Anda di halaman 1dari 20

Proposal Penelitian

Profil Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Diabetes Melitus


(DM) di Puskesmas Kecamatan Gambir Jakarta Pusat
Periode April 2020

Oleh :

Ika Wahyuningsih

P2.31.39.0. 17.053

JURUSAN FARMASI

POLITEKNIK KESEHTAN KEMENKES JAKARTA II

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronis yang terjadi baik ketika
pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau ketika tubuh tidak dapat secara
efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya. Sehingga terjadi peningkatan
gula darah yang merupakan efek umum dari diabetes yang tidak terkontrol dan
dari waktu ke waktu yang dapat menyebabkan kerusakan serius pada banyak
sistem tubuh, terutama saraf dan pembuluh darah.1
Penyandang DM dari tahun ke tahun semakin mengalami peningkatan.
Menurut International Diabetes Federation (IDF), pada tahun 2019 diperkirakan
463 juta orang menderita diabetes dan jumlah ini diprediksi akan bertambah
mencapai 578 juta pada tahun 2030, dan 700 juta pada tahun 2045. Indonesia
menduduki peringkat ke 7 dunia, dengan jumlah penderita diabetes melitus
sebanyak 10,681 juta jiwa pada tahun 2019 dan kematian yang disebabkan
diabetes berjumlah 115, 632 juta jiwa.2
Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar Prevalensi penderita diabetes
melitus di Indonesia mengalami peningkatan, dilihat dari data Riskesdas tahun
2013 dan 2018. Pravelensi tahun 2013 untuk usia > 15 tahun sebesar 1,5%
sedangkan pravelensi tahun 2018 untuk usia > 15 tahun 2,0%. Prevalensi di
Provinsi DKI Jakarta mengalami peningkatan pada tahun 2013 sebesar 2,5 %
sedangkan pada tahun 2018 sebesar 3,4%. 3,4
Baik di negara maju dan berkembang, ketidakpatuhan terhadap
pengobatan menjadi perhatian yang signifikan bagi dokter dan sebagian pasien
karena konsekuensi buruk pada hasil terapi. Kepatuhan dapat mengurangi
komplikasi yang mungkin terjadi berupa komplikasi makrovaskular dan
mikrovaskular. Menurut laporan WHO pada tahun 2003, kepatuhan rata – rata
pasien pada terapi jangka panjang terhadap penyakit kronis di negara maju hanya
sebesar 50% dan di negara berkembang jumlah tersebut bahkan lebih rendah.
Pengendalian penyakit yang tidak baik dan kepatuhan yang rendah terhadap
rekomendasi pengobatan diabetes juga akan menurunkan efektifitas pengobatan.5
Ketidakpatuhan terhadap pengobatan merupakan masalah terbesar di
dunia. Kepatuhan terhadap pengobatan yang buruk dapat mimbulkan dampak
negatif sehingga penyakit dapat memburuk atau bahkan kematian.Kepatuhan
pasien untuk meminum obat memegang peranan sangat penting pada keberhasilan
pengobatannya untuk menjaga kadar glukosa darah. Metode pengukuran
kepatuhan dapat diklasifikasikan sebagai metode langsung dan metode tidak
langsung. Metode langsung termasuk terapi yang diamati secara langsung. Metode
tidak langsung di ukur menggunakan kuisioner. Kuesioner pasien adalah salah
satu metode tidak langsung penting untuk mengukur kepatuhan dan kegigihan
obat dan merupakan metode yang paling umum digunakan dalam pengaturan
klinis.6 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kuesioner (Morisky
Medication Adherence Scale) MMAS yang ter terdiri dari 8 pertanyaan.
Puskesmas sendiri didefinisikan sebagai unit pelaksana teknis dinas
kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Penelitian ini dilakukan di
puskesmas karena puskesmas merupakan sarana pelayanan kesehatan dasar yang
paling dekat dengan masyarakat.
Berdasarkan data, Wilayah Kecamatan Gambir memiliki jumlah
penderita DM yang terus mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir. Pada
tahun 2017 di wilayah Kecamatan Gambir penderita DM sebanyak 241 jiwa,
kemudian pada tahun 2018 terjadi kenaikan yang cukup signifikan yaitu sebesar
760 jiwa dan pada tahun 2019 di wilayah Gambir pendrerita DM sebanyak 1037.
Untuk itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang kepatuhan minum
obat pada pasien DM khususnya di Puskesmas Kecamatan Gambir. Dengan
melihat faktor-faktor penyebab kepatuhan minum obat tersebut, penulis
mengambil judul “Profil Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Diabetes Melitus
(DM) di Puskesmas Kecamatan Gambir Jakarta Pusat Periode April 2020.”

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana profil kepatuhan minum obat pada pasien diabetes melitus di
Puskesmas Gambir Jakarta Pusat Periode April 2020?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui profil kepatuhan minum obat pada pasien diabetes melitus di


Puskesmas Gambir Jakarta Pusat Periode April 2020.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui tingkat kepatuhan pasien diabetes melitus melalui kuisioner
MMAS-8
2. Mengetahui jumlah dan presentase data sosiodemografi yang meliputi jenis
kelamin, usia, pendidikan, dan pekerjaan.
3. Mengetahui hubungan antara jenis kelamin dengan kepatuhan penggunaan
obat.
4. Mengetahui hubungan antara usi dengan kepatuhan penggunaan obat.
5. Mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dengan penggunaan obat.
6. Mengetahui hubungan antara durasi penyakit dengan kepatuhan penggunan
obat.
7. Menegetahui hubungan antara pekerjaan dengan kepatuhan penggunaan
obat

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Penulis

Menambah wawasan penulis tentang gambaran tingkat kepatuhan


penggunaan obat pada pasien diabetes melitus di Puskesmas Gambir.
1.4.2 Bagi Akademik

Sebagai bahan referensi di perpustakaan Politeknik Kesehatan


Kemenkes Jakarta II Jurusan Farmasi tentang gambaran tingkat kepatuhan
penggunaan obat pada pasien diabetes melitus di Puskesmas Gambir.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus


Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrom klinik yang di tandai oleh
poliuri, polidipsi, dan polifagi, disertai peningkatan kadar glukosa darah atau
hipersomnia (glukosa puasa > 126mg/dL atau potensial > 200 mg/dL atau
glukosa sewaktu > 200 mg/dL). Bila DM tidak segera diatasi akan terjadi
gangguan metabolisme lemak dan protein,dan resiko timbulnya gangguan
mikrovaskular atau makrovaskular meningkat.7
Menurut american diabtes association (ADA), diabtes mellitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hipeglikemia
yang terjai karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Hipeglikemia kronik paa diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang,
disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf,
janung dan pembuluh darah.8

2.1.1 Klasifikasi Diabetes Melitus


Diabetes Melitus (DM) dibagi menjadi 4 tipe :

1. Diabetes melitus tipe 1

adanya gangguan produksi insulin akibat penyakit autoimun atau idiopatik,


yang menyebabkan tubuh tidak dapat menghasilkan insulin sehingga gula
tidak dapat dihantarkan ke sel. Penyebab pasti dari ini belum diketahui,
tetapi terkait dengan kombinasi kondisi genetik dan lingkungan.Diabetes
tipe 1 dapat menyerang di segala usia , biasanya berkembang pada anak-
anak atau remaja . penderita diabetes tipe 1 membutuhkan suntikan insulin
setiap hari untuk mengontrol kadar glukosa darahnya. Tipe ini sering
disebut insulin dependent diabetes mellitus atau IDDM karena pasien
mutlak membutuhkan insulin.7,9,10

2. Diabetes melitus tipe 2, adanya resistensi insulin atau gangguan sekresi


insulin, dimana pankreas masih dapat memproduksi insulin namun tidak
mencukupi kebutuhan atau kurang. Pada tipe ini tidak selalu dibutuhkan
insulin, kadang-kadang cukup dengan diet dan antidiabetik oral. Tipe ini
juga disebut noninsulin dependent diabetes mellitus atau NIDDM.7,9
3. Diabetes melitus gestational, tidak seimbangnya kadar gula darah saat
mengalami kehamilan. Keadaan ini terjadi karena pembentukan beberapa
hormon pada ibu hamil yang menyebabkan resistensi insulin. Selama tubuh
mampu mentoleransi gula darah berlebih maka kondisi ini tidak akan
menimbulkan bahaya yang berarti. jenis diabetes yang terdiri dari glukosa
darah tinggi selama kehamilan dan dikaitkan dengan komplikasi pada ibu
dan anak. GDM biasanya menghilang setelah kehamilan tetapi wanita yang
terkena dan anak-anak mereka berisiko lebih tinggi terkena diabetes tipe 2
di kemudian hari.9,10
4. Diabetes Melitus syndrome lainnya, jenis DM yang terjadi dikarenakan
banyak faktor, faktor tersebut terdiri. dari kanker pankreas atau karena
konsumsi obat-obatan yang dapat meningkatkan gula darah.9

2.1.2 Diagnosis Diabetes Melitus


Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Keluhan klasik
DM terdiri dari : poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain nya dapat berupa lemah badan,
kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva
pada wanita. Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah
abnormal satu kali saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabila
tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa
darah abnormal.11,12
Kriteria diagnosis DM
1. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak
ada asupan kalori minimal 8 jam.
2. Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.
3. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik.
4. Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program
(NGSP).11

2.1.3 Komplikasi Diabetes Melitus


Penderita diabetes memiliki peningkatan risiko mengembangkan
sejumlah masalah kesehatan yang serius. Kadar glukosa darah yang tinggi secara
konsisten dapat menyebabkan penyakit serius yang
mempengaruhi jantung dan pembuluh
darah , mata , ginjal , saraf , dan gigi . Selain itu juga memiliki risiko lebih tinggi
terkena infeksi. Di hampir semua negara berpenghasilan tinggi, diabetes adalah
penyebab utama penyakit kardiovaskular , kebutaan , gagal ginjal , dan amputasi
ekstremitas bawah . Mempertahankan kadar glukosa darah, tekanan darah, dan
kolesterol pada atau mendekati normal dapat membantu menunda atau mencegah
komplikasi diabetes. Karenanya penderita diabetes perlu pemantauan secara
teratur.10
1. Penyakit kardiovaskular : mempengaruhi jantung dan pembuluh darah dan
dapat menyebabkan komplikasi fatal seperti penyakit arteri koroner
(menyebabkan serangan jantung) dan stroke. Penyakit kardiovaskular
adalah penyebab paling umum kematian pada diabetisi. Tekanan darah
tinggi, kolesterol tinggi, glukosa darah tinggi, dan faktor risiko lainnya
berkontribusi meningkatkan risiko komplikasi kardiovaskular..10
2. Penyakit ginjal (diabetes nefropati) : disebabkan oleh kerusakan pembuluh
darah kecil di ginjal yang menyebabkan ginjal menjadi kurang efisien atau
gagal sama sekali. Penyakit ginjal jauh lebih umum pada diabetisi daripada
pada mereka yang tanpa diabetes. Menjaga kadar glukosa darah dan tekanan
darah mendekati normal dapat sangat mengurangi risiko penyakit ginjal.10
3. Penyakit saraf (neuropati diabetik): diabetes dapat menyebabkan kerusakan
pada saraf di seluruh tubuh ketika glukosa darah dan tekanan darah terlalu
tinggi. Ini dapat menyebabkan masalah dengan pencernaan, disfungsi ereksi,
dan banyak fungsi lainnya. Di antara daerah yang paling sering terkena
adalah ekstremitas, khususnya kaki. Kerusakan saraf di daerah-daerah ini
disebut neuropati perifer, dan dapat menyebabkan rasa sakit, kesemutan,
dan kehilangan perasaan. Kehilangan perasaan sangat penting karena dapat
menyebabkan cedera tanpa disadari, menyebabkan infeksi serius dan
kemungkinan amputasi. Orang dengan diabetes membawa risiko amputasi
yang mungkin lebih dari 25 kali lebih besar daripada orang tanpa
diabetes. Namun, dengan manajemen komprehensif, sebagian besar
amputasi terkait diabetes dapat dicegah. Bahkan ketika amputasi
terjadi, kaki yang tersisa dan nyawa seseorang dapat diselamatkan dengan
perawatan tindak lanjut yang baik dari tim kaki multidisiplin. Penderita
diabetes harus secara teratur memeriksa kaki mereka..10
4. Penyakit mata (retinopati diabetik) : kebanyakan orang dengan diabetes
akan mengembangkan beberapa bentuk penyakit mata (retinopati) yang
menyebabkan berkurangnya penglihatan atau kebutaan. Kadar glukosa
darah yang tinggi secara konsisten, bersama dengan tekanan darah tinggi
dan kolesterol tinggi, adalah penyebab utama retinopati. Ini dapat dikelola
melalui pemeriksaan mata secara teratur dan menjaga kadar glukosa dan
lipid pada atau mendekati normal .10
5. Komplikasi kehamilan : Wanita dengan segala jenis diabetes selama
kehamilan berisiko sejumlah komplikasi jika mereka tidak secara hati-hati
memantau dan mengelola kondisinya. Untuk mencegah kemungkinan
kerusakan organ pada janin, wanita dengan diabetes tipe 1 atau diabetes tipe
2 harus mencapai level glukosa target sebelum konsepsi. Semua wanita
dengan diabetes selama kehamilan, tipe 1, tipe 2 atau kehamilan harus
berjuang untuk tingkat glukosa darah target sepanjang untuk meminimalkan
komplikasi. Glukosa darah tinggi selama kehamilan dapat menyebabkan
janin menambah berat badan. Hal ini dapat menyebabkan masalah dalam
pengiriman, trauma pada anak dan ibu, dan penurunan tiba-tiba glukosa
darah untuk anak setelah kelahiran. Anak-anak yang terpapar glukosa darah
tinggi dalam waktu lama dalam risiko tinggi terkena diabetes di masa
depan. .10
6. Komplikasi oral : Orang dengan diabetes memiliki peningkatan risiko
peradangan gusi (periodontitis) jika glukosa darah tidak dikelola dengan
baik. Periodontitis adalah penyebab utama kehilangan gigi dan dikaitkan
dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular (CVD). Pemeriksaan
oral rutin harus dilakukan untuk memastikan diagnosis dini, khususnya di
antara orang-orang dengan diabetes yang sebelumnya tidak terdiagnosis dan
penanganan segera dari setiap komplikasi oral pada orang dengan
diabetes. Kunjungan tahunan direkomendasikan untuk gejala penyakit gusi
seperti pendarahan saat menyikat gigi atau gusi yang bengkak.10

2.1.4 Obat Antidiabetika Oral


1. Sulfonilurea
Dikenal 2 generasi sulfonilurea, generasi 1 terdiri dari tolbutamid,
tolazamid, asetoheksimid dan klorpropamid. Generasi Il yang potensi
hipoglikemik lebih besar aantara lain, gliburid (= glibenklamid), glipizid,
gliklazid dan glimepirid. Golongan obat ini sering disebut sebagai insulin
secretagogues, kerjanya merangsang sekresi insulin dari granul sel-sel B
Langerhans pankreas. Pada penggunaan jangka panjang atau dosis yang
besar dapat menyebabkan hipoglikemia.12
2. Meglitinid
Repaglinid dan nateglinid merupakan golongan meglitinid, mekanisme
kerjanya sama dengan sulfonilurea, tetapi struktur kimianya sangat
berbeda. Golongan ADO ini merangsang insulin dengan menutup kanal K
yang ATP- independen di sel ß pankreas. Pada pemberian oral
absorpsinya cepat dan kadar puncaknya tercapai dalam waktu 1 jam.
Masa paruhnya 1 jam, karena harus diberikan beberapa kali sehari sebelum
makan. Metabolisme utamannya di hepar dan metabolitnya tidak aktif.
Sekitar 10% dimetabolisme di ginjal. Pada pasien dengan masalah fungsi
hepar atau ginjal harus diberikan dengan hati-hati. Efek samping
utamanya hipoglikemia dan gangguan saluran cerna. Reaksi alergi juga
pernah dilaporkan.12
3. Biguanid
Sebenarnya dikenal 3 jenis ADO dari golongan biguanid: fenformin,
buformin, dan metformin, tetapi yang pertama telah ditarik dari peredaran
karena sering menyebabkan asidosis laktat. Sekarang yang banyak
digunakan adalah metformin. Biguanid sebenarnya bukan obat
hipoglikemik tetapi suatu antihiperglikemik, tidak menyebabkan
rangsangan sekresi insulin dan umumnya tidak menyebabkan
hipoglikemia. Metformin menurunkan produksi glukosa dihepar dan
meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adipose terhadap insulin.
Hampir 20% pasien dengan metformin mengalami mual; muntah, diare
dan kecap logam (rasa logam); namun dengan menurunkan dosis keluhan-
keluhan tersebut segera hilang. Pada pasien dengan fungsi ginjal atau
sistem kardiovaskular, pemberian biguanid dapat meningkatkan kadar
asam laktat dalam darah, sehingga hal ini dapat mengganggu
keseimbangan elektrolit dalam cairan tubuh. 12
4. Tianzolidinedion
insulin menerima pembentukan dan trans-lokasi GLUT ke sel membran di
organ perifer. Efek samping antara lain, menambah berat badan, edema,
menambah volume plasma dan memperburuk gagal jantung kongestif.
Edema sering terjadi pada penggunaannya bersama insulin. 12
5. Enzim α-glukosidase
Obat golongan penghambat enzim a-glikosidase ini dapat memperlambat
absorpsi polisakaida (pati), dekstrin, dan disakarida di intestin. Dengan
menghambat kerja enzim a-glikosidase di brush border intestin, dapat
menghindari peningkatan glukosa plasma pada orang normal dan pasien
DM. Karena kerjanya tidak mempengaruhi sekresi insulin, maka tidak
akan menyebabkan efek hipoglikemia. Akarbose dapat digunakan sebagai
monoterapi pada DM usia lanjut atau DM yang glukosa postprandialnya
sangat tinggi. Di klinik sering digunakan bersama antidiabetik oral lain
dan / atau insulin. Obat golongan ini diberikan pada waktu mulai makan;
dan absorpsi buruk. Efek samping yang bersifat dose-dependent, al.
malabsorpsi, flatulen, diare, dan perut kembung. Akarbose paling efektif
jika diberikan dengan makanan yang berserat, mengandung polisakarida,
dengan sedikit kandungan glukosa dan sukrosa. Bila akarbose diberikan
bersama insulin, atau dengan golongan sulfonilurea, dan menimbulkan
hipoglikemia, pemberian glukosa akan lebih baik daripada pemberian
sukrose, polisakarida atau maltosa. 12
6. Penghambat DPP-4
Obat yang termasuk dalam golongan penghambat DPP-4 terdiri dari
sitagliptin, vildagliptin, saxagliptin, alogliptin, linagliptin. Obat ini
menghambat kerja DPP-4 sehingga dapat mencegah degradasi GLP-1.
Efek berlangsung sekitar 12 jam, dan menurunkan kadar gula darah puasa
dan posprandial, tetapi tidak mempengaruhi kadar insulin plasma. Obat
golongan ini tidak meningkatkan berat badan dan tidak ditemukan
kejadian hipoglikemia. Penghambat DPP-4 dikontraindikasikan pada DM
tipe 1, ketoasidosis, gangguan fungsi ginjal dan atau gangguan fungsi hati
berat. Penggunaan pada wanita hamil tidak direkomendasikan, Meskipun
data pada hewan tidak menunjukkan efek teratogenik (risiko kehamilan
kategori B). Obat ini diekskresi melalui ASI sehingga penggunaan pada
masa laktasi tidak dianjurkan. 12
7. Penghambat SGLT 2
Sodium-glukosa transporter protein 2 (SGLT2) merupakan transporter
glikosa yang berperan pada 90% proses rebsorpsi glukosa ditubulus
proksimal ginjal. Penghambatan pada SGLT2 akan menurunkan gula
darah karena eksresi glukosa melalui urin. Obat golongan glifozin dapat
digunakan secara terpisah atau dalam kombinasi dengan berbagai obat
antidiabetik lainnya.Ada beberapa glifozin yang telah digunakan oleh US-
FDA, antara lain canagliflozin, dapagliflozin, dan empagliflozin. 12

2.2 Kepatuhan
Kepatuhan dapat berarti tingkatan seorang pasien mematuhi instruksi
atau perintah dari tenaga kesehatan. Tetapi instruksi dapat diartikan sebagai rasa
menerima (pasif) seorang pasien terhadap saran terapi yang telah diberikan.
Bagaimanapun pertemuan antara tenaga kesehatan dengan pasien dalam
melakukan proses konseling terapi harus menghidupkan suasana yang nyaman
dan mendukung. Caranya yaitu dengan menjelaskan alternatif terapinya,
melakukan negosiasi regimen, melakukan diskusi tentang kepatuhan dan rencana
tindak lanjut yang akan dilakukan.13
Kepatuhan terhadap penggobatan umumnya didefinisikan sebagai sejauh
mana pasien menggunakan obat sesuai intruksi yang telah ditentukan oleh tenaga
medis. Kepatuhan menunjukkan bahwa pasien secara pasif mengikuti perintah
dokter dan bahwa rencana perawatan tidak didasarkan pada aliansi terapeutik atau
kontrak yang dibuat antara pasien dan dokter. 14

2.2.1 Faktor Yang Mempengruhi Kepatuhan


Menurut Kozier, faktor yang mempengaruhi kepatuhan adalah sebagai berikut:
1. Motivasi klien untuk sembuh
2. Tingkat perubahan gaya hidup yang dibutuhkan
3. Persepsi keparahan masalah kesehatan
4. Nilai upaya mengurangi ancaman penyakit
5. Kesulitan memahami dan melakukan perilaku khusus
6. Tingkat gangguan penyakit atau rangkaian terapi
7. Keyakinan bahwa terapi yang diprogramkan akan membantu atau tidak
membantu
8. Kerumitan , efek samping yang diajukan
9. Warisan budaya tertentu yang membuat kepatuhan menjadi sulit dilakukan
10. Tingkat kepuasan dan kualitas serta jenis hubungan dengan penyediaan
layanan kesehatan. 15

2.2.2 Cara Mengukur Kepatuhan


Metode mengukur kepatuhan memiliki dua metode yaitu :
1. Metode langsung
Pengukuran kepatuhan dengan metode langsung dapat dilakukan dengan
pengobatan secara langsung, mengukur konsentrasi obat dan metabolit
dalam darah serta mengukur biologic marker yang ditambahkan pada
formulasi obat. Kelemahan metode ini adalah biaya yang mahal,
memberatkan tenaga kesehatan dan rentan penolokan dari pasien
2. Metode tidak langsung
Pengukuran metode tidak langsung dilakukan dengan menanyakan pasien
cara penggunaan obat, menilai respon klinis, pengisian kuisioner,
melakukan perhitungan obat (pill count).14

2.3 MMAS-8
Salah satu metode pengukuran secara tidak langsung dapat menggunakan
kuesioner. Metode ini cukup mudah, murah dalam pelaksanaannya. Salah satu
model kuesioner yang telah tervalidasi untuk memperoleh rekomendasi terapi
jangka panjang adalah Morisky 8-item. Pada mulanya Morisky mengembangkan
beberapa pertanyaan singkat (untuk 4 butir pertanyaan) untuk mengukur
pertanyaan pada pasien diabetes melitus. Modifikasi kuesioner Morisky ini saat
ini telah dapat digunakan untuk pengukuran kepatuhan pengobatan penyakit yang
dibutuhkan terapi jangka panjang. Pengukuran skor Morisky scale 8-items untuk
pertanyaan 1 hingga 7, jika menjawab ya bernilai 1, sedangkan untuk pertanyaan
nomor 8 jika menjawab tidak pernah / jarang (tidak sekalipun dalam satu minggu)
bernilai 0 dan jika responden menjawab sekali-kali (satu / dua kali dalam
seminggu), kadang-kadang (tiga / empat kali dalam seminggu), biasanya (lima /
enam kali dalam seminggu) dan setiap saat bernilai 1.16
a. Kepatuhan tinggi memiliki nilai 8
b. Kepatuhan sedang memiliki nilai 6-7
c. Kepatuhan rendah memiliki nilai 0-5

Kuisioner MMAS-8

NO The 8-Item Medication Adherence Scale JAWAB Skor YA =1;


TIDAK = 0
1. Apakah anda kadang-kadang/pernah lupa minum obat YA/TIDAK
antidiabetes?
2. Kadang-kadang orang lupa minum obat karena alasan YA/TIDAK
tertentu (selain lupa). Coba diingat-ingat lagi, apakah
dalam 2 minggu, terdapat hari dimana anda tidak minum
obat antidiabetes?
3. Jika anda merasa keadaan anda bertambah buruk/tidak YA/TIDAK
baik dengan meminum obat-obat antidiabetes, apakah
Anda berhenti meminum obat tersebut?
4. Ketika anda bepergian/meninggalkan rumah, apakah YA/TIDAK
kadang-kadang anda lupa membawa obat?
5. Apakah kemarin anda minum obat antidiabetes? YA/TIDAK
6. Jika anda merasa kondisi anda lebih baik, apakah anda YA/TIDAK
pernah
menghentikan/tidak menggunakan obatantidiabetes?
7. Minum obat setiap hari kadang membuat orang tidak YA/TIDAK
nyaman. Apakah Anda pernah merasa terganggu memiliki
masalah dalam mematuhi rencana pengobatan anda?
8. Seberapa sering anda mengalami kesulitan dalam a= 0
mengingat penggunaan obat? b-e = 1
a. Tidak pernah/sangat jarang
b. Sesekali
c. Kadang-kadang
d. Biasanya
e. Selalu/sering

2.4 Kerangka Kosep

Variabel Independen Variabel Dependen


Pasien DM Kepatuhan Penggunaan Obat
Umur Tinggi
Jenis Kelamin Sedang
Durasi penyakit Rendah
Pekerjaan
pendidikan

2.5 Definisi Opersional

Variabel Definisi Skala


No Alat Ukur Hasil Ukur
Independen Operasional Ukur
1. Jenis Identitas sex Kuesioner 1. Laki-laki Nominal
Kelamin responden 2. Perempuan

2. Usia Usia Kuesioner 1. Usia Produktif Ordinal


dihitung (15-50 tahun)
sampai 2. Usia Non
ulang tahun Produktif
terakhir (> 50 tahun)
responden
3. Pendidikan Pendidikan Kuesioner 1. Tamat SMA Ordinal
dinilai ijazah 2. Tidak tamat SMA
terakhir yang
dimiliki
respoden
4. Pekerjaan Aktivitas yang Kuisioner 1. Bekerja (PNS/ Nominal
dilakukan oleh pegawai swasta/
responden untuk wirausaha)
memenuhi 2. Tidak bekerja
kebutuhan hidup (pensiunan/
sehari–hari ibu rumah tangga/
mahasiswa/
pelajar)

5. Durasi Dinilai Kuesioner 1. < 5 tahun Nominal


Penyakit berdsarkan 2. ≥ 5 tahun
waktu pertama
kali pasien
terdignosa
penyakit sampai
saat ini.

Variabel Definisi Skala


No Alat Ukur Hasil Ukur
Dependen Operasional Ukur
6.
Kepatuhan Keteraturan Kuisioner Diktegorikan dengan Ordinal
Minum Obat responden MMAS-8 kuisioner.
dalam Skor kepatuhan:
mengambil 1. Rendah : < 6
obatnya dan 2.Sedang : 6-7
meminum obat 3.Tinggi : 8
secara teratur
sesuai aturan

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian survei dengan
pendekatan cross sectional (potong lintang) yaitu suatu penelitian dimana variabel
bebas dan variabel terikat dikumpulkan pada saat yang bersamaan.17

3.2 Lokasi dan waktu penelitian


Penelitian ini akan dilakukan di Puskesmas Kecamatan Gambir. Waktu
pengambilan data dilakukan pada April 2020

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien diabetes yang berada di
Puskesms Kecamatan Gambir.
3.3.2 Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan penulis dalam penelitian ini
adalah Consecutive Sampling yaitu semua subjek yang datang dan memenuhi
kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang
diperlukan terpenuhi.
Adapun kriteria inklusi dan eksklusi adalah sebagai berikut:

1. Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili


dalam sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini meliputi :
a. Pasien diabetes melitus tipe 2 yang berobat di Puskesmas Kecamatan
Gambir.
b. Berusia ≥18 tahun dan bersedia untuk diwawancarai.

2. Kriteri eksklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat mewakili
sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian.
Kriteri eksklusi dlm penelitin meliputi:
a. Pasien dengan diabetes gestasional.
b. Pasien diabetes melitus tipe 2 yang memenuhi kriteria inklusi tetapi
tidak bersedia diwawancarai dengan kuesioner.

Perhitungan jumlah sampel dengan populasi yang telah diketahui dengan rumus
sebagai berikut:

N
n= n = jumlah sampel
1+ N . d 2

N = Jumlah populasi (jumlah pasien di unit pelayanan diabetes 786 orang)

d = derajat penyimpangan (10%)

786
n= =88,7 1 89
1+786. 0,12

Sampel yang diambil saat pengambilan data sebanyak 100 responden.

3.4 Metode pengumpulan data


Data dikumpulkan berdasarkan data primer. Data primer adalah data
yang dikumpulkan langsung dari sumber data atau responden..Peneliti
menggunakan kuesioner MMAS-8 untuk mengukur keptuhan minum obat.

3.5 Pengolahan data


Cara pengolahan data dilakukan sebagai berikut :
1. Editing
Pemeriksaan data kembali mengenai kelengkapan jawaban responden pada
kuesioner yang mencakup kelengkapan jawaban, keterbacaan tulisan,
relevansi dan konsistensi jawaban sebelum diberi kode.
2. Coding
Pengkodean dengan merubah data pada kuesioner dari yang berbentuk huruf
menjadi berbentuk angka untuk memudahkan pengolahan data di
komputer.
3. Entry
Data yang telah dikode dimasukkan ke dalam program pengolahan data
di computer.
4. Cleaning
Pemeriksaan kembali data hasil entry data pada komputer agar terhindar
dari ketidak sesuaian antara data komputer dan koding kuesioner.17

3.6 Analisis data


Analisis data dilakukan menggunakan analisis univariat dan analisis
bivariat. Analisis univariat disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan
presentase dari variabel independen (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
durasi penyakit, dan pekerjaan) maupun variabel dependen (kepatuhan minum
obat pasien diabetes melitus). Selain itu untuk menentukkan hubungan antara
pengetahuan terhadap perilaku dilakukan analisis bivariat, yaitu analisis yang
dilakukan terhadap dua variabel dan disajikan dalam bentuk tabel silang atau
kurva untuk melihat hubungan kedua variabel tersebut.17

DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. Fact Sheets. https://www.who.int/news-
room/fact-sheets/detail/diabetes diunduh pada tanggal 7 Januari 2020.
2. Interntional Diabetes Federation. Diabetes Atlas 9th Edition 2019.
https://www.diabetesatlas.org/upload/resources/material/20200106_15221
1_IDFATLAS9e-final-web.pdf diunduh pada tanggal 9 Desember 2019.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) Indonesia 2013. Jakarta: 2013.
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Laporan Nasional
Riskesdas 2018. Jakarta: 2019.
5. Presetiawati I. Efektivitas Pemberian Konseking Dan Booklet Terhadap
Keptuhan Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten
Lebak [Tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2015.
6. Tan X, Patel I, Chang J. Review of the four item Morisky Medication
Adherence Scake (MMAS-4) and eight item Morisky Medication
Adherence Scale (MMAS-8). INNOVATIONS in pharmacy. 2014. Vol.5,
No. 3, Article 165.
7. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. Farmkologi dan Terapi
Edisi 6. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. 2016.
8. Soegondo S, Soewondo P, Subekti Imam, editors. Penatalaksanaan
Diabetes Melitus Terpadu Ed kedua. Jakarta: Fakultas Kedokternan
Universitas Indonesia;
9. Pranata S, Khasanah DU. Merawat Penderita Diabetes Melitus.
Yogyakarta: Pustaka Panasea. 2017.
10. International Diabetes Federation. About Diabetes.
https://www.idf.org/aboutdiabetes/type-1-diabetes.html di unduh 7 Januari
2020.
11. Soelistijo SA, Novida H, Rudjinto A, et al. Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2015. Jakarta: PB
PERKENI. 2015.
12. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simdibrata M, Stiyohadi B, Syam AF. Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II edisi 6. Jakarta Pusat: Internal Publishing; 2015.
500-05
13. Pahlawadita CR, Evaluasi Kepatuhan Terapi Obat Hipoglikemik Oral
Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Geriatri di RSUD Sukoharjo Periode
Mei – September 2016 [skripsi]. Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta; 2016.
14. Osterberg, L. & Blasckhe, T., 2005. Adherence to medication. The New
England Journal of Medicine, Vol. 353, No. 5, p 487-497
15. Putri FD, Hubungan Kontrol Diri Dengan Perilaku Kepatuhan Pengobatan
Pada Penderita Diabetes Mellitus di Puskesmas Rangkah Surabaya
[ thesis]. Surabaya;2016
16. Jilao M, Tingkat Kepatuhan Penggunaan Obat Antidiabetes Oral Pada
Pasien Diabetes Melitus di Puskesmas Koh-Libong Thailand [skripsi].
Malang: Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang; 2017. p40-41
17. Supardi S, Surahman. Metodologi Penelitian untuk Mahasiswa Farmasi.
Jakarta: CV. Trans Info Media; 2014.
18.

Anda mungkin juga menyukai