Anda di halaman 1dari 29

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pondok pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan

keagamaan yang tumbuh dan berkembang dari masayarakat yang

berperang penting dalam pengembangan sumber daya manusia. Suatu

lembaga bisa disebut pondok pesantren bila memiliki unsur antara lain

adanya kiyai, ustad, atau sebutan lain yang sejenis santri, pondok,

pondok atau asrama, dan masjid atau musalla serta penyelenggaraan

pengajian kitab kuning. (Permenkes RI, 2013)

Pondok pesantren yang ada di Indonesia berjumlah 27.218 lembaga,

terdiri dari 13.446 (49,4 %) pondok pesantren salafi/salafiyah

(tradisional), 3.064 (11,3 %) pondok pesantren khalafi/khalafiyah

(modern), dan pondok pesantren terpadu/kombinasi sebanyak 10.708

(39,3 %), dengan jumlah santri sebanyak 3.642.738 orang. Jumlah santri

tersebut, laki-laki terdiri 1.895.580 (52,0 %) dan perempuan 1.747.158

(48,0%) (Education Management Information System/EMIS, Kemenag,

2010/2011 dalam Buku Pedoman Poskestren Permenkes RI, 2013).

Kondisi pesantren yang sebagian besar masih belum memiliki

fasilitas yang mencukupi memungkinkan munculnya banyak penyakit


menular seperti skabies (gudig), konjungtivitis, kutu rambut, diare, dan

lain sebagainya. Pondok pesantren dinilai masih perlu mendapat

perhatian yang lebih dalam bidang kesehatan, baik berupa akses

pelayanan kesehatan, kesehatan lingkungan maupun perilaku hidup

sehat.

Sudut pandang kesehatan pada umumnya kondisi kesehatan di

lingkungan pondok pesantren masih memerlukan perhatian dari berbagai

pihak terkait, baik dalam aspek akses pelayanan kesehatan, berperilaku

sehat maupun aspek kesehatan lingkungannya. Salah satu upaya untuk

mendekatkan pelayanan kesehatan bagi warga pondok pesantren adalah

menumbuh kembangkan Poskestren. Menteri Kesehatan, Menteri Agama

dan Menteri Dalam Negeri mengeluarkan keputusan Bersama Nomor

1067/ Menkes/SKB/VIII/2002, Nomor 385 Tahun 2002, dan Nomor 37

Tahun 2002 tentang “Peningkatan Kesehatan Pondok Pesantren dan

Institusi Keagamaan Lainnya”. Realisasi dari SK bersama tersebut

dikeluarkannya aturan teknis operasional pedoman penyelenggaraan dan

Pembinaan kegiatan Pos Kesehatan Pesantren maka dikeluarkan Surat

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor No.867/Menkes/ SK/XI/2006

tentang Penyelenggaraan dan Pembinaan Poskestren yang telah

diperbaharui dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1 tahun 2013

tentang “Pedoman Penyelenggaraan dan Pembinaan Pos Kesehatan


Pesantren berupaya untuk turut serta membangun mental bangsa dimulai

dari Pondok Pesantren untuk senantiasa hidup bersih bebas dari

penyakit”.

Poskestren merupakan salah satu upaya kesehatan yang diterapkan

pemerintah yang bersumber pada masyarakat (UKBM) di lingkungan

pondok pesantren, dengan prinsip dari, oleh, dan untuk warga pondok

pesantren. Kegiatan poskestren antara lain melakukan program

pemberdayaan santri melalui pembinaan aktif dalam pelayanan

kesehatan dasar yang mengutamakan aspek promotif (peningkatan) dan

preventif (pencegahan) tanpa mengabaikan aspek kuratif (pengobatan)

dan rehabilitasi (pemulihan kesehatan) dan dengan binaan puskesmas

setempat serta peningkatan lingkungan yang sehat di pondok pesantren

dan wilayah sekitarnya. Program poskestren ini diharapkan dapat

menghapus citra komunitas pesantren sebagai kelompok masyarakat

yang kurang peduli terhadap persoalan kebersihan melalui peran aktif

warga pondok pesantren di bidang kesehatan maka diharapkan derajat

kesehatan masyarakat pondok pesantren menjadi lebih baik.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka, rumusan masalah dalam

laporan ini adalah, “Apakah penyakit-penyakit yang biasanya di temukan

dalam komunitas pesantren”.


C. Tujuan

Laporan observasi ini bertujuan untuk mengetahui apa sajakah

penyakit-penyakit yang kebanyakan terjadi pada komunitas pesantren di

kota Palu khususnya pondok pesantren Raudhatul Musthafa Lil Khairaat.

D. Manfaat

Dengan adanya hasil laporan ini diharapkan masyarakat pondok

pesantren Raudhatul Musthafa Lil Khairaat Palu dapat mengetahui

penyakit-penyakit apa sajakah yang bisa terjadi dalam lingkungan

pesantren sehingga unsur-unsur pesantren yang ada didalamnya dapat

melakukan pencegahan dan dapat menambah wawasan pengetahuan

mengenai cara menanggulangi penyakit tersebut di kemudian hari.


BAB II INSTRUMEN

Adapun instrument yang digunakan dalam pengumpulan data dalam

observasi ini terdiri dari kuesioner tentang penyakit-penyakit yang biasanya

terjadi di lingkungan pesantren, kemudia dari hasil wawancara menggunakan

kueisoner dilakukan pemantaun lebih lanjut berdasarkan potensi penyakit

yang bisa muncul di pondok pesantren Raudhatul Musthafa Lil Khairaat

dilihat dari perilaku, sanitasi lingkungan, serta fasilitas pesantren yang

didapatkan untuk para unsur pesantren yang ada disana.


BAB III HASIL OBSERVASI

A. Data demografi pesantren

Terdapat sebanyak 240 orang santri laki-laki dengan 40 orang

pengajar di 12 kelas pondok santri laki-laki, yang terdiri dari 18 orang

pengajar aktif dan 22 orang staff administrasi.

B. Data gejala dan penyakit yang biasa terjadi di Pondok Putra Pesantren

Raudhatul Musthafa Lil Khairaat Palu.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap salah satu staff pengajar dan

sekaligus pimpinan pondok pesantren Ustad Ahmad Zaini, beliau

mengungkapkan bahwa ada beberapa penyakit yang biasa terjadi yaitu:

1. Asma

2. Usus Turun (Hernia Abdominalis)

3. Salah Urat (Sindrome Jebakan)

Adapun gejala-gejal penyakit yang biasanya didapati meliputi:

1. Gatal-gatal

2. Demam

3. Batuk

4. Sakit kepala

5. Sakit perut
C. Pembahasan

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada pempinan pondok

pesantren putra Raudhtul Musthafa Lil Khairaat maka dapat diketahui

bahwa ada beberapa penyakit yang biasanya didapatkan oleh santri

pondok pesantren, seperti : Asma, Usus Turun, dan salah urat. Penyakit-

penyakit tersebut belum dapat dikonfirmasi secara langsung oleh karena

penyakit-penyakit tersebut erat dikaitkan dengan proses bawaan dari

keluarga santri dan tidak dilakukan pemeriksaan terhadap santri-santri

disana.

Adapun gejala yang sering di jumpai oleh santri dan staff pengajar di

pondok pesantren Raudhatul Musthafa Lil Kahairaat adalah :

1. Gatal-gatal

Gatal atau Pruritus merupakan sensasi kulit yang iritatif dan

menimbulkan rangsangan untuk menggaruk. Pruritus merupakan

gejala dari berbagai penyakit kulit. Bila tidak disertai dengan kelainan

kulit maka disebut pruritus esensial.

Mekanisme terjadinya gatal dihasilkan, dikondisikan dan

diapresiasikan pada beberapa tingkat dalam sistem saraf: stimulus,

mediator, dan reseptor, jalur saraf perifer, pemrosesan di sistem saraf

pusat, interpretasil. Berbagai macam stimulus dapat menyebabkan

timbulnya pruritus, termasuk kemungkinan zat kimia, khususnya

histamine, dan beberapa jenis proteinase.


Banyak stimuli yang mencetuskan timbulnya rasa gatal juga nyeri yang

jika berlangsung dalam intensitas yg lebih tinggi. Menggaruk dapat

menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan menghilangkan iritasi yang

ada.

Dirasakannya pruritus dipengaruhi oleh pusat-pusat yang lebih tinggi

hal ini juga sering dikaitkan dengan factor stress dan factor psikologis

yang mana saat pikiran lagi sibuk maka rasa gatal akan menghilang

sementara ketika diwaktu senggang atau dilanda kebosanan maka

rasa gatal juga akan menghilang. Pada lansia rasa gatal terjadi oleh

karena kulit yang kering. (Tutuik R dan Dwi R S, 2009)

2. Demam

Demam didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana suhu tubuh

berada diatas keadaan normal, yaitu diatas 37,2 0 C (99,50 F) sebagai

akibat dari peningkatan pusat pengaturan suhu di hipotalamus yang

dipengaruhi oleh interlieukin-1 (IL-1). Demam sangat berguna sebagai

petanda adanya suatu proses inflamasi, biasanya tingginya demam

mencerminkan tingkatan dari proses inflamasinya. Dengan terjadinya

peningkatan suhu tubuh dapat menyebabkan penghambatan

pertumbuhan dan perkembangan dari bakteri maupun virus. (Price S.

Wilsone Patofisiologi, ed 6th. Jakarta:EGC, 2005)

3. Batuk-batuk
Batuk merupakan upaya pertahana paru dari berbagai rangsangan

yang ada sebagai refleks normal yang melindungi tubuh kita. Namun

batuk yang berlebihan dapat menjadi suatu petanda terdapatnya

serangan penyakit yang mengganggu keseimbangan tubuh.

Batuk yang tidak efektif dapat menimbulkan efek yang tidak

menguntungkan berupa penumpukan sekret berlebihan, atelectasis,

gangguan pertukaran gas dan lain-lain. Batuk yang tidak efektif dapat

berupa gangguan di sistem saraf afferent, pusat batuk, atau sistem

saraf efferent yang ada. Penyabab batuk juga sangatlah beragam,

seperti halnya kebiasaan merokok sampai berbagai penyakit di dalam

ataupun di luar paru. Keluhan batuk juga dapat menimbulkan

komplikasi mulai dari ringan sampai berat. ( Tjandra Y A, 2016)

4. Nyeri kepala dan perut

Nyeri adalah pengalaman sensorik atau emosional yang tidak

menyenangkan akibat kerusakan jaringan baik potensial maupun

aktual atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut.

Fenomena ini dapat berbeda dalam intensitas (ringan,sedang, berat),

kualitas (tumpul, seperti terbakar, tajam), durasi (transien,

intermiten,persisten), dan penyebaran (superfisial atau dalam,

terlokalisir atau difus). Meskipun nyeri adalah suatu sensasi, nyeri

memiliki komponen kognitif dan emosional, yang digambarkan dalam


suatu bentuk penderitaan. Nyeri juga berkaitan dengan reflex

menghindar dan perubahan output otonom.

Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh proses multipel yaitu

nosisepsi, sensitisasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral,

eksitabilitas ektopik, reorganisasi struktural, dan penurunan inhibisi.

Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif nyeri

terdapat empat proses terdiri dari: tranduksi, transmisi, modulasi, dan

persepsi.

a. Nyeri Kepala

Ada beberapa tipe nyeri kepala yang diklasifikasikan berdasarkan

Internasional Headache Society (IHS)

1) Nyeri kepala primer

a) Migraine

b) Tension Type Headache

c) Nyeri kepala Clauster dan Hemicrania proximal chronic

d) Nyeri kepala lain yang tidak berhubungan dengan lesi

structural

2) Nyeri kepala sekunder

a) Nyeri kepala karena trauma kepala

b) Nyeri kepala karena kelainan vaskuler

c) Nyeri kepala karena kelainan intracranial

d) Nyeri kepala karena gangguan zat


e) Nyeri kepala Karena infeksi

f) Nyeri kepala karena kelainan metabolic

g) Nyeri kepala dan wajah

Karena banyaknya tipe nyeri kepala maka fokus nyeri kepala

pada laporan observasi ini dititik beratkan pada nyeri kepala

primer yang meliputi nyeri kepala migraine, tipe tension, dan

clauster. (Yuktiana K, 2017)

b. Nyeri perut

Nyeri perut adalah nyeri yang dirasakan pada daerah di atas

pelvis/pinggul tetapi di bawah tulang rusuk. Nyeri tersebut merupakan

gejala yang umum dialami orang pada berbagai usia, dan khususnya

berasal dari salah satu organ dalam perut. Nyeri perut dapat

disebabkan beberapa penyakit dan hasil pembedahan, mulai dari rasa

tidak nyaman yang sederhana hingga penyakit yang rumit dan

mengancam nyawa. Sekitar 3% orang dewasa menemui dokter

keluarganya disebabkan oleh nyeri perut.

Nyeri perut dapat muncul dalam beberapa cara. Berdasarkan

lokasinya, nyeri perut dapat dibedakan secara menyeluruh atau tempat

tertentu. Nyeri perut menyeluruh merupakan nyeri yang muncul pada

lebih dari satu bagian pada perut. Gangguan pencernaan dan infeksi

saluran cerna (gastroenteritis) umumnya memiliki gejala nyeri perut


menyeluruh. Sementara nyeri perut tempat tertentu merupakan jenis

nyeri perut yang dirasakan pada daerah tertentu pada perut dan

umumnya disebabkan oleh suatu penyakit atau peradangan organ

dalam perut pada lokasi tersebut. Sebagai contoh, usus

buntu umumnya memiliki gejala nyeri pada bagian kanan bawah,

ulkus/tukak lambung memiliki gejala nyeri pada daerah epigastrik/ ulu

hati, dan kolesistitis (radang kantung empedu) memiliki gejala nyeri

pada bagian kanan atas, di bawah tulang rusuk. Nyeri perut yang

menjalar ke punggung dapat disebabkan pankreatitis atau suatu

aneurisma aorta.

Nyeri perut dapat juga memiliki ciri-ciri yang berbeda. Nyeri dapat

digambarkan seperti kram, yang umumnya disebabkan oleh gas, atau

pada wanita, menstruasi. Sumbatan usus dapat juga menjadi

penyebab nyeri perut yang menyerupai kram. Karakteristik nyeri

lainnya adalah nyeri kolik (tajam), timbul secara intermiten (hilang

timbul) tetapi umumnya berat, seperti nyeri yang dialami seseorang

yang menderita batu empedu atau batu ginjal.

Nyeri perut umumnya berkaitan dengan gejala lain pada saluran

pencernaan. Gejala-gejala yang biasanya didapatkan antara lain

kembung, muntah, dan perubahan pergerakan usus, seperti diare.

Banyak gejala lain yang menyertai nyeri perut, bergantung pada

penyebabnya, antara lain demam, ikterus atau kulit yang menjadi


kekuningan, nyeri saat berkemih, dan lain-lain.

(http://www.nhs.uk/conditions/stomach-ache-abdominal-

pain/Pages/Introduction.aspx.)
BAB IV ANALISIS DAN DISKUSI

A. Analisis Masalah

1. Permasalahan penyakit di pesantren

a. Seringnya santri mengidap penyakit dengan gejala gatal-gatal,

demam, batuk-batuk,

b. Terdapat beberapa santri yang memiliki penyakit bawaan

seperti Asma, maupun penyakit yang didapat seperti usus

turun, dan sering terkena salah urat

c. Para santri dan unsur pesantren lainnya hanya mengandalkan

obat-obatan standar yang dibeli di apotek tanpa resep dokter

d. Belum pernah dilakukan penyuluhan perilaku hidup sehat di

pondok putra pesantren Raudhatul Musthafa

e. Pihak pesantren hanya menanggulangi sebagian dari biaya

pengobatan penyakit pada santri maupun unsur pesantren

lainnya

f. Santri dan pengawas kesahatan belum mendapatkan wawasan

mengenai penanganan penyakit

g. Penyakit yang terjadi umumnya rentan terhadap santri baru

h. Beban wali kelas dalam mengawasi santri-santri


2. Bagaimana pemecahan masalah

a. Penentuan prioritas masalah

Nama NO Masalah Skor Hasil Rank

Anggota C A R L

Yakub 1. Seringnya santri 4 3 1 3 22 3

Anca mengidap gatal, demam, 3 3 2 3

& batuk
Yaqub 2. Terdapat beberapa santri 3 2 1 2 17 4

Anca memiliki penyakit 3 2 2 2

bawaan
Yaqub 3. Mengandalkan obat 4 4 3 4 29 1

Anca standar tanpa resep 3 4 3 4

dokter
Yaqub 4. Belum dilakukan 2 4 3 4 26 2

Anca penyuluhan PHBS 2 4 3 4

Yaqub 5. Penanggulangan 2 3 3 3 22 3

Anca sebagian biaya 2 3 3 3

pengobatan
Yaqub 6. Petugas kesehatan 3 4 3 3 26 2

Anca belum pendapat 3 4 3 3

wawasan penanganan

penyakit
Yaqub 7. Kerentanan santri baru 2 3 3 3 22 3
Anca 2 3 3 3

Yaqub 8. Beban pengawas santri 4 3 2 2 22 3

Anca 3 3 2 3

b. Pengaruh sebab masalah

1) Para santri dan unsur pesantren lainnya hanya mengandalkan

obat-obatan standar yang dibeli di apotek tanpa resep dokter

2) Belum pernah dilakukan penyuluhan perilaku hidup sehat di

pondok putra pesantren Raudhatul Musthafa Lil Khairaat

3) Santri dan pengawas kesahatan belum mendapatkan wawasan

mengenai penanganan penyakit

4) Seringnya santri mengidap penyakit dengan gejala gatal-gatal,

demam, sakit perut, dan batuk-batuk

5) Penyakit yang terjadi umumnya rentan terhadap santri baru

6) Beban wali kelas dalam mengawasi santri-santri

7) Pihak pesantren hanya menanggulangi sebagian dari biaya

pengobatan penyakit pada santri maupun unsur pesantren

lainnya

8) Terdapat beberapa santri yang memiliki penyakit bawaan

seperti Asma, maupun penyakit yang didapat seperti usus

turun, dan sering terkena salah urat

B. Diskusi Masalah
1. Para santri dan unsur pesantren lainnya hanya mengandalkan obat-

obatan standar yang dibeli dari apotek tanpa resep dokter.

Permasalahan ini, sangatlah erat dikaitkan dengan kurangnya

wawasan petugas medis yang ditunjuk dalam menangani penyakit

yang dialami oleh santri maupun unsur lainnya di pesantren, hal

tersebut dikarena mereka belum mendapatkan penyuluhan kesehatan

ataupun pelatihan dari petugas medis yang berpengalaman dan

berkompeten sehingga petugas medis di ruangan kesehatan tidak

tahu cara melakukan tindakan minimal pada santri ataupun ustad yang

sakit, sehingga mereka hanya mengandalkan obat-obatan standar

seperti Mixagrip, bodrex, commix, dll. hal ini diasumsikan bahwa santri

yang ditunjuk sebagai petugas medis mendapatkan informasi

pengobatan penyakit yang biasanya dilihat dari media-media iklan

komersial TV. Meskipun begitu tindakan tersebut tidak selamanya

dapat dilakukan, pada beberapa keadaan pemberian obat mesti

direkomendasikan oleh dokter ataupun petugas medis yang

berkompeten sehingga dapat menghindarkan pasien atau unsur

pasantren yang sakit dari efek buruk yang ditumbulkan oleh obat yang

tidak diindikasikan pada penyakit yang dideritanya.

FGD
Ahmad Naufal: “Pada beberapa santri yang sakit, seperti demam, sakit
kepala, sakit perut. Biasanya kami selaku petugas kesehatan diminta
untuk segera membawa santri yang sakit oleh wali kelas untuk
diistirahatkan di ruang kesehatan, kemudia kami beri obat-obatan
seperti bodrex, mixagrip. Kemudian setelah itu kami awasi santri
tersebut selama masa sakitnya di ruangan itu. Kami juga tidur di
ruangan itu, kemudian jika obat-obatan yang tersedia tidak ada
biasanya kami menuggu sampai stock obat yang lain itu hampir habis
supaya kita bisa membeli obat-obatan yang baru di apotek sekalian.
Hal ini karena kami tidak boleh sering-sering keluar dari pondok”.

2. Belum pernah dilakukan penyuluhan perilaku hidup bersih dan sehat di

pondok putra pesantren Raudhatul Musthafa Lil Khairaat

Berdasarkan hasil wawancara dengan pemimpin pondok putra

pesantren Raudhatul Musthafa Lil Khairaat, didapatkan hasil bahwa

belum pernah dilakukan penyuluhan oleh petugas kesehatan ataupun

instansi kesehatan pemerintah kota palu di pondok pesantren tersebut,

walaupun pencangan terkait dengan Pos Kesehatan Pesantren

segabai program pemerintah dalam meningkatkan kesehatan pada

masayarakat pesantren sudah lama menjadi perbincangan di

pesantren tersebut. Namun menilai dari hasil diskusi tersebut bahwa

tidak ada realisasi lebih lanjut mengenai program pemerintah tersebut.

Hal ini berdasarkan pengakuan dari pemimpin pondok putra pesantren

Raudhatul Musthafa Lil Khairaat. Dari permsalahan tersebut, kami

menyimpulkan bahwa pemberian penyuluhan kesehatan serta

pemeriksaan kesehatan pada unsur pesantren belum mendapatkan


perhatian dari pemerintah, hal ini akan berdampak pada kurangnya

wawasan masyarakat pesantren mengenai perilaku hidup sehat yang

mestinya diterapkan dalam lingkungan pesantren sehingga dapat

menghindarkan masarayakat dalam lingkungan pesantren dari

penyakit yang ditimbulkan oleh perilaku kurang sehat dalam kehidupan

sehari-hari.

FGD

“Sebelumnya kami sudah pernah mengikut sertakan para santri pada


sebuah seminar kesehatan yang dilakukan oleh dinas kesehatan
pemerintah kota palu, seminar tersebut berisikan pencanangan
mengenai pembentukan suatu pemberdayaan masyarakat melalui
posko kesehatan pesantren yang nantinya akan bertanggung jawab
terhadap permasalahan kesehatan yang ada dalam lingkungan
pesantren. Namun hal tersebut belum ada kejelasan lebih lanjut terkait
seperti apa mekanismenya. Kami disini juga belum pernah
kedatangan petugas kesehatan atau instansi kesehatan yang
melalukan promosi kesehatan dan penyuluhan untuk memberikan
edukasi kesehatan kepada kami. Kami sangat berharap kedepannya
ada penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang dapat memberikan edukasi kepada kami dan juga santri-santri
dilingkungan ini, sehingga kami dapat tahu apa yang menjadi
kekurangan kami dan sekaligus menjadi masukan untuk kami di
pondok pesanten.” Ujar ustad Ahmad Zaini

Dari wawancara tersebut kami mengasumsikan bahwa betapa

pentingnya penyuluhan kesehatan di pondok pesantren karena

dengan begitu masyarakat pondok pesantren dapat tahu mengenai

permasalahan penyakit yang bisa terjadi dilingkungannya serta dapat

menjadi acuan untuk menjadikan perilaku hidup bersih dan sehat yang
nantinya akan dapat berdampak terhadap peningkatan derajat

kesehatan di lingkungan pesantren.

3. Santri dan pengawas kesahatan belum mendapatkan wawasan

mengenai penanganan penyakit

Menurut hasil wawancara kami dengan petugas kesehatan pondok

putra pesantren Raudhatul Musthafa Lil Khiaraat dapat diketahui

bahwa kurangnya wawasan petugas kesehatan mengenai

penanganan penyakit pada santri yang sakit dikarenakan sebelumnya

mereka belum pernah mendapatkan informasi dan edukasi mengenai

penanganan awal dan minimal, hal ini dibuktikan bahwa mereka tidak

tau cara pemberian kompres pada santri yang mengalami demam

ataupun tindakan lainnya seperti pembuatan biday saat terjadi trauma

otot pada saat santri-santri beraktivitas. Mereka juga tidak tahu bahwa

beberapa penyakit seperti penyakit infeksi sebaiknya dilakukan

pembatasan kontak dengan santri lain yang sehat atau bahkan

melakukan perlindungan diri bagi diri mereka seperti menggunakan

masker saat melakukan pengawasan pada santri yang sakit.

FGD

Ahmad Naufal. “kami belum pernah kedatangan petugas medis atau


penyuluhan kesehatan di pondok ini, kami juga belum mendapat
pelatihan ataupun seminar kesehatan tentang tindakan atau
penanganan awal penyakit pada santri. Hal ini membuat kami
melakukan tindakan pemberian obat semata kepada santri yang sakit
dan menemaninya di kamar kesehatan sampai santri itu pulih. Jika
penyakitnya sudah bertambah parah, kami biasaya melapor kepada
wali kelas untuk segera membawa santri yang sakit ke RS Sis Al-jufri.
Pada santri dengan penyakit seperti Asma biasanya diberikan izin
untuk membeli obatnya sendiri di apotek, untuk santri yang terkena
gatal-gatal kami tidak tau entah itu karena pengaruh dari penggunaan
air di pondok pesantren ini atau tidak, mereka yang biasanya
kebanyakan juga terkena salah urat karena berolahraga, kami
istirhatkan di kamar kesehatan”.

4. Seringnya santri mengidap penyakit dengan gejala demam, gatal-gatal

sakit perut, sakit kepala, sakit gigi, dan batuk-batuk.

Berdasarkan laporan yang didapatkan dari petugas kesehatan

yang ditunjuk di pondok pesantren, kami menemukan bahwa

kebanyakan dari santri yang sakit itu sering mendapatkan gejala-

gejala demam, gatal-gatal, sakit perut atau sakit gigi, sakit kepala dan

batuk-batuk. Hal ini dikarena pada beberapa santri sering telat makan,

hal ini umumnya dikarenakan biasanya santri ingin makan makanan

yang sesuai dengan seleranya, pada keadaan seperti itu pihak

pesantren memberikan izin bagi santri yang ingin makan makanan

yang sesuai dengan seleranya agar menuliskan menu makanan

tersebut dan menyerahkannya pada wali kelas atau staff pondok.

Sehingga staff pondok akan menyediakan menu makanannya.

Bagi santri yang sakit biasanya mengalami masalah kurang nafsu

makan sehingga ketika dirawat di kamar kesehatan tersedian

makanan berupa cemilan yaitu wafer dan lainnya. Adapun keadaan


gatal-gatal ini sebenarnya terjadi pada keadaan-keadaan tertentu yang

jika terjadi biasanya mewabah dan menjangkiti banyak santri, namun

hal demikian juga dapat sembuh secara bersamaan, beberapa kondisi

yang menyebabkan hal itu karena lebih kepada perilaku kebersihan

santri itu sendiri atau karena pengaruh perubahan cuaca.

FGD

Ust. Ahmad Zaini. “Pada beberapa keadaan santri sering mendapat


gatal-gatal yang biasanya terjadi saat perubahan musim atau karena
pengaruh konsumsi air minum, gatal-gatalnya itu muncul tiba-tiba dan
mengenai banyak santri, namun juga dapat berhenti tiba-tiba dan
serentak tidak ada yang gatal-gatal. Kami juga memberikan izin
kepada santri yang ingin makan makanan sesuai dengan selera
mereka dengan cara menuliskan makanan yang diinginkannya di
kertas lalu staff kami akan membelikan makanan tersebut, hal ini
karena santri tidak diperkenangkan memiliki uang melainkan itu
disimpan di koperasi sehingga keperluan santri akan dibelanjakan
melalui pihak koperasi.”

Ahmad Naufal. “pada kebanyakan santri yang dirawat di kamar


kesehatan umumnya menderita penyakit sakit kepala, demam, atau
sakit gigi. Untuk mereka yang biasanya sakit perut itu kalau mereka
terlambat makan. Beberapa mereka juga biasanya kecapen karena
begadang sebagaimana disini terdapat santri yang bertugas malam.
Mereka juga sering mendapat penyakit batuk-batuk dan kita biasanya
beri commix.”

5. Penyakit yang terjadi umumnya rentan terhadap santri baru

Penyakit-penyakit yang sebelumnya telah dijelaskan rentan terjadi

kepada santri-santri baru, hal ini menurut kami oleh karena santri baru

belum dapat beradaptasi dengan lingkungan baru yang didapatkannya

begitu pula dengan pola perilaku serta regulasi yang berlaku di pondok
pesantren. Hal tersebut menurut kami wajar saja, namun perlu

dilakukan pembelajaran atau pengkajian secara mendalam mengenai

kerentanan tersebut dengan metode pemberian edukasi kepada para

santri maupun santri baru yang bergabung sehingga mereka dapat

melalukan penerimaan terhadap perubahan lingkungan atau pola

perlakuan di pondok pesantren, sehingga kedepannya tidak ada lagi

santri baru yang rentan terhadap penyakit karena perubahan perilaku

tersebut.

FGD

Ust. Ahmad Zaini. “beberapa santri yang baru bergabung di pondok


pesantren ini biasanya menderita gatal-gatal, hal itu entah kenapa
atau mungkin karena meraka belum beradaptasi dengan lingkungan
pesantren.”

6. Beban wali kelas dalam mengawasi santri-santri

Menurut kelompok kami beban wali kelas dalam mengawasi para

santri juga menjadi hal yang berpengaruh pada keadaan yang

menyertai para santri oleh karena 18 orang pengajar di 12 kelas harus

mengawasi santri yang berjumlah 242 orang, hal demikian akan

menjadi permasalahan yang kemudian terdapat santri yang sakit dan

tidak sempat melaporkan hal tersebut kepada wali kelasnya. Santri-

santri dapat terkena penyakit atau jatuh sakit kapanpun dan dimana

pun, hal demikian bisa menjadi masalah serius jika tidak segera

mendapatkan penanganan, terutama pada santri dengan penyakit


bawaan seperti Asma atau pada santri dengan usus turun, oleh karena

penyakit tersebut sangatlah membutuhkan perhatian dan pengawasan

yang ketat karena dapat berdampak pada komplikasi lanjut yang bisa

mengancam nyawa. Sehingga dari permasalahan ini kami

menyarankan kepada pihak pesantren untuk memikirkan kembali

metode pengawasan terhadap para santrinya supaya dapat

menghindarkan para santri dari keadaan yang lebih fatal.

FGD

Ust. Ahmad Zaini. “Para santri disini diawasi dan diperhatikan secara
ketat oleh ustad yang ditunjuk sebagai wali kelas mereka. Kemudian
jika ada santri yang sakit maka wali kelas akan melaporkan hal
tersebut kepada saya selaku pimpinan pondok untuk menentukan
kebijakan lanjut kepada para santri yang sakit itu. Biasanya santri
yang sakit akan melaporkan dirinya pada wali kelas atau dibantu oleh
temannya, sehingga mereka tidak bisa langsung membawa santri
yang sakit di ruangan kesehatan atau keluar dengan sendirinya
mencari pengobatan di luar pondok, kecuali untuk santri yang sudah
tahu dengan penyakit yang dideritanya sendiri, kami memberikan
wewenang tersendiri untuk membeli obat yang dibutuhkannya di
apotek.”

7. Pihak pesantren hanya menanggulangi sebagian dari biaya

pengobatan penyakit pada santri maupun unsur pesantren lainnya

Berdasarkan hasil wawancara kelompok kami dengan pemimpin

pesantren Raudhatul Musthafa Lil Khairaat, kami menemukan bahwa

bagi santri yang sakit sehingga harus dirujuk atau dilarikan ke rumah

sakit Sis Aljufri akan mendapatkan penanggulangan sebagian dari

pembiayaan penyakitnya jika penyakit yang diderita santri memerlukan


penanganan yang lebih lanjut sehingga mesti mendapatkan biaya

kesehatan yang besar, hal tersebut dimungkinkan karena pihak

pondok pesantren sebelumnya telah bekerjasama dengan pihak

rumah sakit Sis Aljufri Palu sebagai tempat rujukan kesehatan bagai

santri yang sakit. Adapun pembiayaan yang berlebih atau tidak dapat

ditanggulangi oleh pihak pesantren maka akan dibebankan ke pihak

keluarga santri. Menurut kami hal tersebut sangatlah bermanfaat bagi

santri terkait dengan jaminan kesehatan yang diperolehnya oleh

karena selain dapat meringankan pihak keluarga, pelayanan

kesehatan yang optimal juga dapat diperoleh oleh santri. Hal demikian

dapat mencegah timbulnya komplikasi lebih lanjut dari penyakit yang

diderita oleh santri disana.

Namun hal ini perlu dikaji lebih mendalam lagi mengenai jaminan

kesehatan yang diperoleh santri terutama kaitannya dengan penyakit-

penyakit apa saja yang menjadi batasan akan jaminan kesehatan

tersebut dan bagaimana regulasi lanjutannya.

FGD

Ust. Ahmad Zaini, “kami telah melakukan hubungan kemitraan dengan


pihak rumah sakit Sis Aljufri Palu, sehingga ketika ada santri yang
sakit dan memerlukan rujukan lebih lanjut untuk menangani
penyakitnya, maka kami dari pihak pesantren akan segera membawa
santri yang sakit itu kesana.”
8. Terdapat beberapa santri yang memiliki penyakit bawaan seperti

Asma, maupun penyakit yang didapat seperti usus turun, dan sering

terkena salah urat

Menurut kelompok kami bahwa penyakit bawaan yang dimiliki oleh

beberapa santri seperti Asma perlu dilakukan pengkajian lebih

mendalam lagi oleh karena diperlukan pemeriksaan kesehatan pada

santri dengan kondisi tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan

pihak pimpinan pondok pesantren, penyakit bawaan yang diderita

santri di pondok tersebut sebelumnya sudah disampaikan oleh pihak

keluarga ataupun oleh santri yang bersangkutan sehingga mereka

sudah tau batasan-batasan dan tindakan yang diperlukan untuk

mengatasi penyakitnya jika terjadi kekambuhan. Pada beberapa santri

yang menyatakan diri mengalami usus turun dan sering terkena salah

urat diasumsikan dari perilaku aktivitas fisik yang dilakukan oleh para

santri tersebut, namun mesti dipastikan dengan pengkajian lebih

mendalam lagi bagaimana keadaan tersebut dapat terjadi pada santri

di pondok pesantren tersebut. Hal ini berarti para santri dengan

penyakit-penyakit tersebut memerlukan perawatan dan pengawasan

yang optimal oleh karena penyakit-penyakit tersebut tidak dapat

disepelekan dan dapat berdampak lebih serius terhadap derajat

kesehatan santri.
FGD

Ust. Ahmad Zaini, “beberapa dari santri kami memang ada yang
mengidap penyakit asma dan itu sudah dilaporkan oleh pihak keluarga
sebelumnya, beberapa juga ada yang sering melaporkan mereka
terkena usus turun, namun kami juga belum tahu pasti kenapa hal
tersebut dikeluhkannya, kami beranggapan bahwa mereka yang
terkena usus turun itu karena selama proses pembelajaran kami
menerapkan perilaku duduk bersilah yang lama dan kami juga tidak
menyediakan kursi bagi para santri di kelas. Kebanyakan dari mereka
juga ada yang sering salah urat, mungkin karena mereka bermain atau
beraktivitas olahraga yang berlebihan sehingga mendapatkan hal
demikian.”
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Anda mungkin juga menyukai