BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ketika pankreas tidak mampu menghasilkan insulin yang cukup atau ketika tubuh
tidak bisa menggunakan insulin yang dihasilkan secara efektif (WHO 1999).
dengan disfungsi dan kerusakan jangka panjang, organ tubuh yang lain, gangguan
Untuk menegakkan diagnosis DM yaitu jika kadar glukosa darah dua jam
pembebanan hasilnya <140 mg/dl tidak dikatakan DM, 140-<200 mg/dl dikatakan
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT), dan jika hasilnya ≥200 mg/dl baru
dikatakan DM (WHO 2006; ADA 2010; George Bakris et al. 2015). Sedangkan
pemeriksaan kadar gula darah, dimana diabetes yang terkendali apabila kadar gula
darah mencapai kadar yang diharapkan yaitu untuk gula darah 1-2 jam PP kapiler
akibat adanya kerusakan sel beta pada pankreas yang menyebabkan tubuh
resistensi insulin karena hilangnya progresif sekresi insulin dalam tubuh, diabetes
kehamilan trimester kedua atau ketiga, dan diabetes karena penyebab lain yaitu
tersebar di negara yang sedang berkembang karena mengikuti tren urbanisasi dan
perubahan pola hidup, termasuk gaya hidup yang meningkat, aktifitas fisik yang
kurang dan transisi nutrisi global, ditandai dengan peningkatan asupan makanan
yang tinggi energi tapi miskin gizi (sering tinggi gula dan lemak jenuh yang
tinggi, kadang-kadang disebut sebagai yang Pola Diet Barat) (WHO 2016; Sarah
2004). Risiko terkena diabetes tipe 2 telah banyak ditemukan berkaitan dengan
melitus (DM), toleransi glukosa terganggu (TGT) 29,9%, dan gula darah puasa
(GDP) terganggu sebesar 36,6% (Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI 2014).
Riskesdas (2013) tertinggi pada kelompok umur 55-64 tahun sebesar 5,5%,
didominasi oleh jenis kelamin perempuan yaitu sebesar 2,3%, berdasarkan tempat
kadar gula darah tetap normal dan mencegah adanya komplikasi ke penyakit lain,
penatalaksanaan diabetes melitus, yaitu pendidikan dan edukasi, terapi gizi medis,
aktifitas fisik atau olah raga, dan intervensi obat-obatan (Perkeni 2011).
menantang dari rencana perawatan bagi penderita diabetes adalah menentukan apa
yang harus dimakan. ADA mengakui peran integral dari terapi gizi medis dalam
penderita diabetes harus secara aktif dan terkait dalam manajemen diri,
Bagi penderita diabetes tipe 1 atau tipe 2 yang mendapat resep terapi insulin,
untuk menentukan waktu makan dengan dosis insulin sangat penting sehingga
dapat meningkatkan kontrol glikemik. Penderita diabetes tipe 2 yang dosis insulin
setiap harinya adalah tetap, perlu memiliki pola asupan karbohidrat yang
konsisten dari sisi waktu dan jumlah, sehingga dapat membantu meningkatkan
4
kontrol glikemik dan mengurangi risiko hipoglikemia (ADA 2016). Karena tidak
ada satu jenis makanan yang ideal kalorinya antara kandungan karbohidrat, lemak,
dan protein bagi penderita diabetes, dimana asupan karbohidrat dari biji-bijian,
pada makanan tinggi serat dan rendah beban glikemik harus dianjurkan,
terutama yang berserat tinggi sebanyak 45-65% dari total asupan energi, 20-25%
kebutuhan kalori terpenuhi dari asupan lemak terutama lemak tidak jenuh, 10-
20% kebutuhan kalori terpenuhi dari asupan protein, dan asupan serat ±30 gr/hari
penderita yang dibagi dalam tiga porsi utama yaitu makan pagi (20%), makan
siang (30%), dan makan sore (25%), serta 2-3 porsi untuk makanan selingan (10-
15%).
obat antidiabetika oral dan terapi insulin dapat dipertimbangkan jika pemberian
edukasi tentang DM, penerapan pengaturan makan/diet dan aktifitas fisik yang
teratur tidak mampu mengendalikan kadar gula darah (Soegondo 2013). Terapi
mengenai efek samping obat dan interaksi obat dengan makanan yang
kerjanya merangsang pelepasan insulin yang tersimpan dalam sel beta pankreas,
golongan biguanid yang cara kerjanya menekan produksi glukosa dalam hati dan
sedang atau kerja lama yaitu suntikan insulin yang mulai bekerja kira-kira 1-2 jam
setelah disuntikkan ke dalam tubuh dengan efek maksimalnya adalah 4-12 jam
setelah disuntikkan dan pengaruhnya antara 16-35 jam, suntikan subkutan insulin
reaksi kerja cepat yaitu suntikan insulin yang mulai bekerja kira-kira 30-60 menit
setelah disuntikkan ke dalam tubuh dengan efek maksimal antara 2-4 jam setelah
disuntikkan dan lama kerjanya 6-8 jam (Muchid et al. 2005). Untuk saat ini, sudah
tersedia jenis suntikan insulin yang merupakan kombinasi dari insulin kerja
sedang/lama dengan kerja cepat yang sering disebut jenis suntikan insulin
insulin manusia yang mulai bekerja dalam tubuh dalam waktu 30-60 menit dengan
bekerja secara maksimal setelah 3-12 jam dan premixed insulin analog, yang
bekerja dalam waktu 12-30 menit setelah dimasukkan dalam tubuh, dan bereaksi
Adeherence Scale dengan 8 skala (MMAS-8) (Morisky et al. 2008; Wang et al.
2013; M Al-Haj Mohd et al. 2016; Sankar et al. 2013). Metode MMAS-8 ini
Guideline (CMAG). Akan didapatkan hasil yaitu skor kurang dari 6 menunjukkan
kepatuhan yang rendah, skor 6-7 menunjukkan kepatuhan menengah, dan skor 8
dan pengetahuan pasien. Jika motivasi dan pengetahuan pasien rendah, maka
tingkat kepatuhan pasien rendah. Jika pasien memiliki motivasi tinggi dan
pengetahuan rendah atau motivasi rendah dan pengetahuan tinggi, maka tingkat
pengetahuan pasien sedang. Jika motivasi dan pengetahuan pasien tinggi, maka
tingkat kepatuhan pasien tinggi. Pengukuran dengan MMAS-8 ini dipilih oleh
karena dinilai memiliki kehandalan dalam mengukur kepatuhan minum obat untuk
Aktivitas fisik termasuk salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes tipe 2,
secara teratur sebanyak 3-5 kali dalam seminggu selama 30-45 menit, dengan total
150 menit dalam seminggu (ADA 2016). Aktivitas fisik yang dimaksud tidak
aktivitas dalam bekerja, meskipun penderita diabetes dianjurkan untuk tetap aktif
setiap hari. Selain untuk menjaga kebugaran dan membantu dalam menjaga dan
atau menurunkan berat badan, aktivitas fisik yang teratur juga dapat memperbaiki
kadar gula darah (Perkeni 2015). Adapun aktivitas fisik/latihan jasmani yang
dianjurkan yaitu olah raga yang termasuk kategori intensitas sedang seperti jalan
2.2.4 IMT/Obesitas
jaringan adiposa yang berlebih didalam tubuh. Salah satu metode pengukuran
(IMT) penduduk kawasan Asia Pasifik, dibagi menjadi dua yaitu obesitas tingkat I
(IMT≥25 kg/m2) dan obesitas tingkat II (IMT≥30 kg/m2) (Seidell JC ; Visscher
TL 2008; Bray GA 1998). Peningkatan kadar gula dalam darah disebabkan karena
glukosa sulit memasuki sel sebagai akibat dari terjadinya resistensi insulin
8
dengan kadar gula darah pada pasien diabetes tipe 2 yang menjalani rawat jalan
Kadar glukosa darah puasa yang dianjurkan untuk pasien diabetes melitus
supaya tetap terkontrol adalah 80-130 mg/dl, dan untuk kadar glukosa darah 1-2
jam postprandial adalah <180 mg/dl (ADA 2016). Dalam keadaan normal,
insulin, kemudian insulin akan masuk kedalam aliran darah dan 50% akan
ke sel darah, otot dan jaringan lemak (Soewondo 2006). Jika kadar insulin dalam
tubuh cukup dan atau fungsi insulin tidak mengalami gangguan, maka kelebihan
glukosa dalam aliran darah akan segera di proses untuk menunjang metabolisme
Glukosa darah berfungsi sebagai sumber utama yang akan diubah menjadi
sumber energi dan akan menstimulasi keluarnya insulin dari sel beta pankreas,
gula darah tidak akan dapat masuk ke dalam sel-sel jaringan tubuh seperti otot,
jaringan lemak tanpa adanya insulin, sehingga jika insulin tidak ada atau tidak
berfungsi baik maka gula darah tidak akan bisa di metabolisme dan akan
menumpuk (Soegondo dkk. 2004). Keadaan normal, insulin dalam tubuh akan
meningkat seiring dengan konsumsi makanan dan akan kembali normal dalam 2
makanan yang sudah dikonsumsi, yang terdapat dalam darah dan disimpan dalam
bentuk glikogen di hati dan otot rangka (Kee 2007). Dalam Kamus Kedokteran
Dorland, gula darah merupakan sumber tenaga yang utama bagi organisme hidup,
yang fungsinya dikontrol oleh insulin, umumnya tingkat gula darah berada pada
batas 4-8 mmol/l (70-150 mg/dl) sepanjang hari, dan akan meningkat setelah
makan dan menurun/level terendah pada pagi hari sebelum sarapan/makan pagi
(Dorland 2010).
Energi yang digunakan untuk menunjang fungsi sel dan kerja jaringan
sebagian besar bersumber dari gula darah, dimana kadar glukosa darah
(sehat) kadar gula darah dipertahankan dalam rentang 70-110 mg/dl pada saat
asam lemak namun masih lebih efektif energi yang berasal dari pembakaran gula
darah secara langsung karena pembentukan energi dari proses metabolisme asam
melewati proses pencernaan, dalam kondisi normal kadar gula darah akan
mempertahankan kadar gula darah tetap normal banyak hormon yang terlibat baik
pada saat kadar gula darah dalam keadaan normal maupun meningkat sebagai
respon terhadap stres, naik turunnya level glukosa dalam darah dikontrol oleh
10
kebutuhan energi tubuh maka pankreas akan melepaskan glikogen yaitu suatu
hormon yang bekerja dalam sel-sel dalam hati yang kemudian glikogen akan
darah untuk meningkatkan level gula darah, sebaliknya jika terjadi peningkatan
level gula darah, pankreas akan melepaskan hormon insulin yang akan mengubah
glukosa menjadi glikogen dalam hati (proses glikogenesis) sehingga level gula
Ada beberapa hal yang bisa menjadi penyebab naiknya gula darah seperti
konsumsi makanan secara berlebih, aktifitas fisik (olah raga) yang kurang,
meningkatnya stress dan faktor emosi, berat badan berlebih (obesitas), dan
sebagai dampak dari terapi obat-obatan tertentu misalnya steroid (Fox, Charles;
Kilvert 2010).
yang meningkatkan kadar glukosa darah, pada penderita diabetes melitus, stres
fisiologi dan emosional seperti keadaan sakit, infeksi dan pembedahan dapat
ini membuat hati akan meningkatkan produksi gula darah dan mengganggu
penyerapan glukosa ke dalam sel jaringan otot serta lemak dengan cara melawan
sistem kerja dari insulin sehingga kadar glukosa darah akan meningkat (Lorentz
2006).
11
pada individu akan memicu peningkatan hormon stres dalam tubuh yang akan
pemberian insulin tidak diubah (Smeltzer et al. 2010). Hasil penelitian Muflihatin,
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat stres dengan
kadar glukosa darah pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Abdul Wahab
tubuh terhadap insulin dalam merubah gula darah menjadi energi (Perkeni 2015).
Dari hasil penelitian, aktivitas fisik jalan santai secara bermakna berpengaruh
terhadap penurunan kadar gula darah (Fauzi 2013; Widiya 2015). Penelitian
lainnya yaitu senam aerobik yang merupakan salah satu aktivitas fisik intensitas
sedang berpengaruh secara bermakna dalam mengontrol kadar gula darah (Ahmad
Penurunan berat badan dan menjaga berat badan untuk tetap normal secara
badan dan obesitas telah terbukti meningkatkan kontrol glikemik dan mengurangi
kebutuhan untuk konsumsi obat anti diabetes (ADA 2010). Penelitian di India
pada tahun 2013 mendapatkan hasil bahwa kelebihan berat badan dan obesitas
berhubungan secara signifikan dengan kadar gula darah (Bhati et al. 2013).
12
kortikosteroid dan dapat menjadi faktor prognosis negatif pada pasien diabetes
melitus tipe 2 (DM tipe 2) (Davenport & Dennis 2000). Peningkatan glukosa
darah akan terjadi setelah beberapa hari menggunakan oral kortikosteroid dan
akan berubah tergantung waktu, dosis dan tipe kortikosteroid yang digunakan
et al. 2012).
glukosa darah juga bisa disebabkan oleh efek samping dari pemakaian kontrasepsi
oral, hal ini terlihat jika hasil tes toleransi glukosa dibandingkan antara pemakai
kontrasepsi oral (KB) dengan yang tidak, dimana pada pengguna kontrasepsi oral
kadar glukosa darahnya akan lebih tinggi (Stubblefield et al. 2007). Umumnya
orang tua dan saudara kandung, pernah menderita kencing manis (DM) pada
karbohidrat dalam pangan dengan indeks glikemik tinggi akan dipecah dengan
cepat selama pencernaan sehingga respon glukosa menjadi cepat dan tinggi atau
kemampuan meningkatkan kadar gula darah, maka dari itu peningkatan konsumsi
dengan indeks glikemik tinggi lebih dianjurkan supaya beban glikemik pangan
dapat dikurangi secara keseluruhan. Beban glikemik bisa digunakan untuk menilai
indeks glikemik pangan dan jumlah asupan karbohidrat, dimana beban glikemik
akan memberikan informasi yang lebih lengkap mengenai peningkatan kadar gula
berkembang sekitar 70-80% dari total asupan kalori, hal ini sebagai akibat dari
harga bahan makanan sumber karbohidrat lebih murah dan lebih mudah didapat
ditemukan pada produk serealia seperti beras, gandum, jagung, kentang dan
sebagainya, serta pada biji-bijian, dan jika dilihat dari komposisi kimianya,
karena bahan makanan yang berasal dari jenis karbohidrat murni seperti gula
pasir, gula jawa, selai, madu, permen, coklat, biskuit, jajan pasar, teh manis, sirup,
kopi manis, dan sari buah yang dapat memicu atau meningkatnya kadar gula
dalam darah (Winarno, 2008). Karbohidrat yang bersumber dari bahan makanan
pengolahan karbohidrat tidak berjalan secara optimal maka gula pun menumpuk
dalam darah, sebagian besar tersaring oleh ginjal dan terbuang begitu saja melalui
urine tanpa bisa dipakai oleh tubuh. Inilah yang membuat pengidap diabetes selalu
lemas dan mengantuk karena kehilangan sumber tenaga, sering kencing, cepat
lapar dan cepat haus serta pandangan mata lama kelamaan semakin kabur (Beck
2011).
15
komplek dan serat makanan yang cukup akan menekan gula darah sedemikian
rupa sehingga jauh lebih rendah dari biasanya dan itu sangat membantu untuk
pengelolaan diabetes sehingga perlu penerapan komposisi diet yang sesuai untuk
pentingnya pengaturan makan dalam hal ketepatan jadwal makan, jenis bahan
makanan, dan jumlah porsi makanan, utamanya pada mereka yang menggunakan
protein yang berasal dari daging lebih tinggi dari jumlah yang ditentukan dapat
penelitian lain pada pasien diabetes melitus tipe 2 di wilayah kerja Kota Makasar,
terkontrolnya kadar gula (Idris dkk. 2014). Sedangkan Ali M.Nur dalam
asupan sayur dan buah berhubungan dengan kadar gukosa darah pasien,
sedangkan asupan protein tidak berhubungan terhadap kadar gula darah pada
awal tahun 1980 sebagai sistem peringkat untuk karbohidrat berdasarkan dampak
langsung terhadap darah kadar glukosa, pada awalnya indeks glikemik dirancang
dengan indeks glikemik rendah dianggap memberikan manfaat yang lebih baik
makanan dengan indeks glikemik tinggi dan konsep indeks glikemik telah
Definisi indeks glikemik menurut FAO yaitu luas area di bawah kurva atas
diambil dari subjek yang sama (FAO 1998). Indeks glikemik adalah respons
darah tubuh terhadap glukosa murni, indeks glikemik berguna untuk menentukan
respons glukosa darah terhadap jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi, dan
peningkatan kadar glukosa darah yang cepat dan tinggi (hiperglikemia) sehingga
resistensi insulin dan disfungsi sel beta pankreas (Pi-Sunyer 2002). Terdapat
hubungan yang bermakna pada sebagian besar makanan, antara respon glukosa
darah dan respon insulin, ketika terjadi hiperglikemia postprandial maka akan
Terdapat dua faktor yang secara umum dapat mempengaruhi nilai indeks
glikemik suatu makanan, yaitu faktor individu dan faktor makanan. Faktor
makanan antara lain sensitivitas insulin, fungsi sel beta pankreas, motilitas saluran
derajat obesitas (Jenkins et al. 2002). Faktor makanan yang dapat mempengaruhi
respon glukosa darah antara lain tingkat gelatinisasi pati, bentuk fisik makanan,
rasio amilosa dan amilopektin, serat, gula sederhana, keasaman, protein dan lemak
Penggolongan nilai indeks glikemik, ada tiga yaitu kategori rendah bila
nilai indeks glikemik ≤55, kategori sedang jika nilai indeks glikemik berada pada
rentang 56-69, dan kategori tinggi jika nilai indeks glikemik ≥70 (Ministers 2005).
indeks glikemik pada diet dengan tanpa mengubah komposisi zat gizi termasuk
serat, akan meningkatkan kontrol gula darah dan lemak baik secara signifikan
hubungan positif antara peningkatan kadar gula darah dengan asupan karbohidrat
jenis monosakarida yang tinggi (Kawate et al. 2006). Penelitian lain menunjukkan
bahwa diet yang memiliki indeks glikemik maupun beban glikemik tinggi
berkaitan dengan meningkatnya risiko diabetes baik pada pria maupun wanita
(Pereira et al. 2002). Begitu juga sebaliknya diet biji-bijian (indeks glikemik
rendah) berkaitan dengan penurunan risiko menderita diabetes tipe 2 pada pria
penelitian kohort menemukan hasil bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
yang ditemukan antara total asupan karbohidrat kejadian diabetes melitus tipe 2
terkait dengan penurunan resiko diabetes (Schulze et al. 2008). Hasil penelitian
pada wanita di Lowa, menunjukkan bahwa indeks glikemik dan beban glikemik
tidak terkait dengan kejadian diabetes (Meyer et al. 2000). Hasil yang sama juga
ditemukan dalam penelitian Janket et al, melalui studi antara asupan gula dengan
risiko diabetes melitus tipe 2 pada wanita yang hasilnya adalah selain indeks
19
penanganan diabetes tipe 2 (Janket et al. 2003). Hasil penelitian lain di Makasar
glikemik tinggi, sedang, rendah pada makanan yang dikonsumsi dengan kadar
nilai beban glikemik akan memberitahu seberapa cepat jumlah porsi karbohidrat
tertentu berubah menjadi gula (Rakel 2008). Beban glikemik dapat dijadikan
sebagai indikator dari respon glukosa darah dan respon insulin yang diinduksi
karbohidrat dibandingkan kuantitas pada suatu jenis makanan, pada tahun 1997
konsep beban glikemik mulai diperkenalkan oleh salah seorang peneliti dari
Universitas Harvard untuk mengukur glycemic effect dari satu porsi makanan,
semakin tinggi nilai beban glikemik maka akan semakin tinggi ekspektasi
peningkatan kadar gula darah dan efek insulinogenik dari makanan (Salmeron et
al. 1997).
20
berbanding lurus. Makanan dengan indeks glikemik tinggi jika dikonsumsi dalam
jumlah yang sedikit dapat saja memiliki beban glikemik yang rendah atau sedang,
sebaliknya jika makanan dengan indeks glikemik rendah akan memiliki beban
glikemik sedang atau tinggi jika dikonsumsi dalam jumlah yang besar, oleh sebab
itu sebaiknya nilai beban glikemik dilabelkan pada kemasan makanan karena
Untuk menghitung nilai beban glikemik (BG), nilai indeks glikemik harus
ditentukan terlebih dahulu, setelah itu nilai indeks glikemik dikalikan dengan
jumlah karbohidrat yang terdapat dalam satu porsi makanan dan dibagi dengan
angka 100, nilai beban glikemik berhubungan dengan dampak suatu porsi makan
terhadap kadar gula darah, serta sebagai panduan untuk memilih makanan, nilai
beban glikemik diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu beban glikemik tinggi bila
nilainya 10 atau kurang, sedang bila rentang nilainya antara diatas 10 sampai
dibawah 20, dan beban glikemiknya tinggi bila nilai nya 20 atau lebih, sedangkan
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu rendah jika nilai beban glikemiknya dibawah
80, dan tinggi bila nilai beban glikemiknya diatas 120 (Wilkins 2007).
mencolok baik dari nilai indeks glikemik yang ada ataupun jumlah karbohidrat
yang terdapat dalam satu porsi makanan. Beban glikemik akan lebih spesifik
melihat umpan balik dari sebuah makanan dengan tambahan perhitungan terhadap
2014).
21
glikemik dan kandungan karbohidrat dalam pangan, karena beban glikemik lebih
interaksinya dalam bahan pangan (Liu et al. 2001). Beban glikemik tinggi pada
insulin dalam waktu yang lama akan mengakibatkan terjadinya intoleransi glukosa
disebabkan oleh kelelahan sel β pada pankreas dalam memproduksi insulin untuk
postprandial meningkat, juga bisa terjadi oleh perpaduan antara konsumsi pangan
dengan beban glikemik yang tinggi dan resistensi insulin akibat obesitas, riwayat
keturunan diabetes (gen) dan kurangnya aktivitas fisik yang teratur (Rimbawan &
Siagian 2004).
terjadinya diabetes melitus tipe 2 (Bhupathiraju et al. 2014). Diet dengan beban
dapat mengurangi insiden diabetes tipe 2 (Rossi et al. 2013). Diet dengan indeks
glikemik tinggi atau beban glikemik tinggi mungkin menjadi faktor prediposisi
22
intoleransi glukosa dan risiko diabetes melitus tipe 2 (Greenwood et al. 2013).
Hasil penelitian lain menemukan bahwa jika beban glikemik makanan yang
dikonsumsi tinggi, maka kadar gula darah pada saat puasa dan kadar gula darah 2
asupan indeks glikemik, beban glikemik, dan jadwal makan berhubungan dengan
kontrol gula darah (Permatasari 2014). Studi kohort prospektif dan meta analisis
yang dilakukan Livesey & Taylor (2013) menemukan bahwa orang yang
mengkonsumsi diet beban glikemik rendah mempunyai resiko yang lebih rendah
yang efektif untuk meningkatkan kontrol glikemik pada penderita diabetes melitus
yang lebih lambat dicerna, diserap, dan dimetabolisme dalam jumlah yang tepat
(indeks glikemik dan beban glikemik rendah) telah dikaitkan dengan penurunan
melalui efek rasa kenyang dan juga menunjukkan bahwa indeks glikemik dan
glikemik tidak ada hubungan yang signifikan dengan kadar glukosa darah (Taqwa
dkk. 2014).
23