. Tindak Lanjut Evaluasi Pemeriksaan Dahak11

I. Komplikasi

16
Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi baik sebelum
pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan.
Beberapa komplikasi yang akan timbul adalah10
1. Batuk darah.
2. Pneumotoraks.
3. Gagal nafas.
4. Efusi pleura.

17
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan mengambil data sekunder (rekam
medis) pasien TB paru yang pernah menjalani pengobatan di Puskesmas Siko
periode tahun 2019 -2020.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian


Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Maret – Mei 2021. Pengambilan
data dilaksanakan pada bulan Mei 2021 di Puskesmas Siko.

C. Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah semua kasus TB paru yang menjalani pengobatan
OAT di Pukesmas Siko periode 2019 – 2020.

D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi


1. Kriteria Inklusi
Semua Pasien TB paru, yaitu pasien dengan BTA positif, pasien TB paru
BTA negatif foto thoraks positif, dan pasien TB ekstra paru yang berobat ke
Puskesmas Siko periode 2019 – 2020.

2. Kriteria Eksklusi
a. Pasien dengan diagnosis bukan TB paru.
b. Pasien TB paru yang pindah berobat ke PKM lain.
c. Pasien dengan MDR TB dan XDR TB.
d. Pasien dengan profilaksis TB paru.

18
E. Pengumpulan Data
Data diambil dari buku register pasien TB paru puskesmas Siko,
pencatatan dilakukan berdasarkan umur, jenis kelamin, alamat, gejala klinis, hasil
pemeriksaan laboratorium yang dapat didukung dengan hasil foto rontgen, serta
lama pengobatan OAT.

F. pengolahan data dan analisis data


Data yang didapatkan kemudian diolah dengan menggunakan teknik
analisasi data secara kuantitatif dengan menggunakan system tabulasi dan
presentasi. Hasil yang didapatkan kemudian di deskriptif kan, lalu disajikan dalam
bentuk table dan diagram batang.

19
BAB IV
HASIL PENELITIAN

Proses pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei 2021 dengan


melakukan pemantauan dan pencatatan pada rekam medis pasien. Dari subjek
penelitian didapatkan gambaran keberhasilan pengobatan didapatkan 9 kasus pada
tahun 2019 yang gagal pengobatan dan pada tahun 2020 ada 16 pasien yang
mengalami gagal pengobatan.

Tabel. 4. 1. Angka keberhasilan pengobatan (Succes Rate) semua kasus TB

Capaian
No Tahun Target Jumlah sasaran Pencapaian
absolute

1. 2019 90 % 81 kasus 9 Kasus 89 %

2. 2020 90 % 92 kasus 76 Kasus 83 %

Grafik. 4. 1. Angka keberhasilan pengobatan TB paru 2019 - 2020

Angka Keberhasilan Pengobatan TB Paru


90%
89%
89%
88%
87%
86%
85%
84%
83%
83%
82%
81%
80%
2019 2020

20
Grafik 4. 2. Penderita TB Paru di puskesmas Siko tahun 2019 - 2020

Penderita TB Paru di Puskesmas Siko


100
90 92
80
70
60
60
50
40
30
20
10
0
2019 2020

Grafik 4.3. Distribusi penderita TB perkelurahan di wilayah kerja


Puskesmas Siko tahun 2019 - 2020
18 17
16
16 15
14
14 13
12 12
12 11
10 10
10 9 9 9
8
8 7 7 7 7 7
6 6
6 4 4 4 4 4
4
2 1

0
So
a io
ler
o ian eu aji ra fa da
aS Sa
r ol ng ta Du hu
So stu To
b Sa
aji
U - e
K a fa Ak
ang Du
S

2018 2019 2020

BAB V

21
PEMBAHASAN

Masalah putus obat merupakan salah satu masalah yang penting dalam
manajemen TB. Rendahnya kepatuhan minum obat dapat berakibat pada resistensi
bakteri Mycobacterium tuberculosa terhadap obat anti tuberculosis. Pasien yang
tidak teratur minum obat akan mengakibatkan peningkatan angka kegagalan
pengobatan TB bahkan dapat menimbulkan drug resistance-tuberculosis (DR-
TB).5,8
Instrumen yang paling penting dalam mendiagnosis TB adalah
pemeriksaan mikroskopis langsung terhadap apusan dahak/sputum. Pemeriksaan
mikroskopis terhadap apusan dahak dilakukan secara teratur untuk mencari bacilli
tahan asam (BTA) pada interval yang ditentukan selama periode pengobatan.
Puskesmas Siko menjadwalkan pengambilan dahak pada minggu terakhir bulan ke
2, bulan ke 5 dan bulan ke 6. Pada penelitian ini, tahun 2019 terdapat 72 kasus
(89%) berhasil dalam pengobatan dan tahun 2020 terdapat 76 kasus (83%)
berhasil dalam pengobatan. Dilihat dari target angka keberhasilan pengobatan TB
paru tahun 2019 yang ingin dicapai adalah 90% yang artinya pada tahun tersebut
target angka keberhasilan pengobatan TB paru tidak tercapai. Begitu pula pada
tahun 2020, target pencapaian adalah 90% namun tidak sesuai dengan pencapaian
yang terjadi.
Responden yang sedang dalam pengobatan OAT juga menunjukkan
tingkat keberhasilan pengobatan. Selain itu, tingkat kepatuhan terhadap jadwal
pemeriksaan dahak dan pengambilan obat juga menjadi salah satu faktor. Hal ini
ditunjukkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Adene et al pada pasien TB
di Etiopia yang mana tingkat kepatuhan minum obat pada fase lanjut lebih rendah
yaitu 86.67% dibandingkan dengan kepatuhan minum obat pada fase intensif yang
sebesar 94.44%. Berdasarkan hasil penelitian ini mereka menyimpulkan bahwa
ketidakpatuhan minum obat akan lebih tinggi apabila pasien berada pada fase
lanjut OAT.9,10 Tingginya tingkat kepatuhan pengobatan pada responden dapat
disebabkan oleh beberapa faktor pendukung, yaitu obat-obatan dan layanan
kesehatan diberikan secara gratis, regimen dosis satu kali sehari selama fase

22
intensif, efek samping yang ringan dan dapat dikoreksi, instruksi tertulis yang
telah jelas tentang aturan minum obat, pusat pelayanan kesehatan yang mudah
diakses oleh masyarakat . Data mengenai perilaku pasien dan kepatuhan minum
8

obat hanya didapatkan melalui rekam medis sehingga memungkinkan terjadinya


bias. Seharusnya dilakukan observasi terhadap perilaku subjek penelitian di
lingkungan tempat tinggal responden.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional


penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta: 2006.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi IV Jilid II. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Peyakit
Dalam Fakultas Kedoktern UI, Jakarta: 2006.
3. Tuberkulosis causes, symptoms, treatment and prevention.
www.emedicinehealth.com/tuberkulosis/page3_em.htm. Diakses 3 Agustus
2016.
4. University of Maryland Medical Center. Pulmonary Tuberkulosis.
www.umm.edu/ency/artcle/000077.htm. Diakses 3 Agustus 2016.
5. World Health Organization. Tuberkulosis Facts 2007.
http://www.who.int/TB/en/. Diakses 3 Agustus 2016.
6. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi II.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2008.
7. Depkes RI. Komite Nasional Penanggulangan Penyakit Tuberkulosis Paru
di Indonesia. Prosedur Tetap Penanggulangan TB Paru Nasional Secara
Terpadu. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2006.
8. Bello SI, Itiola OA. (2010). DrugAdherence amongst tuberculosis patients
in the University of Ilorin Teaching Hospital, Ilorin, Nigeria. African Journal
of Pharmacy and Pharmacology: 4(3),p 109-114.
9. Adane AA, Alene KA, Koye DN, Zeleke BM. (2013). Nonadherence to
Anti-Tuberculosis Treatments and Determinant Factors among patients with
Tuberculosis in Northwest Ethiopia. PLoS ONE 8(11): e78791.
10. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. (2011). Strategi
Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia; 2011.

24
11. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: pedoman diagnosis
dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia; 2011.

25

Anda mungkin juga menyukai