Anda di halaman 1dari 50

EVALUASI PROGRAM KASUS DIABETES MELLITUS (DM)

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS AMBARAWA


PERIODE JANUARI – JULI 2021

(Laporan Evaluasi Program)

Oleh:

dr. Jecsan Veriando S, S.Ked

Dokter Pendamping
dr. Leonita Budi Utami

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


DINAS KESEHATAN KABUPATEN PRINGSEWU
PUSKESMAS AMBARAWA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah Nya

kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Evaluasi Program

(Evapro) yang berjudul “ Evaluasi Program Kasus Diabetes Mellitus (DM) di

Wilayah Puskesmas Ambarawa Periode Januari – Juli 2021”. Pada kesempatan ini

penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada dr. Leonita Budi Utami selaku

pembimbing kami yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan

memberikan motivasi selama penyusunan laporan Evapro ini.

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kebaikan di

masa yang akan datang. Semoga dengan adanya laporan Evaluasi Program tentang

DM agar target pencapaian program Penanganan Penyakit Tidak Menular (P2TM) di

wilayah Puskesmas Ambarawa dapat tercapai dan angka kejadian DM di puskesmas

Ambarawa semakin berkurang setiap tahunnya

Ambarawa, 2021

Penulis

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) merupakan kategori penyakit tidak menular

(PTM) yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional,

nasional maupun lokal. Salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu

mengalami peningkatan penderita setiap tahun di negara-negara seluruh dunia.

Diabetes merupakan serangkaian gangguan metabolik menahun akibat pankreas

tidak memproduksi cukup insulin, sehingga menyebabkan kekurangan insulin

baik absolut maupun relatif, akibatnya terjadi peningkatan konsentrasi glukosa

dalam darah (Infodatin, 2014; Sarwono, dkk, 2007).

Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan

peningkatan angka insiden dan prevalensi DM tipe-2 di berbagai penjuru dunia.

Berdasarkan perolehan data International Diabetes Federation (IDF) tingkat

prevalensi global penderita DM pada tahun 2013 sebesar 382 kasus dan

diperkirakan pada tahun 2035 mengalami peningkatan menjadi 55% (592 kasus)

diantara usia penderita DM 40-59 tahun (International Diabetes Federation,

2013). Tingginya angka tersebut menjadikan Indonesia peringkat keempat

3
jumlah pasien DM terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat, India dan China

(Suyono, 2006).

World Health Organization (WHO) memprediksi adanya peningkatan

jumlah diabetisi (penderita diabetes) yang cukup besar dari 8,4 juta jiwa pada

tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun 2030 dengan pertumbuhan

sebesar 152% (WHO, 2006).

Prevalensi diabetes mellitus di Indonesia berdasarkan hasil Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2020 sebesar 6,2% artinya lebih dari 10,8

juta orang yang menderita Diabetes Mellitus (Riskesdas, 2020). Hasil Riskesdas

tahun 2018 menunjukkan bahwa prevalensi diabetes mellitus di Indonesia

berdasarkan diagnosa dokter pada umur > 15 tahun sebesar 2%. Angka ini

menunjukkan peningkatan dibandingkan prevalensi diabetes melitus pada

penduduk umur > 15 tahun berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013 sebesar

1,5%. Namun 8,5% pada tahun 2018. Angka ini menunjukkan bahwa baru

sekitar 25% penderita diabetes yang mengetahui bahwa dirinya menderita

diabetes. (Infodatin, 2020).

Berdasarkan data sekunder yang didapatkan dari Puskesmas Ambarawa

bahwa angka kejadian Diabetes Mellitus di puskesmas Ambarawa pada bulan

Januari – Juli 2021 adalah 538 orang/10.000 penduduk, dimana angka tertinggi

terdapat pada pasien perempuan dengan jumlah 346 orang/10.000 penduduk

sedangkan pada pasien laki – laki berjumlah 192 orang/10.000 penduduk. (Profil

Puskesmas Ambarawa, 2021).

4
1.2. Rumusan Masalah

1.2.1 Faktor-faktor apa yang menjadi penyebab tingginya kasus Diabetes

Mellitus di wilayah kerja Puskesmas Ambarawa?

1.2.2 Upaya apa yang dapat dilakukan untuk penyelesaian masalah tingginya

kasus Diabetes Melitus di wilayah kerja puskesmas Ambarawa?

1.3. Tujuan Kegiatan

a. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab tingginya kasus Diabetes Melitus di

wilayah kerja Puskesmas Ambarawa.

b. Menentukan prioritas penyebab tingginya kasus Diabetes Melitus di wilayah

kerja Puskesmas Ambarawa.

c. Merumuskan alternatif penyelesaian masalah tingginya kasus Diabetes

Melitus di wilayah kerja Puskesmas Ambarawa.

d. Menentukan prioritas penyelesaian masalah tingginya kasus Diabetes Melitus

di wilayah kerja Puskesmas Ambarawa.

1.4 Manfaat

a. Bagi Evaluator

 Mengetahui dan menganalisa faktor penyebab tingginya kasus Diabetes

Melitus di wilayah kerja Puskesmas Ambarawa.

5
 Melatih dan mengembangkan diri dalam mengatur suatu program

khususnya program P2TM.

b. Bagi puskesmas yang dievaluasi

 Mengetahui penyebab tingginya kasus Diabetes Melitus di wilayah kerja

Puskesmas Ambarawa.

 Memperoleh masukan untuk menyelesaikan masalah tingginya Diabetes

Melitus di wilayah kerja Puskesmas Ambarawa.

c. Bagi masyarakat

Terciptanya pelayanan kesehatan yang bermutu terutama dalam pelayanan

kesehatan lansia bagi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Ambarawa.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Mellitus (DM)

2.1.1 Definisi DM

DM adalah kondisi kronis yang terjadi bila ada peningkatan kadar

glukosa dalam darah karena tubuh tidak dapat menghasilkan insulin atau

menggunakan insulin secara efektif. Insulin adalah hormon penting yang

diproduksi di pankreas kelenjar tubuh, yang merupakan transports glukosa

dari aliran darah ke dalam sel-sel tubuh di mana glukosa diubah menjadi

energi. Kurangnya insulin atau ketidakmampuan sel untuk merespons

insulin menyebabkan kadar glukosa darah tinggi, atau hiperglikemia, yang

merupakan ciri khas DM. Hiperglikemi, jika dibiarkan dalam jangka waktu

yang lama, dapat menyebabkan kerusakan pada berbagai organ tubuh, yang

menyebabkan perkembangan komplikasi kesehatan yang melumpuhkan

dan mengancam jiwa seperti penyakit kardiovaskular, neuropati, nefropati

dan penyakit mata, yang menyebabkan retinopati dan kebutaan (IDF,

2017).

7
2.1.2 Klasifikasi DM

Terdapat beberapa jenis dari DM dan berikut adalah penjelasan

klasifikasi DM menurut International Diabetes Federation (IDF),

2017.

1) DM Tipe 1

DM Tipe 1 disebabkan oleh reaksi autoimun dimana sistem

kekebalan tubuh menyerang sel beta penghasil insulin dipankreas.

Akibatnya, tubuh menghasilkan insulin yang sangat sedikit dengan

defisiensi insulin relatif atau absolut. Kombinasi kerentanan

genetik dan pemicu lingkungan seperti infeksi virus, racun atau

beberapa faktor diet telah dikaitkan dengan DM tipe 1. Penyakit

ini bisa berkembang pada semua umur tapi DM tipe 1 paling

sering terjadi pada anak-anak dan remaja. Orang dengan DM tipe

1 memerlukan suntikan insulin setiap hari untuk mempertahankan

tingkat glukosa dalam kisaran yang tepat dan tanpa insulin tidak

akan mampu bertahan.

2) DM Tipe 2

DM tipe 2 adalah jenis DM yang paling umum, terhitung

sekitar 90% dari semua kasus DM. Pada DM tipe 2, hiperglikemia

adalah hasil dari produksi insulin yang tidak adekuat dan

ketidakmampuan tubuh untuk merespon insulin secara

8
sepenuhnya, didefinisikan sebagai resistensi insulin. Selama

keadaan resistensi insulin, insulin tidak bekerja secara efektif dan

oleh karena itu pada awalnya mendorong peningkatan produksi

insulin untuk mengurangi kadar glukosa yang meningkat namun

seiring waktu, suatu keadaan produksi insulin yang relatif tidak

memadai dapat berkembang.

DM tipe 2 paling sering terlihat pada orang dewasa yang

lebih tua, namun semakin terlihat pada anak-anak, remaja dan

orang dewasa muda. Penyebab DM tipe 2 ada kaitan kuat dengan

kelebihan berat badan dan obesitas, bertambahnya usia serta

riwayat keluarga. Diantara faktor makanan, bukti terbaru juga

menyarankan adanya hubungan antara konsumsi tinggi minuman

manis dan risiko DM tipe 2 (IDF, 2017).

3) DM Gestasional

DM gestasional adalah jenis DM yang mempengaruhi ibu

hamil biasanya selama trimester kedua dan ketiga kehamilan meski

bisa terjadi kapan saja selama kehamilan. Pada beberapa wanita

DM dapat didiagnosis pada trimester pertama kehamilan namun

pada kebanyakan kasus, DM kemungkinan ada sebelum

kehamilan, namun tidak terdiagnosis. DM gestasional timbul

karena aksi insulin berkurang (resistensi insulin) akibat produksi

hormon oleh plasenta (IDF, 2017).

9
2.1.3 Etiologi DM

1) DM Tipe 1

DM tipe 1 disebabkan oleh penghancuran autoimun sel β

pankreas. Proses ini terjadi pada orang yang rentan secara genetik dan

(mungkin) dipicu oleh faktor atau faktor lingkungan (Skyler &

Ricordi, 2011). DM tipe 1 disebabkan oleh interaksi genetika dan

lingkungan, dan ada beberapa faktor genetik dan lingkungan yang

dapat berkontribusi terhadap perkembangan penyakit.

a. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan terutama virus tertentu dianggap

berperan dalam pengembangan DM tipe 1. Virus penyebab DM

tipe 1 adalah rubella, mumps dan human coxsackievirus B4.

Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel β, virus ini

mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini

menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan

hilangnya otoimun (aktivasi limfosit T reaksi terhadap antigen

sel) dalam sel β (Brunner, Suddarth 2001).

b. Enterovirus

Studi epidemiologi telah menunjukkan hubungan yang

signifikan antara kejadian infeksi enterovirus dan perkembangan

DM tipe 1 dan atau autoimunitas (Yeung, et al. 2011), terutama

10
pada individu yang rentan secara genetis (Hober & Sane, 2010).

Sebuah tinjauan dan meta-analisis terhadap penelitian

observasional menunjukkan bahwa anak-anak dengan DM tipe 1

sembilan kali lebih mungkin memiliki infeksi enterovirus

(Yeung, et al. 2011).

c. Faktor Genetik

Pasien DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri, tetapi

mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah

terjadinya DM tipe 1. Wilayah genom yang mengandung gen

HLA (human leukocyte antigen), dan risiko genetik terbesar

untuk DM tipe 1 terkait dengan alel, genotipe, dan haplotipe dari

gen HLA Kelas II (Pociot,et al 2010). HLA merupakan

kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi

dan proses imun lainnya dan merupakan wilayah gen yang

terletak di kromosom 6.

2) DM Tipe 2

Terdapat hubungan yang kuat antara DM tipe 2 dengan

kelebihan berat badan dan obesitas dan dengan bertambahnya usia

serta dengan etnis dan riwayat keluarga (IDF, 2017). DM tipe 2

ditandai oleh resistensi insulin dan penurunan progresif dalam

produksi insulin sel β pankreas. Resistensi insulin adalah kondisi di

mana insulin diproduksi, tetapi tidak digunakan dengan benar:

11
jumlah insulin yang diberikan tidak menghasilkan hasil yang

diharapkan (Allende-Vigo, 2010; Olatunbosun, 2011).

Penurunan progresif dalam fungsi sel β pankreas adalah

karena penurunan massa sel β yang disebabkan oleh apoptosis

(Butler, et al 2003); ini mungkin merupakan konsekuensi dari

penuaan, kerentanan genetik, dan resistensi insulin itu sendiri (Unger

& Parkin, 2010). Etiologi DM tipe 2 adalah kompleks dan

melibatkan faktor genetik dan gaya hidup.

a. Faktor Genetik

Efek dari varian gen umum yang diketahui dalam

menciptakan disposisi pra-DM tipe 2 adalah sekitar 5% -10%

(McCarthy, 2010), jadi tidak seperti beberapa penyakit warisan,

homozigot untuk gen kerentanan ini biasanya tidak

menghasilkan kasus DM tipe 2 kecuali faktor lingkungan (dalam

hal ini gaya hidup).

b. Faktor gaya hidup / demografi

Obesitas jelas merupakan faktor risiko utama untuk

pengembangan DM tipe 2 (Li, Zhao, Luan et al 2011), dan

semakin besar tingkat obesitas, semakin tinggi risikonya. Orang

dengan obesitas memiliki risiko 4 kali lebih besar mengalami

12
DM tipe 2 daripada orang dengan status gizi normal (WHO,

2017).

c. Usia

Usia yang terbanyak terkena DM adalah > 45 tahun yang

di sebabkan oleh faktor degeneratif yaitu menurunya fungsi

tubuh, khususnya kemampuan dari sel β dalam memproduksi

insulin untuk memetabolisme glukosa (Pangemanan, 2014).

d. Riwayat penyakit keluarga

Pengaruh faktor genetik terhadap DM dapat terlihat jelas

dengan tingginya pasien DM yang berasal dari orang tua yang

memiliki riwayat DM melitus sebelumnya. DM tipe 2 sering juga

di sebut DM life style karena penyebabnya selain faktor

keturunan, faktor lingkungan meliputi usia, obesitas, resistensi

insulin, makanan, aktifitas fisik, dan gaya hidup pasien yang

tidak sehat juga bereperan dalam terjadinya DM ini (Neale et al,

2008).

3) DM Gestasional

DM gestasional terjadi karena kelainan yang dipicu oleh

kehamilan, diperkirakan terjadi karena perubahan pada metabolisme

glukosa (hiperglikemi akibatsekresi hormon – hormon plasenta). DM

gestasional dapat merupakan kelainan genetik dengan carainsufisiensi

13
atau berkurangnya insulin dalam sirkulasi darah, berkurangnya

glikogenesis, dan konsentrasi gula darah tinggi (OsgoodND, Roland

FD, Winfried KG, 2011).

2.1.4 Tanda dan Gejala DM

a. DM Tipe 1

Tanda dan gejala dari DM tipe 1 menurut IDF (2017) adalah :

1. Haus yang tidak normal dan mulut kering

Polidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar

glukosa terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk

meningkatkan asupancairan (Subekti, 2009).

2. Sering buang air kecil

Poliuria timbul sebagai gejala DM dikarenakan kadar gula dalam

tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak sanggup untuk

mengurainya dan berusaha untuk mengeluarkannya melalui urin.

(PERKENI, 2015).

3. Kekurangan tenaga / kelelahan

Kelelahan terjadi karena penurunan proses glikogenesis sehingga

glukosa tidak dapat disimpan sebagai glikogen dalam hati serta

adanya proses pemecahan lemak (lipolisis) yang menyebabkan

14
terjadinya pemecahan trigliserida (TG) menjadi gliserol dan asam

lemak bebas sehingga cadangan lemak menurun.

(1) Kelaparan yang konstan

Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal tersebut

disebabkan karena glukosa dalam tubuh semakin habis

sedangkan kadar glukosa dalam darah cukup tinggi

(PERKENI, 2015).

(2) Penurunan berat badan tiba-tiba

Penyusutan BB pada kondisi DM tipe I menunjukkan

rendahnya trigliserida yang tersimpan dalam tubuh sebagai

akibat adanya gangguan metabolisme lipid (Wang et al.,

2014). Trigliserida seharusnya digunakan sebagai sumber

energi untuk beraktivitas (Muruganandan et al., 2005; Rini,

2012).

(3) Penglihatan kabur

Peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemi) dapat

menyebabkan peningkatan tekanan osmotik pada mata dan

perubahan pada lensa sehingga akan terjadi penglihatan yang

tidak jelas atau kabur.

15
b. DM Tipe 2

Tanda dan gejala dari DM tipe 2 menurut IDF (2017)

adalah :

(1) Haus yang berlebihan dan mulut kering

Polidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar

glukosa terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk

meningkatkan asupan cairan (Subekti, 2009).

(2) Sering buang air kecil dan berlimpah

Poliuria timbul sebagai gejala DM dikarenakan kadar gula dalam

tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak sanggup untuk

mengurainya dan berusaha untuk mengeluarkannya melalui urin.

(PERKENI, 2015).

(3) Kurang energi, kelelahan ekstrim

Kelelahan terjadi karena penurunan proses glikogenesis sehingga

glukosa tidak dapat disimpan sebagai glikogen dalam hati serta

adanya proses pemecahan lemak (lipolisis) yang menyebabkan

terjadinya pemecahan trigliserida (TG) menjadi gliserol dan asam

lemak bebas sehingga cadangan lemak menurun.

16
(4) Kesemutan atau mati rasa di tangan dan kaki

Mati rasa merupakan hasil dari hiperglikemia yang menginduksi

perubahan resistensi pembuluh darah endotel dan mengurangi

aliran darah saraf. Orang dengan neuropati memiliki keterbatasan

dalam kegiatan fisik sehingga terjadi peningkatan gula darah

(Kles, 2006).

(5) Infeksi jamur berulang di kulit

Kadar gula kulit merupakan 55% kadar gula darah pada orang

biasa. Pada pasien DM, rasio meningkat sampai 69-71% dari

glukosa darah yang sudah meninggi. Hal tersebut mempermudah

timbulnya dermatitis, infeksi bakterial (terutama furunkel), dan

infeksi jamur terutama kandidosis (Djuanda, 2008).

(6) Lambatnya penyembuhan luka

Kadar glukosa darah yang tinggi di dalam darah menyebabkan

pasien DM mengalami penyembuhan luka yang lebih lama

dibanding dengan manusia normal (Nagori & Solanki, 2011).

(7) Penglihatan kabur

Peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemi) dapat

menyebabkan peningkatan tekanan osmotik pada mata dan

perubahan pada lensa sehingga akan terjadi penglihatan yang tidak

jelas atau kabur.

17
a. DM Gestasional

Tanda dan gejala dari DM gestasional sangatlah mirip dengan

pasien DM pada umumnya, yaitu :

1. Poliuria (banyak kencing)

2. Polidipsia (haus dan banyak minum) dan polifagia (banyak

makan)

3. Pusing, mual dan muntah

4. Obesitas, TFU > normal

5. Lemah badan, kesemutan, gatal, pandangan kabur, dan

pruritus vulva

6. Ketonemia (kadar keton berlebihan dalam darah)

7. Glikosuria (ekskresi glikosa ke dalam urin)

2.1.5. Patofisiologi

a. DM Tipe 1

Perjalanan DM tipe 1 dimulai pada gangguan katabolik

dimana insulin yang bersirkulasi sangat rendah atau tidak ada,

glukagon plasma meningkat, dan sel beta pankreas gagal untuk

merespon semua rangsangan sekresi insulin. Pankreas

menunjukkan infiltrasi limfositik dan penghancuran sel-sel yang

mensekresi insulin dari pulau Langerhans, menyebabkan

kekurangan insulin (Coppieters et al, 2011). Defisiensi insulin

18
absolut memiliki banyak konsekuensi fisiologis, termasuk

gangguan ambilan glukosa ke dalam sel otot dan adiposa dan

tidak adanya efek penghambatan pada produksi glukosa hepar,

lipolisis, dan ketogenesis. Defisiensi insulin yang ekstrim

menyebabkan diuresis osmotik dan dehidrasi serta peningkatan

kadar asam lemak bebas dan diabetes ketoasidosis (DKA), yang

dapat mengancam jiwa (Jaberi et al, 2014).

Ketika massa sel beta menurun, sekresi insulin menurun

sampai insulin yang tersedia tidak lagi cukup untuk

mempertahankan kadar glukosa darah normal. Setelah 80-90% sel-

sel beta dihancurkan, hiperglikemia berkembang dan DM dapat

didiagnosis. Saat ini, autoimunitas dianggap sebagai faktor utama

dalam patofisiologi DM tipe 1. Pada individu yang rentan secara

genetik, infeksi virus dapat menstimulasi produksi antibodi

terhadap protein virus yang memicu respons autoimun terhadap

molekul sel beta antigen yang serupa (Khardori, 2018).

b. DM Tipe 2

Menurut Gale (2014) DM Tipe 2 adalah kondisi heterogen

yang dihasilkan dari kombinasi sekresi insulin yang berkurang dan

peningkatan kebutuhan insulin. Glukagon adalah hormon

pasangan insulin yang mengatur pelepasan glukosa hati, dan

peningkatan pelepasan glukagon memainkan peran penting dalam

19
patofisiologi DM Tipe 2. Kapasitas untuk regenerasi sel beta

berkurang atau hilang pada orang dewasa, dan penurunan massa

sel beta terlihat dengan bertambahnya usia secara paralel dengan

meningkatnya risiko DM. Penurunan ini mungkin dipengaruhi oleh

gen terkait DM yang memainkan peran dalam pemeliharaan dan

fungsi sel beta.

Penyebab langsung hiperglikemia adalah kelebihan produksi

glukosa oleh hati dan mengurangi ambilan glukosa dalam jaringan

perifer karena resistensi insulin. Dalam pelepasan sitokin terjadi

inflamasi dimana inflamasi ini terjadi sebagai konsekuensi dari

obesitas, yang dapat juga menyebabkan peradangan jaringan. Juga

terdapat distribusi lemak tubuh dan penumpukan lemak

intramuskular yang juga berkaitan dengan tingkat resistensi

insulin dimana individu akan rentan mengakumulasi trigliserida

(Gale, 2014).

c. DM Gestasional

Mayoritas wanita dengan DM gestasional kelebihan berat badan

atau obesitas, dan banyak yang memiliki sindrom metabolik laten,

predisposisi genetik untuk DM tipe 2, gaya hidup yang tidak aktif

secara fisik dan kebiasaan makan yang tidak sehat sebelum

kehamilan. Perubahan metabolik lainnya seperti peningkatan

20
pelepasan fraksional amylin dan proinsulin relatif terhadap sekresi

insulin dapat menjadi penyebab atau konsekuensi dari sekresi dan aksi

insulin yang disfungsional (Kautzky Willer, 2015).

2.1.6. Penatalaksanaan Penderita DM

Penatalaksanaan pada pasien DM dalam PERKENI (2015)

bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan cara

mengendalikan gula darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid

melalui pengelolaan secara holistik dengan mengajarkan perawatan

mandiri dan perubahan perilaku. Penatalaksaan ini meliputi 4 pilar DM,

yaitu:

1) Edukasi Pemberdayaan

Pasien DM memerlukan partisipasi aktif dari dirinya sendiri,

keluarga dan masyarakat. Tenaga kesehatan bertugas untuk

memberikan informasi terkait pemantauan glukosa darah mandiri,

tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya kepada

pasien DM dan keluarga. Pemantauan gula darah dapat dilakukan

secara mandiri setelah pasien mendapatkan pengetahuan dan

pelatihan khusus.

21
2) Terapi gizi medis

Prinsip pengaturan makan pada pasien DM hampir sama

dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan

yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi

masing - masing individu. Karbohidrat yang dianjurkan sebesar

45- 65% total asupan energi, asupan lemak sekitar 20- 25%

kebutuhan kalori dan protein sebesar 10 – 20% total asupan energi,

pembatasan natrium tidak boleh lebih dari 3000 mg (1 sendok teh),

konsumsi cukup serat (kurang lebih 25g/hari) dan pemanis yang

tidak berkalori (aspartam, sakarin, sucralose dll).

3) Latihan jasmani

Kegiatan jasmani sehari- hari dan latihan jasmani secara

teratur (3- 4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit),

merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2.

4) Intervensi farmakologis

Terapi farmakologis untuk pasien DM terdiri dari obat oral

dan injeksi. Berdasarkan cara kerjanya, OHO (obat hipoglikemik

oral) dibagi menjadi 5 golongan, yaitu pemicu sekresi insulin

(sulfonylurea dan glinid), peningkat sensitivitas terhadap insulin

(metformin dan tiazolidindion), penghambat glukoneogenesis

22
(metformin), penghambat absorpsi glukosa (penghambat

glukosidase) dan DPPIV inhibitor α.

23
2.1.7. Komplikasi DM

Menurut WHO (2017) komplikasi yang timbul akibat DM

yaitu ketika DM tidak dikelola dengan baik, komplikasi berkembang

yang mengancam kesehatan dan membahayakan kehidupan.

Komplikasi akut adalah penyumbang signifikan terhadap kematian,

biaya dan kualitas hidup yang buruk. Gula darah tinggi yang tidak

normal dapat memiliki dampak yang mengancam jiwa jika memicu

kondisi seperti diabetes ketoasidosis (DKA) pada tipe 1 dan 2, dan

koma hiperosmolar pada tipe 2. Gula darah yang rendah dapat terjadi

pada semua tipe DM dan dapat menyebabkan kejang atau kehilangan

kesadaran. Ini mungkin terjadi setelah melewatkan makan atau

berolahraga lebih dari biasanya, atau jika dosis obat anti-DM terlalu

tinggi.

Seiring waktu DM dapat merusak jantung, pembuluh darah,

mata, ginjal dan saraf, dan meningkatkan risiko penyakit jantung dan

stroke. Kerusakan seperti itu dapat mengakibatkan berkurangnya

aliran darah, yang dikombinasikan dengan kerusakan saraf

(neuropati) di kaki sehingga meningkatkan kemungkinan tukak kaki,

infeksi dan kebutuhan amputasi kaki. Retinopatidiabetik merupakan

penyebab kebutaan yang penting dan terjadi sebagai akibat dari

akumulasi kerusakan jangka panjang pada pembuluh darah kecil di

retina. DM adalah salah satu penyebab utama gagal ginjal. Sebab

utama gangguan ginjal pada pasien DM adalah buruknya

24
mikrosirkulasi. Gangguan ini sering muncul paralel dengan gangguan

pembuluh darah di mata. Penyebab lainnya adalah proses kronis dari

hipertensi yang akhirnya merusak ginjal. Kebanyakan pasien

sebelumnya tidak memiliki keluhan ginjal.

DM yang tidak terkontrol pada kehamilan dapat berdampak

buruk pada ibu dan anak, secara substansial meningkatkan risiko

kehilangan janin, malformasi kongenital, lahir mati, kematian

perinatal, komplikasi obstetrik, dan morbiditas dan mortalitas ibu.

25
BAB III
METODE EVALUASI

1.1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan berupa pengumpulan data

primer dan sekunder:

1) Sumber data primer

- Wawancara dengan koordinator pelaksana program P2TM di

Puskesmas Ambarawa.

- Pengamatan di Puskesmas Ambarawa.

2) Sumber data sekunder

- Laporan program di bagian program P2TM Puskesmas

Ambarawa periode Januari – Juli 2021.

- Profil puskesmas Ambarawa dan buku registrasi pasien P2TM

periode Januari – Juli 2021.

1.2. Cara Penilaian dan Evaluasi

1.2.1. Penetapan indikator

Evaluasi dilakukan pada program pengendalian DM di

Puskesmas Ambarawa. Adapun sumber rujukan tolak ukur penilaian

yang digunakan adalah:

a. Pedoman Pengendalian Diabetes Mellitus dan Penyakit

Metabolik. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular

26
Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan. Depkes RI Tahun 2008.

b. Buku Panduan Ilmu Penyakit Dalam Edisi Ketujuh EGC tahun

2017.

1.2.2. Cara analisis

a. Menetapkan indikator dan tolak ukur dari unsur keluaran

Mengetahui atau menetapkan indikator atau tolak ukur atau

standar yang ingin dicapai merupakan langkah pertama untuk

menentukan adanya suatu masalah dari pencapaian hasil output.

Indikator didapatkan dari berbagai rujukan, rujukan tersebut harus

realistis dan sesuai sehingga layak digunakan untuk mengukur.

tolak ukur juga diperoleh dari rujukan.

b. Membandingkan pencapaian program dengan tolak ukurnya

Langkah selanjutnya adalah membandingkan hasil pencapaian

program (output) dengan tolak ukurnya. Jika terdapat

kesenjangan antara tolak ukur dengan hasil pencapaian pada unsur

keluaran maka disebut sebagai masalah.

c. Menetapkan prioritas masalah

Masalah-masalah yang terdapat pada komponen output tidak

semuanya dapat diatasi secara bersamaan mengingat keterbatasan

kemampuan Puskesmas. Oleh sebab itu, ditetapkan prioritas

masalah yang akan dicari solusi untuk memecahkannya. Salah

satu metode yang digunakan yaitu USG (Urgency, Seriousness,

27
Growth) merupakan alat menyusun urutan prioritas isu yang harus

diselesaikan.

a. Urgency: Seberapa mendesak isu tersebut harus dibahas

dikaitkan dengan waktu yang tersedia dan seberapa keras

tekanan waktu tersebut untuk memecahkan masalah yang

menyebabkan isu tadi.

b. Seriousness: melihat pengaruh bahwa masalah tersebut

akan menyebabkan masalah yang serius atau fatal.

c. Growth: aspek kemungkinan meluas atau berkembangnya

masalah atau kemungkina timbulnya masalah. Untuk sistem

penilaiannya: Nilai 1 (rendah), 2 (sedang), 3 (cukup), 4

(tinggi), 5 (sangat tinggi).

d. Membuat kerangka konsep dari masalah yang diprioritaskan

Proses terjadinya masalah atau kerangka prioritas masalah

perlu digambarkan terlebih dahulu untuk menentukan

penyebab masalah, sehingga diharapkan semua faktor

penyebab masalah dapat diketahui dan diidentifikasi.

e. Identifikasi penyebab masalah

Langkah selanjutnya adalah mengelompokkan unsur

masukan, proses, umpan balik dan lingkungan sebagai

faktor yang diperkirakan berpengaruh terhadap prioritas

masalah. Selanjutnya menentukan tolak ukur dari masing–

masing unsur tersebut, kemudian bandingkan pencapaian

unsur tersebut dengan tolak ukurnya, kesenjangan yang ada

28
ditetapkan sebagai penyebab masalah.

f. Membuat alternatif pemecahan masalah

Sesuai dengan penyebab masalah yang ditemukan, maka

dibuat alternatif pemecahan masalah. Alternatif tersebut

dibuat dengan melihat kerangka konsep prioritas masalah,

sehingga tersusun.

g. Menentukan prioritas cara pemecahan masalah

Dari berbagai alternatif cara pemecahan masalah yang telah

dibuat, maka akan dipilih satu cara pemecahan masalah

(untuk masing – masing penyebab masalah) yang dianggap

paling baik dan memungkinkan. Untuk menilai efektifitas

jalan keluar, diperlukan kriteria tambahan sebagai berikut:

1. Besarnya masalah yang dapat diselesaikan (Magnitude)

Makin besar masalah yang dapat diatasi, makin tinggi

prioritas jalan keluar tersebut.

2. Pentingnya jalan keluar (Importancy)

Pentingnya jalan keluar dikaitkan dengan

kelangsungan masalah. Makin baik dan sejalan

selesainya masalah, makin penting jalan keluar

tersebut.

3. Sensitifitas jalan keluar (Vulnerability)

Sensitifitas dikaitkan dengan kecepatan jalan

keluar dalam mengatasi masalah, makin cepat masalah

teratasi, makin sensitif jalan keluar tersebut.

29
Selanjutnya ditetapkan nilai efisiensi (efficiency) untuk

setiap alternatif jalan keluar. Nilai efisiensi biasanya

dikaitkan dengan biaya (cost) yang diperlukan untuk

melaksanakan jalan keluar. Makin besar biaya yang

diperlukan makin tidak efisien jalan keluar tersebut.

Beri angka satu (biaya paling sedikit) sampai angka

lima (biaya paling besar). Nilai prioritas (P)

dihitung untuk setiap alternatif jalan keluar. Jalan

keluar dengan nilai P tertinggi, adalah prioritas jalan

keluar terpilih.

3.3. Diagram Fishbone

Diagram cause and effect atau diagram sebab akibat adalah alat yang

membantu mengidentifikasi, memilah, dan menampilkan berbagai penyebab

yang mungkin dari suatu masalah atau karakteristik kualitas tertentu. Diagram

ini menggambarkan hubungan antara masalah dengan semua faktor penyebab

yang mempengaruhi masalah tersebut. Jenis diagram ini kadang‐kadang

disebut diagram “Ishikawa" karena ditemukan oleh Kaoru Ishikawa, atau

diagram “fishbone” atau “tulang ikan" karena tampak mirip dengan tulang

ikan. Diagram fishbone ini dapat digunakan ketika kita perlu:

- Mengenali akar penyebab masalah atau sebab mendasar dari akibat,

30
masalah, atau kondisi tertentu.

- Memilah dan menguraikan pengaruh timbal balik antara berbagai faktor

yang mempengaruhi akibat atau proses tertentu

- Menganalisis masalah yang ada sehingga tindakan paling tepat dapat

diambil.

3.4. Waktu dan Tempat

Pengambilan data dilakukan mulai tanggal 01 Agustus sampai 9 September

2021 di Puskesmas Ambarawa.

31
BAB IV

GAMBARAN WILAYAH PUSKESMAS

4.1. Gambaran Umum

Puskesmas Ambarawa terdapat di Pulau Sumatera, masuk

dalam Propinsi Lampung, Kabupaten Pringsewu Kecamatan Ambarawa,

Desa ambarawa, jalan HM. Ghardi No.1. Terletak diantara lintang -

5,410961 dan bujur 104.959451, dengan karakteristik wilayah kerja

pedesaan, berstatus akreditasi madya. Mempunyai akses jalan depan

gedung puskesmas aspal/beton. Kendaraan yang dapat melalui jalan

depan puskesmas sepeda,kendaraan bermotor roda dua, kendaraan

bermotor roda empat. Memiliki sumber penerangan listrik.

4.2. Keadaan Geografi

1. Luas Wilayah

Puskesmas Ambarawa yang terletak di pekon Ambarawa

Kecamatan Ambarawa didaerah pedesaan memiliki luas wilayah 31.880

Ha,dengan dataran rendah dimana persebaran desa dan pemusatan

penduduk desa sangat dipengaruhi oleh keadaan tanah, tata air dan

topografi dan ketersediaan sumberdaya alam yang terdapat di pekon

Ambarawa Kecamatan Ambarawa mengikuti pola persebaran desa

memanjang (line village community type) yang memiliki ciri

32
pemukiman berupa deretan memanjang, kanan-kiri pemukiman adalah

jalan atau sungai.Tanah pertanian yang dimiliki terletak dibelakang

rumah dan tidak begitu luas dan dengan bentuk mengikuti jalan yaitu

pola desa yang terdapat disebelah kiri dan kanan jalan raya atau jalan

umum Pola ini banyak terdapat didaratan rendah.

2. Jumlah pekon

Puskesmas Ambarawa yang masuk dalam wilayah kecamatan

Ambarawa yang mengalami pemekaran wilayah dimana sekarang

memiliki beberapa pekon. UPT Puskesmas Ambarawa terletak di

Kecamatan Ambarawa dengan luas wilayah 31.880 ha yang dibagi

menjadi 8 ( delapan ) pekon sebagai berikut:

1. Pekon Ambarawa, terdiri dari 4 RW dan 18 RT

2. Pekon Sumber Agung, terdiri dari 4 RW dan 16 RT

3. Pekon Kresnomulyo, terdiri dari 7 RW dan 16 RT

4. Pekon Margodadi, terdiri dari 4 RW dan 15 RT

5. Pekon Jati Agung, terdiri dari 3 RW dan 6 RT

6. Pekon Tanjung Anom, terdiri dari 4 RW dan 7 RT

7. Pekon Ambarawa Barat, terdiri dari 2 RW dan 12 RT

8. Pekon Ambarawa Timur, terdiri dari 2 RW dan 6 RT

33
Gambar 2. Peta Wilayah UPT Puskesmas Ambarawa Kec Ambarawa Kab Pringsewu

Batas-batas wilayah kerja UPT Puskesmas Ambarawa meliputi :

1. Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah kerja Kecamatan Kedondong dan

Gedong Tataan.

2. Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Pagelaran,

Kecamatan Pagelaran

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Pardasuka,

Kecamatan Pardasuka

4. Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Pringsewu,

Kecamatan Pringsewu

C. Perhubungan

Berdasarkan tingkat perkembanganya pekon Ambarawa

termasuk desa swakarya/tradisional. Mobilitas penduduk dapat dibedakan

antara mobilitas penduduk vertical dan mobilitas penduduk horizontal.

34
Mobilitas penduduk vertikal sering disebut dengan perubahan status

atau perpindahan dari cara-cara hidup tradisional ke cara hidup yang

lebih modern. Salah satu contonya adalah perubahan status pekerjaan

seseorang mula – mula bekerja dalam sektor pertanian sekarang bekerja

dalam sektor non pertanian. Mobilitas penduduk horizontal atau sering

pula disebut dengan mobilitas penduduk geografis adalah gerak

(movement) penduduk yang melintasi batas wilayah menuju ke wilayah

yang lain dalam periode waktu tertentu (Mantra,1987).

Pada tahun 2013 salah satu sektor yang memberikan kontribusi

terbesar di Kabupaten Pringsewu adalah perdagangan, hotel dan restaurant

yaitu sebesar 16,72%. Dapat dilihat bahwa setiap tahunnya peranan sektor

perdagangan berfluktuasi, akan tetapi tetap pada nilai rata-rata sekitar

16%. Pada tahun 2012-2013 peranan tersebut mengalami peningkatan dari

16,07% menjadi 16,72%. Melihat kontribusi sektor perdagangan hotel,

restaurant sebagai salah satu penyumbang terbesar, diharapkan sektor

perdagangan dapat membantu dalam menyediakan lapangan pekerjaan

untuk Kabupaten Pringsewu (Sumber BPS Pringsewu, 2015).

Sarana transportasi dalam wilayah kerja Puskesmas Ambarawa

yang ditempuh melalui jalur darat bisa menggunakan kendaraan roda

dua/sepeda motor dan roda empat/mobil.

Seluruh desa diwilayah kerja Puskesmas Ambarawa bias dilalui oleh

kendaraan dengan jarak tempuh sebagai berikut :

 Pekon Ambarawa, dengan jarak tempuh ½ km

 Pekon Sumber Agung, dengan jarak tempuh 2 km

35
 Pekon Kresnomulyo, dengan jarak tempuh 3 km

 Pekon Margodadi, dengan jarak tempuh 2 km

 Pekon Jati Agung, dengan jarak tempuh 2 km

 Pekon Tanjung Anom, dengan jarak tempuh 3 km

 Pekon Ambarawa Barat, dengan jarak tempuh ½ km

 Pekon Ambarawa Timur, dengan jarak tempuh 1 km

Sarana transportasi yang dimiliki oleh Puskesmas Ambarawa, terdiri atas :

- Satu unit Mobil Pusling tahun 2005 dengan Kondisi baik.

- Satu unit Ambulance tahun 2014 dengan Kondisi baik

- Lima Unit kendaraan bermotor dengan kondisi baik.

Sarana Gedung UPT Puskesmas Ambarawa

Sarana yang terdapat pada Puskesmas Ambarawa, terdiri dari :

1. Gedung Puskesmas induk dengan ukuran luas 507 m2 yang terletak di desa

Ambarawa

2. Gedung Pustu terletak di desa Sumber Agung, Margodadi, dan Tanjung Anom

3. Rumah dinas dokter dengan luas 54 m2 terletak di desa Ambarawa

4. Rumah dinas paramedis terletak di desa Sumber Agung

5. Gedung PONED yang terletak di desa Ambarawa.

36
D. Demografi

Tablet.1. Data Penduduk dan Sasaran Program UPT Puskesmas Ambarawa

No Jumlah
Penduduk Luas Kepadatan
Kelurahan/Desa
Wilayah Penduduk

1 Ambarawa 6.164 450 13,46/Km


2 Sumberagung 6.100 377,3 15,02/Km
3 Kresnomulyo 7.516 590 11,38/Km
4 Margodadi 4.518 529,2 9,32/Km
5 Jati agung 3.048 355,7 7,76/Km
6 Tanjung Anom 1.288 211,5 10,96/Km
7 Ambarawa Barat 4.774 312 16,09/Km
8 Ambarawa Timur 1.450 301,6 4,56/Km
PUSKESMAS 34.858 3.217,3 11/Km

Tabel 2. Data Penduduk Laki-Laki Diwilayah Kec Ambarawa

No. NAMA DESA Jumlah


1. Ambarawa 2.850
2. Sumberagung 2.964
3. Kresnomulyo 3.731
4. Margodadi 2.378
5. Jati agung 1.604
6. Tanjung Anom 599
7. Ambarawa Barat 2.461
8. Ambarawa Timur 745
TOTAL 17.332

37
Tabel 3 Data Penduduk Perempuan di Wilayah Kec. Ambarawa

No. NAMA DESA Jumlah

1. Ambarawa 3.314

2. Sumberagung 3.136

3. Kresnomulyo 3.785

4. Margodadi 2.140

5. Jati agung 1.446

6. Tanjung Anom 689

7. Ambarawa Barat 2.313

8. Ambarawa Timur 705

TOTAL 17.526

Tabel 4. Data Jumlak KK di Wilayah Kec Ambarawa

No. NAMA DESA Jumlah KK

1. Ambarawa 1.330

2. Sumberagung 1.543

3. Kresnomulyo 2.034

4. Margodadi 1.453

5. Jati agung 772

6. Tanjung Anom 659

7. Ambarawa Barat 1.425

8. Ambarawa Timur 424

TOTAL 9.640

38
E. Pendidikan

Tabel 5. Data Sekolah Di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Ambarawa 2018

Jumlah Jumlah Kader


Nama Siswa Jumlah Guru
No Sekolah UKS/
Sekolah Sekolah UKS
UKS Dokcil

1. TK 1121 18 18 0 18

2. SD/MI 3958 25 25 25 25

3. SLTP/MTS 2346 9 9 0 9

4. SLTA/SMA 2859 7 7 0 7

5. PT - - - - -

39
BAB V
HASIL EVALUASI DAN PEMBAHASAN

5.1. Menetapkan Indikator dan Tolak Ukur Dari Unsur Keluaran

Masalah ditetapkan dengan menemukan kesenjangan antara tolak

ukur dengan hasil pencapaian pada unsur keluaran. Proses identifikasi

masalah dimulai dengan mengetahui keluaran program kerja puskesmas, jika

ditemukan kesenjangan antara keluaran dengan tolak ukur maka hal tersebut

merupakan masalah pada program puskesmas. Berikut beberapa indikator

beserta tolak ukur yang telah ditetapkan oleh dinas kabupaten/kota

Pringsewu:

Tabel 6. Angka Kejadian Diabetes Mellitus di Wilayah Puskesmas


Ambarawa Periode Januari – Juli 2021

No Jumlah Jumlah
Bulan Prevalensi Prevalensi Total
Laki- laki Perempuan
1. Januari 22 40 62
2. Februari 11 58 69
3. Maret 32 61 93
4. April 34 67 101
5. Mei 28 50 78
6. Juni 22 37 59
7. Juli 23 33 79
Total 538

40
5.2. Membandingkan Pencapaian Program Dengan Tolak Ukurnya

Dalam membandingkan pencapaian keluaran program dengan tolak

ukur keluaran masalah dibutuhkan target pencapaian pada tolak ukur masalah

dan target pencapaian yang ditemukan pada program pengendalian DM di

wilayah Puskesmas Ambarawa. Berikut tabel daftar program pencapaian

kesehatan lingkungan di wilayah puskesmas Ambarawa periode Januari – Juli

2021 adalah sebagai berikut:

Tabel 7. Daftar Program pengendalian DM di Wilayah Puskesmas Ambarawa


Pada Bulan Januari – Juli 2021
No Variabel Keluaran Tolak Ukur Pencapaian Masalah

1. Kegiatan Posbindu tiap Target 70% +


bulanan pencapaian
100%
2. Penyuluhan DM pada Target 40% +
lansia pencapaian
100%
3. Kunjungan rumah Target 20% +
penderita DM pencapaian
100%

5.3. Menetapkan Prioritas Masalah

Berdasarkan Tabel 5.2 hampir semua program pengendalian DM di

puskesmas Ambarawa periode Januari – Juli 2021 sebagian besar masih

belum mencapai target sasaran. Metode pemecahan masalah yang digunakan

adalah USG, yaitu:

1. Urgency: Menilai ketersediaan waktu untuk pemecahan masalah yang

ada.

41
2. Seriousness: Melihat pengaruh bahwa masalah tersebut akan

menyebabkan hal yang serius/fatal.

3. Growth: Aspek kemungkinan meluasnya /berkembangnya masalah / atau

kemungkinan timbulnya masalah.

Tabel 5.3. Penentuan prioritas masalah dengan menggunakan metode USG

Nilai Kriteria Hasil Akhir


No Masalah
U S G
1. Kegiatan 4 3 4 11
Posbindu tiap
bulanan
2. Penyuluhan DM 3 2 3 8
pada lansia
3. Kunjungan 2 3 2 7
rumah penderita
DM

Keterangan:
U (Urgency), S (Seriousness), G (Growth)
Skoring 1: Rendah
Skoring 2: Sedang
Skoring 3: Cukup
Skoring 4: Tinggi
Skoring 5: Sangat tinggi

42
5.4. Kerangka Konsep
Lingkungan :

Stigma masyarakat yang


masih kurang tentang DM
sehingga masih banyak
Input : masyarakat yang
menyepelekan hal tersebut.
1. Kurangnya kesadaran pasien
untuk kontrol ke puskesmas
2. Kurangnya penyuluhan yang
diberikan tentang DM pada
lansia
3. Terhambatnya kegiatan
posbindu pada bulan agustus
karena pandemi Proses : Output :

Banyaknya pasien DM Target Program


yang tidak terkontrol Temuan kasus DM
dan jarang melakukan dapat tercapai dan
skrining pemeriksaan angka kesakitan akibat
kadar glukosa darah DM dapat berkurang
secara berkala setiap tahunnya.

Gambar 3. Kerangka Konsep Masalah

5.5.Identifikasi Penyebab Masalah

Setelah mengetahui prioritas masalah, maka dibuat identifikasi

penyebab masalah dengan menggunakan diagram fishbone. Diagram fishbone

merupakan suatu alat yang dapat membantu mengidentifikasi, memilih dan

menampilkan berbagai penyebab yang mungkin berasal dari suatu masalah

atau karakteristik kualitas tertentu. Diagram ini menggambarkan hubungan

antara masalah dengan semua faktor penyebab yang mempengaruhi masalah

tersebut.

43
MAN

Kurangnya pengetahuan Kurangnya kesadaran


masyarakat tentang masyarakat untuk rutin
Diabetes Mellitus kontrol ke Puskesmas

MATERIAL

Stigma masyarakat yang


Kurangnya kebiasaan untuk kurang baik tentang
Media promosi
dapat rutin mengkonsumsi Diabetes Mellitus
kesehatan/
obat antidiabetes
penyuluhan
mengenai DM Capaian Temuan
masih kurang Kejadian DM di
Skrining DM pada Wilayah
pasien yang terindikasi puskesmas
DM belum dilakukan Ambarawa
secara berkala tahun2021
hanya 70% dari
target 100%
Belum adanya
Masih rendahnya
alokasi dana
angka kasus DM yang
untuk
tidak terkontrol
mensejahtera
kan kader

Keterbatasan nakes yang


melakukan kunjungan ke
rumah untuk melakukan
METHOD pemantauan ruitn pada
MONEY
pasien DM

MACHINE

Gambar 4. Diagram Fishbone Penyebab Masalah

Berdasarkan diagram fishbone di atas, perlu dicari masalah–masalah yang

memiliki peranan paling penting dalam mencapai keberhasilan program. Dengan

menggunakan model teknik kriteria matriks pemilihan prioritas dapat dipilih

masalah yang paling dominan.

44
No. Daftar Masalah I T R
P S RI DU SB PB PC IxTxR
1. Man
Kurangnya 4 2 3 2 3 3 4 3 4 252
kesadaran
masyarakat untuk
rutin kontrol ke
Puskesmas

Kurangnya 2 3 3 2 4 3 2 3 3 189
pengetahuan
masyarakat
tentang DM

Kurangnya 4 2 2 3 3 3 2 3 2 114
kebiasaan untuk
rutin
mengkonsumsi
obat antidiabetes

Stigma
masyarakat yang 4 4 2 2 3 2 4 2 3 126
kurang baik
tentang DM

2. Material
Media 3 3 2 3 2 2 3 4 2 144
penyuluhan yang
kurang memadai
terkait DM di
masyarakat

Skrining pada 3 2 3 3 3 2 3 3 2 114


pasien DM belum
dilakukan secara
berkala

3. Method

Masih rendahnya
angka kejadian 3 4 4 3 2 3 3 3 2 132
DM yang tidak
terkontrol
4 Machine
Keterbatasan 4 2 3 2 3 2 2 2 3 72
nakes untuk
melakukan
kegiatan

45
kunjungan berkala

5. Money

Belum adanya 3 4 2 2 3 3 2 2 2 76
alokasi dana untuk
mensejahtera kan
kader

Keterangan: P = Prevalence

S = Severity

PB = Public concern

RI = Rate of increase

DU = Degree of unmeet need


SB = Social benefit

PC = Political climate

T = Technical feasiability R
= Resources availability

Setelah dilakukan pemilihan prioritas penyebab masalah, didapatkan penyebab

yang paling dominan adalah kurangnya kesadaran masyarakat terkait gangguan

jiwa.

46
BAB VI
ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

6.1. Menyusun Alternatif Pemecahan Masalah

Pencapaian program temuan kasus DM di wilayah kerja Puskesmas

Ambarawa periode Januari – Juli 2021 masih belum mencapai target yang

diharapkan yaitu sebesar 70 % atau 538 orang. Belum tercapainya kejadian

DM yang di temukan di wilayah kerja Puskesmas Ambarawa disebabkan oleh

berbagai faktor, setelah dilakukan penentuan prioritas penyebab masalah,

maka penyebab dominan ialah kurangnya kesadaran masyarakat untuk rutin

kontrol ke fasilitas kesehatan terdekat. Berdasarkan hal tersebut, dapat

dirumuskan beberapa alternatif pemecahan masalah yang diharapkan

kedepannya program pencegahan DM di wilayah kerja Puskesmas Ambarawa

dapat mencapai target. Beberapa alternatif pemecahan masalah tersebut

dapatdilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6.1. Alternatif Pemecahan Masalah

Masalah Penyebab Dominan Alternatif

Capaian kejadian Kurangnya kesadaran  Pelaksanaan posbindu bulanan


DM di Puskesmas masyarakat untuk rutin  Media penyuluhan mengenai
Ambarawa periode kontrol ke pelayanan DM
Januari – Juli 2021 kesehatan terdekat.  Kunjungan kader ke rumah
hanya 70% dari pasien DM minimal 3 bulan
100% sekali
 Senam lansia untuk pencegahan
Diabetes Mellitus tiap pekan

47
6.2.Menentukan Prioritas Cara Pemecahan Masalah

Berdasarkan tabel 6.1 terdapat tiga alternatif pemecahan masalah

untuk menyelesaikan masalah kasus DM di wilayah puskesmas Ambarawa

pada bulan Januari – Juli 2021, penulis menggunakan rumus MIV/C untuk

memilih prioritas pemecahan masalah. Rumus tersebut diuraikan dalam tabel

6.2 di bawah ini.

Efektivitas Efisiensi Jumlah


No. Daftar Alternatif Jalan Keluar (MIV/C)
M I V C
1. Pelaksanaan posbindu bulanan 4 3 3 3 12

2. Media penyuluhan mengenai 2 3 2 3 9


DM

3. Kunjungan kader ke rumah 2 3 3 2 9


pasien DM minimal 3 bulan
sekali
4. Senam lansia untuk 3 2 4 2 11
pencegahan Diabetes Mellitus
tiap pekan

Keterangan:
P : Prioritas alternatif pemecahan masalah (MIV/C).
M : Magnitude, yaitu besarnya masalah yang dilihat dari

morbiditas danmortalitas.

I : Importance, yang ditentukan oleh jenis kelompok

penduduk yangterkena masalah/penyakit.

48
V : Vulnerability, yaitu ada/tersedianya cara–cara

pencegahan danpemberantasan masalah yang

bersangkutan

C : Cost, yaitu biaya yang diperlukan untuk menanggulangi

masalahtersebut.

Berdasarkan pemilihan prioritas jalan keluar dengan menggunakan “Criteria

Matrix Technic” dengan memperhatikan efektifitas jalan keluar seperti besarnya

masalah yang dapat diselesaikan (magnitude), pentingnya jalan keluar

(importance), sensitivitas jalan keluar (vulnerability), dan efisiensi jalan keluar

(cost), maka didapatkan prioritas jalan keluar yang pertama adalah pelaksanaan

posbindu bulanan. Melalui kegiatan aktif-masif ini, diharapkan dapat

meningkatkan angka kesembuhan kasus DM di wilayah kerja puskesmas

Ambarawa.

49
BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil evaluasi program didapatkan beberapa prioritas

masalah yang menjadi tidak tercapainya kegiatan program pengendalian DM

di wilayah puskesmas Ambarawa yaitu kurangnya kesadaran masyarakat

untuk kontrol rutin ke pelayanan kesehatan terdekat, kurangnya pengetahuan

masyarakat tentang DM, dan kurangnya media promosi kesehatan

(penyuluhan) yang diberikan kepada masyarakat. Sehingga alternatif

pemecahan masalah yang dapat dilakukan adalah dapat dilakukan penyuluhan

berupa ceramah atau media leaflet saat pelaksanaan posbindu, kunjungan ke

rumah pasien DM oleh kader minimal 3 bulan sekali dan dapat ditambahkan

dengan kegiatan senam rutin setiap 1 minggu sekali.

7.2. Saran

Bagi puskesmas, perlu diadakan penyuluhan saat homecare pada masyarakat

tentang Diabetes Mellitus dan perlu ditambahkan media penyuluhan berupa

leaflet atau banner tentang DM di depan Puskesmas Ambarawa atau poster

yang dipasang di ruangan balai pengobatan dan KIA.

Bagi masyarakat, perlu diadakan penyuluhan terkait DM untuk memperluas

wawasan dan ilmu pengetahuan.

50

Anda mungkin juga menyukai