BAB I
PENDAHULUAN
konsumsi obat anti glikemik dengan kadar gula darah pasien DM di Fasyankes
Primer Klaten dengan p value 0,006 (Widodo,2016).
Pada penelitian tersebut pada kelompok gula darah terkontrol memiliki
kepatuhan tinggi hingga sedang, kemudian pada kelompok gula darah tidak
terkontrol lebih banyak memiliki kepatuhan minum obat yang rendah. WHO
melaporkan bahwa rata-rata kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi jangka
panjang penyakit kronis di negara berkembang masih rendah, sedangkan di negara
maju mencapai 50%. Keberhasilan pengobatan dapat dibuktikan dengan hasil
laboratorium cek glukosa darah puasa mengalami penurunan menjadi 70-130 mg/dl
(Widodo,2016).
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk meneliti “Pengaruh
Penggunaan Jam Pintar terhadap Tingkat Kepatuhan Minum Obat dan Kadar Gula
Darah Puasa pada Penderita Diabetes Melitus di Desa Sidorahayu Wagir”.
1.3.2.2 Mengetahui hubungan tingkat kepatuhan minum obat dengan kadar gula
darah puasa setelah penggunaan Jam Pintar pada penderita diabetes melitus
di Desa Sidorahayu Wagir.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan bagi pihak institusi
Puskesmas Wagir dalam menyelesaikan masalah terhadap penyakit diabetes
melitus.
1.4.2 Bagi Profesi Dokter
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai tambahan kepustakaan untuk
penelitian lebih lanjut mengenai diabetes melitus.
1.4.3 Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan mengenai
diabetes melitus serta mencegah komplikasi yang terjadi akibat kadar gula
darah yang terlalu tinggi.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Mellitus
2.1.1 Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA), Diabetes Mellitus atau yang
sering disebut dengan kencing manis adalah suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik kadar glukosa darah di atas normal yang terjadi karena
defisiensi insulin oleh pankreas, penurunan efektivitas insulin atau kedua-duanya
(PERKENI, 2011).
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya. Menurut PERKENI (2011) seseorang dapat didiagnosa
diabetes melitus apabila mempunyai gejala klasik diabetes melitus seperti poliuria,
polidipsi dan polifagi disertai dengan kadar gula darah sewaktu ≥200 mg/dl dan
gula darah puasa ≥126 mg/dl.
2.1.2 Manifestasi Klinis
Beberapa gejala umum yang dapat ditimbulkan oleh penyakit DM diantaranya :
1) Pengeluaran urin (Poliuria)
Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih dalam 24 jam meningkat
melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai gejala DM dikarenakan kadar gula
dalam tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak sanggup untuk mengurainya dan
berusaha untuk mengeluarkannya melalui urin. Gejala pengeluaran urin ini lebih
sering terjadi pada malam hari dan urin yang dikeluarkan mengandung glukosa
(PERKENI, 2011).
2) Timbul rasa haus (Polidipsia)
Poidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar glukosa terbawa
oleh urin sehingga tubuh merespon untuk meningkatkan asupan cairan (Subekti,
2009).
3) Timbul rasa lapar (Polifagia)
Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal tersebut disebabkan karena
glukosa dalam tubuh semakin habis sedangkan kadar glukosa dalam darah cukup
tinggi (PERKENI, 2011).
6
tinggi jika memiliki ayah penderita DM. Apabila kedua orangtua menderita DM,
maka akan memiliki risiko terkena DM sebesar 6,1 kali lipat lebih tinggi.
c) Ras atau latar belakang etnis
Risiko DM tipe 2 lebih besar terjadi pada hispanik, kulit hitam, penduduk asli
Amerika, dan Asia (ADA, 2009).
d) Riwayat diabetes pada kehamilan
Mendapatkan diabetes selama kehamilan atau melahirkan bayi lebih dari 4,5 kg
dapat meningkatkan risiko DM tipe 2 (Ehsa, 2010).
2.1.6 Farmakoterapi Diabetes Mellitus
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani (gaya hidup sehat) serta disesuaikan dengan kadar HbA1c (Gambar 2.1).
Terapi farmakologis terdiri dari obat oral (table 2.1 dan 2.2) dan bentuk suntikan.
A. Obat Antihiperglikemia Oral
Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5
golongan:
a. Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
1.Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel
beta pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan peningkatan berat
badan. Hati-hati menggunakan sulfonilurea pada pasien dengan risiko tinggi
hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati, dan ginjal).
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari
2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat
fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan
diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post
prandial. Efek samping yang mungkin terjadi adalah hipoglikemia.
b. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin
1. Metformin
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer.
10
Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DMT2. Dosis
Metformin diturunkan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (GFR 30- 60
ml/menit/1,73 m2). Metformin tidak boleh diberikan pada beberapa keadaan sperti:
GFR<30 mL/menit/1,73 m2, adanya gangguan hati berat, serta pasien-pasien
dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis,
renjatan, PPOK,gagal jantung [NYHA FC III-IV]). Efek samping yang mungkin
berupa gangguan saluran pencernaan seperti halnya gejala dispepsia.
2. Tiazolidindion (TZD).
Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator Activated
Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang terdapat antara lain di
sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi
insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer. Tiazolidindion meningkatkan
retensi cairan tubuh sehingga dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal
jantung (NYHA FC III-IV) karena dapat memperberat edema/retensi cairan. Hati-
hati pada gangguan faal hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara
berkala. Obat yang masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone.
c. Penghambat Absorpsi Glukosa di saluran pencernaan:
1. Penghambat Alfa Glukosidase.
Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.
Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan pada keadaan: GFR≤30ml/min/1,73
m2, gangguan faal hati yang berat, irritable bowel syndrome. Efek samping yang
mungkin terjadi berupa bloating (penumpukan gas dalam usus) sehingga sering
menimbulkan flatus. Guna mengurangi efek samping pada awalnya diberikan
dengan dosis kecil. Contoh obat golongan ini adalah Acarbose.
d. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase- IV)
Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga
GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk
aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi
glukagon bergantung kadar glukosa darah (glucose dependent). Contoh obat
golongan ini adalah Sitagliptin dan Linagliptin.
11
bergerak. Peningkatan kadar glukosa darah setelah makan atau minum merangsang
pankreas untuk menghasilkan insulin sehingga mencegah kenaikan kadar glukosa
darah yang lebih lanjut dan menyebabkan kadar glukosa darah menurun secara
perlahan (Guyton, 2007).
2.2.3. Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah
Menurut ADA (2014), ada berbagai cara yang biasa dilakukan untuk memeriksa
kadar glukosa darah, di antaranya:
1. Glukosa darah puasa dan 2 jam setelah makan.
Pemeriksaan glukosa darah puasa adalah pemeriksaan glukosa yang
dilakukan setelah pasien berpuasa selama 8-10 jam dengan kadarnya dibagi
menjadi 3 kategori (Tabel 2.3), sedangkan pemeriksaan glukosa 2 jam setelah
makan adalah pemeriksaan yang dilakukan 2 jam dihitung setelah pasien
menyelesaikan makan (DepkesRI, 1999).
Tabel 2.3 Klasifikasi Kadar Glukosa Darah Puasa (ADA, 2014)
Hasil Kadar Glukosa Darah Puasa
Normal Kurang dari 100 mg/dL
Prediabetes 100-125 mg/Dl
Diabetes Sama atau lebih 126 mg/dL
2. Tes Glukosa Darah Sewaktu
Kadar glukosa darah sewaktu disebut juga kadar glukosa darah acak atau
kasual. Tes glukosa darah sewaktu dapat dilakukan kapan saja. Pemeriksaan
glukosa darah yang dilakukan setiap waktu sepanjang hari tanpa memperhatikan
makanan terakhir yang dimakan dan kondisi tubuh orang tersebut.. Kadar
glukosa darah sewaktu dikatakan normal jika tidak lebih dari 200 mg/dL
(Depkes RI, 1999)..
3. Uji Toleransi Glukosa Oral
Tes toleransi glukosa oral adalah tes yang mengukur kadar glukosa darah
sebelum dan dua jam sesudah mengkonsumsi glukosa sebanyak 75 gram yang
dilarutkan dalam 300 mL air.
4. Uji HBA1C
Uji HBA1C mengukur kadar glukosa darah rata-rata dalam 2 – 3 bulan
terakhir. Uji ini lebih sering digunakan untuk mengontrol kadar glukosa darah
pada penderita diabetes.
17
atau hubungan antara lamanya penyakit terhadap kepatuhan minum obat tidak
bermakna. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian (Ulum,
Kusnanto, & Widyawati, 2014), yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara lamanya penyakit DM tipe-2 terhadap kepatuhan minum obat
dengan nilai p=0,618. Hal ini kemungkinan lamanya penyakit merupakan faktor
yang tidak dapat dimodifikasi. Menurut (Ulum et al., 2014), 9 juga menyatakan
bahwa bahwa individu yang terdiagnosa DM baik lama atau baru mempunyai emosi
yang sama seperti sering menyangkal, marah, dan rasa cemas (Ainni dan
Mutmainah, 2017).
F. Faktor penggunaan jaminan kesehatan
Berdasarkan penelitian Ainni tahun 2017 korelasi antara penggunaan jaminan
pengobatan terhadap kepatuhan minum obat tidak bermakna (p>0,05). Hasil
penelitian ini sejalan dengan Handayani (2012), yang menyatakan bahwa biaya
pengobatan tidak memiliki hubungan yang bermakna tingkat kepatuhan pada
pasien diabetes melitus tipe-2 dengan nilai p=0,182 (p>0,05). Hasil ini berbeda
dengan Abbas et al. (2015) yang menyatakan bahwa tingginya biaya pengobatan
pada pasien diabetes melitus tipe-2 ini masih dijadikan alasan penting dalam hal
mencegah tingkat kepatuhan yang kurang optimal (Ainni dan Mutmainah, 2017).
G. Pengaruh jumlah item obat terhadap skor kepatuhan pada pasien
diabetes melitus tipe-2
Jumlah item obat yang diberikan 1 bulan terhadap skor kepatuhan pada
pasien DM tipe-2 hanya memiliki pengaruh 11,6% sisanya sebesar 88,4%
dipengaruhi oleh faktor yang lain. Faktor lain ini bisa termasuk pada usia
dikarenakan rata rata pasien yang didapatkan kebanyakan berusia 45 tahun keatas
kemungkinan pada pasien lebih dari > 45 tahun keatas terdaat gangguan
metabolisme karbohidrat seperti resistensi insulin dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, yaitu penurunan massa otot dan peningkatan jaringan lemak, penurunan
aktivitas fisik sehingga reseptor insulin yang berikatan dengan insulin berkurang,
pola makan pasien yang lebih banyak makan karbohidrat akibat jumlah gigi yang
berkurang, dan perubahan neurohormonal IGF-1 (insulin-like growth factor-1) dan
DHEAS (dehidroepiandesteron) yang menyebabkan penurunan ambilan glukosa
(Ainni dan Mutmainah, 2017).
20
Faktor regimen terapi pada jumlah obat yang diterima pasien ternyata
berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan. Pada hasil penelitian menyebutkan bahwa
jika jumlah item obat meningkat maka nilai skor kepatuhan pada pasien DM tipe-2
akan menurun. Menurut penelitian peningkatan jumlah pil yang ditelan dalam
sehari dapat menurunkan tingkat kepatuhan. Untuk itu perlu adanya modifikasi
terapi seperti mempertimbangkan resep kombinasi dosis tetap jika itu
memungkinkan (Brown & Bussell, 2011). Namun, tentunya pengambilan untuk
terapi kombinasi ini harus rasional artinya harus memenuhi 4T (tepat obat, tepat
indikasi, tepat pasien, dan tepat dosis) contohnya, pemberian obat Gluvonance yang
berisi kombinasi Metformin HCL dan Glibenklamid, atau kombinasi lainnya adalah
Amaryl M yang berisi kombinasi Glimepirid dan Metformin HCL (Ainni dan
Mutmainah, 2017).
Masalah ketidakpatuhan penggunaan obat pada pasien diabetes melitus tipe-
2 masih banyak dilakukan baik disengaja maupun tidak disengaja, sehingga perlu
pengatasan seperti peran farmasi dalam memberikan edukasi yang bertujuan untuk
mengukur seberapa pemahaman, pengetahuan, keterampilan pasien dalam
menjalankan regimen terapi dan memonitoring. Sebagai contoh seperti membuat
leaflet, booklet, tentang pentingnya pengobatan pada penyakit DM tipe-2,
melakukan konseling atau pelayan informasi obat pada pasien DM tipe-2,dan
melakukan kunjungan dirumah, khususnya pada kelompok lansia dan pasien
dengan pengobatan penyakit kronis lainnya (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Sedangkan pada peran pasien adalah untuk mematuhi regimen terapi yang sudah
diberikan, ikut serta dalam memonitor efek samping obat, aktif dalam mencari
informasi dan membagi pengalaman dalam menjalankan terapi kepada farmasi
setiap kontrol pengobatan (Ainni dan Mutmainah, 2017).
2.4 Media Pengingat Minum Obat yang digunakan untuk Meningkatkan
Kepatuhan
Keberhasilan suatu pengobatan tidak hanya dipengaruhi oleh kualitas pelayanan
kesehatan, sikap dan keterampilan petugasnya, sikap dan pola hidup pasien beserta
keluarganya, tetapi dipengaruhi juga oleh kepatuhan pasien terhadap
pengobatannya (Susanto et al., 2017).
21
Menurut laporan WHO pada tahun 2003, rata-rata pasien yang menjalani terapi
jangka panjang di negara maju hanya sebesar 50% yang menjalani terapinya dengan
optimal, sedangkan di negara berkembang jumlahnya lebih rendah. Salah satu
faktor yang berperan dalam kegagalan pengontrolan glukosa darah pasien DM
adalah ketidakpatuhan pasien terhadap pengobatan (Susanto et al., 2017).
Beberapa intervensi yang dapat digunakan untuk membantu meningkatkan
kepatuhan minum obat pada pasien antara lain:
a. Konseling
Definisi Division of counseling Psychology, konseling adalah proses yang dapat
membantu individu untuk mengatasi hambatan-hambatan perkembangan dirinya
dan untuk mencapai perkembangan kemampuan pribadi yang dimilikinya secara
optimal (Sammulia, 2017).
b. Pemberian leaflet edukasi
Leaflet adalah bahan cetak tertulis berupa lembaran yang dilipat tapi tidak
dimatikan/dijahit. Agar terlihat menarik biasanya leaflet di desain secara cermat
dilengkapi dengan ilustrasi dan menggunakan bahasa yang sederhana, singkat serta
mudah dipahami (Sammulia, 2017).
c. Pemberian pesan singkat pengingat
Sistem pengingat pengobatan merupakan layanan medis yang dapat membantu
pasien untuk dapatmengingat jadwal minum obat beserta dengandosis obat tersebut.
Sistem ini biasanya diberikanoleh pihak medis dengan menggunakan
mediatelekomunikasi seperti melalui pesan singkat ke handphone pasien
(Wilieyam dan Sevani, 2013).
d. Pill box (Susanto et al., 2017)
Pill box juga dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalankan
penggobatannya. Pill box membantu pasien untuk memilah dan mengatur obat ke
dosis tunggal sesuai dengan waktu dan hari dalam seminggu (Sammulia et al,
2016). Berdasarkan hasil penelitian Sammulia (2016), didapatkan perbedaan yang
bermakna pada kelompok Pill box terhadap kepatuhan sebelum dan sesudah
intervensi.
22
BAB III
KERANGKA KONSEP PENELITIAN
3.1 KerangkaTeori
Informasi Kepatuhan
- Motivasi pribadi
- Motivasi sosial
Health Outcomes
(keluarga/orang sekitar)
- Gula Darah yang
terkontrol
- Kualitas kesehatan
yang meningkat
Variabel bebas
Tingkat Kepatuhan Minum Penggunaan Jam Pintar Tingkat Kepatuhan Minum
Obat Pasien Diabetes Mellitus Obat Paisen Diabetes Mellitus
(Sebelum) Diabetes Melitus (Sesudah)
Variabel terikat Variabel terikat
Quasi Eksperimen
Diteliti Desain 1
Intervensi Desain 2
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan dua desain penelitan.
Penelitian pertama menggunakan metode quasi eksperimen dengan desain One
Group Pretest-Posttest untuk membandingkan variable dependen berupa tingkat
kepatuhan minum obat sebelum dan setelah perlakuan (Dahlan, 2009). Pada
penelitian kedua menggunakan metode cross sectional. Penelitian ini
menghubungkan variable independent tingkat kepatuhan terhadap variable
dependen kadar gula darah puasa setelah pengunaan jam pintar (Salistyaningsih,
2011).
Skema Design Penelitian
Quasi
Experimental A Intervensi A’
Cross sectional
A’ B
=
Gambar 4.1 Skema Design Penelitian
Keterangan :
A : Tingkat kepatuhan minum obat pasien DM tipe 2 sebelum diintervensi
A’: Tingkat kepatuhan minum obat pasien DM tipe 2 setelah diintervensi
B: Kadar gula darah puasa pasien DM tipe 2
Alur Penelitian
Metode Kuantitatif
31 sampel
(Pre-test)
Tingkat kepatuhan minum obat Pemberian Media
Intervensi “Jam Pintar”
Pemberian instrumen selama 10 hari
penelitian
(Pengisian Kuesioner (Post-test)
MMAS-8 Tingkat kepatuhan minum obat Uji validitas
“Jam Pintar”
Pemberian Kadar Gula Darah Puasa
Instrumen Glucotest
Pembuatan media
intervensi
Uji validitas & realibilitas Pengumpulan data
BAB V
HASIL
5.1 Karakteristik Pasien
Karakteristik dalam penelitian ini, peneliti membagi menjadi enam karakter
yaitu : Jenis Kelamin yaitu laki-laki atau perempuan, usia dengan pengelompokan
interval 10 tahun dimulai dari usia 41 tahun sampai 80 tahu, tingkat Pendidikan
yaitu tidak bersekolah, SD, SMP, atau SMA. Kemudian karakteristik mengenai
pekerjaan, Body Mass Index (BMI), dan lama terkena diabetes melitus.
Tabel 5.1 Karakteristik Pasien
Karateristik n %
Pasien
Jenis Kelamin (n=31)
Laki-laki 3 9,67
Perempuan 28 90,32
Usia (n=31)
41-50 tahun 1 3,22
51-60 tahun 13 41,93
61-70 tahun 14 45,16
71-80 tahun 3 9,67
Pendidikan (n=31)
Tidak Sekolah 3 9,67
SD 21 67,74
SMP 3 9,67
SMA 4 12,9
Pekerjaan (n=31)
Tidak Bekerja 8 25,8
Ibu Rumah Tangga 15 48,38
Swasta 8 25,8
Body Mass Index (BMI) (n=31)
Underweight 2 6,45
Normal 10 32,25
Overweight 16 51,61
Obese grade I 2 6,45
Obese grade II 1 3,225
Lama Terkena DM
< 1 Tahun 3 9,67
1-5 Tahun 17 54,83
11-20 Tahun 6 19,35
>20 Tahun 5 16,12
Total 31 100
Sumber : Data Primer, 2019
(45,16 persen). Dilihat dari tingkat pendidikan, rata-rata tingkat pendidikan pasien
yaitu di sekolah dasar (SD) sebesar 67,74 persen dengan pekerjaan paling banyak
bekerja sebagai ibu rumah tangga sebanyak (48,38 persen). Untuk Body Mass
Index (BMI) paling banyak pasien termasuk dalam kategori overweight (51,61
persen). Dari waktu lamanya terkena diabetes melitus, pasien rata-rata mengalami
diabetes berkisar antara 1-5 tahun dengan persentase menunjukkan sebanyak
54,83 persen.
5.2 Distribusi Frekuensi Tingkat Kepatuhan Minum Obat Sebelum dan
Sesudah Penggunaan Jam Pintar pada Penderita Diabetes Melitus
Berdasarkan hasil pengisian kuesioner tingkat kepatuhan minum obat sebelum
dan sesudah penggunaan jam pintar pada penderita diabetes melitus didapatkan
hasil seperti yang terlihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2 Jumlah Tingkat Kepatuhan Minum Obat Sebelum dan Sesudah
PenggunaanJam Pintar pada Penderita Diabetes Melitus
Sebelum Sesudah
Tingkat Kepatuhan Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Rendah 12 38,7 % 2 6,45%
Sedang 13 41,93 % 10 32,25%
Tinggi 6 19,35 % 19 61,29%
Total 31 100% 31 100%
Tabel 5.5 Analisis Data berdasarakan Uji Wilcoxon pada perbedaan tingkat
kepatuhan sebelum dan sesudah penggunaan jam pintar.
Frekuensi
Posttest
Posttest = Pretest > Z Z
< pretest p-value
pretest posttest hitung table
(n)
Tingkat 0 11 20 -4.134 1,96 0,000
Kepatuhan
Berdasarkan tabel diatas, uji Wilcoxon signed ranks test dengan taraf nyata α
= 5% pada variabel tingkat kepatuhan didapatkan nilai Z hitung sebesar -4,314
dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai Z hitung ini lebih besar dari Z tabel
(1,96) atau nilai signifikansi lebih kecil dari taraf nyata 0,05 yang berarti hipotesis
diterima sehingga dapat disimpulkan penggunaan jam pintar mempengaruhi tingkat
kepatuhan minum obat pasien diabetes melitus.
5.4 Distribusi Frekuensi Kadar Gula Darah Puasa
Tabel 5.6 Kadar Gula Darah Puasa Setelah Penggunaan Jam Pintar
Berdasarkan Tabel 5.6 hasil kadar gula darah setelah penggunaan jam pintar
dikategorikan berdasarkan kriteria PERKENI tahun 2015, dengan kriteria normal
(<100 mg/dL), pre diabetes (100-125 mg/dL), dan diabetes (>126 mg/dL). Dari 31
pasien menunjukan nilai kadar gula darah puasa (GDP) normal sebanyak 6 pasien
dengan persentase 19,35%, pre-diabetes sebanyak 6 pasien dengan persentase
19,35%, diabetes sebanyak 19 pasien dengan persentase 61,29%.
5.5 Analisa Data Hubungan Tingkat Kepatuhan Minum Obat Dengan
Kadar Gula Darah Puasa Setelah Penggunaan Jam Pintar
Tabel 5.7 Hubungan Tingkat Kepatuhan Minum Obat dengan Kadar Gula
Darah Puasa setelah Penggunaan Jam Pintar
Kadar Gula Darah Puasa Uji
Total
Tingkat Kepatuhan Diabetes Prediabetes Normal Fisher
Kepatuhan rendah 2 0 0 2 p = 0,69
Kepatuhan sedang 5 2 3 10
Kepatuhan tinggi 12 4 3 19
Total 19 6 6 31
40
Pada tabel 5.7 didapatkan data tingkat kepatuhan minum obat pada 31 pasien
yang diklasifikasikan menjadi kategori kepatuhan rendah, sedang dan tinggi.
Masing-masing kategori kepatuhan diharapkan memiliki hubungan dengan
klasifikasi kadar gula darah puasa yang juga terdiri dari tiga kategori yaitu diabetes,
prediabetes, dan normal.
Berdasarkan tabel 5.7 pasien dengan kategori kepatuhan rendah didapatkan
hasil sebanyak 2 dari 31 pasien yang memiliki kadar gula darah puasa hanya pada
kategori diabetes. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat 2 orang yang memiliki
kadar gula darah puasa >126 mg/dL dengan tingkat kepatuhan rendah. Pada tingkat
kepatuhan sedang terdapat 10 pasien dari 31 pasien dengan hasil gula darah puasa
yaitu 5 pasien kategori diabetes (gula darah puasa > 126 mg/dL), 2 pasien kategori
prediabetes (kadar gula darah puasa 125-100 mg/dL) dan 3 kategori normal (< 100
mg/dL). Sedangkan 19 pasien dengan tingkat kepatuhan tinggi dari total 31 pasien
menunjukkan hasil gula darah puasa paling banyak dalam kategori diabetes yaitu
sebanyak 12 pasien dan sisanya 4 pasien dalam kategori prediabetes serta 3 pasien
dalam kategori normal.
Analisa hubungan tingkat kepatuhan minum obat dengan kadar gula darah
puasa setelah penggunaan jam pintar dengan uji statistik fisher-exact. Hal ini
dikarenakan pada beberapa kolom berisikan data yang 0 atau missing cell sehingga
data diasumsikan < 30 sampel. Hasil analisis menunjukkan bahwa hubungan
tingkat kepatuhan minum obat dengan kadar gula darah puasa setelah penggunaan
jam pintar tidak signifikan (p=0.69, p>0.05). Pada penelitian ini disimpulkan bahwa
tingkat kepatuhan minum obat tidak berhubungan dengan kadar gula darah puasa
setelah penggunaan jam pintar selama 10 hari.
41
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Karateristik Pasien
Jenis kelamin berdasarkan Tabel 5.1 menunjukkan pasien yang menderita
diabetes melitus lebih banyak perempuan (90,32 %) dibandingkan dengan laki-
laki. Hal ini sesuai dengan pernyataan Taylor (2010), yang menyatakan bahwa
penyebab utama banyaknya perempuan terkena diabetes tipe 2 karena terjadinya
penurunan hormon estrogen terutama saat masa menopause. Hormon estrogen dan
progesteron memiliki kemampuan untuk meningkatkan respons insulin di dalam
darah. Pada saat masa menopause terjadi, maka respons akan insulin menurun
akibat hormon estrogen dan progesteron yang rendah. Faktor-faktor lain yang
berpengaruh adalah body mass index perempuan yang sering tidak ideal sehingga
hal ini dapat menurunkan sensitivitas respons insulin. Hal inilah yang membuat
wanita sering terkena diabetes daripada laki-laki (Taylor, 2010).
Berdasarkan Tabel 5.1, didapatkan usia 61-70 tahun (45,16 persen) merupakan
usia terbanyak dari pasien yang didapat pada penderita diabetes melitus didesa
Sidorahayu, Wagir. Menurut Smeltzer & Bare (2014) bahwa usia memiliki kaitan
erat dengan kenaikan jumlah gula darah, semakin bertambah usia maka risiko
untuk mengalami DM tipe 2 semakin tinggi. Proses menua dapat mengakibatkan
perubahan sistem anatomi, fisiologi dan biokimia tubuh yang salah satu
dampaknya adalah peningkatan resistensi insulin (Smeltzer, 2014).
Sebagian besar pendidikan pasien berdasarkan Tabel 5.1 adalah lulusan SD
(67,74 persen). Angka tersebut mencerminkan bahwa secara garis besar tingkat
pendidikan peserta penderita diabetes melitus di Puskesmas Wagir termasuk
masih rendah. Tingkat pendidikan yang rendah akan mengakibatkan masyarakat
susah mencerna pesan atau informasi yang disampaikan. Masyarakat
berpendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan atau informasi yang
disampaikan orang lain karena berdasarkan pengalaman dan budaya yang ada
pada masyarakat setempat. Kecenderungan memiliki pola makan yang tidak
teratur dan tidak sehat karena dari tingkat pendidikan mempengaruhi tingkat
pekerjaan sehingga pendapatan yang dirasa kurang mengakibatkan konsumsi
makanan yang rutin di beli sangat jauh dari aspek kesehatan. Rutin memberikan
42
Booklet merupakan media untuk menyampaikan pesan dalam bentuk buku, baik
tulisan maupun gambar. Kelebihan media tersebut adalah individu dapat lebih jelas
menerima informasi karena dilengkapi tulisan dan gambar. Selain itu, desain bisa
lebih menarik disesuaikan dengan sasaran. Sedangkan kekurangannya adalah
pembuatan booklet membutuhkan lebih banyak biaya daripada media jenis lain
seperti leaflet (Notoadmojo, 2003).
Tingkat kepatuhan minum obat pasien diukur menggunakan alat ukur MMAS-
8 yang diterbitkan oleh WHO dan telah tervalidasi dan sering digunakan oleh
peneliti-peneliti. Kuesioner MMAS-8 terdiri dari tiga buah aspek kepatuhan, yaitu
diantaranya lupa akan kebutuhan minum obat, keinginan berhenti minum obat
tanpa sepengetahuan petugas medis, dan kemampuan untuk melanjutkan konsumsi
obat-obatan. Kelemahan dari kuesioner MMAS-8 yaitu jawaban pasien dapat
bersifat subjektif, sehingga pasien mungkin dapat menyembunyikan sikapnya yang
sebenarnya (Presetiawati et al., 2017).
Berdasarkan hasil wawancara, beberapa alasan yang mempengaruhi rendahnya
tingkat kepatuhan minum obat yaitu diantaranya pasien sering lupa minum obat,
pasien merasa tidak sakit sehingga tidak perlu minum obat, kurangnya dukungan
keluarga dalam peran sebagai pengawas minum obat, dan kendala transportasi pada
pasien lanjut usia untuk mengambil obat di fasilitas pelayanan kesehatan. Beberapa
alasan tersebut sesuai dengan alasan yang ditemukan dalam penelitian Presetiawati
pada tahun 2017 dan Keban pada tahun 2013 yaitu lupa, ketidakmampuan
memenuhi kebutuhan obat, jumlah obat yang banyak, bergantung pada bantuan
orang lain, dan puasa.
Berdasarkan hasil tersebut peningkatan kepatuhan pada pasien Diabetes Melitus
terjadi setelah pemberian booklet Jam Pintar. Hal ini sesuai dengan penelitian
Lailatushifah pada tahun 2012 yang menyatakan bahwa cara meningkatkan
kepatuhan individu diantaranya adalah memberikan informasi kepada pasien akan
manfaat dan pentingnya kepatuhan untuk mencapai keberhasilan pengobatan,
memberikan informasi tentang resiko ketidakpatuhan dan mengingatkan pasien
untuk melakukan segala sesuatu yang harus dilakukan demi keberhasilan
pengobatan dengan alat komunikasi. Alat komunikasi tersebut salah satunya dapat
berupa booklet (Lailatushifah, 2012).
45
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan dengan cara
minum sesudah makan. Obat ini memiliki durasi kerja 1-3 jam (Lestari, 2013).
Berdasarkan hasil kadar gula darah puasa pasien yang telah diintervensi dengan
penggunaan jam pintar sebanyak 61,29% (19 pasien) yang masih dalam kategori
diabetes. Hasil ini masih mendominasi dibandingkan hasil prediabetes dan normal.
Hal ini dapat dipengaruhi dengan ketepatan waktu minum obat, ketepatan
pemilihan obat, atau kurangnya dosis obat yang diberikan. Faktor ekternal berupa
diet makanan rendah gula yang masih belum terkontrol sebelum puasa, atau
aktivitas fisik yang kurang. Lama waktu puasa juga mempengaruhi kadar gula
darah yang beberapa penelitian menyebutkan bahwa pengecekan kadar gula kurang
dari 10 jam puasa terkadang masih belum akurat (Ghazanfari, 2010). Sekalipun
beberapa penelitian menyebutkan waktu puasa untuk pengecekan kadar gula darah
puasa antaar 8-12 jam (Syauky, 2015). Selain itu, faktor usia, indeks massa tubuh
(IMT), dan dan jenis kelamin juga berpengaruh dalam penentuan kadar gula darah
seseorang (Lestari, 2013). Hal ini sesuai dengan penelitian Lipoeto dkk., 2007
bahwa seseorang dengan IMT yang normal memiliki kadar glukosa rendah atau
normal karena simpanan glikogen dalam tubuh juga dalam kadar yang normal.
Seseorang yang obesitas akan mengalami resistensi insulin atau berkurangnya
sesnsitivitas insulin. Usia yang muda juga menentukan fungsi organ yang masih
baik, sehingga fungsi sel pancreas dalam sekresi insulin tidak berkurang dan
kemampuan ambilan glukosa dalam sel-sel atau jaringan sasaran dalam kondisi
optimal. World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa tiap kenaikan satu
dekade umur pada seseorang yang telah melampaui usia 30, kadar glukosa darah puasa
akan naik sekitar 1-2 mg/dL (Rochmah, 2010). Hormone estrogen pada wanita
memiliki kemampuan untuk membantu proses regulasi sensitivitas insulin dalam
uptake glukosa, sehingga pada keadaan menopause dapat terjadi resistensi insulin
akibat produksi hormone yang berkurang (Skrzypczak, 2007)
6.4 Hubungan Tingkat Kepatuhan Minum Obat terhadap Kadar Gula Darah
Puasa Setelah Penggunaan Jam Pintar
Pada penelitian ini kami menggunakan media intervensi berupa jam pintar
dimana dalam jam pintar terdapat jam pengingat minum obat sehingga mampu
meningkatkan tingkat kepatuhan minum obat yang nantinya berdampak pada
47
penurunan kadar gula darah puasa. Berdasarkan tabel 5.6 setelah penggunaan jam
pintar selama 10 hari, 2 pasien yang tingkat kepatuhannya rendah memiliki kadar
gula darah puasa kategori diabetes (gula darah puasa>126 mg/dL). Hasil ini sesuai
dengan teori bahwa pasien yang memiliki tingkat kepatuhan rendah memiliki kadar
gula darah puasa tinggi (Astari, 2016). Sedangkan 10 pasien dengan tingkat
kepatuhan sedang memiliki kadar gula darah puasa kategori normal 2 pasien,
kategori prediabetes 3 pasien, dan diabetes 5 pasien. Selanjutnya 19 pasien dengan
tingkat kepatuhan tinggi memiliki kadar gula darah puasa kategori normal 3 pasien,
kategori prediabetes 4 pasien, dan kategori diabetes 12 pasien.
Dari data diatas pada tingkat kepatuhan sedang justru memiliki kadar gula darah
puasa paling banyak dengan kategori diabetes (5 pasien). Begitu juga dengan
kategori tingkat kepatuhan tinggi justru memiliki kadar gula darah puasa paling
banyak dengan kategori diabetes (12 pasien) dari pada kategori lainnya.
Berdasarkan konsesnsus PERKENI tahun 2015 mengenai pilar diabetes
mellitus, bahwa penurunnan kadar gula darah dipengaruhi oleh 4 pilar yakni
pengetahuan tentang diabetes mellitus, pola makan yang benar, aktivitas fisik dan
penggunaan obat (Konsensus PERKENI,2015). Dalam penelitian ini kami hanya
mengambil tingkat kepatuhan minum obat, dimana masih ada 3 pilar lainnya yang
dapat mempengaruhi penurunan kadar gula darah puasa yakni pengetahuan tentang
diabetes mellitus, pola makan yang benar, dan aktivitas fisik
Pada hasil penelitian ini setelah dianalisa dengan uji statistik fisher didapatkan
hasil bahwa tingkat kepatuhan minum obat setelah penggunaan jam pintar
menunjukan hubungan yang tidak signifikan (p=0.69, p>0.05). Dari analisa ini
dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat kepatuhan minum obat
setelah penggunaan jam pintar terhadap kadar gula darah puasa. Hasil penelitian ini
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Qiyam dan Adikusuma pada tahun
2017, dimana penelitian ini meneliti hubungan tingkat kepatuhan minum obat
terhadap kadar HbA1c dan didapatkan hasil bahwa tingkat kepatuhan minum obat
tidak berhubungan dengan kadar HbA1c (Adikusuma dan Qiyam, 2017).
Hal ini dapat terjadi karena data yang kami pakai adalah data ordinal dengan
klasifikasi kadar gula darah sesuai dengan kategori PERKENI 2015 yakni kategori
normal (<100mg/dL), prediabetes (100-126mg/dL), dan diabetes > 126mg/dL).
48
Sehingga jika terjadi penurunan kadar gula darah puasa namun penurunannya
belum mencapai <126mg/dL maka tetap dikategorikan dalam kriteria diabetes
melitus.
Selain itu pada penelitian ini kami tidak meneliti kadar gula darah puasa
sebelum penggunaan jam pintar. Sehingga bila terjadi penurunan dari kadar gula
darah puasa sebelumnya tapi penurunannya masih belum mencapai kadar gula
darah puasa <126mg/dL maka pasien tetap dikategorikan diabetes mellitus. Hal
ini didukung oleh data sekunder yang kami dapat dari rekam medis pasien dimana
kadar gula darah pasien sebelum penggunaan jam pintar lebih tinggi jika
dibandingkan sesudah pengguanaan jam pintar (Data sekunder, 2019). Akan tetapi
penurunannya masih belum mencapai kadar gula darah puasa <126mg/dL, sehingga
pasien dengan kepatuhan tinggi masih dapat dikategorikan dalam kategori diabetes
mellitus meskipun telah terjadi penurunan kadar gula darah puasa.
Perbedaan pengetahuan antara pasien dapat juga terjadi karena dalam teknis
pemberian intervensi kami melakukannya dengann sistem door to door. Kami
membagi menjadi 2 tim, masing-masing tim terdiri dari 2 orang. Masing masing
tim bertugas melakukan pemberian intervensi pada 15 rumah yang dibagi dalam 2
hari. Hal ini memungkinkan adanya ketidaksamaan dalam penyampaian materi ke
pasien antara tim satu dan tim yang lain. Untuk meminimalisir bias penelitian
tersebut, sebelum melakukan intervensi kami melakukan persamaan persepsi
mengenai intervensi yang akan kami berikan. Persamaan persepsi meliputi : Cara
pengisian kuesioner tingkat kepatuhan minum obat dan protap intervensi
penggunaan jam pintar. Selain itu ketika pengecekan gula darah post intervensi
kami melakukan persamaan persepsi juga berupa protap cara pemeriksaan gula
darah puasa.
49
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Terdapat perbedaan tingkat kepatuhan minum obat sebelum dan sesudah
penggunan jam pintar pada penderita diabetes melitus di Desa Sidorahayu.
2. Tidak terdapat hubungan antara tingkat kepatuhan minum obat dengan kadar
gula darah puasa setelah penggunaan jam pintar pada penderita diabetes
melitus di Desa Sidorahayu.
Hal ini didasarkan bahwa ada banyak faktor yang terlibat dalam hubungan
tersebut termasuk ketepatan waktu minum obat, ketepatan jumlah obat yang
diminum, ketepatan jenis obat yang dipilih, dan ketepatan dosis yang digunakan.
Selain itu faktor lima pilar kendali tatalaksana diabetes melitus seperti diet pola
makan, aktivitas fisik, tingkat edukasi kesehatan, dan pemebrian obat hipoglikemi
oral. Karakteristik pasien juga dapat mempengaruhi kadar gula darah mulai dari
usia, jenis kelamin, indeks masa tubuh, lamanya terkena diabetes, dll.
7.2 Saran
Peneliti menyarankan hal – hal berikut untuk menunjang penelitian
selanjutnya guna pengembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan.
1. Untuk puskesmas program ini dapat dikembangkan sebagai program inovasi
dalam mengontrol dan pendataan masyarakat yang terkena PTM (penyakit
tidak menular) dengan pemberian booklet jam pintar untuk membantu
memantau tingkat kepatuhan minum obat pasien.
2. Untuk dinas kesehatan diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai
acuan dalam membantu petugas kesehatan untuk memonitor pelaksanaan
regimen terapeutik penyandang Diabetes Melitus serta meningkatkan
kepatuhan minum obat.
3. Untuk mahasiswa dalam penelitian lebih lanjut sebaiknya dilakukan
pengukuran kadar gula darah puasa sebelum intervensi, agar penurunan kadar
gula darah baik sebelum dan sesudah intervensi tetap bermakna sekalipun
masih dalam kriteria diabetes. Pemberian edukasi kesehatan sebaiknya juga
50
dilakukan dalam satu forum untuk menghindari bias dan penyamarataan kadar
pengetahuan tentang booklet. Waktu penelitian dapat dilakukan lebih lama
dan dilakukan monitoring setiap minggunya oleh pengawas minum obat.
51
Daftar Pustaka
Abdurrahman, Fadlullah. (2014). Faktor Pendorong Perilaku Diet Tidak Sehat Pada
Mahasiswi. Ejournal Psikologi, Vol 2, No 2: 163-170, 2014.
American Heart Association (Aha). (2012). Heart Disease And Stroke Statistics-
2012 Update.
Astari, Rani. 2016. Hubungan Antara Kepatuhan Terapi Diet Dan Kadar Gula
Darah Puasa Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Di Wilayah Kerja
Puskesmas Purnama Pontianak. Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak.
Brown M.T. And Bussell J.K., 2011, Medication Adherence: Who Cares?, Mayo
Clinic Proceedings, 86 (4), 304–314.
Chaliks R. 2012. Kepatuhan dan Kepuasan Terapi dengan Antidiabetik Oral Pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe-2 Rawat Jalan di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta,
Thesis, S2 magister Farmasi Klinik, Perpustakaan Pusat UGM.
Clinical Diabetes Association [Cda]. 2013. Clinical Practice Guidelines For The
Prevention And Management Of Diabetes In Canada.
Dahlan M.S. 2009, Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian
Kedokteran dan Kesehatan, Salemba Medika, Jakarta.
Fatimah, Restyana Noor. 2015. “Diabetes Melitus Tipe 2”. Artikel Review. J
MAJORITY, Vol. 5 No. 4. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Galveia, A., Cruz, S., & Deep, C. 2012. Impact of social demographic variables on
adherence to diabetes treatment and in the prevalence of stress, anxiety and
depression. Advanced Research in Scientific Areas, 3 (7), 2145– 2152
Guyton, A.C dan Hall, JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta:
EGC.
Ian P. & Marcus. 2011. Psikologi Kesehatan, Panduan Lengkap Dan Komprehensif
Bagi Studi Psikologi Kesehatan. Jakarta : Mitra Setia
International Diabetes Federation [Idf]. (2014). Idf Diabetes Atlas 4th Edition.
Isbn-13: 978-2-930229-71-3.
Inung E. 2008. “Pengaruh Reiki terhadap Kadar Gula Darah Acak” dalam
Lemeshow. 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan (terjemahan).
Gadjahmada University Press : Yogyakarta,.
Kariadi, Sri Hastuti. 2009. Diabetes: Panduan Lengkap Untuk Diabetisi. Jakarta:
Mizan Media Utama.
Kemenkes RI, 2014, Situasi Dan Analisis Diabetes, Pusat Data Dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI.
Kemenkes, RI. 2014. Infodatin Diabetes. Jakarta: Pusat data dan informasi
Kemenkes RI. Tersedia di: http://www.depkes.go.id/download. php?fi
le=download/pusdatin/infodatin-diabetes.pdf. [Sitasi: 30 Juli 2019].
53
Lestari, Dita Devi, Diana S. Purwanto, Stefana H.M. Kaligis. 2013. “Gambaran
Kadar Glukosa Darah Puasa Pada Mahasiswa Angkatan 2011 Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi dengan Indeks Massa Tubuh 18,5-22,9
kg/m2. Journal e-Biomedik (e-BM), Vol. 1, No. 2, Juli 2013, hal. 991-996.
Mayes, PA. 2003. Glikoneogenesis dan pengontrolan kadar glukosa darah. Dalam:
Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. Biokimia Harper. Edisi ke
25. Jakarta: EGC, pp 195-205
Mertien S, Darwati P, Laras S. 2018. Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dan
Rasio Lingkar Pinggang Pinggul (RLPP) dengan Kadar Glukosa Darah Puasa
Penderita Diabetes Melitus Tipe II di Puskesmas Kebayoran Lama, Jakarta
Selatan. Nutrire Diaita Volume 10 Nomor 1, April 2018
Morisky D.E., Ang A., Krousel-Wood M. and Ward H.J., 2011, The Morisky 8-
Item Self-Report Measure of Medication-Taking Behavior (MMAS-8), Journal
of Clinical Epidemiology. 64: 262-263
54
National Institute For Diabetes And Digestive And Kidney Diseases (Niddk).
(2014). Cause Of Diabetes. Nih Publication.
Nugroho, K., Mulyadi., masi, G. Hubungan aktifitas fisik dan pola makan dengan
perubahan indeks masa tubuh. E-journalKP. 4(2) : 1-4.
Nurina, Dewi Pratita,. (2012). Hubungan Dukungan Pasangan Dan Health Locus
Of Control Dengan Kepatuhan Dalam Menjalani Proses Pengobatan Pada
Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2. Jurnal Ilmiah Mahasiswa. Universitas
Surabaya.
Osterberg, L. & Blaschke, T., 2005. Adherence to Medication, The New England
Journal of Medicine, 353,487-97
Polit, D. F., & Beck, C. T. 2012. Nursing: generating and assessing evidence for
practice. Ninth Edition.
Rochmah W. 2010. Diabetes Melitus pada Usia Lanjut. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S,editor. Buku Ajar Ilmu
55
Subekti, I., 2009. Neuropati Diabetik: Sudoyo, A., Setiyohadi, B., Alwi, I.,
Simadibrata, M., Setiati, S., Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3. 5th
Ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Pp.1947-51.
Syauqy, Ahmad. 2015. “Perbedaan kadar glukosa darah puasa pasien diabetes
melitus berdasarkan pengetahuan gizi, sikap dan tindakan di poli penyakit
dalam rumah sakit islam Jakarta”. Jurnal Gizi Indonesia. Vol. 3, No. 2, Juni
2015. Hal. 60-67.
Taylor, C., Lillis, C., Lemone, P., & Lynn, P. 2010. Fundamental of nursing: The
Art and Science of Nursing Care(7th). Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
Wilieyam dan Sevani, 2013. SMS Based Gateway Patient Medication Reminder
Application Aplikasi Reminder Pengobatan Pasien Berbasis SMS Gateway.
INKOM, Vol. 7, No. 1, Article 215,
Widodo, C. 2016. Anti Diabetik Oral Dengan Kadar Gula Darah Pasien Diabetes
Program Pascasarjana Surakarta.
56
LAMPIRAN I
1. Lampiran form survey data sampel
LAMPIRAN II
a. PROTAP INTERVERSI PENGGUNAAN JAM PINTAR
Pengertian Intervensi penggunaan jam pintar
Tujuan Menambah ilmu pengetahuan pasien DM mengenai cara penggunaan
jam pintar
Kebijakan 1. Dilakukan oleh dokter muda Fakultas Kedokteran Universitas
Islam Malang
2. Komunikasi efektif menggunakan bahasa sederhana (mudah
diterima orang lain) dan menjaga kesopanan
Prosedur Alat:
Media jam Pintar
Prosedur:
1. Berkomunikasi dengan pasien menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti
2. Bertanya mengenai obat OHO apa yang dipakai
3. Membagikan media yang dibuat
4. Menyusun panah penggunaan jam minum obat sesuai dengan obat
yang digunakan
5. Menjelaskan isi konten booklet secara sistematis dengan durasi
waktu maksimal 10 menit
6. Menggunakan cara diskusi
7. Memberikan umpan balik
8. Mengadakan evaluasi
9. Menyusun perencanaan lanjutan
59
LAMPIRAN II
b. PROTAP INTERVERSI PENGECEKAN KADAR GULA DARAH
PUASA KAPILER
Pengertian Intervensi pengecekan kadar gula darah puasa kapiler menggunakan alat gluco
stick setelah berpuasa minimal 8 jam tanpa makan.
Tujuan Mengevaluasi perubahan kadar gula darah puasa setelah teratur minum obat
selama 10 hari
Kebijakan 1. Dilakukan oleh dokter muda Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang
2. Komunikasi efektif menggunakan bahasa sederhana (mudah diterima orang
lain) dan menjaga kesopanan
Prosedur Alat:
1 Gluco stick
2. Kapas Alkohol
3. Hand scone
4. Strip tes glukosa darah
5. Lanset / jarum penusuk
6. Tempat sampah medis
8. Makanan dan minuman secukupnya
Prosedur
1. Memastikan jika pasien benar-benar puasa 8 jam atau lebih
1. Menjelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada pasien.
2. Memakai handscone
4. Atur posisi pasien senyaman mungkin.
5. Dekatkan alat di samping pasien.
6. Pastikan alat bisa digunakan.
7. Pasang stik GDA pada alat glukometer.
8. Mengurut jari yang akan ditusuk (darah diambil dari salah satu ujung jari
telunjuk, jari tengah, jari manis tangan kiri / kanan).
9. Desinfeksi jari yang akan ditusuk dengan kapas alkohol
10. Menusukkan lanset di jari tangan pasien, dan biarkan darah mengalir secara
spontan
11. Tempatkan ujung strip tes glukosa darah (bukan diteteskan ) secara otomatis
terserap ke dalam strip
12. Menghidupkan alat glukometer yang sudah terpasang strip.
13. Menutup bekas tusukkan lanset menggunakan kapas alkohol.
14. Alat glukometer akan berbunyi dan bacalah angka yang tertera pada
monitor.
15. Keluarkan strip tes glukosa dari alat monitor
16. Matikan alat monitor kadar glukosa darah
17. Membereskan alat.
18. Mencuci tangan.
19. Dokumentasi : catat hasil pada buku catatan
60
LAMPIRAN III
3. Lampiran Kuesioner Tingkat Kepatuhan Minum Obat Morisky
Medication Adherence Scale-8
No Pertanyaan Jawaban Skor
7 Sebagian orang merasa tidak nyaman jika harus meminum obat setiap Ya 1
hari, apakah Bapak/Ibu pernah merasa terganggu karena keadaan seperti Tidak 0
itu ?
8 Berapa kali Bapak/Ibulupaminumobat a. Tidak 0
Tidak pernah = Tidak pernah lupa pernah
Sesekali = 1 kali dalam seminggu b. Sesekali 1
Kadang = 2-3kali dalam seminggu c. Kadang 1
Biasanya = 4-6 kali dalam seminggu d. Biasanya 1
Selalu = 7 kali dalm seminggu e. Selalu 1
Keterangan :
Skor 0 : Kepatuhan Tinggi
Skor 1-2 : Kepatuhan Sedang
Skor >2 : Kepatuhan Rendah
61
(…………….)
62
Dengan ini menyatakan bersedia untuk menjadi pasien penelitian yang dilakukan oleh
dokter muda departement Ilmu Kesehatan Masyarakat Kedokteran Keluarga di
Puskesmas Wagir Malang periode 2019 yang berjudul “Pengaruh Jam pintar Terhadap
Tingkat Kepatuhan Minum Obat dan Kadar Gula Darah Puasa Pasien Diabetes Mellitus
di Desa Sidorahayu Kecamatan Wagir”. Saya mengerti dan memahami bahwa
penelitian ini tidak akan berakibat negatif terhadap saya, oleh karena itu saya bersedia
untuk menjadi pasien pa dada penelitian ini.
Malang,.......................2019
Pasien
(…………….. )
63
LAMPIRAN V
5. Lampiran Data Karakteristik Sampel
Tanggal
Tingkat
Lama Riwayat Lingkar Tekanan Pemeriksaan GDP
Usia Alamat Pendidikan Riwayat Riwayat Penyakit BB TB BMI Kepatuhan
No. Nama Pekerjaan Diabetes Keluarga Kategori Perut Darah (mg/dL)
(th) (Rt/Rw) Terakhir Merokok Lainnya (kg) (cm) (kg/m2)
Melitus DM (cm) (mmHg) post Pre Post
pre test
test test test
1 Ny. Tumini 80 10/02 Tidak Bekerja SD 12 th - - HT 42 146 19.7 Normal 84 110/70 GDP 109 124 3 1
2 Ny. Mesiah 67 11/2 Tidak Bekerja SD 1 th - - HT 50 149 22.5 Normal 87 140/90 lupa 271 3 2
3 Ny. Maini 55 22/6 IRT SLTA 5 th - - - 54 150 24.0 Normal 84 140/80 GDA 380 300 6 4
HT,
4 Ny. Patilah 66 6/1 Penjahit SR 11 th + - 51 147 23.6 Normal 98 140/90 GDP 206 138 1 0
Hiperkolesterolemia
Over
5 Tn. Senan 66 6/1 Tidak Bekerja SD 7 thn - + HT 65 155 27.1 99 140/90 GDA 179 216 3 1
weight
HT, Over
6 Ny. Sriamah 56 28/4 IRT SD 10 th + - 70 160 27.3 101 150/80 GDA 170 121 3 0
Hiirrkolesterolemia weight
Ny. Sri Over
7 60 28/4 IRT SD 3 bln + - - 63 157 25.6 99 140/80 GDP 224 115 3 2
Bawon weight
8 Ny. Yuliati 60 17/4 IRT SD 10 th - - - 50 155 20.8 Normal 89 100/80 GDP 270 271 2 0
9 Ny. Sumirah 62 17/4 IRT SD 7 th - - HT tidak terkontrol 59 159 23.3 Normal 94 150/80 GDP 130 176 1 0
Over
10 Ny. Suliatin 45 17/4 IRT SD 6 th + - - 75 160 29.3 102 140/90 GDP 69 112 0 0
weight
11 Ny. Sunatem 55 28/4 IRT SD 7 th - - Hiperuricemia 48 150 21.3 Normal 89 140/80 GDP 400 238 3 2
Pengupas Over
12 Ny. Minarsi 67 1/1 SD 11 th - - HT 57 150 25.3 94 120/80 GDP 260 94 1 0
Bawang weight
13 Tn. Sardi 54 9/1 Tidak Bekerja SD 15 th + + HT 55 165 20.2 Normal 83 150/100 GDP 375 264 3 0
Obes
14 Ny. Sutik 58 9/1 Buruh pabrik SD 3 th + - HT 77 150 34.2 102 130/90 lupa 97 2 1
grade 1
obese
15 Ny. Murti 58 12/3 Buruh pabrik SLTA 2 th - - HT 85 168 30.1 102,5 170/100 GDA 134 103 2 0
grade 1
64
16 Ny. Mujiati 65 4/1 Tidak Bekerja SD 1 th - - HT 66 150 29.3 overweight 107 150/90 GDA 150 278 2 1
Ny.
17 51 6/1 IRT SLTA 5 th - - HT tidak terkontrol 61 149 27.5 overweight 97 140/80 GDA 357 115 7 3
Khoiriyah
18 Ny. Paimah 74 8/1 Tidak Bekerja - 2 th - - HT 62 150 27.6 overweight 97 130/80 GDP 182 70 2 0
19 Ny. Suliati 56 2/1 Buruh pabrik SD 3 th - - Osteoporosis 67 150 29.8 overweight 113 120/80 GDP 105 97 4 2
rt 17, Over
20 Ny. Jumani 70 ART SD 2 bulan + - HT 60 153 25.6 87 160/90 GDP 210 244 0 0
rw 4 weight
rt 13, Over
21 Ny. Priati 62 IRT SMP 5 tahun + - HT 58 150 25.8 98 137/ 80 GDP 120 67 2 1
rw 4 weight
Ny. rt 28, Over
22 61 IRT SD 2 th + - HT 65 156 26.7 98 150/100 GDA 217 236 3 0
Suhariani rw 4 weight
rt 17/ tidak Under
23 Ny. Bawon 64 Penjahit 5 th - - HT 40 153 17.1 87 150/90 GDA 350 148 2 2
rw 3 sekolah Weight
rt 19, Tidak
24 Ny. Sariah 75 IRT 20 tahun - - HT tidak terkontrol 45 150 20.0 Normal 81 200/80 GDA 250 168 0 0
rw 4 sekolah
rt 19,
25 Ny.Lilikati 54 IRT SD 5 th - - - 53 150 23.6 Normal 81 140/80 GDA 240 284 0 0
rw 4
rt 12, Over
26 Ny. Sulastri 61 IRT SMP 1 th - - HT 60 150 26.7 101 150/90 GDP 175 156 4 3
rw 3 weight
Ny. rt 31, HT, Over
27 56 IRT SD 1 th + - 66 150 29.3 101 140/ 100 GDP 315 353 2 0
Chamamah rw 7 Hiperkolesterolemia weight
Ny. rt 2, rw karyawan Over
28 54 SD 2 bln - - HT, Gastritis 65 150 28.9 100 150/ 90 GDP 140 133 0 0
Turiningsih 1 swasta weight
rt 2, rw Over
29 Ny. Mujiati 63 IRT SMP 5 th - - PreHT 64 151 28.1 93 140/80 GDP 315 97 3 2
1 weight
30 Tn. Buari 61 27/ Tidak Bekerja SD 5 th - - HT 62 170 21.5 normal 91 150/90 lupa 156 1 0
Ny. Siti obese
31 64 3/1 Tidak Bekerja SPG 3 th - - - 84 150 37.3 115 130/80 GDP 165 199 2 0
Rukayah grade 2
65
LAMPIRAN VI
6. Lampiran Hasil Analisis Statistik
a. Uji Wilcoxon
b. Descriptive Statistics
Ranks
Ties 11c
Total 31
Test Statisticsa
Posttest Tingkat
Kepatuhan -
Pretest Tingkat
Kepatuhan
Z -4.134b
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
Kepatuhan tinggi 12 4 3 19
Total 19 6 6 31
66
Chi-Square Tests
LAMPIRAN VII
Booklet Jam Pintar
68
69
LAMPIRAN VIII
Foto Kegiatan
a. Survey Penelitian
Gambar Survey Data Sampel Awal pada penderita Diabetes Melitus di Desa
Sidorahayu
70
Pemberian edukasi terkait penjelasan isi buku, penggunaan jam pintar terhadap
waktu minum obat, dan pengisian lembar kontrol.
71