Oleh :
Ika Wahyuningsih
P2.31.39.0. 17.053
JURUSAN FARMASI
2020
BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronis yang terjadi baik ketika
pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau ketika tubuh tidak dapat secara
efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya. Sehingga terjadi peningkatan
gula darah yang merupakan efek umum dari diabetes yang tidak terkontrol dan
dari waktu ke waktu yang dapat menyebabkan kerusakan serius pada banyak
sistem tubuh, terutama saraf dan pembuluh darah.1
Penyandang DM dari tahun ke tahun semakin mengalami peningkatan.
Menurut International Diabetes Federation (IDF), pada tahun 2019 diperkirakan
463 juta orang menderita diabetes dan jumlah ini diprediksi akan bertambah
mencapai 578 juta pada tahun 2030, dan 700 juta pada tahun 2045. Indonesia
menduduki peringkat ke 7 dunia, dengan jumlah penderita diabetes melitus
sebanyak 10,681 juta jiwa pada tahun 2019 dan kematian yang disebabkan
diabetes berjumlah 115, 632 juta jiwa.2
Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar Prevalensi penderita diabetes
melitus di Indonesia mengalami peningkatan, dilihat dari data Riskesdas tahun
2013 dan 2018. Pravelensi tahun 2013 untuk usia > 15 tahun sebesar 1,5%
sedangkan pravelensi tahun 2018 untuk usia > 15 tahun 2,0%. Prevalensi di
Provinsi DKI Jakarta mengalami peningkatan pada tahun 2013 sebesar 2,5 %
sedangkan pada tahun 2018 sebesar 3,4%. 3,4
Baik di negara maju dan berkembang, ketidakpatuhan terhadap
pengobatan menjadi perhatian yang signifikan bagi dokter dan sebagian pasien
karena konsekuensi buruk pada hasil terapi. Kepatuhan dapat mengurangi
komplikasi yang mungkin terjadi berupa komplikasi makrovaskular dan
mikrovaskular. Menurut laporan WHO pada tahun 2003, kepatuhan rata – rata
pasien pada terapi jangka panjang terhadap penyakit kronis di negara maju hanya
sebesar 50% dan di negara berkembang jumlah tersebut bahkan lebih rendah.
Pengendalian penyakit yang tidak baik dan kepatuhan yang rendah terhadap
rekomendasi pengobatan diabetes juga akan menurunkan efektifitas pengobatan.5
Ketidakpatuhan terhadap pengobatan merupakan masalah terbesar di
dunia. Kepatuhan terhadap pengobatan yang buruk dapat mimbulkan dampak
negatif sehingga penyakit dapat memburuk atau bahkan kematian.Kepatuhan
pasien untuk meminum obat memegang peranan sangat penting pada keberhasilan
pengobatannya untuk menjaga kadar glukosa darah. Metode pengukuran
kepatuhan dapat diklasifikasikan sebagai metode langsung dan metode tidak
langsung. Metode langsung termasuk terapi yang diamati secara langsung. Metode
tidak langsung di ukur menggunakan kuisioner. Kuesioner pasien adalah salah
satu metode tidak langsung penting untuk mengukur kepatuhan dan kegigihan
obat dan merupakan metode yang paling umum digunakan dalam pengaturan
klinis.6 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kuesioner (Morisky
Medication Adherence Scale) MMAS yang ter terdiri dari 8 pertanyaan.
Puskesmas sendiri didefinisikan sebagai unit pelaksana teknis dinas
kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Penelitian ini dilakukan di
puskesmas karena puskesmas merupakan sarana pelayanan kesehatan dasar yang
paling dekat dengan masyarakat.
Berdasarkan data, Wilayah Kecamatan Gambir memiliki jumlah
penderita DM yang terus mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir. Pada
tahun 2017 di wilayah Kecamatan Gambir penderita DM sebanyak 241 jiwa,
kemudian pada tahun 2018 terjadi kenaikan yang cukup signifikan yaitu sebesar
760 jiwa dan pada tahun 2019 di wilayah Gambir pendrerita DM sebanyak 1037.
Untuk itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang kepatuhan minum
obat pada pasien DM khususnya di Puskesmas Kecamatan Gambir. Dengan
melihat faktor-faktor penyebab kepatuhan minum obat tersebut, penulis
mengambil judul “Profil Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Diabetes Melitus
(DM) di Puskesmas Kecamatan Gambir Jakarta Pusat Periode April 2020.”
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Kepatuhan
Kepatuhan dapat berarti tingkatan seorang pasien mematuhi instruksi
atau perintah dari tenaga kesehatan. Tetapi instruksi dapat diartikan sebagai rasa
menerima (pasif) seorang pasien terhadap saran terapi yang telah diberikan.
Bagaimanapun pertemuan antara tenaga kesehatan dengan pasien dalam
melakukan proses konseling terapi harus menghidupkan suasana yang nyaman
dan mendukung. Caranya yaitu dengan menjelaskan alternatif terapinya,
melakukan negosiasi regimen, melakukan diskusi tentang kepatuhan dan rencana
tindak lanjut yang akan dilakukan.13
Kepatuhan terhadap penggobatan umumnya didefinisikan sebagai sejauh
mana pasien menggunakan obat sesuai intruksi yang telah ditentukan oleh tenaga
medis. Kepatuhan menunjukkan bahwa pasien secara pasif mengikuti perintah
dokter dan bahwa rencana perawatan tidak didasarkan pada aliansi terapeutik atau
kontrak yang dibuat antara pasien dan dokter. 14
2.3 MMAS-8
Salah satu metode pengukuran secara tidak langsung dapat menggunakan
kuesioner. Metode ini cukup mudah, murah dalam pelaksanaannya. Salah satu
model kuesioner yang telah tervalidasi untuk memperoleh rekomendasi terapi
jangka panjang adalah Morisky 8-item. Pada mulanya Morisky mengembangkan
beberapa pertanyaan singkat (untuk 4 butir pertanyaan) untuk mengukur
pertanyaan pada pasien diabetes melitus. Modifikasi kuesioner Morisky ini saat
ini telah dapat digunakan untuk pengukuran kepatuhan pengobatan penyakit yang
dibutuhkan terapi jangka panjang. Pengukuran skor Morisky scale 8-items untuk
pertanyaan 1 hingga 7, jika menjawab ya bernilai 1, sedangkan untuk pertanyaan
nomor 8 jika menjawab tidak pernah / jarang (tidak sekalipun dalam satu minggu)
bernilai 0 dan jika responden menjawab sekali-kali (satu / dua kali dalam
seminggu), kadang-kadang (tiga / empat kali dalam seminggu), biasanya (lima /
enam kali dalam seminggu) dan setiap saat bernilai 1.16
a. Kepatuhan tinggi memiliki nilai 8
b. Kepatuhan sedang memiliki nilai 6-7
c. Kepatuhan rendah memiliki nilai 0-5
Kuisioner MMAS-8
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian survei dengan
pendekatan cross sectional (potong lintang) yaitu suatu penelitian dimana variabel
bebas dan variabel terikat dikumpulkan pada saat yang bersamaan.17
2. Kriteri eksklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat mewakili
sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian.
Kriteri eksklusi dlm penelitin meliputi:
a. Pasien dengan diabetes gestasional.
b. Pasien diabetes melitus tipe 2 yang memenuhi kriteria inklusi tetapi
tidak bersedia diwawancarai dengan kuesioner.
Perhitungan jumlah sampel dengan populasi yang telah diketahui dengan rumus
sebagai berikut:
N
n= n = jumlah sampel
1+ N . d 2
786
n= =88,7 1 89
1+786. 0,12
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. Fact Sheets. https://www.who.int/news-
room/fact-sheets/detail/diabetes diunduh pada tanggal 7 Januari 2020.
2. Interntional Diabetes Federation. Diabetes Atlas 9th Edition 2019.
https://www.diabetesatlas.org/upload/resources/material/20200106_15221
1_IDFATLAS9e-final-web.pdf diunduh pada tanggal 9 Desember 2019.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) Indonesia 2013. Jakarta: 2013.
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Laporan Nasional
Riskesdas 2018. Jakarta: 2019.
5. Presetiawati I. Efektivitas Pemberian Konseking Dan Booklet Terhadap
Keptuhan Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten
Lebak [Tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2015.
6. Tan X, Patel I, Chang J. Review of the four item Morisky Medication
Adherence Scake (MMAS-4) and eight item Morisky Medication
Adherence Scale (MMAS-8). INNOVATIONS in pharmacy. 2014. Vol.5,
No. 3, Article 165.
7. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. Farmkologi dan Terapi
Edisi 6. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. 2016.
8. Soegondo S, Soewondo P, Subekti Imam, editors. Penatalaksanaan
Diabetes Melitus Terpadu Ed kedua. Jakarta: Fakultas Kedokternan
Universitas Indonesia;
9. Pranata S, Khasanah DU. Merawat Penderita Diabetes Melitus.
Yogyakarta: Pustaka Panasea. 2017.
10. International Diabetes Federation. About Diabetes.
https://www.idf.org/aboutdiabetes/type-1-diabetes.html di unduh 7 Januari
2020.
11. Soelistijo SA, Novida H, Rudjinto A, et al. Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2015. Jakarta: PB
PERKENI. 2015.
12. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simdibrata M, Stiyohadi B, Syam AF. Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II edisi 6. Jakarta Pusat: Internal Publishing; 2015.
500-05
13. Pahlawadita CR, Evaluasi Kepatuhan Terapi Obat Hipoglikemik Oral
Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Geriatri di RSUD Sukoharjo Periode
Mei – September 2016 [skripsi]. Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta; 2016.
14. Osterberg, L. & Blasckhe, T., 2005. Adherence to medication. The New
England Journal of Medicine, Vol. 353, No. 5, p 487-497
15. Putri FD, Hubungan Kontrol Diri Dengan Perilaku Kepatuhan Pengobatan
Pada Penderita Diabetes Mellitus di Puskesmas Rangkah Surabaya
[ thesis]. Surabaya;2016
16. Jilao M, Tingkat Kepatuhan Penggunaan Obat Antidiabetes Oral Pada
Pasien Diabetes Melitus di Puskesmas Koh-Libong Thailand [skripsi].
Malang: Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang; 2017. p40-41
17. Supardi S, Surahman. Metodologi Penelitian untuk Mahasiswa Farmasi.
Jakarta: CV. Trans Info Media; 2014.
18.