Disusun oleh:
Pendamping PIDI:
Puskesmas Meureudu
Pidie Jaya
Mei 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat, rahmat dan
hidayah-Nya, penyusunan mini project yang berjudul Prevalensi Penderita Skabies Di
Wilayah Kerja Puskesmas Meureudu.
Shalawat beriring salam penulis sanjung sajikan kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah membawa umat manusia dari alam kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu
pengetahuan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan mini project ini dapat terselesaikan
berkat bantuan, dukungan, bimbingan, serta arahan dari banyak pihak. Oleh karena itu dalam
kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. dr. Yuni Rahmadewi selaku pembimbing dokter internsip di Puskesmas Meureudu
2. Kedua orang tua penulis yang telah mencurahkan segenap kasih sayang, dukungan dan doa
yang tiada henti kepada penulis.
3. Teman sejawat dalam Program Internsip Dokter Indonesia di wahana Kabupaten Pidie jaya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa mini project ini masih jauh dari sempurna karena
keterbatasan pengetahuan, pengalaman dan waktu. Oleh karena itu kritik dan saran sangat
diharapkan untuk kesempurnaan proses pembelajaran ini dan mohon maaf atas segala
kekurangannya.
Akhir kata penulis berharap semoga mini project ini dapat bermanfaat khususnya bagi
penulis dan bagi pembaca pada umumnya.
Penulis
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
Skabies adalah penyakit infeksi yang menular yang disebabkan oleh infeksi
dan sensitisasi oleh tungau Sarcoptes scabiei varietas hominis. Skabies sering
diabaikan karena tidak mengancam jiwa dan prioritas penanganannya rendah, namun
sebenarnya skabies yang berlangsung lama dan berat dapat menimbulkan komplikasi
yang berbahaya. Penyakit ini lebih banyak terjadi di negara berkembang, terutama di
daerah endemis dengan iklim tropis dan subtropis, seperti Afrika, Amerika Selatan,
dan Indonesia. Skabies ditandai gatal malam hari, mengenai sekelompok orang,
dengan tempat predileksi di lipatan kulit yang tipis, hangat dan lembab.
Menurut data Depkes RI prevalensi penyakit skabies tahun 2013 menduduki urutan
ketiga dari 12 penyakit kulit yang tersering. Sebanyak 13 provinsi mempunyai prevalensi
penyakit kulit diatas prevalensi nasional, yaitu Aceh, Sumatera Barat, Bengkulu, Bangka
Belitung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur,
Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo. Beberapa faktor
yang berpengaruh pada prevalensi skabies antara lain keterbatasan air bersih, perilaku
kebersihan yang buruk, dan kepadatan penghuni rumah. Dengan tingginya kepadatan
penghuni rumah, interaksi dan kontak fisik erat yang akan memudahkan penularan
skabies, oleh karena itu penyakit ini banyak terdapat di asrama, panti asuhan, pondok
Kelainan kulit ini sering menimbulkan ketidak nyamanan karena lesi yang sangat
4
terutama yang diakibatkan oleh bakteri Group A Streptococci (GAS) serta
Staphylococcus aureus. Penyakit skabies ini sangat mudah sekali menular dan sangat
gatal terutama pada malam hari. Predileksi dari skabies ialah biasanya pada axilla,
areola mammae, sekitar umbilikus, genital, bokong, pergelangan tangan bagian volar,
sela-sela jari tangan, siku flexor, telapak tangan dan telapak kaki.
Skabies yang terjadi pada anak balita biasanya terdapat pada leher, kepala,
telapak tangan dan telapak kaki sehingga sering dikelirukan dengan gambaran
eksema atopik. Karena sifatnya yang sangat menular, maka skabies ini popular
Dari uraian singkat di atas, adalah menarik untuk membahas tentang skabies di
Oktober 2022.
5
1.4 Manfaat Penelitian
Puskesmas Meureudu.
2. Manfaat bagi institusi: hasil mini project ini diharapkan dapat menjadi data
dasar untuk mengetahui lebih lanjut faktor risiko dan menjadi dasar acuan
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Skabies disebut juga
dengan the itch, pamaan itch dan seven year itch. Skabies mudah menyebar baik
secara langsung atau melalui sentuhan langsung dengan penderita maupun secara
tak langsung melalui baju, seprai, handuk, bantal, air atau sisir yang pernah
sarcoptes.
Penyakit skabies diperkirakan mencapai sekitar 300 juta kasus per tahunnya di
seluruh dunia dan menyerang semua umur, jenis kelamin, ras, dan tingkat
sosioekonomi. Tingkat kejadian skabies dalam literatur terbaru mencapai sekitar dari
0,3% sampai 46%, namun anak-anak paling rentan terjangkit skabies. Masyarakat
dengan sumber daya yang rendah sangat rentan terjangkit penyakit skabies. Faktor yang
Banyak faktor yang menunjang penyakit ini, antara lain sosial ekonomi yang
7
Menurut World Health Organization (WHO) angka kejadian skabies pada tahun
2014 sebanyak 130 juta orang didunia. Menurut Internasional Alliance for the control
of Scabies (IACS) kejadian skabies bervariasi mulai dari 0,3% menjadi 46%. Skabies
ditemukan disemua negara dengan prevalensi yang bervariasi. Beberapa negara yang
semua ras dan kelompok umur serta cenderung tinggi pada anak- anak dan remaja.
Siklus hidup S. scabiei terdiri tadi telur, larva, nimfa, dan tungau dewasa.
Infestasi dimulai ketika tungau betina gravid berpindah dari penderita skabies ke
orang sehat. Tungau betina dewasa akan berjalan di permukaan kulit untuk
Tungau akan menggali terowongan sempit dan masuk ke dalam kulit. Penggalian
biasanya malam hari sambil bertelur atau mengeluarkan feses. Tungau betina
hidup selama 30-60 hari di dalam terowongan dan selama itu tungau tersebut terus
memperluas terowongannya.
kulitnya. Lesi primer yang terbentuk akibat infeksi skabies pada umumnya berupa
8
berwarna putih abu-abu, tipis dan kecil seperti benang dengan struktur linear atau
atau papul kecil. Terowongan dapat ditemukan bila belum terdapat infeksi
sehingga menimbulkan lesi sekunder. Lesi sekunder berupa papul, vesikel, pustul,
dan terkadang bula. Selain itu dapat pula terbentuk lesi tersier berupa ekskoriasi,
eksematisasi, dan pioderma. Meskipun dapat terbentuk lesi sekunder dan tersier,
namun tungau hanya dapat ditemukan pada lesi primer. Lesi primer pada skabies
sangat menular melalui jatuhnya krusta yang berisi tungau. Krusta tersebut
Oleh karena itu, tungau ini sangat menyukai bagian kulit yang memiliki stratum
korneum yang relatif lebih longgar dan tipis seperti sela-sela jari tangan, telapak
tangan bagian lateral, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat
eksterna (pria).
Bentuk skabies ini ditandai dengan dermatosis berkrusta pada tangan dan
kaki, kuku yang distrofik, serta skuama yang generalisata. Bentuk ini sangat
9
menular, tetapi rasa gatalnya sangat sedikit. Tungau dapat ditemukan dalam
jumlah yang sangat banyak. Penyakit terdapat pada pasien dengan retardasi
2. Skabies nodular
Skabies dapat berbentuk nodular bila lama tidak mendapat terapi, sering
Gejala klinis pada infeksi kulit akibat skabies disebabkan oleh respons alergi
kulit, tungau jantan akan mati dan tungau betina akan menggali terowongan dalam
scabiei di dalam kulit akan menimbulkan rasa gatal yang umumnya mulai timbul
4-6 minggu setelah infestasi pertama; bila terjadi re-infestasi tungau, gejala dapat
muncul lebih cepat dalam 2 hari. Rasa gatal biasa memburuk pada malam hari
disebabkan aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu lebih lembab dan panas.
yaitu lesi papul, vesikel, urtika, dan bila digaruk timbul lesi sekunder berupa erosi,
eksoriasi, dan krusta. Dapat ditemukan lesi khas berupa terowongan (kunikulus)
putih atau keabu-abuan berupa garis lurus atau berkelok, panjang satu sampai
pasien biasa menggaruk lesi, sehingga berubah menjadi ekskoriasi luas. Pada
dewasa, umumnya tidak terdapat lesi di area kepala dan leher; tetapi pada bayi,
10
Pada varian skabies berkrusta (Skabies Norwegia), ditemukan lesi kulit
berupa plak hiperkeratotik di tangan dan kaki, kuku jari tangan dan kaki distrofik,
serta skuama generalisata. Pada kasus berat dapat ditemukan lesi fisura dalam.
Berbeda dari varian skabies umumnya, skabies berkrusta dapat tidak gatal. Rasa
gatal dapat memberi dampak nyata karena mengganggu tidur yang dapat
berdampak pada aktivitas sekolah dan kerja. Pasien penderita infeksi skabies, juga
tungau skabies yang lebih tinggi pada suhu lebih lembap dan panas.
2. Gejala yang sama pada satu kelompok manusia. Penyakit ini menyerang
yaitu: sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian
luar, lipat ketiak bagian depan, umbilikus, bokong, perut bagian bawah,
stadium hidup.
11
2.6 Diagnosis Banding Skabies
Gejala yang ditimbulkan pada infeksi skabies umunya tidak spesifik karena
lesi awal pada pasien biasanya berupa papul dan vesikel dengan gejala subjektif
berupa rasa gatal. Terlebih lagi umunya pasien datang ke rumah sakit setelah
terjadi infeksi sekunder sehingga sulit menilai penyakit yang mendasari pada
keluhan pasien.
sifilis, dan vaskulitis. Oleh karena itu skabies disebut juga “the greatest imitator”.
Umum
potensi ringan, dan antihistamin oral. Dengan terapi adekuat, seluruh gejala
termasuk rasa gatal dapat membaik setelah 3 hari; rasa gatal dan kemerahan masih
dapat timbul setelah empat minggu terapi, biasa dikenal sebagai “postscabietic
itch. Pasien diedukasi hal tersebut untuk menghindari persepsi kegagalan terapi.
12
Pasien juga diberi edukasi untuk tidak membersihkan kulit secara berlebihan
Medikamentosa
1. Topikal
a. Krim Permetrin 5%
Tatalaksana lini pertama adalah topikal krim permetrin kadar 5%, aplikasi
ke seluruh tubuh (kecuali area kepala dan leher pada dewasa) dan
stadium parasit dan diberikan untuk usia di atas 2 bulan. Jika gejala
menetap, dapat diulang 7-14 hari setelah penggunaan pertama kali. Seluruh
anggota keluarga atau kontak dekat penderita juga perlu diterapi pada saat
Pemakaian pada wanita hamil, ibu menyusui, anak usia di bawah 2 tahun
dibatasi menjadi dua kali aplikasi (diberi jarak 1 minggu) dan segera
b. Krotamiton 10%
Krotamiton 10% dalam krim atau lotion merupakan obat alternatif lini
pertama untuk usia di bawah 2 bulan. Agen topikal ini memiliki dua efek
13
dari area mata, mulut, dan uretra. Krotamiton dianggap kurang efektif
salep atau krim. Preparat ini tidak efektif untuk stadium telur, digunakan 3
preparat ini murah dan merupakan pilihan paling aman untuk neonatus dan
wanita hamil.
Tatalaksana lini kedua agen topikal adalah emulsi benzil benzoas kadar
25%. Agen ini efektif terhadap seluruh stadia, diberikan setiap malam
selama 3 hari. Agen ini sering menyebabkan iritasi kulit, dan perlu
e. Lindane (Gammexane) 1%
riwayat kejang tidak terkontrol. Selain itu, obat ini tidak dianjurkan pada
bayi, anak-anak, lanjut usia, individu dengan berat kurang dari 50 kg karena
14
2. Oral
a. Ivermectin
Agen ini dapat menjadi terapi lini ketiga pada usia lebih dari 5 tahun,
kandungan terapi oral saja tidak dapat berpenetrasi pada area kulit yang
200 μg/kg dengan pengulangan dosis 7-14 hari setelah dosis pertama.
kg, wanita hamil, dan wanita menyusui, karena obat ini berinteraksi
sawar darah otak (blood brain barrier) terutama pada anak di bawah 5
b. Moxidectin
15
keamanan dosis pada manusia masih sedikit, dosis terapeutik yang
mencuci bersih semua barang pribadi penderita seperti pakaian, handuk, sprei,
dan sarung dengan menggunakan detergen dan dijemur di bawah terik matahari
selulitis, dan abses, serta dapat menyebar sistemik lewat aliran darah dan limfe
Infeksi kulit pada GAS dapat menimbulkan komplikasi akhir yaitu berupa post-
ginjal kronis.
16
BAB III
METODE PENELITIAN
Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data sekunder yang didapat dari
rekam medis pasien periode Mei 2022 sampai dengan Oktober 2022.
a. Populasi penelitian
b. Sampel Penelitian
a. Kriteria Inklusi
17
3.6 Cara Kerja
Cara pengumpulan data pada penelitian ini yaitu berdasarkan data sekunder
diantaranya:
observasi pada data rekam medis, sehingga diketahui apakah hasil sudah
b. Coding (Pengkodean)
angka/bilangan.
Setelah di entry data dari rekam medis pada penelitian ini dilakukan
e. Interpretasi Data
Hasil mini project dibuat dalam bentuk makalah laporan yang akan
dipresentasikan.
18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
penyakit ini paling sering disebabkan oleh faktor pencetus yaitu personal
19
4.1.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia Terhadap Prevalensi Penderita
lebih tinggi sebesar 27 orang (79,42%) dibandingkan kategori usia >18 tahun
sebesar 7 orang (20,58%). Hasil penelitian ini sejalan dengan teori menurut
kejadian skabies dalam literatur terbaru mencapai 0,3% sampai 46%, dan
dengan sumber daya yang sangat rendah sangat rentan terkena penyakit
skabies dan biasanya faktor yang berperan pada tingginya angka kejadian
dengan rendahnya tingkat kebersihan diri (personal hygiene), akses air yang
20
4.1.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin dan usia Terhadap
Tabel 4.2.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin dan usia Terhadap
Prevalensi Penderita Skabies di Wilayah Kerja Puskesmas Meureudu
Jenis Kelamin Usia Frekuensi Persentase (%)
Laki-laki <18 tahun 16 84,3%
>18 tahun 3 15,7%
Jumlah 19 100%
berdasarkan jenis kelamin dan usia terhadap prevalensi penderita skabies pada
laki-laki dengan kategori usia <18 tahun sebanyak 16 orang (84,3%), dan
berdasarkan jenis kelamin dan usia terhadap prevalensi penderita skabies pada
perempuan dengan kategori usia <18 tahun sebanyak 11 orang (73,3%), dan
21
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa
2022 sampai dengan Oktober 2022 berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 19
orang (55,8%). Sedangkan untuk usia yang paling banyak terkena usia <18 tahun
5.2 Saran
1. Bagi Penderita
2. Bagi Puskesmas
22
DAFTAR PUSTAKA
23