Anda di halaman 1dari 49

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di abad ke 21 penyakit Diabetes Melitus merupakan tantangan kesehatan

bagi setiap negara untuk diselesaikan. Di Indonesia sendiri menempati urutan ke

sembilan dalam estimasi epidemiologi DM di dunia pada tahun 2010 dengan 7

juta kasus dan dapat terus meningkat menjadi peringkat ke lima pada tahun 2030

dengan 20 juta kasus (Shaw et al,2009). Masalah utama pada pasien Diabetes

Melitus yaitu adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah yang disebut

hiperglikemi. Hiperglikemi yang terjadi pada penderita Diabetes Melitus dari

waktu ke waktu dapat menyebabkan kerusakan berbagai sistem tubuh terutama

syaraf pembuluh darah dan juga dapat mengenai berbagai organ. Pengendalian

metabolisme yang baik menjaga agar kadar gula darah berada dalam rentang

normal maka komplikasi Diabetes Melitus dapat dicegah (Kemenkes 2014).

Faktor dominan yang mengakibatkan semakin tingginya angka kejadian Diabetes

Melitus adalah kurangnya kepatuhan terhadap diet DM, karena pola makan atau

diet merupakan determinan penting yang menentukan obesitas dan juga

mempengaruhi retensi insulin (Michael et all,2009)

Di Indonesia prevalensi Diabetes Melitus berdasarkan pemeriksaan darah

pada penduduk umur > 15 tahun terus meningkat dari tahun 2013 terjadi

peningkatan 6,9 % menjadi 8,5% pada tahun 2018, prevalensi Diabetes Melitus di

perkotaan sebesar 6,9% dan daerah pedesaan 7,8% dengan rincian laki – laki 6,1%

perempuan8,5% (PERKENI 20011). Prevalensi Diabetes Melitus tahun 2018

1
2

mencapai 10.9%(PERKENI 2015). Di Jawa Timur sendiri prevalensi Diabetes

Melitus berdasarkan pemeriksaan darah pada penduduk umur > 15 tahun juga

terusmengalami peningkatan 2,0% tahun 2013 menjadi 2,8% tahun 2018

(PERKENI 2011). Dan berdasarkan studi pendahuluan yang di lakukan tanggal 9

November 2019 di Klinik DKT 2Sidoarjo didapatkan data jumlah pasien Diabetes

Melitus tiga bulan terakhir data september 2019 sejumlah 53 ; Oktober 2019

sejumlah 58 dan bulan November 2019 sebanyak 65 pasien. Rata – rata pasien.

Berdasarkan wawancara dengan 5 pasien, didapatkan tiga orang mengatakan

mengetahui tentang diet DM terkait makanan yang di perbolehkan dan yang tidak

boleh, pasien mengatakan patuh terhadap diet DM namun kadang kala pasien

mengkonsumsi makanan yang tidak di perbolehkan. Sedangkan satu orang

lagimengatakan tahu tentang diet DM tetapi makanan yang dikonsumsi sesuai /

mengikuti yang disediakan keluarga. Satu pasien lagi mengatakan yang penting

setiap hari minum obat Diabet dengan teratur, untuk diet yang penting makan

tidak terlalu banyak.

Diabetes Melitus merupakan kondisi metabolik dimana tubuh tidak dapat

mengatur glukosa atau gula darah dengan baik. Setiap kali makan karbohidrat

tubuh akan memecahnya menjadi bentuk gula sederhana / glukosa. Glukosa akan

diangkut darah ke sel tubuh menggunakan energi, proses ini dilakukan oleh

hormon insulin yang dihasilkan oleh pankreas, jadi inisulin ini berfungsi mengatur

kadar gula di dalam darah. Sayangnya pada pasien diabetes tidak dapat membuat

insulin / tidak dapat merespon insulin dengan baik sehingga glukosa dapat

menumpuk di dalam darah dan jika dilakukan pemeriksaan gula darah akan

meningkat. Penyebab dari Diabetes Melitus mempunyi banyak faktor antara lain :
3

faktor genetik / keturunan, faktor lingkungan (usia, obesitas, retensi insulin, jarang

melakukan aktifitas fisik, urbanisasi) faktor diet atau pola makan salah, dari

beberapa faktor tersebut peneliti akan melakukan penelitian mengenai kepatuhan

diet DM pada pasien DM di Klinik DKT.Penelitian akan dilakukan dengan media

food model, karena dengan contoh makanan langsung dapat mempermudah dalam

menerima informasi kesehatan yang akan di berikan.

Dari fenomena di atas ada beberapa cara agar pasien DM dapat

meningkatkan kualitas hidupyaitu dengan mempertahankan keseimbangan

pengaturan pola makan, latihan fisik, monitoring gula, pengobatan, penyuluhan

kesehatan (Brunner & Suddarth,2002). Selain memperhatikan makanan yang di

konsumsi pasien juga harus patuh menjalankan terapi diet untuk menstabilkan

kadar glukosa darah menjadi normal dan mempertahankan rasa nyaman dan sehat

(Sarwono 2011). Sehingga promosi kesehatan sangat penting dalam

meningkatkan kepatuhan diet DM pada pasien DM.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah Pengaruh promosi

kesehatan dengan food model tentang diet DM terhadap kepatuhan diet DM pada

pasien DM di Klinik DKT 2 Sidoarjo?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh promosi kesehatan dengan food model tentang diet

DM terhadap kepatuhan Diet DM

1.3.2 Tujuan Khusus


4

1. Mengidentifikasi kepatuhan diet pre edukasi pada pasien DM di

Klinik DKT2 Sidoarjo.

2. Mengidentifikasi kepatuhan diet post edukasi pada pasien DM di

klinik DKT2 Sidoarjo

3. Mengetahui pengaruh promosi kesehatan tentang diet DM dengan

food model terhadap kepatuhan diet DM.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Teoritis

Penelitian ini dapat memberikan informasi yang dapat digunakan sebagai

masukan pada ilmu pengetahuan dan acuhan pengembangan penelitian

dalam praktik keperawatan khususnya ilmu keperawatan komunitas

1.4.2 Praktisi

1. Bagi petugas kesehatan

Memberikan informasi pada petugas kesehatan khususnya di klinik

DKT 2 tentang pengaruh promosi kesehatan dengan food model

tentang diet DM terhadap kepatuhan diet DM pada pasien DM,

sehingga dapat dijadikan dasar dalam evaluasi dan perencanaan

dalam melakukan promosi kesehatan selanjutnya.

2. Bagi masyarakat

Memberikan informasi pada masyarakat khususnya pasien Diabetes

Melitus tentang diet DM sehingga akan menimbulkan kepatuhan

yang tinggi.
5

3. Bagi Peneliti lain

Hasil penelitian ini bisa dijadikan referensi dan data dasar untuk

penelitian selanjutnya tentang pengaruh promosi kesehatan dengan

food model terhadap kepatuhan diet DM.


6

BAB 2

TINJAUAN TEORI

Pada bab ini akan memuat uraian yang sistematik tentang konsep-konsep

teori dasar yang relevan, fakta, yang berasal dari pustaka mutakhir yang memuat

teori, proposisi, konsep atau pendekatan terbaru yang berhubungan dengan

penelitian yang dilakukanyaitu promosi kesehatan food model tentang diet DM

terhadap kepatuhan diet DM.

2.1 Konsep Teori

2.1.1. Diabetes Melitus

2.1.1.1. Definisi

Diabetes Melitus (DM) adalah kelainan metabolisme

karbohidrat,glukosa darah tidak dapat digunakan dengan baik, sehingga

menyebabkan keadaan hiperglikemia (Hardinsyah & Nyoman,2017).

Diabetes Melitus (DM) merupakan kelainan metabolik dengan

etiologi multifaktorial.Penyakit ini ditandai oleh hiperglikemia kronis dan

mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein serta lemak (Michael Jet

al.,2009).

Diabetes Melitus (DM) secara luas diartikan sebagai gangguan

metabolisme kronis yang ditandai dengan metabolisme karbohidrat,

protein dan lemak yang abnormal akibat kegagalan sekresi insulin, kerja

insulin, atau keduanya (Ester Chang,2010).

Berdasarkan pengertian tentang Diabetes Melitus (DM) dari para

ahli dapat disimpulkan bahwa Diabetes Melitus (DM) adalah merupakan

6
7

kelainan metabolisme sehingga mengakibatkan kegagalan sekresi insulin,

kerja insulin ataupun keduanya yang ditandai dengan adanya

hiperglikemia, terjadinya diabetes melitus karena kelenjar tidak lagi

memproduksi insulin atau produksinya sangat sedikit sehingga tidak

mampu mencukupi kebutuhan tubuh akan hormon insulin.

2.1.1.2.Indikator pada diagnosis DM

Cara penegakan diagnosis pada penderita diabetes melitus

(Hardinsyah & Idewa Nyoman, 2017)

1 Gejala DM seperti rasa haus serta poliuria dan hasil pemeriksaan

glukosa sewaktu ≥ 200 mg/dl (11.1 mmol/l)

2 FPG (kadar glukosa puasa) ≥ 126 mg/dl (7,0 mmol/l)

3 Glukosa plasma 2 jam setelah makan (2 jam pp) ≥ 200 mg/dl (11,1

mmol/l) selama pelaksanaan tes toleransi glukosa oral

4 Untuk keperluan skrining pada populasi dapat digunakan kriteria

kadar glukosa puasa atau 2 jam pp sesudah pemberian per oral 75

gram glukosa

Kriteria diagnosis DM menurut pedoman ADA 2011 dan Kemenkes RI

2018 :

1 Gula darah puasa ≥ 126 md/dl dengan gejala klasik penyerta

2 Glukosa 2 jam pasca pembebanan ≥ 200 mg/dl

3 Glukosa plasma sewaktu ≥200 ml/dlbila terdapat keluhan klasik DM

penyerta, seperti banyak kencing (poliuri),banyak minium

(polidipsia), banyak makan (polifagia), dan penurunan berat badan

yang tidak dapat di jelaskan penyebabnya.


8

2.1.1.3.Cara Pemeriksaan Diagnostik

1. Tes glukosa darah kapiler

Tes finger-prick blood sugar screening atau gula darah stick dilakukan

untuk memeriksa glukosa darah puasa (70-110 mg/dl), 2 jam sesudah makan,

maupun yang sewaktu atau acak (< 140mg/dl) (Tandra,2008).

2. Tes glukosa darah vena

Dilakukan untuk menilai kadar glukosa darah setelah puasa minimal 8 jam

dan glukosa darah 2 jam sesudah makan dengan tetap mengkonumsi obat dan

suntik insulin seperti biasa, sebagaimana diinstruksikan oleh dokter pada control

sebelumnya. Glukosa darah puasa memberi gambaran bagaimana glukosa darah

kemarin harinya, sedangkan yang 2 jam pp untuk melihat kira-kira bagaimana

hasil minum obat yang diberikan dan diet pada pagi itu (Tandra,2008).

3. Tes toleransi glukosa

Tes yang dilakukan saat tes glukosa darah kapiler atau vena tidak bisa

memastikan individu mengidap diabetes atau tidak dengan cara setelah 10 jam

puasa dilakukan cek glukosa darah, lalu individu mengkonsumsi 75 gram glukosa

dan 2 jam kemudian diperiksa lagi glukosa darahnya dengan hasil normal< 140

mg/dl (Tandra,2008).

4. Tes glukosa urine

Dilakukan untuk mendeteksi adanya glukosa dalam urine pada penderita

DM (Tandra,2008).

5. Tes HbA1c (Glycated Hemoglobin atau Glycosylated Hemoglobin)

Glukosa darah yang tinggi akan diikat pada molekul hemoglobin (Hb)

dalam darah, dan akan bertahan dalam darah sesuai dengan usia hemoglobin,
9

yaitu 2-3 bulan. Makin tinggi glukosa darah, makin banyak molekul hemoglobin

yang berkaitan dengan gula. Tes ini dilakukan 2-3 bulan seklali dan digunakan

untuk memantau pengobatan diabetes, serta menilai keberhasilan diet dan

olahraga yang dilakukan (Tandra,2008).

2.1.1.4.Faktor – Faktor Resiko Terjadinya Diabetes Melitus

1. Faktor Keturunan (Genetik)

Bukti adanya komponen genetik berasal dari koefisien keselarasan

(corcodance)DM yang meningkat kepada kembar monosigot, pervalensi

yang tinggi pada anak – anak dari orang tua yang menderita Diabetes, dan

prevalensi DM yang tinggi pada kelompok etnis tertentu (Michael

et.al.,2009). Hal ini sesuai dengan jurnal penelitian yang dilakukan oleh

Dyah Ayu, 2013 menunjukkan hasil penelitian genetik pada kelompok

kasus responden dengan riwayat keluarga diabetes melitus mencapai 25

orang dengan sampel total 30 orang.

2. Faktor Resiko Lingkungan.

Sejumlah peneliti epidemologi dari berbagai dunia memperlihatkan

bahwa faktor – faktor resiko lingkungan yang utama untuk terjadinya DM

adalah :

a) Usia

Pertambahan usia merupakan faktor risiko penting untuk DM, dalam

semua penelitian epidemologi pada berbagai populasi prevalensi DM

memperlihatkan peningkatan yang spesifik menurut usia, umumnya

berkisar antara 50 – 60 tahun (Michael et al,.2009)


10

b) Kurangnya aktifitas fisik.

Kurangnya aktivitas fisik akan menurunkan metabolisme karbohidrat,

lemak dalam tubuh, sehingga menumpuk dan sensitivitas insulin akan

menurun. Dari hasil jurnal penelitian Dyah ,2013 bahwa hasil uji odds

ratio menginterprestasikan bahwa responden yang kurang olahraga

memiliki 5 kali lipat risikoterhadap kejadian Diabetes Melitus.

c) Diet dan pola makan salah.

Konsumsi makanan yang tinggienergi dan tinggi lemak, selain

aktifitas fisik yang rendah, akan mengubah keseimbangan energi

dengan disimpannya energi sebagai lemaksimpanan yang jarang

digunakan. Asupan energi yang berlebihan itu sendiri akan

meningkatkan retensi insulin (Michael et all,2009)

Dari hasil penelitian agus et all,2014 menunjukkan bahwa

hubungan antara pola makan terhadap kejadian diabetes melitus adalah

pada 20 kasus pola makan yang buruk mengalami diabetes melitus dan

pada 10 kasus pola makan yang baik diabetes melitus terkontrol.

2.1.1.5.Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi Diabetes Melitus menurut Michael at all, (2009)

1. Diabetes Tipe 1

DM tipe 1 ditandai denga penurunan kadar insulin (insulinopenia)

yang disebabkan oleh destruksi sel- sel beta. Pasien DM tipe 1

memerlikan insulin untuk tetap bertahan hidup. Tanpa insulin dariluar

paien tersebut akan mengalami ketoasidosi, koma,dan kematian


11

2. Diabetes Tipe 2

DM tipe 2 merupakan bentuk DM ang paling sering ditemukandan

ditandai dengan gangguan pada sekresi serta kerja insulin. Ada

korelasi genetik yang kuat pda DM tipe ini dan proses terjadinya

sering berkaitan dengan obesitas.

3. Diabetes Gestasional

DM gestasional merupakan intolernsi karbohidrat yang

mengakibatkan hiperglikemia dengan keparahan yang beragam dan

onset atau deteksi pertama kali pada saat hamil. Definisi ini berlaku

tanpa memandang apakah hormoninsulin digunakan atau tidak dalam

penanganan ataukah keadaan tersebut tetap bertahan setelah

kehamilan berakhir.

4. Tipe Spesifik lainnya

Merupakan DM yang disebabkan defek genetik pada fungsi sel beta,

defek genetik pada kerja insulin, penyakit pada kelenjar eksokrin

pankreas, endokrinopati, ditibulkan oleh obat – obatan atau bahan

kimia , infeksi, kadang sindroma genetik lain yang disertai dengan

Diabetes

Klasifikasi Diabetes Melitus menurut berdasarkan etiologinya ADA,2015

dalam Hardinsyah & Dewa,(2017) :

1. Diabetes Tipe 1

Terjadi karena destruksi sel beta, umumnya menjurus ke arah

defisiensi insulin absolut, melalui proses imunologik

(autoimunologik), idiopatik.
12

2. Diabetes Tipe 2

Terjadi bervariasi, mulai yang predominan resistensi insulindisertai

defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi

insulin bersama resistensi insulin.

3. Diabetes Melitus tipe lain, terjadi karena :

Defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit

eksokris pankreas, endokrinopati.

4. Diabetes Melitus Gestasional

Diabetes yang muncul pada masa kehamilan, umumnya bersifat

sementara tetapi merupakan faktor resiko untuk DM tipe 2.

5. Pra Diabetes Melitus

IFG (impaired fasting glucosa) = GPT (glukosa puasa terganggu)

IGT (impaired glucose tolerance)= TGT (toleransi glukosa terganggu)

2.1.2. Konsep Promosi Kesehatan Dengan Food Models

2.1.2.1.Definisi Promosi Kesehatan Dengan Food Models

Pengertian promosi kesehatan menurut Soekidjo, (2010)

mempunyai dua pengertian, yang pertama adalah sebagai bagian dari

tingkat pencegahan penyakit, yang kedua promosi kesehatan diartikan

sebagai upaya memasarkan menyebarluaskan, mengenalkan, atau menjual

kesehatan. Dengan perkataan lain promosi kesehatan adalah memasarkan

atau menjual atau memperkenalkan pesan – pesan kesehatan atau upaya –

upaya kesehatan menerima atau membeli (dalam arti menerima perilaku

kesehatan) atau mengenal pesan – pesan kesehatan tersebut yang akhirnya

masyarakat mau berperilaku hidup sehat.


13

Green dan Kreuter (2005) menyatakan bahwa “Promosi kesehatan

adalah kombinasi upaya-upaya pendidikan, kebijakan (politik), peraturan,

dan organisasi untuk mendukung kegiatan-kegiatan dan kondisi-kondisi

hidup yang menguntungkan kesehatan individu, kelompok, atau

komunitas”

Promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan

kesehatan dan intevensi yang terkait dengan ekonomi, politik, dan

organisasi yang dirancang untuk memudahkan perubahan peri laku dan

lingkungan yang konusif bagi kesehatan, perilaku kesehatan bertujuan

untuk menciptakan suatu keadaan yakno perilaku dan lingkungan yang

kondusif dbagikesehatan (Soekidjo,2010)

Menurut WHO dalam Maulana,(2009) promosi kesehatan

merupakan proses dengan tujuan memugkinkan individu meningkatkan

kontrol terhadap kesehatan dan meningkatkan kesehatannya berbasis

filosifi yang jelas mengenai pemberdayaan tersebut dilakukan dari, oleh,

untuk dan bersama masyarakat serta sesuai dengan sosial budaya setempat.

Promosi kesehatan merupakan program masyarakat menyeluruh bukan

hanya perubahan perilaku, melainkan juga perubahan lingkungan.

Promosi kesehatan menggunakan Food models (replika makanan)

adalah upaya mengenalkan contoh bahan makanan/makanan yang dibuat

sedemikian rupa sehingga menyerupai bahan makanan/ makanan aslinya.

Pada perkembangan selanjutnya seiring dengan banyaknya kegiatan

penelitian dan pengembanganyang dilakukan di Puslitbang Gizi dan

makanan, food models tidak hanya digunakansebagai media dalam


14

penyuluhan gizi, tetapi juga sangat membantu petugas gizi di

lapanganpada waktu kunjugan rumah (home visit) dalam melakukan recall

bahan makanan/makananyang dikonsumsi oleh responden.

Dengan menggunakan food models , petugas gizi dilapangan akan

lebih mudah dalam memprediksi besarnya konsumsi bahan

makanan/makananyang sebenarnya. Dengan demikian, maka analisa

terhadap konsumsi zat gizi danperhitungan kebutuhan zat gizi responden

lebih mendekati perkiraan sebenarnya. Alat ini pada umumnya digunakan

di posyandu-posyandu , kelompok penimbang balita, rumah sakit,

puskesmas, klinik kesehatan, sekolah-sekolah. Sasaran penyuluhan

menggunakan alat ini terutama sekali adalah ibu-ibu rumah tangga,

khususnya yang sedang hamil atau yang mempunyai balita , anak sekolah,

remaja WUS, orang tua, olahragawan/atlet, dan pada penderita penyakit-

penyakit tertentu seperti diabetes, hipertensi, jantung, obesitas, dll

Dari beberapa sumber diatas pengertian dari promosi kesehatan

dengan food modelsadalah suatu cara untuk mengajak masyarakat

meningkatkan derajat kesehatannya melalui berbagai metode dan alat

peraga dalam menyampaikan pesan – pesan kesehatan dengan

menggunakan contoh bahan makanan/makanan yang dibuat sedemikian

rupa sehingga menyerupai bahan makanan/ makanan aslinya

2.1.2.2. Kelebihan Dan Keterbatasan Promosi Kesehatan Dengan Dari Food

Models

Food models merupakan media yang sering digunakan untuk penyuluhan

gizi. Biasanya food models memiliki bentuk dan ukuran kira-kira dari
15

objek makanan yang diketahui sesuai dengan berat makanan tersebut.

Food model sebagai media penyuluhan tentu saja memiliki kelebihan dan

keterbatasan sebagai media. Kelebihan :

1. Media yang mudah diingat sesuai bentuknya yang menyerupai objek.

2. Mudah dibawa dan ringan.

3. Memperjelas penjelasan konselor dalam menyampaikan penyuluhan

dalam proses diet untuk sasaran.

4. Food model lebih tahan lama, hal ini dikarenakan kita tidak perlu

menggantinya setiap hari seperti halnya apabila kita menggunakan

bahan makanan/minuman asli yang bisa rusak atau busuk.

Keterbatasan :

1. Harganya mahal.

2. Butuh keterampilan khusus dalam membuatnya.

3. Jika bahan baku food model terbuat dari lilin, maka model tersebut

tidak tahan terhadap hawa panas dan kelembapan.

4. Memerlukan tempat penyimpanan yang aman

Gambar 2.1. Food Models satu porsi makan dan snack


Sumber : Rumkitban 05.08.03 Sidoarjo
16

2.1.2.3.Tujuan Promosi Kesehatan

Berdasarkan beberapa pandangan pengertian tersebut diatas, maka

tujuan dari penerapan promosi kesehatan pada dasarnya merupakan visi

promosi kesehatan itu sendiri, yaitu menciptakan/membuat masyarakat

yang:

1. Mau (willingness) memelihara dan meningkatkan kesehatannya.

2. Mampu (ability) memelihara dan meningkatkan kesehatannya.

3. Memelihara kesehatan, berarti mau dan mampu mencegah penyakit,

4. melindungi diri dari gangguan-gangguan kesehatan.

5. Meningkatkan kesehatan, berarti mau dan mampu meningkatkan

kesehatannya. Kesehatan perlu ditingkatkan karena derajat kesehatan

baik individu, kelompok atau masyarakat itu bersifat dinamis tidak

statis.

Sedangkan menurut Green (2005), tujuan promosi kesehatan terdiri

dari 3 tingkatan tujuan, yaitu:

1. Tujuan Program Merupakan pernyataan tentang apa yang akan dicapai

dalam periode waktu tertentu yang berhubungan dengan status

kesehatan.

2. Tujuan Pendidikan Merupakan deskripsi perilaku yang akan dicapai

dapat mengatasi masalah kesehatan yang ada.

3. Tujuan Perilaku Merupakan pendidikan atau pembelajaran yang harus

tercapai (perilaku yang diinginkan). Oleh sebab itu, tujuan perilaku

berhubungan dengan pengetahuan dan sikap.

4. Tujuan Intervensi Perilaku dalam promosi kesehatan


17

a. Mengurangi perilaku negatif bagi kesehatan. Misal : mengurangi

kebiasaan merokok

b. Mencegah meningkatnya perilaku negatif bagi kesehatan Misal :

mencegah meningkatnya perilaku ‘seks bebas'

c. Meningkatkan perilaku positif bagi kesehatan Misal : mendorong

kebiasaan olah raga

d. Mencegah menurunnya perilaku positif bagi kesehatan Misal :

mencegah menurunnya perilaku makan kaya serat.

2.1.2.4.Metode Promosi Kesehatan

Metode merupakan beberapa cara atau teknik yang diterapkan

untuk mencapai suatu tujuan berupa perubahan perilaku

(Amin,2011).Metode diartikan sebagai cara atau pendekatan tertentu.

Secara garis besar metode di bagi menjadi dua (Maryam,2015) :

1. Metode Didaktif

Metode ini didasarkan atau dilakukan secara satu arah atau one way

method seperti ceramah, film, leaf, dan siaran radio

2. Metode Sokratik.

Metode ini dilakukan dengan dua arah atau two way methods seperti

diskusi kelompok, debat,panel, forum,buzzgroup,seminar,bermain

peran, sosiodrama, curah pendapat, demonstrasi, studi kasus, lokakarya

dan penugasan seseorang

Klasifikasi Metode :

Menurut Soekidjo (2010) metode promosi kesehatan

diklasifikasikan menjadi tiga bagian :


18

1. Metode Individual (perorangan)

Bentuk pendektan ini :

1. Bimbingan dan Konseling (guidance and counseling)

Berisi penyampaian informasi yang berkenaan dengan masalah

pendidikan, pekerjaan,pribadi dan masalah sosial yng disajikan

dalam bentuk pelajaran.

2. Wawancara (interview)

Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbngan dan

penyuluhan, wawancara antara petugas kesehatan dengan klien

bertujuan untuk menggali informasi.

2. Metode Kelompok

Kelompok Besar

Untuk kelompok sasaran berjumlah lebih dari 15 orang dapat

menggunakan metode:

1. Ceramah

Ceramah adalah pidato yang disampaikan oleh seorang

pembicara di depan sekelompok pengunjung atau pendengar

(Heri 2009).

Kunci dari keberhasilan ceramah adalah apabila

penceramah dapat menguasai sasaran ceramah (psikologis),

dan untuk mencapainya penceramah dapat melakukan hal – hal

seperti : sikap dan penampilan meyakinkan, suaara hendaknya

keras dan jelas, pandangan tertuju pada seluruh peserta, berdiri


19

di depan atau di tengah dan seyogyanya tidak duduk,

menggunakan alat bantu semaksimal mungkin (Soekidjo,2010)

2. Seminar

Seminar adalah suatu penyajian (presentasi) dari satu atau

beberapa ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan

biasanya dianggap hangat diasyarakat (Heri,2009) (Soekidjo

2010)

Kelompok Kecil

Apabila yang menjadi peserta kurang dari 15 orang

1. Diskusi Kelompok

Diskusi kelompok adalah percakapan yang direncanakan atau

dipersiapkan diantara tiga orang atau lebih tetang topik tertentu

dan salah seorang diantarana memimpin diskusi tersebut

(Heri,2009).

2. Curah Pendapat ( Braning Strorming)

Tujuannya untuk merangsang timbulnya dan mengumpulkan

sebanyak – banyaknya pendapatmaupun saran untuk

pemecahan masalahdengan menghindari timbulnya kritik dan

penilaian diri (Amin,2011)

3. Bola Salju (Snowball)

Metode ini dengan membagi secara berpasangan setelah itu

dilontarkan satu pernyataan atau masalah lalu mereka

berdiskusi dan bergabung menjadi satu untuk mendiskusikan

masalah tersebut (Soekidjo,2010)


20

4. Buzz Group ( kelompok studi kecil )

Metode ini dilakukan pada kelompok besar yang dibagi

menjadi beberapa kelompok sasaran untuk membahas suatu

tugas tertentu.

5. Bermain Peran

Bermain peran (role play) adalah permainan sebuah situasi

dalam hidupmanusia dengan atau tanpa melakukan latihan

sebelumnya.

6. Simulasi (simulation game)

Simulasi adalah suatu cara peniruan karakteristik atau perilaku

tertentu dari dunia riil sehingga para peserta dapat bereaksi

pada keadaan sebenarnya.

3. Metode Pendidikan Massa.

Metode massa dilakukan untuk mengonsumsikan pesan –

pesan kesehatan yang ditujukan untuk masyarakat, karena

sasarannya bersifat umum. Umumnya dilakukan dengan cara

ceramah umum (public speaking) metode ini untuk sasaran yang

sangat besar sehingga membutuhkan partisipasi masyarakat,

kelompok koordinasi, antar sektor dan media cetak serta elektronik

(Heri,2009). Promosi kesehatan dengan menggunakan food models

termasuk dalam metode massa karena melibatkan beberapa orang

sebagai penerima informasi

Sasaran promosi ini bersifat umum dalam arti tidak

membedakan golongan umur, jenis kelamin,pekerjaan, status sosial


21

ekonomi,tingkat pendidikan dan sebagainya, maka pesan – pesan

kesehatan yang di sampaikanharus dirancang sedemikian rupa

sehingga dapat di tangkap oleh masa tersebut (Notoadmodjo,2010)

2.1.3. Konsep Kepatuhan Diet Diabetes Melitus

2.1.3.1. Definisi

Kepatuhan adalah tingkat perilaku pasien yang setuju terhadap

instruksi atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang

ditentukan, baik itu diet, latihan, pengobatan,atau menepati janji

pertemuan dengan dokter (Stanley & Bare, 2007 ).

Kepatuhan adalah suatu perilaku dalam menepati suatu anjuran

terhadap kebiasaan sehari-harinya dan dapat dinilai dengan score

penelitian, Suatu kepatuhan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dimana

pendidikan merupakan suatu dasar utama dalam keberhasilan pencegahan

dan pengobatan (Tjokroprawiro,2006)

2.1.3.2.Tujuan Kepatuhan Diet Diabetes Melitus

Tujuan dari Kepatuhan Diet pada pasien Diabetes Melitus

(Hardinsyah,2017) adalah :

Secara umum :

Membantu memperbaiki kebiasaan hidup dan olahraga untuk mendapatkan

kontrol metabolik yang baik.

Secara khusus :

1. Mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal dengan

keseimbangan asupan makanan dengan insulin (endogen atau eksogen )

atau obat hipoglikemik oral dan tingkat aktivitas.


22

2. Mencapai kadar serumlipid yang optimal.

3. Memberikan energi yang cukup untuk mencapai atau mempertahankan

berat badan yang memadai, yang diartikan memadai adalah berat badan

yang dianggap dapat di capai dan dipertahankan, baik jangka pendek

maupun jangka panjang oleh penderita DM.

4. Menghindari dan menangani komplikasi akut penderita DM yang

menggunakan insulin seperti hipoglikemi, penyakit jangka pendek,

masalah yang berhubungan dengan kelainan jasmani dan komplikasi

kronis diabetes seperti penyakit ginjal, neuropati automik, hipertensi

dan penyakit jantung.

5. Meningkatkan kesehatan secara menyeluruh melalui gizi yang optimal

2.1.3.3. Prinsip DietDiabetes Melitus

Prinsip pengaturan makanan pada penderita DM tidak berbeda

dengan prinsip pengaturan paa orang sehat yaitu makanan beragam,

bergizi, seimbang, aman dan halal menurut agama dan kepercayaan

masing – masing (B2SAH), dengn memperhatikan jumlah kalori dan zat

gizi yang di butuhkan, jenis bahan makanan dan atau makanan yang

dikonsumsi setra keteraturan jadwal makanan (Hardinsyah,2017)

Istilah yang sering digunakan adalah “Prinsip Tepat 3J”

1. Tepat Jadwal

Menurut Tjokroprawiro, (2012) jadwal diet harus sesuai dengan

intervalnya yang dibagi menjadi enam waktu makan yaitu tiga kali

makanan porsi besar dan tiga kali makanan porsi kecil. Penderita

diabetes melitus hendaknya mengkonsumsi makanan dengan jadswal


23

yang teratur sehingga reaksi insulin selalu selaras dengan datangnya

makanan dalam tubuh. Makanan porsi kecil berupa snack sangat

penting untuk mencegah terjadinya hipoglikemia. Jadwal makanan

terbagi menjadi 6 bagian makan (3 kali makan porsi besar dan 3 kali

makan porsi kecil) sebagai berikut :

1) Makan pagi pukul 06.00 – 07.00 (porsi besar)

2) Makan selingan pagi pukul 09.00 – 10.00 (porsi kecil)

3) Makan siang pukul 12.00 – 13.00 (porsi besar)

4) Makan selingan siang pukul 15.00 – 16.00 (porsi kecil)

5) Makan malam pukul 18.00 – 19.00 (porsi besar)

6) Makan selingan malam pukul 21.00 – 22.00 (porsi kecil)

Untuk pasien yang puasa jadwal makan dibagi menjadi beberapa waktu

yaitu

1) Pukul 18.00 (30%) kalori : berbuka puasa

2) Pukul 20.00 (25%) kalori : sehabis terawih

3) Sbelum tidur (10%) kalori : makana porsi kecil

4) Pukul 03.00 (35%) kalori : makan sahur

Dalam penelitian ini untuk prinsip tepat jadwal akan diberikan

pertanyaan sejumlah 4 soal.

2. Tepat jumlah

Menurut Susanto (2013) aturan diet untuk diabetes adalah

memperhatikan jumlah makanan yang dikonsumsi. Jumlah makan

(kalori) yang dianjurkan bagi penderita diabetes adalah makanan lebih

sering dengan porsi kecil, sedangkan yang tidak dianjurkan adalah


24

makanan dalam porsi besar sekaligus. Tujuan dengan cara makan

seperti ini adalah agar jumlah kalori terus merata sepanjang hari,

sehingga beban kerja pancreas untuk menghasilkan insulin tidak berat.

Cara makan yang berlebihan sangat tidak menguntungkan bagi organ

pancreas. Asupan makanan yang berlebihan merangsang pancreas

bekerja lebih keras. Penderita diabetes melitus , dapat diusahakan

mengkonsumsi asupan energi yaitu kalori basal sebanyak 25–30

kkal/kgBB normal yang ditambah kebutuhan untuk aktivitas dan

keadaan khusus, protein 10-20% dari kebutuhan energi total, lemak 20-

25% dari kebutuhan energi total, karbohidrat sisa dari kebutuhan energi

total yaitu 45- 65% dan serat 25g/hari. Kebutuhan jumlah makanan

penderita diabetes melitus dapat disesuaikan secara perseorangan

berdasarkan berat badan penderita, jenis kelamin, umur dan aktivitas

sehari-hari. Kebutuhan kalori berdasarkan usia misalnya usia 20-35

laki-laki membutuhkan 2300 dan wanita 1800 (PERKENI, 2011)

Dalam penelitian ini untuk prinsip tepat jumlah akan diberikan 4

pertanyaan

3. Tepat jenis makanan.

Setiap dari jenis makanan mempunyai karakteristik kimia yang

beragam dan sangat menentukan tinggi rendahnya kadar glukosa dalam

darah ketika mengkonsumsinya atau mengombinasikannya dalam

pembuatan menu sehari-hari (Susanto, 2013)

a) Karbohidrat Ada 2 jenis yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat

kompleks, karbohidrat sederhana adalah karbohidrat yang


25

mempunyai ikatan kimiawi hanya satu dan mudah diserap ke dalam

aliran darah sehingga dapat langsung menaikan kadar gula darah.

Sumber karbohidrat sederhana yaitu es krim, jeli, selai, sirup,

minuman ringan dan permen. Karbohidrat kompleks adalah

karbohidrat yang sulit dicerna oleh usus, penyerapannya relatif

pelan, memberikan rasa kenyang lebih lama dan tidak cepat untuk

menaikan kadar gula darah. Karbohidrat yang kompleks diubah

menjadi glukosa lebih lama.dari pada karbohidrat sederhana

sehingga tidak mudah menaikan kadar gula darah dan lebih bisa

menyediakan energi yang bisa dipakai sepanjang hari. Karbohidrat

yang tidak mudah dipecah dapat dijumpai pada kacang-kacangan,

sayur, buah, pati, umbi-umbian.

b) Konsumsi protein hewani dan nabati Makanan yang kaya sumber

protein dibagi menjadi 2 yaitu sumber protein hewani dan protein

nabati. Ptotein nabati adalah protein yang didapatkan dari sumber-

sumber nabati. Sumber protein yang dianjurkan untuk dikonsumsi

adalah kacangkacangan (tempe, tahu, susu kedelai dan lain-lain),

kacang hijau, kacang tanah, kacang merah dan kacang polong. Selin

berperan dalam membangun dan memperbaiki sel-sel yang rusak,

konsumsi protein juga dapat mengurangi atau menunda rasa lapar

sehingga dapat menghindarkan penderita diabetes dari kebiasaan

makan yang berlebihan yang memicu timbulnya kegemukan.

Makanan yang mengandung protein tinggi dan rendah lemak dapat


26

ditemukan pada ikan, daging ayam pada paha dan sayap tanpa kulit,

daging merah bagian paha dan kaki, serta putih telur.

c) Konsumsi lemak Konsumsi lemak dalam makanan berguna untuk

memenuhi kebutuhan energi tubuh, membantu penyerapan vitamin

A, D, E dan K serta menambah lezatnya makanan. Perbanyak

konsumsi makanan yang mengandung lemak tidak jenuh, baik

tunggal maupun rangkap dan hindari konsumsi lemak jenuh. Asupan

lemak yang berlebih merupakan salah satu penyebab terjadinya

resistensi insulin dan kelebihan berat badan. Oleh karena itu, hindari

makanan yang digoreng atau banyak mengandung minyak. Lemak

tidak jenuh tunggal adalah lemak yang banyak terdapat pada minyak

zaitun, buah avokad dankacang-kacangan. Lemak ini sangat baik

untuk penderita diabetes melitus karena dapat meningkatkan high

daily lipoprotein (HDL) dan dapat menghalangi oksidasi low daily

lipoprotein (LDl). Lemak tidak jenuh ganda banyak terdapat pada

telur, lemak ikan salem dan tuna (Dewi & Ayu, 2013).

d) Konsumsi serat Konsumsi serat sangat dibutuhkan bagi penderita

diabetes melitus, terutama serat larut air pada sayur-sayuran dan

buahbuahan. Serat ini dapat menghambat lewatnya glukosa melalui

dinding saluran pencernaan menuju pembuluh darah sehingga

kadarnya dalam darah tidak berlebihan. Selain itu, serat dapat

membantu memperlambat penyerapan glukosa dalam darah dan

memperlambat penyerapan glukosa dalam darah dan memperlambat

pelepasan glukosa dalam darah. American Diabetes Association


27

merekomendasikan kecukupan serat bagi penderita dibetes melitus

adalah 20-35 gram per hari, sedangkan di Indonesia asupan serat

yang dianjurkan adalah 25g/hari. Serat banyak terdapat dalam sayur

dan buah, untuk sayur dibedakan menjadi 2 golongan yaitu golongan

A dan golongan B. Sayur golongan A bebas dikonsumsi yaitu oyong,

lobak, seleda, jamur segar, mentimun, tomat, sawi, tauge, kangkung,

terong, kembang kol, kol, lobak dan labu air. Sedangkan sayur

golongan B yaitu buncis, daun melinjo, daun pakis, daun singkong,

daun pepaya, labu siam, katuk, pare, nangka muda, jagung muda,

genjer, kacang kapri, jantung pisang, daun berluntas, bayam, kacang

panjang dan wortel. Untuk buah-buahan seperti mangga,

sawomanila, rambutan, duku, durian, semangka dan nanas termasuk

jenis buah-buahan yang kandungan seratnya diatas 10gr/100gr.

e) Konsumsi makanan dengan indeks glikemik rendah Indeks glikemik

adalah kecepatan tubuh memecah karbohidrat menjadi glukosa

sebagai bahan energi tubuh. Makan dengan indek glikemik tinggi

akan dicerna oleh tubuh dengan cepat dan meningkatkan kadar gula

darah dengan segera, sedangan makanan dengan indeks glikemik

rendah adalah sebaliknya. Jika tubuh mengkonsumsi karbohidrat

dengan indeks glikemik tinggi, maka glukosa darah akan lebih cepat

naik (Susanto, 2013). Makanan dengan indeks glikemik tinggi akan

meningkatkan kadar gula darah setelah makan .insulin akan

memerintahkan tubuh untuk meyimpan kelebihan karbohidrat

sebagai lemak dan mencegah agar simpanan lemak yang ada dalam
28

tubuh tidak terpakai. The European Association for the Study of

Diabetes merekomendasikan asupan karbohidrat dengan indeks

glikemik rendah pada diabetes. Konsumsi karbohidrat dengan indeks

glikemik rendah sebagai pengganti indeks glikemik tinggi dapat

memperbaiki kontrol gu;a darah pada diabetes. selain itu dalam

American Journal of Clinical Nutrition mengatakan bahwa pengganti

karbohidrat indeks glikemik tinggi dengan yang rendah menurunkan

resiko terjadinya hiperglikemia.

Dalam penelitian ini pada prinsip tepat jumlah makanan akan di berikan 4

pertanyaan.

2.1.3.4.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Diet

Nursalam (2016) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi

kepatuhan dapat dijabarkan antara lain :

a. Usia

Usia / umur adalah rentang kehidupan yang di ukur dalam tahun, usia

lebih tua umumnya lebih bertanggung jawab dibandingkan yang muda

seseorang yang mempunyai usia lanjut akan meningkat pula

kemampuannya dalam mengambil keputusan, mengendalikan emosi,

berpikir rasional (Nursalam 2016). Berikut kategori umur menurut Depkes

RI (2009): Masa balita 0-5 tahun ; masa kanak- kanak 5-11 tahun ; masa

remaja awal 12-16 tahun ,masa remaja akhir 17-25 tahun; masa dewasa awal

26-35 tahun , masa dewasa akhur 36-45 tahun , masa Lansia Awal : 46-55

tahun ,masa lansia akhir : 56-65 tahun . masa manula : > 65 tahun

Pada kasus Diabetes mellitus, usia berpengaruh terhadap kepatuhan

terapi non famakologis salah satunya diet. Dalam berbagai literatur


29

menunjukkan bahwa usia mempunyai hubungan terhadap kepatuhan diet

penderita DM. pada beberapa penelitian membuktikan bahwa usia dewasa

lebih patuh dibandingkan lansia (Ouyang, 2007; Putu Keni, 2013).

Seorang pasien penderita diabetes mellitus yang telah mempunyai usia

>35 tahun cenderung tidak mudah untuk menerima perkembangan atau

informasi baru yang menunjang derajat kesehatannya karena proses

berpikir yang dimiliki responden mengalami penurunan dalam mengingat

dan menerima suatu hal yang baru (Purwanto, 2011)

b. Jenis kelamin

Beberapa penelitian (Safford et al, 2005; Carpenter, 2008); Wong et al,

2005) menunjukkan faktor jenis kelamin tidak berhubungan dengan

kepatuhan diet penderita DM. Menurut Mursamimi (1994) laki – laki lebih

patuh dalam menjalankan diet karena berkaitan dengan tanggungjawabnya

sebagai pencari nafkah sehingga dirinya menyadari harus patuh dalam

diet, Namun ada beberapa penelitian lain yang menyatakan bahwa jenis

kelamin tidak mempunyai hubungan bermakna terhadap kepatuhan diet

penderita (Lestari, 2012)

c. Pendidikan

Seseorang dengan pendidikan tinggi akan mempunyai kesempatan

untuk berperilaku baik. Menurut Ouyang (2007) Orang dengan pendidikan

tinggi akan lebih mudah memehami dam mematuhi perilaku diet

dibandingkan dengan orang dengan tingkat pendidikan rendah. Menurut

Notoadmodjo (2003), pendidikan merupakan suatu kegiatan atau proses

pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan


30

sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Semakin rendah

tingkat pendidikan yang dimiliki maka akan semakin rendah pula

kemampuan yang akan dimiliki seseorang dalam menyikapi suatu

permasalahan. Seorang pasien diabetes mellitus yang mempunyai latar

belakang pendidikan yang kurang cenderung tidak dapat menerima

perkembangan baru mengenai kesehatannya (Purwanto, 2011)

d. Informasi

Informasi adalah pengalaman, pengetahuan, dan paparan media,

pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang n

Melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu (Nursalam 2016)

Pengetahuan manusia diperoleh dari pendidikan, pengalaman seseorang,

media masa, lingkungan (Nursalam 2016)

Dari penelitian tentang hubungan pengetahuan diet DM dengan kepatuhan

diet DM oleh Puteri Idah, bahwa 85% responden mendapatkan informasi

dari media massa (televisi / radio) sebagai sarana mendapatkan informasi

kesehatan .

e. Pendapatan

Pendapatan dalam sebuah keluarga mempunyai andil yang besar

dalam masalah gizi. Pekerjaan orangtua berkaitan erat dengan penghasilan

keluarga yang mempengaruhi daya beli keluarga. Keluarga dengan

pendapatan yang terbatas, besar kemungkinan kurang dapat memenuhi

kebutuhan makanannya secara kualitas dna kuantitas. Peningkatan

pedapatan keluarga dapat berpengaruh pada susunan makanan.

Pengeluaran yang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin lebih


31

beragamnya konsumsi pangan seseorang. Pendapatan keluarga yang

memadai akan menunjang tumbuh kembang anak, karena orangtua dapat

menyediakan semua kebutuhan anak baik primer maupun sekunder

(Soetjiningsih, 2000)

Pada penelitian ini, peneliti mencari pengaruh dari promosi

kesehatan dengan menggunakan food model tentang diet DM terhadap

kepatuhan diet DM, faktor – faktor secara umum yang mempengaruhi

kepatuhan diet DM tidak diteliti. Dari 12 pertanyaan yang di ajukan oleh

peneliti mengenai prinsip 3 J yaitu tepat jumlah, tepat jenis makanan, dan

tepat jadwal akan dicari berapa persen yang diperoleh. Mengacu pada

perhitungan standar pelayanan minimal pada Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia NO.4 tahun 2019 adalah dengan cara :

Persentase Nilai = Jumlah nilai yang di dapat X 100%


Nilai tertinggi

Dari hasil persentase tersebut di dapatkan kesimpulan bahwa pada respoden yang

patuh 50% – 100 % , dan tidak patuh <50% %


32

2.2. Kerangka Teori

Berdasarkan uraian latar belakang dan konsep teori diatas, maka penelitian

ini dapat disimpulkan dalam bentuk skema terhadap teori yang dipelajari yang

menjadi masalah riset yang akan dilaksanakan. Konsep teori tersaji dalam bentuk

skema sebagai berikut :


Pemeriksaan diagnostik : Faktor – faktor :
Pasien Diabetes
1. Tes glukosa darah kapiler 1. Faktor keturunan
Melitus
2. Tes glukosa darah vena 2. Faktor Lingkungan
3. Tes toleransi glukosa 3. Faktor Pola makan
4. Tes glukosa urine Diabetes Tipe 1,2, atau Diet yang salah
Gestasional dan Tipe
Promosi Kesehatan Spesifik lainnya
dengan Food models

Kepatuhan
Faktor yang
diet DM mempengaruhi:
diet DM
1. Usia
2. Pendidikan
3. Jenis kelamin
1. Tepat Jadwai 4. Cara mendapatkan
2. Tepat jumlah informasi
3. Tepat jenis 5. Pendapatan
makanan

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual pengaruh promosi kesehatan dengan food


model tentang diet DM terhadap kepatuhan Diet DM
33

2.3. Kerangka Konsep

Berdasarkan uraian latar belakang dan konsep teori diatas, maka penelitian

ini dapat diringkas dalam bentuk kerangka konsepdalam bentuk skema sebagai

berikut :

Promosi Kesehatan Pasien Diabetes Melitus

Faktor – faktor :
Food models
diet DM 1. Faktor keturunan
2. Faktor Lingkungan
3. Faktor Pola makan
atau Diet yang salah
Kepatuhan
diet DM

Patuh Tidak Patuh Faktor Faktor yang


mempengaruhi:
1. Usia
2. Pendidikan
3. Jenis kelamin
4. Cara mendapatkan
informasi
5. Pendapatan

Keterangan

: diteliti

: Tidak diteliti

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual pengaruh promosi kesehatan dengan food


model tentang diet DM terhadap kepatuhan Diet DM
34

2.4. Konsep Hubungan

Penyandang diabetes perlu mendapat informasi minimum setelah

penegakan diagnosis. Informasi yang diberikan yaitu pengetahuan umum

tentang Diabetes, kontrol mandiri oleh penyandang Diabetes, penyebab kadar

glukosa darah tinggi, perencanaan makan, pengunaan obat hipoglikemia oral,

pedis care, aktivitas fisik, serta komplikasi DM (Basuki, 2009).

Salah satu program yang dapat memberikan informasi yaitu promosi

kesehatan, menurut Maulana, (2009) promosi kesehatan merupakan proses

dengan tujuan memugkinkan individu meningkatkan kontrol terhadap

kesehatan dan meningkatkan kesehatannya berbasis filosofi yang jelas

mengenai pemberdayaan tersebut dilakukan dari, oleh, untuk dan bersama

masyarakat serta sesuai dengan sosial budaya setempat. Promosi kesehatan

merupakan program masyarakat menyeluruh bukan hanya perubahan perilaku,

melainkan juga perubahan lingkungan.

Dengan menggunakan food models , petugas gizi dilapangan akan lebih

mudah dalam memprediksi besarnya konsumsi bahan makanan/makananyang

sebenarnya. Dengan demikian, maka analisa terhadap konsumsi zat gizi

danperhitungan kebutuhan zat gizi responden lebih mendekati perkiraan

sebenarnya. Alat ini pada umumnya digunakan di posyandu-posyandu ,

kelompok penimbang balita, rumah sakit, puskesmas, klinik kesehatan,

sekolah-sekolah. Sasaran penyuluhan menggunakan alat ini terutama sekali

adalah ibu-ibu rumah tangga, khususnya yang sedang hamil atau yang

mempunyai balita , anak sekolah, remaja WUS, orang tua, olahragawan/atlet,


35

dan pada penderita penyakit-penyakit tertentu seperti diabetes, hipertensi,

jantung, obesitas, dll

2.5. Penelitian terkait

Sebagai tolak ukur didalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian

yang telah dilakukan sebelumnya yang terkait dan relevan yang menunjukan

hasil-hasil dari penelitian terdahulu mengenai pengaruh promosi kesehatan

dengan food model tentang diet DM terhadap kepatuhan Diet DM.

1. Mujib Hannan , Abdul Muhith , Sugesti Aliftitah , Nur Laily Rochim. 2018.

Promosi Kesehatan Dengan Model Sesama Berpengaruh Terhadap

Kepatuhan Makan Pasien DM Tipe 2. Penelitian ini bertujuan mengetahui

pengaruh promosi kesehatan dengan model sesama terhadap kepatuhan diit

pada pasien Diabetes tipe 2 di wilayah kerja UPT. Puskesmas Saronggi

Tahun 2016. Penelitian ini merupakan quasy-experiment dengan pretest-

posttest control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah semua

penderita Diabetes tipe 2 rawat jalan di UPT. Puskesmas Saronggi. Total

sampling adalah cara yang dipilih untuk mendapatkan sampel yaitu

sebanyak 34 orang. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner yang telah

diuji reabilitas dan validitas sebelumnya. Analisa data yang digunakan

adalah uji “Wilcoxon Signed Rank Test” dan uji “Mann-Whitney” dengan

nilai signifikasinya p = 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada

Pengaruh Promosi Kesehatan Dengan Model Sesama Terhadap Kepatuhan

Diet Diabetes Tipe 2 dengan nilai signifikansi p = 0,000. Penyandang

diabetes perlu mendapat pengetahuan minimal setelah diagnosis ditegakkan.

Informasi yang diberikan mencakup pengetahuan umum tentang Diabetes


36

Mellitus Tipe 2, pemantauan mandiri oleh di penyandang Diabetes Mellitus

Tipe 2, dan penatalaksanaan Diabetes MTipe 2 seperti perencanaan makan

(Diet).

2. Anissa Loviana Pramukti. 2017. Efektifitas Peraga Food Model Dan Flip

Chart Dalam Pendidikan Kesehatan Pasien Diabetes Mellitus Type II Di

Rsud Tugurejo Semarang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

efektifitas antara alat peraga food model dan flip chart dalam pendidikan

kesehatan pasien diabetes mellitus type II di RSUD Tugurejo Semarang.

Desain penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen, jumlah sampel

yang diperoleh 60 responden dengan menggunakan tekhnik purposive

sampling. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner tingkat pengetahuan

terdiri dari 12 item pertanyaan, media peraga food model, dan flip chart.

Analisa data menggunakan uji Independent Sample t-test. Berdasarkan uji

hipotesis diperoleh nilai t hitung sebesar 2,314 lebih besar dari t tabel (>

2,000) dengan ρ value sebesar 0,024 (ρ < 0,05), yang berarti ada perbedaan

efektifitas alat peraga food model dan flip chart. Hasil penelitian selisih nilai

rata-rata (mean) dari masing-masing peraga food model = 2,83 sedangkan

flip chart = 2,13 (2,83 > 2,13), mean food model lebih besar daripada flip

chart. Sehingga disimpulkan bahwa peraga food model lebih efektif

dibandingkan dengan flip chart dalam pendidikan kesehatan pada pasien

DM type II di RSUD Tugurejo Semarang. Maka diharapkan dalam bidang

pelayanan keperawatan dapat menggunakan media food model dalam

pendidikan kesehatan.
37

3. Arief Andriyanto, Rina Nur Hidayati. 2018. Literature Review: Pemanfaatan

Media Promosi Kesehatan (Smartphone) Dalam Mencegah Dan

Mengendalikan Kadar Gula Diabetes Tipe 2. Tujuan dari literature review

ini adalah untuk mendeskripsikan sebuah intervensi yang memanfaatkan

teknologi sebagai alat media berupa smartphone dalam melakukan promosi

kesehatan pencegahan dan kontrol glukosa diabetes tipe 2. Pencarian

database yang digunakan termasuk ProQuest, SciVerse ScienceDirect,

Scopus, Pubmed, Perpustakaan Cohcrane, EBSCOhost, ClinicalKey, Sage

Publications. Kata kunci yang digunakan dalam pencarian artikel adalah

diabetes tipe 2, promosi kesehatan, telemedicine, aplikasi smartphone,

berbasis web, obesitas, latihan diabetes, berjalan, kontrol glukosa dengan

mendapatkan 29 artikel dan yang digunakan hanya 14 artikel yang sesuai

melalui analisis tujuan, kesesuaian topik, metode penelitian yang digunakan,

ukuran sampel, etik penelitian, hasil dari setiap artikel, serta keterbatasan

yang terjadi.Terdapat hasil yang efektif dalam pelaksanaan promosi

kesehatan pencegahan dan kontrol glukosa diabetes tipe 2 dengan

memanfaatkan teknologi sebagai alat media seperti smartphone dan website.

4. Kusnanto, Iqlima Dwi Kurnia, Dwi Indah Prasetia. 2015. Penerapan “Health

Action Process Approach” Untuk Meningkatkan Kepatuhan Diet Penderita

DM Tipe 2. Penelitian ini berupaya untuk meningkatkan motivasi penderita,

sehingga dapat meningkatkan niat kepatuhan diet melalui penerapan Health

Action Process Approach (HAPA). Metode: Penelitian ini merupakan quasy

experiment. Populasi penelitian adalah penderita diabetes mellitus di

Puskesmas Krian Sidoarjo dalam kurun waktu Maret–April 2015, dan


38

diperoleh responden sebanyak 16 orang. Variabel independen adalah

pelaksanaan HAPA, sedangkan variabel dependen adalah self-efficacy,

kepatuhan diet dan kadar gula darah. Instrumen yang digunakan adalah

kuesioner dan alat pengukur gula darah. Data dianalisis dengan

menggunakan uji statistik wilcoxon signed rank dan uji mann whitney

dengan signifikansi α ≤ 0,05. Hasil: Uji statistik menunjukkan bahwa ada

perbedaan nilai pre-post tes pada self-efficacy (p = 0,014), kepatuhan diet (p

= 0,025), dan kadar gula darah (p = 0,009) pada kelompok perlakuan,

sebaliknya tidak ada perbedaan yang bermakna pada kelompok kontrol.

Perbedaan yang bermakna (p = 0,002) juga terlihat pada kepatuhan diet

antara kelompok perlakuan dan kontrol.

2.6. Hipotesis

Hipotesis adalah dugaan sementara dari rumusah masalah (Notoatmojo,

2015) Berdasarkan hal yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan suatu

hipotesis sebagai berikut:

H0 : Tidak ada Pengaruh promosi kesehatan dengan food model tentang diet DM

terhadap kepatuhan diet DM pada pasien DM di Klinik DKT 2 Sidoarjo

H1 : Terdapat Pengaruh promosi kesehatan dengan food model tentang diet DM

terhadap kepatuhan diet DM pada pasien DM di Klinik DKT 2 Sidoarjo


39

BAB 3

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sebagai petunjuk dalamperencanaan dan pelaksanaan

penelitian untuk mencapai suatu tujuanatau menjawab suatu pertanyaan penelitian

(Nursalam 2016) pada bab ini akan disajikan 1) Desain penelitian 2) Populasi,

Sampel dan Sampling 3) Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional

4)Pengumpulan Data

3.1. Desain Penelitian

Desain Penelitian ini adalah desain pre eksperimental. Yang bertujuan

untuk mengetahui Pengaruh promosi kesehatan dengan food model tentang diet

DM terhadap kepatuhan diet DM pada pasien DM di Klinik DKT 2 Sidoarjo

3.2. Populasi, Sampel dan Sampling

3.2.1. Populasi`

Populasi adalah subyek (misalnya manusia / klien) yang memenuhi

3kriteria yang telah di tetapkan (Nursalam 2016). Populasi adalah kumpulan

individu atau objek penelitian yang memiliki kualitas dan ciri-ciri yang telah

ditetapkan. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau

subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011).

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah pasien yang berobat

DM di Klinik DKT 2 Sidoarjo yang berkunjung pada bulan Februari 2020


40

3.2.2. Sampel

Sampel adalah bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan

sebagai subyek penelituan melalui sampling (Nursalam, 2016). Sampel dalam

penelitian ini adalah pasien DM di Klinik DKT 2 Sidoarjo. Menurut arikunto

(2010) apabila populasi kurang dari 100 maka sampel yang diambil adalah

semuanya, namun apabila populasi penelitian berjumlah lebih dari 100 maka

sampel yang diambil antara 10% - 15 %. Berdasarkan Besarnya sampel minimal

yang terdapat dalam populasi ditentukan menggunakan teknik pengambilan

sampel yaitu total sampling, yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota

populasi digunakan sebagai sampel. Maka, jumlah sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah pasien DM yang berkunjung pada bulan Februari 2020 di

Klinik DKT 2 Sidoarjo.

Dalam pengambilan sampel ada dua kriteria yang di tetapkan oleh peneliti

yaitu kriteri inklusi dan kriteria ekslusi:

a. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu

populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam,2016).

Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :

1) dalam keadaan sadar penuh

2) Bersedia menjadi responden

3) Pasien penderita diabetes melitus

b. Kriteria eksklusi

Kriteria ekslusi adalah menghilangkan / mengeluarkan subyek yang memenuhi

kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam,2016)


41

Adapun kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah :

1) pasien yang mengundurkan diri / tidak bersedia menjadi responden

2) tidak bisa baca tulis

3.2.3. Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat

mewakili populasi (Nursalam,2016). Teknik pengambilan sampel harus bersifat

representatif atau dapat mewakili populasi yang ada dan dalam pengambilan

sampel harus cukup banyak (Notoatmojo, 2012). Teknik sampling ditentukan

dalam pengambilan sampel dengan sendirinya akan bergantung dari sifat-sifat

populasi dan tujuan penelitian (Notoatmodjo, 2012). Teknik sampling yang

digunakan oleh peneliti adalah insidental sampling yaitu teknik penentuan sampel

berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan/incidental bertemu

dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang

kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data (Notoatmodjo, 2012).

3.3. Identifikasi variabel dan Definisi Operasional

3.3.1. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah konsep dari berbagai level abstrak yang di

definisikan sebagai suatu fasilitas untuk pengukuran dan atau manipulasi suatu

penelitian, konsepyang dituju dalam suatu penelitian bersifat konkret dan secara

langsung bisa di ukur (Nursalam,2016).

Ada dua jenis variabel, yaitu variabel independent dan variabel dependent:

a. Variabel independent (bebas)


42

Adalah variabel yang mempengaruhi atau nilainya menentukan variabel

lain, dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah promosi kesehatan dengan

food model.

b. Variabel dependent (terikat)

Adalah variabel yang dipengaruhi/menjadi akibat karena adanya variabel

bebas, dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah kepatuhan diet Diabetes

Melitus.

3.3.2. Definisi Operasional

Definisi operasional dimaksudkan untuk menghindari kesalahan

pemahaman dan perbedaan penafsiran yang berkaitan dengan istilah-istilah

tertentu. Menurut Nursalam 2016 menyatakan definisi operasional adalah definisi

berdasarkan karakteristik yang di amati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut.

Karakteristik itu dapat di ukur. Adapun beberapa penjelasan definisi yang

digunakan dalam judul penelitian ini, sebagai berikut:

Tabel 3.1
Definisi operasional

Variabel Definisi perasional Indikator Alat ukur Skala Kriteria


Independen: upaya mengenalkan
Promosi contoh bahan
Kesehatan makanan/makanan
dengan food yang dibuat - - - -
models sedemikian rupa
sehingga menyerupai
bahan makanan/
makanan aslinya.
Dependen : Tingkat ketaatan dan 1. Jumlah kalori dan
Kepatuhan kedisiplinan pasien zat gizi 50-100% =
diet DM dalam melaksanakan 2. Jenis bahan patuh
diet DM pada satu kuisioner
makanan Nominal , 50% tidak
bulan terakhir. patuh
3. Jadwal makan
43

3.4. Prosedur Penelitian

Dalam melakukan penelitian ada beberapa hal yang perlu disiapkan

peneliti yaitu mempersiapkan prosedur-prosedur pengumpulan. Adapun langkah-

langkahnya sebagai berikut :

1) Peneliti mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada Kepala Klinik

DKT 2 Sidoarjoyang berwenang untuk melakukan penelitian diwilayah

kerja tersebut

2) Penelitian dilakukan di Klinik DKT 2 Sidoarjo

3) Pengambilan data dilakukan pada kegiatanpromosi kesehatan dengan food

model tentang diet DM diKlinik DKT 2 Sidoarjo.

4) Peneliti menerangkan tujuan penelitian kepada responden

5) Peneliti melakukan pengamatan kepada pasien DM .

6) Melakukan pengolahan dan analisis data

7) Menarik kesimpulan atau generalisasi

Adapun kriterianya pengambilan kesimpulan dari uji Chi square adalah:

Jika nilai sig> 0,05, maka Ho diterima (tidak ada pengaruh)

Jika nilai sig < 0,05 maka Ho ditolak (ada pengaruh)

3.5.Kerangka Kerja

Kerangka kerja adalah tahapan atau langkah-langkah dalam aktivitas ilmiah,

mulai dari penetapan populasi, sampel dan seterusnya yang dimulai sejak awal

penelitian akan dilaksanakan (Nursalam, 2014)


44

Populasi : seluruh pasien DM di Klinik DKT 2 Sidoarjo yang berkunjung


pada bulan Februari

Sampel : sebagian px yang berobat yang memenuhi kriteria inklusi

Sampling : menggunakan Insidental sampling

Pengumpulan Data : menggunakan lembar kuisionerPengaruh promosi kesehatan


dengan food model tentang diet DM terhadap kepatuhan diet DM pada pasien DM

Pengolahan Data : setelah data terkumpul dilakukan analisa data dengan cara
editing, coding, scoring, tabulating kemudian dipresentase

Analisa Data : menggunakan program komputer SPSS


Menggunakan uji statistik uji t

Penyajian Data : tabel distribusi frekuensi dan tabulasi silang

Desiminasi hasil penelitian

Gambar 3.1 Kerangka Kerja Pengaruh promosi kesehatan dengan food model
tentang diet DM t erhadap kepatuhan diet DM pada pasien DM di
Klinik DKT 2 Sidoarjo
45

3.6. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai

sumber, dan berbagai cara. Bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan

data dapat menggunakan sumber primer dan sumber sekunder.

Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data

kepada pengumpul data sedangkan sumber sekunder merupakan sumber yang

tidak memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2009)

1. Sumber Data

a. Data Primer

Dalam penelitian ini data primer diperoleh dari pasien Diabetes Melitus

dengan menggunakan kuesioner penelitian di Klinik DKT 2 Sidoarjo.

b. Data Sekunder

Dalam penelitian ini data sekunder yaitu data yang didapatkan dari laporan

- laporan, dan dokumentasi lain

3.6.1. Instrumen

Dalam penelitian ini metode pengumpulan data dengan menggunakan

lembar kuisioner untuk mengamati Pengaruh promosi kesehatan dengan food

model tentang diet DM terhadap kepatuhan diet DM pada pasien DM di Klinik

DKT 2 Sidoarjo.

3.6.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Klinik DKT 2 Sidoarjo. Alasan pemilihan

lokasi penelitian dan tempat penelitian karena di Klinik tersebut, Promosi

kesehatan rutin untuk dilaksanakan tiap bulannya dan animo pasien DM baik dan
46

stabil. Waktu dimulai sejak pengajuan judul sampai dengan akhir pembuatan

Skripsi dan pengambilan data dengan durasi penelitian 1 bulan

3.7. Pengolahan Data

Pengolahan data menggunakan software SPSS. Teknik pengolahan data

dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut (Notoatmojo, 2010) :

a. Editing (Pemeriksaan)

Adalah proses memeriksa data yang telah dikumpulkan apakah telah

sesuai dengan tujuan penelitian. Peneliti melakukan pemeriksaan terhadap

Pengaruh promosi kesehatan dengan food model tentang diet DM terhadap

kepatuhan diet DM pada pasien DM di Klinik DKT 2 Sidoarjo.

Beberapa hal yang perlu diperiksa secara cermat dalam editing ini yaitu :

1) Keadaan kelengkapan pengisian jawaban

2) Keterbacaan tulisan

3) Kejelasan makna jawaban

4) Konsistensi jawaban (Teguh, 2005)

b. Coding (Pengkodean)

Merupakan kegiatan pengkodean dimana mengubah data yang berbentuk

kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.

Data yang dilakukan coding adalah jenis kelamin (L/P), kepatuhan diet

(patuh = 1, tidak patuh = 0), usia (> 50 tahun = 1, < 50 tahuh= 2). Pendidikan (SD

= 1; SMP = 2; SMA =3; sarjana =4), pendapatan ( dibawah UMR =1 ; diatas

UMR = 2)
47

c. Memasukkan Data (Data Entry)

Merupakan kegiatan memasukkan data yang sudah dilakukan pengkodean

kedalam program SPSS. Dalam memasukkan data, penelitian ini menggunakan

program komputer SPSS versi 18.

d. Pembersihan Data (Cleaning)

Merupakan kegiatan pengecekan kembali untuk melihat kemungkinan

kemungkinan adanya kesalahn-kesalahn kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya,

kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan SPSS untuk melakukan uji t-

test.

Adapun kriterianya pengambilan keputusan adalah:

1.Jika probabilitas > 0,05, maka Ho diterima

2.Jika probanilitas < 0,05 maka Ho ditolak

3.8. Etika Penelitian

Etika dalam penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam

pelaksanaan sebuah penelitian mengingat penelitian keperawatan akan

berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus

diperhatikan karena manusia mempunyai hak asasi dalam kegiatan penelitian.

Dalam penelitian ini sebelum peneliti mendatangi calon partisipan untuk

meminta kesediaan menjadi partisipan penelitian. Peneliti harus melalui beberapa

tahap pengurusan perijinan sebagai berikut; peneliti meminta persetujuan dari

Klinik DKT 2 Sidoarjokemudian peneliti mendatangi calon partisipan dan

meminta persetujuan calon partisipan untuk menjadi partisipan penelitian. Setelah


48

mendapat persetujuan barulah dilaksanakan penelitian dengan memperhatikan

etika-etika dalam melakukan penelitian yaitu:

1. Informed consent

Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan partisipan, dengan

memberikan lembar persetujuan (informed consent). Informed consent tersebut

diberikan sebelum penelitian dilaksanakan dengan memberikan lembar

persetujuan untuk menjadi partisipan. Tujuan informed consent adalah agar

partisipan mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya, jika

partisipan bersedia maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan, serta

bersedia untuk direkam dan jika partisipan tidak bersedia maka peneliti harus

menghormati hak partisipan.

2. Anonimity (tanpa nama)

Merupakan etika dalam penelitian keperawatan dengan cara tidak

memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan

hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang

disajikan.

3. Kerahasiaan (confidentiality)

Merupakan etika dalam penelitian untuk menjamin kerahasiaan dari hasil

penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya, semua partisipan

yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok

data tertentu yang dilaporkan pada hasil penelitian.

3.9. Keterbatasan

Dalam proses penelitian, ada sebagian pasien yang menolak untuk

dijadikan responden penelitian, kemudian minimnya jumlah responden yang


49

berkunjung, sehingga penelitian menjadi lebih lama dalam proses pengumpulan

data.

Anda mungkin juga menyukai